BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana

dokumen-dokumen yang mirip
Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Jenis Bahaya Geologi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BADAN GEOLOGI - ESDM

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Beda antara lava dan lahar

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor dan banjir bandang. Informasi dari laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) menyebutkan bahwa 644 bencana alam terjadi di wilayah indonesia pada tahun 2010, dan 81,5 persennya adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan banjir bandang. BNPB juga memprediksi bahwa sebanyak 176 kabupaten/kota di Indonesia rawan terhadap bencana banjir dan sebanyak 154 kabupaten/kota rawan terhadap bencana tanah longsor. Menurut BNPB akibat bencana letusan gunung berapi paling banyak menimbulkan korban dan kerugian material, tetapi akibat kejadian bencana banjir dan tanah longsor kerugian jiwa maupun harta benda juga tidak sedikit. Hal ini terjadi salah satunya disebabkan oleh ketidaksiapan pemerintah daerah setempat dalam mengantisipasi kejadian bencana banjir dan tanah longsor, karena kurang atau tidak adanya informasi mengenai lokasi yang rawan dan waktu kemungkinan kejadian bencana banjir dan tanah longsor tersebut di wilayahnya. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan. Siswanto (2012) bahaya yang ditimbulkan Gunung Merapi dibagi menjadi bahaya primer yaitu awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas beracun, tsunami dan bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin yang terjadi

2 akibat penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba, sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar. Daryono (2011) lahar merupakan material piroklastik yang mengalir akibat bercampur dengan air hujan. Meskipun material lahar tersusun atas abu gunung api dan fragmen batuan, tetapi banjir lahar mampu mengalir lebih deras dan lebih cepat jika dibandingkan dengan aliran air biasa. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan aliran lahar bisa mencapai lebih dari 65 kilometer per jam dan dapat mengalir deras hingga jarak lebih dari 80 kilometer. Aliran debris dengan massa jenis besar ini meluncur dengan percepatan makin besar, karena laju alirannya ditopang gaya gravitasi. Laju aliran lahar makin kencang dengan tenaga yang besar, apalagi Merapi merupakan gunung api strato sangat curam. Material erupsi yang lebih ringan seperti abu dan pasir yang banyak terendapkan di kawasan barat Merapi, bersifat ringan dan sangat mudah dilarutkan dan terbawa aliran air hujan. Di kawanan Merapi sangat tinggi selama puncak musim hujan seperti sehingga potensi banjir lahar di lereng barat dan barat daya Merapi tetap mengancam seluruh daerah aliran Kali Krasak, Kali Putih, Kali Blongkeng, Kali Pabelan, Kali Senowo dan, Kali Apu. Daryono (2011) ada beberapa bahaya yang ditimbulkan sebagai dampak banjir lahar yang memiliki sifat merusak. Karakteristik aliran lahar yang melaju cepat dengan tenaga besar ini disebabkan karena Merapi merupakan strato

3 volcano yang memiliki lereng sangat curam. Kombinasi aliran material vulkanik seperti abu gunungapi, kerikil, kerakal, bongkahan batu dengan lereng curam menjadikan aliran banjir lahar juga dikontrol oleh percepatan gaya gravitasi bumi. Ancaman sekunder lahar Merapi memiliki daya rusak tinggi. Bongkahan batubatu besar bisa terangkut aliran karena aliran lahar memiliki berat jenis yang sama besar dengan bongkahan batu yang diangkutnya. Fenomena batu-batu besar yang terbawa aliran banjir lahar ini dapat disaksikan di sepanjang kawasan banjir lahar Kali Putih, Muntilan. Terangkutnya bongkahan batu oleh aliran lahar ini tentu saja sangat mengancam keberadaan dam dan sabo penahan banjir. Seperti halnya dua Dam Kali Apu di Kecamatan Selo yang kini sudah jebol diterjang banjir lahar. Banjir lahar juga memicu tingginya bahaya erosi di sepanjang bantaran sungai yang dilalui banjir lahar. Meningkatnya erosi akibat banjir lahar dapat dijelaskan dengan mudah, dimana derajat kemiringan lereng pegunungan sangat mempengaruhi tegangan permukaan. Akibat kecepatan aliran permukaan yang meningkat ini maka kapasitas daya rusak banjir lahar akan menjadi semakin besar. Energi yang timbul akibat aliran permukaan akan berubah menurut kuadrat kecepatan nya. Kapasitas pengangkutan butiran material vulkanik akan berubah dengan pangkat 5 dalam waktu dalam satu satuan dimensi. Dengan kata lain jika kecepatan aliran pemukaan menjadi 2 kali lipat, maka jumlah butiran material yang terangkut menjadi 32 kali lebih banyak. Pada kemiringan lereng curam, mengalirnya banjir lahar ke arah dataran kaki gunung berlangsung sangat cepat. Daya kikis atau daya tumbuk arus banjir

4 lahar terhadap tepi sungai akan semakin kuat sehingga bagian-bagian tanah pada bantaran sungai mengalami cerai berai dan terangkut aliran lahar. Semakin besar kemiringan lereng maka akan semakin besar bantaran sungai mengalami pengikisan dan erosi. Dampaknya, pada setiap peristiwa banjir lahar ada kecenderungan tepi sungai manjadi semakin lebar, sehingga berdampak kepada rusaknya infrastruktur seperti bangunan rumah di bantaran sungai, selain itu jembatan dapat jebol akibat pondasi jembatan tergerus material lahar. Selain banyaknya acaman yang sewaktu-waktu bisa terjadi lagi, ada kerugian yang telah dialami akibat Gunung Merapi dari beberapa daerah adalah sebagai berikut: 1) Putro (2012) menjelaskan kerugian yang terjadi di daerah kecamatan Srumbung, yang kemungkinan terlanda banjir lahar dingin seluas 48, 69 Km. jika terlanda banjir lahar dingin maka kerugian total=142.606,90 X 10. 2) Kerugian yang diakibatkan oleh banjir lahar dingin dari beberapa sungai yang berhulu di Merapi yang menerjang kawasan kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mencapai sekitar Rp 2 miliar. 3) Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir lahar dingin yang melalui Sungai Gendol maupun Sungai Opak mencapai sekitar Rp 2 miliar yang meliputi kerusakan infrastruktur serta sektor pertanian dan perikanan. Hasil pendataan sementara, kerugian infrastruktur mencapai Rp 1,9 miliar, sedangkan kerugian untuk sektor pertanian dan perikanan berkisar Rp 100 juta. Jumlah kerugian tersebut masih fluktuatif karena masih terus dilakukan pendataan.

5 Sehingga sebagai upaya untuk mengantisipasi banjir lahar dingin supaya tidak menimbulkan kerugian yang menimpa masyarakat, sudah banyak dilakukan diantaranya: 1) Daryono 2011), sebagai upaya mitigasi bencana banjir lahar sederhana, kepada seluruh warga yang bermukim di bantaran sungai yang berhulu di puncak Merapi dihimbau untuk menjauhi bantaran sungai yang berhulu di puncak merapi saat terjadi hujan deras. 2) Pemasangan alat deteksi banjir lahar dingin dilengkapi kamera pemantau banjir lahar dingin pada aliran sungai yang berhulu di merapi. Yang sudah dilakukan pada sungai Putih, Batang, Senowo, dan Lamat. Pemasangan dikerjakan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. (http://www.republika.com) 3) BNPB memasangan alat sistem peringatan dini (early warning system) di seluruh sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Pemasangannya dilakukan atas kerja sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. (http://www.republika.co.id). 4) Pemasangan Empat unit EWS di bantaran Kali Opak, Dusun Teplok dan Kliwang Cangkringan, bantaran Kali Gendol Dusun Morangan, dan Ngerdi Sindumartani Ngemplak untuk antisipasi banjir lahar dingin itu dilakukan di tempat yang tidak sejajar atau lebih tinggi dari tanggul. EWS sirine mampu mengeluarkan bunyi sampai radius 500 meter, dan memiliki tiga indikator sirine, yaitu waspada, siaga, dan awas. Bunyinya tergantung dari jarak

6 intervalnya, kalau waspada jarang-jarang, siaga lebih rapat, dan awas itu bunyinya paling cepat. (http://www.tempo.com) 5) Ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah, baik secara struktur maupun nonstruktur untuk meminimalkan dampak yang diakibatkan oleh banjir lahar dingin. Secara struktur, pemerintah dapat meningkatkan kembali fungsi sabodam yang berperan dalam menahan sedimentasi dan dilakukan pengosongan sabodam dengan mengeruk sedimentasi yang berupa material hasil endapan erupsi seperti pasir dan batu. Secara nonstruktur bisa dilakukan dengan memberikan early warning detector (detektor peringatan dini) untuk merekam intensitas curah hujan dan mengukur ketinggian muka air di sungai berhulu di Merapi. (http://www.republika.co.id) Akibat banjir sudah banyak memakan korban, untuk itu perlu banyak dilakukan untuk penanggulangan. Menurut (Marciavelli 2008) membahas tentang pentingnya melakukan tindakan pencegahan untuk mencagah atau meminimalkan dampak bencana, hal ini diwujudkan dengan membangun sistem informasi bencana, manajemen tanggap darurat dan manajemen pemulihan dan rehabilitasi bencana. Upaya penanggulangan tersebut memerlukan adanya informasi status aliran sungai yang cepat dan mudah diakses oleh semua orang. Dengan adanya dukungan perkembangan jaringan komunikasi, penyajian informasi status aliran sungai masyarakat wilayah sekitar sungai serta masyarakat umum dapat dengan mudah mendapatkan informasi. Beberapa informasi status aliran sungai yang disajikan masyarakat saat ini, baik melalui informasi forum online maupun website belum sesuai yang

7 diharapkan atau kurang jelas dalam memberikan informasi status aliran sungai. Masyarakat berharap adanya informasi yang memberi kepraktisan dalam proses penyajian dan kemudahan mendapatkan informasi status aliran sungai. Hasil rekam sensor yang tersimpan pada database yang berupa data-data sinyal getaran dan peningkatan tinggi muka air merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan utama untuk dilakukan penelitian guna menentukan status aliran sungai. Menurut (Gautama D.K, 2011) penyajian informasi berbasis web merupakan suatu solusi, karena sistem berbasis internet dapat memberikan mekanisme yang efisien dan efektif untuk transmisi data. Alasan inilah yang mendorong untuk dilakukannya perancangan sistem penentuan status di aliran sungai untuk monitoring terjadinya banjir dan banjir yang disertai lahar dingin. Indikator data sinyal getaran dan sinyal tinggi muka air (TMA) diproses dengan metode logika Forward Chaining menjadi informasi status aliran sungai, yang disajikan berbasis web. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan paparan yang telah disampaikan di bagian latar belakang, maka dirumuskan masalah yang akan dibahas yaitu: 1) Memberikan penyajian informasi status aliran sungai yang sulit didapat, 2) Belum tersedianya sistem untuk penyajian informasi yang berkaitan dengan adanya status banjir lahar dingin pada daerah aliran sungai, sehingga bagaimana bisa memberikan kemudahan menyajikan informasi kepada masyarakat secara luas maka perlu dikembangkan sistem penentu status aliran sungai berbasis web untuk monitoring banjir lahar dingin, dengan memanfaatkan layanan internet sebagai media pendukung

8 penyajian informasi kepada masyarakat. Sistem yang dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman web. 1.3 Keaslian Penelitian Saat ini telah dikembangkan berbagai teknologi dan metode monitoring bencana gunung meletus, tanah longsor, tsunami, gempa bumi, banjir dan banjir lahar dingin dan beberapa monitoring bencana yang perlu diterapkan. Metode monitoring aliran sungai untuk menyampaikan informasi melibatkan berbagai macam perangkat dengan tingkat kompleksitas yang beragam. Berikut ini dijelaskan beberapa metode monitoring yang telah dikembangkan oleh beberapa penelitian sebelumnya. 1.3.1 Sistem Pemantauan Sistem pemantauan sudah diterapkan pada beberapa perangkat lunak maupun perangkat keras. Dari penelitian yang memanfaatkan sistem telemetri dan akuisisi data merupakan sistem pemantauan untuk memantau dan menampilkan nilai-nilai pengukuran telah dikaji dan diterapkan dalam beberapa penelitian. Rochani dkk. (2007) merancang dan membangun sistem monitoring dengan memanfaatkan telemetri untuk mendeteksi aliran sungai. Dalam penelitian yang dibangun untuk memberikan informasi status aliran sungai untuk antisipasi terjadinya banjir di daerah aliran sungai. Hasil rekaman aliran sungai untuk mengetahui data tinggi muka air, jika data yang didapat melewati ketinggian sungai, maka alaram atau sirine akan berbunyi. Firdausy dkk. (2008) merancang dan menerapkan otomatisasi pendeteksi dini bahaya banjir menggunakan short

9 message service (SMS) berbasis mikrokontroler AT89S52. Hasil sensor aliran sungai dengan menayangkan hasil pengukuran ke LCD dan pengiriman SMS. Parameter ukur ditekankan pada kenaikan permukaan air. Penelitian yang dilakukan (Bock dkk., 2007) sebuah arsitektur clientserver terdistribusi melalui internet untuk sensor pemantau serat optik yang tersebar di berbagai lokasi geografis yang berbeda. Penelitian lain mengenai arsitektur sistem pemantauan yang terdistribusi menggunakan layanan internet juga digunakan untuk memantau sistem energi terbarukan pada penelitian yang dilakukan oleh (Kalaitzakis dkk., 2003). Albar dkk. (2012) Membuat sistem monitoring remote station EWS (Early Warning System) di daerah aliran sungai untuk memberikan pengiriman peringatan darurat kepada masyarakat akan lebih cepat. Monitoring dilakukan pada daerah aliran sungai dengan dukungan perangkat jaringan yang ada pada remote station. Pada daerah aliran sungai dipasang sensor level air sebagai indikator level air sungai. Dari paparan sebelumnya, menjelaskan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian yang diusulkan yaitu mengenai monitoring aliran sungai dengan memanfaatkan data sinyal getaran dan tinggi muka air untuk menentukan banjir lahar dingin. Sehingga penulis akan melakukan penelitian dengan memanfaatkan hasil data rekaman sensor getaran dan tinggi muka air, yang diproses dengan metode logika forward chaining untuk menghasilkan informasi status aliran sungai dan sebagai monitoring banjir lahar dingin.

10 1.3.2 Penentu Status Monitoring Status Aliran Sungai Aplikasi sistem penentu status aliran sungai merupakan salah satu sistem berbasis web untuk monitoring banjir lahar dingin yang dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan memanfaatkan database MySQL. Dalam sistem penentu status aliran sungai dibutuhkan suatu metode yang dapat memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks dalam membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar. Penelitian ini menerapkan metode logika forward Chaining sebagai penentu status aliran sungai dalam prediksi status banjir lahar dingin Aplikasi sistem penentu status aliran dijalankan di web server, untuk menginformasikan hasil monitoring aliran sungai mengenai prediksi status banjir lahar dingin yang sewaktu-waktu bisa terjadi. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Membuat aplikasi penentu status aliran sungai untuk monitoring banjir lahar digin berbasis web, sebagai dasar bagi pengambilan keputusan dalam menangani bencana banjir lahar dingin. 2) Membangun aplikasi yang fleksibel untuk penyesuaian parameter terhadap perubahan daerah aliran sungai dikarenakan sedimentasi. 3) Memberikan kemudahan mendapatkan informasi status aliran sungai dengan menu-menu yang merepresentasikan seluruh kebutuhan fungsionalitas yang sudah didefinisikan.

11 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan-tujuan yang dipaparkan dalam penelitian ini, maka dijelaskan manfaat dari penelitian yang dilakukan. Adapun manfaat-manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut. a. Memanfaatkan layanan internet sebagai pendukung sistem monitoring status aliran sungai. b. Sebagai bahan kajian tentang sistem penentu status aliran sungai dengan memanfaatkan indikator sinyal getaran dan sinyal tinggi muka air agar bisa dijadikan sebagai peringatan dini banjir lahar dingin disekitar daerah aliran sungai. c. Aplikasi bisa dimanfaatkan sebagai sistem monitoring banjir lahar dingin di sekitar daerah aliran sungai pada khususnya dan masyarakat umum untuk pemantauan status aliran sungai. d. Manfaat bagi penulis: Menambah wawasan mengenai logika forward chaining, serta menambah wawasan dalam menentukan pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang berkaitan dalam proses pengambilan keputusan. e. Bagi peneliti lain: Dapat digunakan untuk menambah wawasan peneliti lain untuk memahami inferensi pada logika forward chaining, untuk proses pengambilan keputusan. Sehingga peneliti yang lain dapat menggunakan metode ini untuk aplikasi yang lain.