Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 12 Mei 2007 PERENCANAAN STRUKTUR JEMBRANA TWIN TOWER TEDUNG BALI (TINGGI TOTAL DARI MUKA TANAH 134 M) I Nyoman Sutarja 1, I Ketut Swijana 1 dan A.A. Yana 2 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran wi_gung@yahoo.com ABSTRAK Bali berbentuk Pembangunan Jembrana Twin Tower (JTT) yang diberi nama Tedung Bali, rencananya akan dibangun di Kota Negara, Kabupaten Jembrana Provinsi Bali. Pembangunan JTT ini sebagai salah satu solusi pembangunan Tower Telekonikasi di sembarang tempat untuk dikumpulkan bersama di satu tempat, yaitu di depan Kantor Bupati Jembrana. Tampak JTT mengikuti arsitektur Tedung. Struktur utama JTT terdiri dari 1) Bagisn atas, Tower standar Telekonikasi pada ketinggian + 58.00 sampai dengan + 134; 2) Bagian tengah dari stuktur rangka baja pada ketinggian + 0.00 samapi dengan +58.00 dan 3) Bangunan bawah, basement + 0.00 sampai dengan 5.75 dan terakhir tiang pancang. Metoda desain LRFD dengan analisis elastis. Secara struktur JTT ini dirancang sedemikian rupa untuk dapat berfungsi 1) Bagian atas sebagai prasarana bersama Telekonikasi; 2) Bagian tengah sebagai prasarana umum seperti restoran dan 3) Bagian bawah sebagai prasana pendukung. Kata kunci: perencanaan, tower, rangka baja 1. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi telekonikasi membawa salah satu dampak negative, adalah tumbuhnya tower-tower pendukung yang sangat pesat peningkatan jumlahnya. Diperkotaan maupun di pedesaan sangat banyak kita jumpai tower telekonikasi yang kurang tepat penempatannya jika ditinjau dari sudut lingkungan. Sebagai ilustrasi, Menara sebagai latar belakang tempat suci, menara yang dibangun pada lokasi wisata, sehingga tidak bisa menyatu dengan lingkungan. Bupati jembrana mencoba menawarkan solusi untuk mengatasi beberapa masalah tersebut diatas dengan menawarkan pembangunan tower bersama. Lokasi pembangunan tower ini disiapkan oleh Pemda Jembrana dan pembangunannya diharapkan dapat bekerjasama dengan pihak ketiga. Arsitek merencanakan tower ini ada dua dengan ketinggian 134 m, dan mengambil bentuk seperti tedung Bali, sehingga nama populernya, Jembrana Twin Tower (JTT) Tedung Bali, rencananya akan dibangun di Kota Negara, Kabupaten Jembrana Provinsi Bali, Permasalahan yang muncul saat ini dalam merealisasikan rencana ini adalah, dengan adanya peraturan pemerintah Provinsi Bali terkait pembatasan ketinggian bangunan yang tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa yaitu 16 m dari muka tanah. Untuk menyikapi hal ini, struktur tower ini dirancang berupa rangka dari baja. Metode desain LRFD, dengan analisis elastis. ISBN 979.9243.80.7 427
I Nyoman Sutarja, I Ketut Swijana dan A.A. Yana Struktur utama JTT terdiri dari 1) Bagisn atas, Tower standar Telekomunikasi pada ketinggian + 58.00 sampai dengan + 134; 2) Bagian tengah dari stuktur rangka baja pada ketinggian + 0.00 samapi dengan +58.00 dan 3) Bangunan bawah, basement + 0.00 sampai dengan 5.75 dan terakhir tiang pancang. Dalam tulisan ini hanya membahas analisis dan desain bagian tengah yang merupakan pendukung struktur standar Telekomunikasi dan juga akan difungsikan sebagai fasilitas umum. 2. MATERI DAN METODE 2.1 Material Struktur utama JTT terdiri dari 1) Bagisn atas, Tower standar Telekomunikasi pada ketinggian + 58.00 sampai dengan + 134; 2) Bagian tengah dari stuktur rangka baja pada ketinggian + 0.00 samapi dengan +58.00 dan 3) Bangunan bawah, basement + 0.00 sampai dengan 5.75 dan terakhir tiang pancang. 2.2 Beban Sesuai dengan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983. bebanbeban yang diperhitungkan antara lain, beban mati (D), beban hidup (L), Gempa (E) dan beban Angin (Wka/Wki). a. Beban mati, D Semua beban yang membebani struktur secara menyeluruh, berat sendiri, beban tambahan, fnishing, permesinnan dan peralatan yang merupan bagian dari bangunan. b. Beban hidup, L Semua beban yang disebabkan oleh beban guna termasuk pekerja pada atap, permesinan dan lainya yang setiap saat berubah pada struktur selama pengerjaan. c. Beban gempa, E Perhitungan respons dinamik struktur gedung tidak beraturan, atau tingginya lebih dari 10 tingkat ataupun 40 meter, dapat dilakukan dengan metoda analisis ragam spectrum respons dengan memakai Spektrum Respons Gempa Rencana yang nilai ordinatnya dikalikan factor koreksi I/R, dimana I adalah faktor keutamaan, sedangkan R adalah factor reduksi gempa representative dari struktur gedung yang bersangkutan. Untuk bangunan ini diambil I = 1,6 (bangunan monumental), dan R = 5,6 (system rangka gedung baja dengan bresing biasa). Bangunan ini dibangun di wilayah gempa 4 (Kabupaten Jembrana Bali ). d. Beban angin, W Beban angin diperhitungkan sesuai dengan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983) bab IV pasal 4.2 dan 4.3, yang mengatur minimal tekanan angin sebesar 25kg / m2. 2.3 Metode desain : a. Analisis model elastis Dipergunakan model 3D untuk menganalisa struktur rangka yang telah ditetapkan. Pembebanan dihitung sesuai ketentuan yang telah diuraikan diatas. Material baja 428 ISBN 979.9243.80.7
Perencanaan Struktur Jembrana Twin Tower Tedung Bali (Tinggi Total dari Muka Tanah 134 m) dipergunakan BJ 41, dengan tegangan putus tarik fu = 410 MPa dan tegangan leleh tarik fy = 250 MPa. b. Desain LRFD dengan analisis elastis Kuat rencana setiap komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan LRFD R u ØR n R u = kekuatan yang dibutuhkan (LRFD) R n = kekuatan nominal Ø = factor tahanan ( 1.0) (SNI : factor reduksi) Kombinasi pembebanan pada LRFD dengan analisis elastis menurut SNI 03-1729- 2002 pasal 6.2.2 yang disyaratkan antara lain: beban ultimate (U) ditentukan oleh bebam mati (D), beban hidup oleh penggunaan gedung (L), beban angin (W) dan beban gempa (E) 1). U = 1,4D; 2). U = 1,2D + 1,6L; 3). U = 1.2D + f1l + E; 4).U = 0,9D + E 5). U = 0,9D + 1.3 W; c. Bresing konsentrik biasa Bresing konsentrik Biasa diharapkan dapat mengalami deformasi inelastic secara terbatas apabila dibebani oleh gaya-gaya yang berasal dari beban gempa rencana. Bagian yang leleh lebih awal adalah pada bagian pelat buhul. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Tampak Twin Tower Bagian atas adalah struktur rangka standar Telekomunikasi, bagian tengah yang berbentuk Tedung (paying) merupakan struktur rangka baja yang dibahas dalam ISBN 979.9243.80.7 429
I Nyoman Sutarja, I Ketut Swijana dan A.A. Yana makalah ini, dan bagian bawah merupakan besement dan pondasi. Twin Tower yang diberi nama Tedung Bali ini akam merupakan salah satu Maskot Kabupaten Jembrana, Bali. 700 250 250 700.00 700 700 500 500 500 500 500 500 3000 Denah Balok & Kolom Skala 1 : 250 Gambar 2. Denah Twin Tower Denah lantai 1 ( +/- 0.00 ) Twin Tower bagian kiri dan kanan beserta denah fasilitas pendukung untuk bagian tengah, sebagai fasilitas kantor dan restaurant. Bagian kiri/kanan dipisahkan delatasi dengan bagian tengah, sehingga analisis tidak saling berprngaruh. Dimensi, King Cross WF 900x300,, King Cross 500x200 dan balok portal WF 500x200. 4975 7000 5025 3500 5000 3500 7000 5000 Lantai - 10/Restaurant (+50.00 ) Skala 1 : 150 Gambar 3. Denah tower lantai 10, sebelah kiri ( + 50.00 m ) Kolom, King Cross WF 900x300, dan balok WF 500x200. Dari lantai ini nantinya dapat melihat beberapa lokasi penting yang berada disekitar kota Negara pada khususnya dan kabupaten Jembrana pada umumnya. 430 ISBN 979.9243.80.7
Perencanaan Struktur Jembrana Twin Tower Tedung Bali (Tinggi Total dari Muka Tanah 134 m) Gambar 4. Model struktur 3D dengan bresing Gambar 4, merupakan model 3D dari struktur rangka bagian tengah dari rangka baja dengan menggunakan bresing biasa. Gambar 5. Perpindahan titik simpul ISBN 979.9243.80.7 431
I Nyoman Sutarja, I Ketut Swijana dan A.A. Yana Perpidahan maksimun pada puncak struktur ditunjukkan pada gambar 5, yaitu perpindahan titik simpul, Joint ID 666. Perpindahan maksimum ini akibat berbagai kombinasi beban. Perpindahan horizontal maksimum adalah 28.87 mm. Gambar 6, menunjukkan ratio tegangan yang terjadi pada komponen struktur, atau pada batang baja. Ratio tegangan maksimum yang terjadi adalah 0,797 sehingga komponen struktur memenuhi syarat keamanan. Dari analisis beberapa model yang kami lakukan, khususnya model dengan dan tampa bresing terlihat bahwa penggunaan bresing sangat besar pengaruhnya dalam peningkatan kekuatan yang ditunjukkan oleh ratio tegangan, serta peningkatan kekakuan system struktur yang ditunjukkan oleh perpindahan horizontal puncak struktur. Gambar 6. Rasio tegangan 4. KESIMPULAN Sistem struktur rangka dengan bresing biasa yang dirancang sesuai dengan gambar dan uraian diatas mempunyai kekuatan yang cukup untuk memikul beban yang direncanakan sesuai peraturan yang berlaku, dengan ratio tegangan yang terjadi maksimum 0,797 dan simpangan maksimum pada puncak adalah sebesar 28.87 mm. Pada tulisan ini belum dilakukan pendetailan bresing yang dapat berprilaku inelastic secara terbatas, dimana bagian yang leleh pada pelat buhul. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Bambang Suryaatmono, (2005), Desain Komponen Struktur Baja Tarik dan Tekan, Short Course Konstruksi Baja, Jakarta, HAKI. 432 ISBN 979.9243.80.7
Perencanaan Struktur Jembrana Twin Tower Tedung Bali (Tinggi Total dari Muka Tanah 134 m) 2. Charles G. Salmon dan John E. Johnson (1996) Struktur Baja. Desain dan Perilaku, Edisi Ketiga, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, Volume 2. 3. Djoni Simanta, (2005), Desain Struktur Baja Sistem Rangka Bresing Eksentris, Short Course Konstruksi Baja, Jakarta, HAKI 4. Muslinang Moestopo, (2005), Desain Komponen Struktur Baja Kombinasi Lentur Aksial, Short Course Konstruksi Baja, Jakarta, HAKI 5. Muslinang Moestopo, (2005), Desain Struktur Baja Tahan Gempa, Short Course Konstruksi Baja, Jakarta, HAKI 6. Muslinang Moestopo, (2005), Desain Struktur Baja Tahan Gempa, Short Course Konstruksi Baja, Jakarta, HAKI 7 SNI 03-1726-2002, (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, Bandung, BSN. 8 SNI 03-1729-2002, (2002), Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, Bandung, BSN 9 SNI (1983), Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Bangunan Gedung, Bandung, Departemen PU. ISBN 979.9243.80.7 433