BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Metakognitif. Menurut Flavell (1976) yang dikutip dari Yahaya (2005), menyatakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran (thinking about

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan

BAB II KAJIAN TEORETIK. sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Winkel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hilman Imadul Umam, 2013

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak

METAKOGNISI. Wahyu Rahardjo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikerjakan untuk menyelesaikannya. Menurut Shadiq (2004) Suatu

Profil Metakognisi Siswa Smp Dalam Memecahkan Masalah Open-Ended (Studi Kasus Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Siswa )

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang dimuat dalam Standar Isi

BAB I PENDAHULUAN. menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut 1. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB I. teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam mengembangkan. ketajaman berpikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi

BAB II KAJIAN TEORI. A. Masalah Matematika. Masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan tujuan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu

ANALISIS METAKOGNITIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH DIMENSI TIGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Secara sederhana Flavell mengartikan metakognisi sebagai knowing

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Masalah Kontekstual

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN STRATEGI METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PADANG

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. 1. Profil Metakognisi Siswa yang Bergaya Kognitif Refleksif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

PERAN METAKOGNISI UNTUK MENDUKUNG KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM PEMBELAJARAN FISIKA. Abstrak

MEMBANGUN KEMANDIRIAN BELAJAR MELALUI STRATEGI METAKOGNITIF MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini tanpa disadari telah

ANALISIS KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL GEOMETRI DIMENSI DUA

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN

Strategi Metakognisi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. pelaku, seperti yang dinyatakan Cooney, et al. berikut:...

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS PENGETAHUAN METAKOGNITIF UNTUK MEMPERSIAPKAN GENERASI ABAD KE-21

EFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI. Kata kunci: Efikasi, metakognisi dan penyelesaian masalah.

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta 1) 2) Kata Kunci: memantau dan mengevaluasi; merencana; metakognitif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan soal (pertanyaan)

ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI

PROFIL METAKOGNITIF SISWA YANG BERGAYA KOGNITIF REFLEKTIF DAN IMPULSIF KELAS VIII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA DALAM MATA KULIAH PROGRAM LINIER

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

PEMECAHAN MASALAH PADA SOAL CERITA UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA. Oleh

AKTIVITAS METAKOGNISI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI GENDER SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO

BAB II KAJIAN TEORITIK

2015 PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMP BERDASARKAN LANGKAH POLYA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII-F SMPN 14 BANJARMASIN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MEANS END ANALYSIS (MEA)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

KETERAMPILAN METAKOGNISI SISWA DALAM PROBLEM SOLVING BERBENTUK OPEN START BERDASARKAN GAYA KOGNITIF DI SMP

2016 PENERAPAN PEND EKATAN METAKOGNITIF D ALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA dengan Pendekatan Metakognitif Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika sejatinya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan cara

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIS. Soal cerita merupakan permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan

Transkripsi:

9 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Metakognitif Menurut Flavell (1976) yang dikutip dari Yahaya (2005), menyatakan bahwa metakognisi merujuk pada kesadaran pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan proses kognitifnya. Pendapat lain dari Flavell (1979) yang dikutip dari Hacker (2009) tentang definisi metakognisi yang menyatakan bahwa konsep dasar metakognisi adalah sebuah pemikiran tentang pikirannya sendiri, berfikir bisa menjadi apa yang diketahui (pengetahuan metakognitif), apa yang sedang dilakukannya (keterampilan metakognitif), atau apa yang membedakan pemikiran seseorang tentang proses berfikirnya. Oleh karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berfikir tentang berfikir, pengetahuan tentang pengetahuan atau bagaimana menggunakannya. Yahaya (2005) mengemukakan bahwa, metakognisi menjelaskan mengapa seseorang dalam berbagai tingkatan umur menyelesaikan tugas mereka dalam berbagai cara. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap individu mempunyai cara dan kemampuan berfikir yang berbeda-beda dalam menyelesaikan sebuah tugas. Pemikiran seseorang dalam menyelesaikan masalah dapat membantu mereka dalam mengontrol setiap aktivitas penyelesaian tugas. Pendapat lain dari Mitchell yang dikutip dalam 9

10 Lynch Dan Knight (2011), mengatakan bahwa metakognisi berkaitan dengan pembelajaran seseorang yang dapat membuat apa yang seseorang pelajari, bagaimana seseorang belajar dan mengapa seseorang belajar akan menjadi masuk akal. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Desmita (2009) yang menjelaskan bahwa metakognitif merupakan suatu kemampuan dimana individu dapat berdiri di luar kepalanya dan mencoba untuk memamahami cara berfikirnya yang dilakukan dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan (fungsional planning), pengontrolan (self- monitoring), dan evaluasi (self-evaluation). Mevarech (2012) mengatakan bahwa definisi metakognisi dari para ahli menjelaskan tentang komponen-komponen dari metakognisi yang dapat dilihat dari beberapa model utama metakognisi berikut. a. Flavell s model of cognitive monitoring Pada model ini terdapat 4 komponen yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge), pengalaman metakognitif (metacognitive experiences), tujuan (goals or tasks), dan pengembangan tindakan atau strategi (action or strategies). Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) didefinisikan oleh Flavell sebagai salah satu pengetahuan atau kemampuan tentang faktor yang berkaitan dengan aktivitas kognitif. Terdapat tiga kategori pengetahuan metakognitif yaitu individu, tugas dan strategi. Komponen kedua yaitu pengalaman metakognitif (metacognitive experiences). Pengalaman metakognitif (metacognitive experiences)

11 mengacu pada proses sadar atau tidak sadar yang menyertai setiap keberhasilan maupun kegagalan dalam belajar atau aktivitas kognitif. Komponen ketiga adalah tujuan kognitif, komponen ini merujuk pada tujuan yang sebenarnya dari sebuah usaha kognitif. Komponen yang terakhir pengembangan tindakan atau strategi (action or strategies), komponen ini mengacu pada penggunaan teknik-teknik khusus yang dapat membantu dalam mencapai tujuan-tujuan tindakan. Keempat komponen di atas saling berpengaruh satu sama lain secara langsung atau tidak langsung yang dapat memantau dan mengontrol fungsi kognitif seseorang. b. Brown s model of metacognitive knowledge and regulation Brown (1987) membagi metakognisi menjadi dua kategori yaitu: pengetahuan kognitif (knowledge of cognition) dan regulasi kognitif (regulation of cognition). Pengetahuan kognitif (knowledge of cognition) didefinikan sebagai aktivitas yang melibatkan refleksi sadar pada kemampuan kognitif seseorang. Pengetahuan kognitif juga menunjukkan informasi tentang seseorang yang berkaitan dengan proses kognitif mereka sendiri. Regulasi kognitif (regulation of cognition) terdiri dari kegiatan yang digunakan untuk mengatur dan mengawasi sebuah pembelajaran, proses-proses ini meliputi kegiatan perencanaan, pemantauan selama kegiatan dan memeriksa solusi dengan mengevaluasi hasil dari tindakan. Dalam hal ini regulasi kognitif (regulation of cognition) sering dikenal dengan keterampilan metakognitif.

12 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa metakognitif adalah sebuah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi, atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Metakognitif merupakan suatu proses yang dapat menggugah rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognisi kita untuk merenungkan proses kognisi kita sendiri (Desmita, 2009). Oleh karena itu, kemampuan metakognitif ini mempunyai peran penting terhadap setiap aktivitas kognisi kita, karena pengetahuan tentang proses kognitif kita sendiri dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita. Baker (Desmita, 2009), menyatakan bahwa bahwa aktivitas kognisi merupakan suatu aspek yang mencakup usaha-usaha siswa memonitor, mengontrol atau menyesuaikan proses kognitifnya dan merespon tuntutan sebuah tugas. Aktivitas kognisi juga dapat dikatakan sebagai upaya untuk meregulasi proses kognisi yang mencakup perencanaan (planning) tentang bagaimana menyeleksi suatu tugas, menyeleksi strategi kognitif yang akan digunakan, memonitor keefektifan strategi yang telah dipilih, dan mengubah strategi yang telah dipilih ketika menemui masalah (Pintrich 2000, dikutip dalam Desmita 2009). Jika siswa sudah mempunyai kesadaran akan setiap aktivitas kognisinya dapat dikatakan siswa tersebut memiliki keterampilan metakognitif. Belakangan ini, perbedaan paling umum dari metakognisi adalah memisahkan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowladge) dengan

13 keterampilan metakognitif (metacognitive skillful). Dimana pengetahuan metakognitif (metacognitive knowladge) mengacu pada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang dalam memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan metakognitif mengacu pada keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan monitoring (monitoring skills), keterampilan evaluasi (evaluation skills) dan keterampilan prediksi (prediction skills) (Urena, 2008). Dalam Zohar (2012), keterampilan metakognitif merupakan sebuah keterampilan yang berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh dari kegiatan pemantauan, membimbing, mengontrol, dan mengendalikan proses belajar serta perilaku seseorang dalam memecahkan sebuah masalah. Pendapat tersebut sejalan dengan salah satu ide dalam Yzerbyt (1998) yang menyatakan bahwa keterampilan metakognitif dapat memantau dan mengontrol atau mengendalikan sebuah kegiatan kognitif lainnya. Keterampilan metakognitif dapat dilihat dari cara seseorang dalam melaksanakan sebuah tugas atau kegiatan yang meliputi kegiatan pada awal pengerjaan tugas, selama pengerjaan tugas dan pada akhir pengerjaan tugas. Pada awal pengerjaan tugas, salah satu kegiatan yang mungkin dilakukan adalah menemukan kegiatan seperti memahami dan menganalisis tugas atau masalah, mengaktifkan pengetahuan sebelumnya, menetapkan tujuan, dan membuat sebuah perencanaan. Keterampilan metakognitif yang muncul selama pengerjaan tugas adalah melakukan kegiatan pemantauan atau pengecekan, pencatatan, serta memanajemen waktu dan sumber daya yang

14 dibutuhkan, dimana pada kegiatan ini bertujuan untuk membimbing dan mengontrol sebuah pelaksanaan pengerjaan tugas. Sedangkan pada akhir kegiatan pengerjaan tugas ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu meliputi mengevaluasi kinerja berdasarkan tujuan, rekapitulasi dan refleksi pada proses pembelajaran yang diamati. Fungsi dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dan menafsirkan hasil, dan belajar dari pengalaman tindakan untuk kegiatan selanjutnya. A Nort Central Regional Educational Laboratory (NCREL, 1995) yang dikutip dari Lynch Dan Knight (2011), menyatakan bahwa dalam sebuah keterampilan metakognitif terdiri dari tiga unsur yaitu mengembangkan rencana aksi atau merencanakan penyelesaian, menjaga dan memantau rencana penyelesaian, serta mengevaluasi rencana penyelesaian. a. Mengembangkan rencana aksi atau merencanakan penyelesaian. Pada tahap ini siswa didorong untuk bertanya pada diri sendiri tentang pengetahuan apa yang sudah diperoleh sebelumnya yang dapat digunakan untuk membantu dalam menyelesaikan suatu tugas atau masalah tertentu, mengarahkan pemikiran sendiri untuk membawa pada penyelesaian tugas. b. Menjaga dan memantau rencana penyelesaian Pada tahap ini siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dalam pikirannya seperti: - apakah cara yang digunakan benar?

15 - informasi apa yang penting untuk diingat? - apa yang harus saya lakukan jika saya tidak mengerti? c. Mengevaluasi rencana penyelesaian Pada tahap ini, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dalam pikirannya tentang seberapa baik langkah yang telah dilakukan, cara lain yang dapat dilakukan secara berbeda. Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa keterampilan metakognitif adalah sebuah keterampilan seseorang dalam belajarnya yang mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu perencanaan, pemantauan dalam proses belajar yang sedang dia lakukan, serta evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses tersebut. Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan melihat gambaran keterampilan metakognitif siswa yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: a. Perencanaan b. Pemantauan c. Evaluasi. Pernyataan di atas dapat digambarkan dalam diagram berikut. Gambar 2.1 Keterampilan Metakognitif

16 2. Pemecahan Masalah Matematika Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Namun, tidak semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan sebagai sebuah masalah. Menurut Shadiq (2004), sebuah pertanyaan akan menjadi sebuah masalah hanya jika pertanyaan tersebut menunjukkan adanya sebuah tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan atau diselesaikan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan sebuah masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan proses pemecahan soal biasa. Adjie (2007) mengemukakan bahwa permasalahan yang kita hadapi dapat dikatakan sebagai sebuah masalah jika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan atau dijawab secara langsung dikarenakan harus menyeleksi informasi atau data, dan tentunya jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebuah pertanyaan atau kondisi yang dihadapi seseorang dapat dikatakan sebagai sebuah masalah jika orang tersebut tidak bisa menemukan secara langsung prosedur atau langkah untuk mendapatkan jawaban atas masalah tersebut. Setiap masalah tentu menuntut adanya suatu solusi. Untuk mencapai solusi dari sebuah masalah diperlukan adanya proses pemecahan masalah. Polya (1985) dan Santrock (2010), mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar untuk mencapai suatu tujuan yang

17 tidak dapat segera dicapai. Sedangkan Lenchner (Wardhani, 2010) menyatakan bahwa memecahkan masalah matematika adalah sebuah proses penerapan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang belum dikenal. Menurut Polya (1973) langkah-langkah dalam pemecahan masalah matematika terdiri dari empat langkah, yaitu: a. Memahami masalah (Understanding the Problem) Memahami masalah dilakukan dengan meminta siswa untuk menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan tersebut meliputi: apa yang ditanyakan, apa yang diketahui, bagaimana syaratnya, dan sudah cukup untuk menentukan hal-hal yang belum diketahui. b. Merencanakan penyelesaian (Devising a Plan) Merencanakan penyelesaian ditandai dengan siswa mencoba mencari hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan hal-hal yang ditanyakan. Soal yang pernah diselesaikan, konsep dan prinsip yang sudah pernah dimiliki sangat besar manfaatnya dalam menentukan hubungan yang terjadi antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Dengan hubungan tersebut maka disusunlah hal-hal atau rencana apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah atau soal tersebut. c. Menyelesaikan rencana (Carrying Out the Plan) Rencana pemecahan diselesaikan sesuai dengan rencana atau langkahlangkah yang telah dibuat dengan membuktikannya secara jelas.

18 d. Melihat kembali (Looking Back) Melihat kembali jawaban/ hasil yang diperoleh dapat menguatkan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal, siswa harus mempunyai alasan yang tepat dan yakin jawabannya benar dan kesalahan akan mungkin terjadi sehingga pemeriksaan kembali diperlukan. Dari beberapa pengertian pemecahan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan usaha nyata dalam rangka mencari jalan keluar atau suatu ide yang berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan tahapan proses pemecahan masalah matematika sebagai berikut. a. Memahami masalah b. Membuat rencana penyelesaian c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana d. Memeriksa kembali hasil. B. Alat Ukur Keterampilan Metakognitif dalam Memecahkan Masalah Matematika Untuk mengetahui keterampilan metakognitif yang dimiliki siswa dalam memecahkan masalah matematika, peneliti menggunakan soal tes pemecahan masalah matematika yang diberikan kepada subyek penelitian. Tes pemecahan masalah matematika ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan

19 tahapan pada proses pemecahan masalah menurut Polya. Untuk mengetahui keterampilan metakognitif siswa, dari hasil tes pemecahan masalah akan dianalisis berdasarkan indikator keterampilan metakognitif pada setiap tahapan proses pemecahan masalah. Berdasarkan deskripsi tentang keterampilan metakognitif dan pemecahan masalah matematika, peneliti menyimpulkan indikator yang akan digunakan dalam penelitian untuk mengetahui gambaran keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika pada setiap tahapan proses pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Indikator Keterampilan Metakognitif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika pada setiap Tahapan Proses Pemecahan Masalah Tahapan Proses Pemecahan Masalah Memahami Masalah Membuat Rencana Penyelesaian Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana Memeriksa Kembali Hasil Aktivitas Keterampilan Metakognitif Perencanaan Perencanaan Pemantauan Perencanaan Pemantauan Perencanaan Pemantauan Langkah Penyelesaian - Menjelaskan apa yang diketahui. - Menjelaskan apa yang ditanyakan. - Memikirkan dan membuat rencana alur pemecahan masalah dengan cara menentukan rumus yang akan digunakan dalam memecahkan masalah. - Memeriksa kesesuaian rumus yang akan digunakan dalam memecahan masalah. - Memikirkan dan mengungkapkan/ menuliskan dari apa yang dipikirkan ketika melaksanakan pemecahan masalah dengan membuat langkah penyelesaian sesuai dengan rencana penyelesaian.. - Memeriksa pelaksanaan pemecahan masalah. - Memikirkan dan mengungkapkan/ menuliskan cara yang digunakan untuk memeriksa kebenaran hasil. - Mengecek apakah yang dilakukan dalam memeriksa kebenaran hasil sudah benar.

20 Evaluasi - Membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan masalah. C. Materi Pokok bahasan yang akan diamati dalam penelitian ini adalah materi lingkaran pada kelas VIII. Silabus yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada silabus yang digunakan di SMP Negeri 1 Bukateja, yaitu dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2.2 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Standar Kompetensi 4. Menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya. Kompetensi Dasar 4.2 Menghitung keliling dan luas lingkaran. Indikator 1.2.1 Menyelesaikan permasalah yang berkaitan dengan keliling lingkaran. 1.2.2 Menyelesaikan permasalah yang berkaitan dengan luas lingkaran. D. Penelitian Relevan Di bawah ini adalah beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan masalah yang diteliti: Sudia (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Profil Metakognisi Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Open-Ended Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Siswa, menyimpulkan bahwa pada saat memecahkan masalah matematika subyek yang memiliki kemampuan matematis tinggi melibatkan ketiga aktivitas metakognisinya (perencanaan, monitoring dan evaluasi) untuk setiap pertahapan pemecahan masalah menurut Polya. Subyek yang memiliki tingkat kemampuan matematika sedang, hanya melibatkan dua aktivitas

21 metakognisinya yaitu aktivitas perencanaan dan evaluasi. Sedangkan siswa dengan kemampuan matematika rendah, hanya melibatkan satu aktivitas metakognisinya yaitu aktivitas perencanaan untuk setiap pertahapan pemecahan masalah menurut Polya. Putri (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berbasis Polya Subpokok Bahasan Garis Singgung dan Sudut Kelas VII-C di SMP Negeri 1 Genteng Banyuwangi, menyimpulkan bahwa keterampilan metakognitif siswa dengan kemampuan matematika tinggi mampu memenuhi hampir semua indikator pada keterampilan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Siswa hanya kurang mampu dalam memprediksi waktu yang digunakan dengan baik pada soal. Siswa dengan kemampuan matematika sedang mampu memenuhi semua indikator keterampilan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Siswa tersebut kurang mampu menguasai indikator memikirkan penyelesaian dengan cara lain, memprediksi konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan, dan melaksanakan dengan cara lain. Dan pada siswa berkemampuan matematika rendah belum dapat memenuhi sebagian besar indikator pada semua keterampilan. E. Kerangka Pikir Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tak lepas dari sebuah masalah. Untuk dapat memecahkan sebuah masalah matematika, seorang siswa akan menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang sudah

22 pernah diperoleh sebelumnya yang dapat digunakan untuk membantu mereka dalam memecahkan masalah matematika. Siswa akan memikirkan cara yang tepat, langkah, dan juga strategi apa yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah matematika. Setelah selesai memecahkan masalah, siswa masih perlu memikirkan tentang seberapa baik langkah yang telah digunakan, serta memikirkan apakah jawaban yang diperoleh sudah benar atau belum. Aktivitas-aktivitas tersebut menggambarkan sebuah aktivitas dari keterampilan metakognitif. Flavell (Hacker, 2009) menyatakan bahwa konsep dasar metakognisi adalah sebuah pemikiran tentang pikirannya sendiri, berfikir bisa menjadi apa yang diketahui (pengetahuan metakognitif), apa yang sedang dilakukannya (keterampilan metakognitif), atau apa yang membedakan pemikiran seseorang tentang proses berfikirnya. Oleh karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berfikir tentang berfikir, pengetahuan tentang pengetahuan atau bagaimana menggunakannya. Pengetahuan metakognitif mengacu pada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional seseorang dalam memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan metakognitif dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah matematika yang tercantum di atas. Berdasarkan uraian tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap keterampilan metakognitif yang dimiliki siswa dalam memecahkan masalah matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran keterampilan metakognitif siswa dalam

23 memecahkan masalah matematika. Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bukateja pada siswa kelas VIII H. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengelompokkan siswa menjadi 3 kelompok kemampuan berdasarkan prestasi, yaitu kelompok kemampuan prestasi tinggi, kelompok prestasi sedang, dan kelompok prestasi rendah yang diperoleh dari nilai UAS pada semester gasal tahun ajaran 2015/ 2016. Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan atau pengambilan data dengan pemberian tes pemecahan masalah matematika kepada seluruh siswa kelas VIII H yang berjumlah 34 siswa. Kemudian akan dilanjutkan dengan dilaksanakannya wawancara dari hasil tes pemecahan masalah matematika untuk mengetahui gambaran keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika. Wawancara hanya dilaksanakan kepada 6 siswa yang dipilih sebagai responden atau sampel penelitian. Keenam siswa tersebut dipilih berdasarkan nilai UAS matematika semester gasal tahun ajaran 2015/ 2016 dan jawaban tes pemecahan masalah matematika yang diantaranya 2 siswa dari kelompok prestasi tinggi, 2 siswa dari kelompok prestasi tinggi sedang, dan 2 siswa dari kelompok prestasi tinggi rendah. Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut direduksi, dalam proses reduksi data akan dipilih mana data yang akan digunakan dan mana data yang tidak digunakan. Kemudian setelah itu disimpulkan bagaimana deskripsi keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika.