MAINTENANCE MUD CRAB (Scylla serrata) WITH DIFFERENT FEEDING FREQUENCY

dokumen-dokumen yang mirip
Fattening of Soft Shell Crab With Different Food

Penambahan Berat, Panjang, dan Lebar dari Ukuran Benih yang Berbeda pada Budidaya Kepiting Soka di Desa Mojo Kabupaten Pemalang

Producing speed Moulting in Mud Crab (Scylla serrata) with Soft Shell Ablation And Mutilation Method

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian.

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

BAB III BAHAN DAN METODE

Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskål, 1775) dengan Ukuran Pakan Berbeda pada Budidaya dengan Sistem Baterai

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

PEMBERIAN KOMBINASI PAKAN KEONG MACAN DAN IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain)

PENGARUH PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN Tubifex sp. TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN BENIH IKAN GABUS (Channa striata)

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

GROWTH AND SURVIVAL RATE OF ABALONE (Haliotis squamata) ON DIFFERENT STOCKING DENSITY

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KEONG MAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KEPITING BAKAU SISTEM SINGLE ROOM

GROWTH AND SURVIVAL RATE OF COMMON CARP (Cyprinus carpio L) WITH DIFFERENT BIOFILTER COMBINATION IN RECIRCULATION AQUAPONIC SYSTEM

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Pengaruh Ketinggian Air yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

BAB III BAHAN DAN METODE

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN GABUS (Channa striata) YANG DIBERI PAKAN Tubifex sp DENGAN JUMLAH BERBEDA

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV ABSTRAK

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BUJUK (Channa lucius Cuvier)

Bintang Sadinar, Istiyanto Samidjan *, Diana Rachmawati 1) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

Tingkat Kelangsungan Hidup

III. BAHAN DAN METODE

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT

PENGARUH KETINGGIAN AIR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUPBENIH IKAN LELE SANGKURIANG

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

REARING OF RIVER CATFISH (Mystus nemurus C.V) ON A RECIRCULATION SYSTEM USING SYSTEM FILTERS ABSTRACT

RESPONS PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) YANG DIBERI PAKAN BUATAN BERBASIS LIMBAH SAYURAN

BAB 4. METODE PENELITIAN

PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN IKAN BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii, Lacepede) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA YANG DIPELIHARA DI KERAMBA JARING APUNG

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.1 Tahun 2015

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

PEMELIHARAAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN PERSENTASE PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. 4,29 juta ha hutan mangrove. Luas perairan dan hutan mangrove dan ditambah dengan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA IKAN BETOK (Anabas testudinieus) oleh

PENGARUH JENIS DAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KERAPU MACAN

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

PENGARUH PEMBERIAN HORMON TIROKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BLACK GHOST (Apteronotus albifrons) SKRIPSI

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2015 selama 50

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN BERDASARKAN KUALITAS AIR TERHADAP PELUANG BUDIDAYA ABALON (Haliotis sp.) DI PERAIRAN KUTUH, BALI

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

METODE KERJA. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015 di. Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T 4 ) Hormone

BAB III BAHAN DAN METODE

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN PATIN (Pangasius sp.) YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI

PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

Natricia Waseanti Kawania, Kusnoto dan Moch. Amin Alamsjah

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN. BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN RESPON PAKAN PADA IKAN MAS KOKI (Carasias auratus) DENGAN RANSANGAN WARNA LAMPU

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

SIDANG TUGAS AKHIR SB

ZIRAA AH, Volume 42 Nomor 2, Juni 2017 Halaman e - ISSN

PEMBERIAN MOLASE PADA APLIKASI PROBIOTIK TERHADAP KUALITAS AIR, PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Pengaruh Sumber Makanan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kelabau Padi (Osteochilus melanopleura) yang Dipelihara Dalam Hapa di kolam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Bulan Juli 2013

Transkripsi:

MAINTENANCE MUD CRAB (Scylla serrata) WITH DIFFERENT FEEDING FREQUENCY By Juni Handayani 1), Iskandar Putra 2), Rusliadi 2) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Sciene Faculty RiauUniversity Email : Junihandayani09@yahoo.com This study was conducted in March-May 2014 held at the Village Canang Dry, Environmental XX, Village Sicanang, District of Medan Belawan, Medan, North Sumatra Province. The aim of the study was to determine the effect of feeding frequency on the growth and survival of mud crab (Scylla serrata)the method used is the experiment with 3 treatments and 3 replications of feeding 2 times a day (P1); feeding 3 times a day (P2); feeding 4 times a day (P3). Data were analyzed using ANOVA (P <0.05). Test materials were used as much as 36 crabs were maintained with the battery system inside a plastic basket with size of 45.5 x 33 x 17 cm3. Plastic basket is divided into 4 sections by placing bamboo as a divider so that the basket contains 4 crabs. The results showed that feeding trash fish produces growth weight 108 g, daily growth rate 1,55 %, the growth in length 1,91 cm and a higher 1,42 cm, survival rate 100%. Keyword : mud crab, feeding frequency, and growth 1) Student of the Fisheries and Marine Sciences, Faculty, Riau University 2)Lecturer of the Fisheries and Marine Sciences, Faculty, Riau University PENDAHULUAN Kelompok biota moluska merupakan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang apabila dimanfaatkan secara rasional dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan masyarakat dan mendorong peningkatan pendapatan daerah, salah satunya adalah kepiting bakau (Scylla serrata). Kepiting bakau ( Scylla serrata) merupakan salah satu sumber daya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pemanfaatan komersial dari komoditas ini semakin meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk diekspor. Tingginya permintaan terhadap kepiting bakau ini merupakan hal yang wajar, mengingat binatang yang berkulit keras ini selain memiliki rasa gurih dan enak juga bernilai gizi tinggi. Untuk memenuhi permintaan kepiting bakau yang terus meningkat dari tahun ke tahun maka kegiatan budidaya merupakan pilihan yang paling tepat. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran bobot maupun panjang organisme. Secara fisiologis pakan yang dikomsumsi kepiting akan digunakan sebagai sumber energi untuk perawatan tubuh (maintenance), aktivitas fisik dan sebagai komponen penyusun sel-sel tubuh. Agus (2008) menyatakan secara fisiologis kepiting membutuhkan energi dalam pakan dipergunakan untuk beradaptasi, pemeliharaan atau pengganti sel (jaringan) yang rusak, aktivitas, metabolisme, reproduksi (bagi kepiting dewasa) dan yang terakhir energi pakan dipergunakan untuk pertumbuhan dan ganti kulit (moulting). Fujaya (2007) menyatakan bahwa keberhasilan pembesaran kepiting bakau di tambak atau dalam suatu wadah yang terkontrol sangat ditentukan oleh kesesuaian pakan yang diberikan, baik jumlah maupun jenis. Kordi (1997) menyatakan waktu pemberian pakan pada kepiting sebaiknya dilakukan pada malam hari, walaupun demikian kepiting juga termasuk hewan yang makan secara terus-menerus. Afrianto dan Liviawati (1992) menyatakan bahwa

sebaiknya pakan diberikan pada ma l a m hari, sebab kepiting termasuk hewan yang aktif pada malam hari, akan tapi ada juga beberapa petani yang melakukan pemberian pakan sebanyak tiga kali yaitu pagi, siang dan sore hari. Karim (2005) menyatakan bahwa pola makan kepiting sama yaitu puncak waktu metabolisme 12 jam setelah makan. Lamanya aktivitas pencernaan ini berlangsung disebabkan kebiasaan kepiting yang mengkonsumsi pakan dengan cara mencabikcabik sehingga membutuhkan waktu yang lama. Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan energi untuk aktivitas pencernaan. Selain lamanya metabolisme kenyang memungkinkan kita untuk mengevaluasi periode waktu pemberian pakan serta belum adanya acuan yang jelas selama pemeliharaan kepiting mengenai frekuensi pemberian pakan yang paling tepat untuk menghasilkan pertumbuhan dan kelulushidupan yang baik. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan kepiting bakau. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulam Mei 2014 di Desa Canang Kering, Lingkungan xx, Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit kepiting bakau dengan ukuran 60-80 gram sebanyak 36 ekor, ikan rucah dari jenis ikan gulamah. Pakan yang diberikan sebanyak 10%/BB/hari. Sedangkan wadah yang digunakan adalah keramba apung yang terbuat dari keranjang plastik yang kemudian diberi sekat menjadi 4 bagian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan 3 perlakuan dan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan ialah pemberian pakan 2 kali pada pukul 06.00 dan 18.00 WIB (P 1 ), pemberian pakan 3 kali pada pukul 06.00, 14.00 dan 22.00 WIB (P 2 ), dan pemberian pakan 4 kali pada pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan pukul 00.00 WIB (P 3 ). Kualitas air yang diukur antara lain adalah suhu, ph, DO, salinitas, kecerahan dan amoniak. Parameter kualitas air seperti suhu, ph, DO, salinitas, dan kecerahan diukur setiap 14 hari sekali sedangkan amoniak diukur hanya 2 kali selama penelitian yaitu di awal dan di akhir penelitian saja. Parameter yang diukur antara lain adalah pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, panjang dan lebar karapas, kelulushidupan, dan kualitas air. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan bobot mutlak kepiting bakau Setelah melakukan penelitian selama 56 hari, maka didapat nilai pertumbuhan bobot rata-rata individu kepiting bakau selama penelitian. Data hasil penimbangan kepiting bakau yang dilakukan setiap 14 hari sekali dapat dilihat pada (Tabel 1). Tabel 1. Bobot rata-rata individu kepiting Perlakuan (Pemberian pakan) 2 kali 3 kali 4 kali Pengamatan hari ke- (gram) 0 14 28 42 56 77,08 91,66 118,61 135,97 163,47 77,91 102,5 128,75 157,08 185,83 76,25 93,33 122,78 146,80 174,03 Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa bobot awal kepiting bakau tidak jauh berbeda, yang kemudian dipelihara dengan frekuensi pemberian pakan yang berbeda, sehingga menyebabkan terjadinya bobot rata-rata kepiting yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada (Gambar 1). Bobot ata-rata (gram) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 14 28 42 56 Hari ke- 2 kali 3 kali 4 kali

Setelah bobot rata-rata individu diketahui, maka dapat ditentukan pertumbuhan bobot mutlak individu kepiting bakau dari tiap-tiap perlakuan selama penelitian. Data pertumbuhan bobot mutlak tersebut dapat dilihat pada (Tabel 2). Tabel 2. Pertumbuhan bobot mutlak kepiting Perlakuan (Pemberian Pakan) 2 kali 86,39±3,75 a 3 kali 108 ±5,63 b 4 kali 97,89±0,83 c Pertumbuhan Bobot Mutlak (gram) Keterangan :Huruf superscrip yang berbeda menunjukkan ada pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan Pertumbuhan bobot kepiting bakau tertinggi dijumpai pada perlakuan P2 (frekuensi pemberian pakan 3 kali ) yang berbeda nyata dengan perlakuan P1 (frekuensi pemberian pakan 2 kali ) maupun perlakuan P3 (frekuensi pemberian pakan 4 kali ). Tingginya pertumbuhan pada pemberian pakan 3 kali karena frekuensi 3 kali merupakan waktu yang tepat dalam memberikan pakan, baik dalam segi waktu kepiting makan, dan juga dari segi ketersediaan jumlah pakan yang dibutuhkan kepiting, sehingga pemberian pakan menjadi lebih efisien. Perolehan pencapaian pertumbuhan yang optimal pada perlakuan 2 di dukung juga dari frekuensi pemberian pakan pada malam hari, dimana dilihat dari kebiasaan makan kepiting dialam yang aktif mencari makan dimalam hari. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kasry (1996) wa ktu makan kepiting bakau tidak tertentu, tetapi malam hari lebih aktif mencari makanan dari pada siang hari karena kepiting bakau tergolong hewan nocturnal yang aktif di malam hari. Laju pertumbuhan harian kepiting bakau Setelah bobot rata-rata individu diketahui, maka dapat ditentukan laju pertumbuhan harian individu kepiting bakau dari tiap-tiap perlakuan selama penelitian. Data laju pertumbuhan harian tersebut dapat dilihat pada (Tabel 3). Tabel 3. Laju pertumbuhan harian kepiting Perlakuan (Pemberian Pakan) Laju Pertumbuhan Harian (%) 2 kali 1,34±0,07 a 3 kali 1,55±0,32 a 4 kali 1,47±0,02 a Pencapaian berat kepiting bakau pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan tiap minggunya. Kemampuan masing-masing individu kepiting dalam mencerna pakan berbeda-beda, semakin tinggi jumlah pakan yang dikonsumsi, maka semakin tinggi pula energi yang masuk dan dimanfaatkan guna menunjang pertumbuhan. Kim dan Lall (2001) menyatakan, hampir 60% energi pakan yang dikonsumsi organisme digunakan memelihara tubuh dan selebihnya digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan panjang dan lebar mutlak karapas kepiting bakau Pengukuran panjang dan lebar mutlak karapas kepiting bakau dilakukan diawal dan akhir penelitian. Data dari hasil pengukuran panjang dan lebar karapas kepiting bakau dapat dilihat pada (Tabel 4). Tabel 4. Pertumbuhan panjang dan lebar mutlak karapas kepiting bakau selama penelitian Perlakuan (Pemberian pakan) Pertumbuhan Panjang (cm) Pertumbuhan Lebar (cm) 2 kali 1,61±0,09 a 1,33±0,29 a 3 kali 1,91±0,10 a 1,42±0,16 a 4 kali 1,83±0,15 a 1,03±0,06 a Fujaya (2008) menyatakan kepiting tidak dapat tumbuh secara linear sebagaimana organisme hewan lain karena kepiting memiliki cangkang luar yang keras (karapas) yang tidak dapat bertumbuh, oleh karena itu agar kepiting dapat bertumbuh maka karapas lama harus diganti dengan yang baru dan lebih besar. Menurut Mykles (2001), kepiting soka

saat moulting meninggalkan karapas yang lama sambil menyerap air untuk memperbesar karapas yang baru dan menambah berat tubuh. Kelulushidupan kepiting bakau Kelangsungan hidup sangat erat kaitanya dengan mortalitas yakni kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme sehingga jumlahnya berkurang. Menurut Boer (2000), kelangsungan hidup merupakan persentase populasi organisme yang hidup tiap periode waktu pemeliharaan tertentu. Data kelulushidupan kepiting bakau yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada (Tabel 5). Tabel 5. Kelulushidupan kepiting bakau selama penelitian Perlakuan (Pemberian Pakan) Kelulushidupan (%) 2 kali 75,00 ± 25,00 a 3 kali 100,00 ± 0,00 a 4 kali 83,33± 14,43 a Berdasarkan hasil data penelitian parameter kelulushidupan, wadah perlakuan 2 frekuensi pemberian pakan 3 kali terhadap kepiting bakau tidak ada yang mengalami kematian sehingga kelulushidupannya mencapai 100%. Kualitas air Kualitas perairan sangat berpengaruh terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan kepiting. Parameter kualitas air yang diukur antara lain adalah ph, suhu, oksigen terlarut (DO), salinitas, kecerahan dan amoniak (Tabel 6). Tabel 6. Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Parameter Satuan Nilai Kisaran Kualitas Air Suhu 0 C 30 35 ph 7,1 8,3 DO mg/l 4,78 5,45 Salinitas ppt 22 27 Kecerahan cm 24 27 Amoniak mg/l 0,014 0,017 Parameter kualitas perairan selama penelitian dikategorikan baik dan mendukung kehidupan kepiting bakau karena tidak jauh berbeda dengan literatur. Rusdi dan Hanafi (2008), ph yang optimum untuk kepiting bakau adalah berkisar antara 7,5-8,5. Suhu yang diterima untuk kehidupan kepiting bakau adalah 18-35 0 C, sedangkan suhu yang ideal adalah 25-30 0 C (Cholik, 2005). Menurut Kordi (1997) kepiting dapat hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen terlarut lebih dari 4 mg/l. Afrianto dan Liviawaty (1992) mengatakan, air yang digunakan dalam pemeliharan kepiting sebaiknya mempunyai salinitas yang sesuai dengan kebutuhan kepiting yaitu antara 15-35 ppt. Wahyuni dan Ismail (1987) menyatakan bahwa dialam (hutan bakau) kepiting bakau hidup pada kecerahan 44,0-75,0 cm dengan kedalaman air 30-79 cm. Kandungan amoniak dalam tambak kepiting selama penelitian tergolong dalam kondisi aman sesuai dengan yang dikatakan Neil et al., (2005), dalam media pemeliharaan kepiting bakau konsentrasi amonia dalam media tidak lebih dari 0,1 mg/l. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perlakuan 2 pemberian pakan dengan frekuensi 3 kali menghasilkan nilai rata-rata pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan frekuensi pemberian pakan yang lainnya. Data dari pertambahan pertumbuhan kepiting bakau pada perlakuan 2 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali yaitu ; (1) pertumbuhan bobot mutlak dengan ratarata 108 gram/ekor, (2) laju pertumbuhan harian mutlak dengan rata-rata 1,55 %, (3) pertumbuhan panjang karapas dengan rata-rata 1,91 cm, (4) pertumbuhan lebar karapas dengan rata-rata 1,42 cm, dan (5) kelulushidupan sebesar 100 %. Agar memperoleh pertumbuhan kepiting bakau yang lebih baik maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dosis pemberian pakan yang tepat pada kepiting bakau agar pakan yang diberikan tidak berlebih dan tidak kurang.

DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E dan E, Liviawati. 1992. Pemeliharaan kepiting. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 103 hal. Agus. 2008. Analisis Carryng Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kabupaten Pemalang.Jawa Tengah. http://eprints.undip.ac.id/18247/1/ 5 Maret 2014]. Boer, 2000. Studi Pendahuluan Penyakit Kunang-kunang pada Larva Kepiting Bakau (Scylla serrata), Jurnal PenelitianBudidayaPantai, 9 (3) : 119-124. Cholik F and Hanafi A. 2005. Review of Mud Crab Culture Research in Indonesia, Central Research Institute for Fisheries, PO Box 6650 Slipi, Jakarta, Indonesia, 310 CRA Fujaya, Y. 2007. Mempersiapkan Kepiting Menjadi Komoditas Andalan. http://www.koral-online.com/info page/mempersiapkan-kepitingmenjadi-komoditas-andalan. Diunduh tanggal 3 Maret 2014. 2008. Kepiting Komersil di Dunia, Biologi, Pemanfaatan dan Pengelolaannya. Citra Emulsi. Makasssar. Karim. 2005. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau ( Scylla serrata forsskal) pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda. Disertai Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Kasry, A.1996.Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit Bharata. Jakarta. 93 Hal. Kim, Dan J., et al., 2007. A Trust Based Consumer Decision Making Model in Electronic E-Commerce: The Role of Trust, Perceived Risk, and their Antecendent., doi: 10.1016/j.dss. 2007.07.001. Kordi, G.H.1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng Di Tambak Sistim Polikultur. Dahara press. Semarang. 272 Hal. Mykles, D. L. 2001. Interactions Between Limb Regeneration and Moulting in Decapod Crustacean. Amerika Zoology, 41: 399-406 Neil, L.L., Fotedar, R., Shelley C.C. 2005. Effect of acute and chronic toxicity of unionized ammonia on mud crab. 36: 927-932. Rusdi dan hanafi A, 2008. Pengaruh jenis Shelter yang Berbeda dalam Upaya Pembesaran Krablet kepiting Bakau (Scylla paramomosain) Asal Pembenihan. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Disampaikan pada Seminar riptek kelautan nasional. Bali 2008. Wahyuni, E dan Ismail, W. 1987. Beberapa Kondisi Lingkungan Perairan Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsal ) di Perairan Tanjung Pasir, Tangerang Journal Penelitian Perikanan Laut. No. 38 Th. 1987. Hal. 59-68