BAB I PENGANTAR. peran strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Namun, di

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

Analisis Isu-Isu Strategis

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian di satu sisi mempunyai peran strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Namun, di sisi lain sektor ini kurang mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan, mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan yang cenderung kurang menguntungkan bagi sektor pertanian. Meski demikian, sektor ini merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus 2016, sekitar 32,85 persen (37,75 juta orang) dari 114,82 juta penduduk yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Kabupaten Kulon Progo memiliki lahan pertanian produktif, sehingga sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Pada tahun 2014 sektor pertanian telah memberikan sumbangan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kulon Progo sebesar 25,54 persen dan menjadi kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Kulon Progo. Tabel 1.1 disajikan PDRB Kabupaten Kulon Progo. 1

Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kulon Progo (Juta Rupiah) 2011 2012 2013 2014 Lapangan Usaha Rp Rp Rp Rp % % % (Juta) (Juta) (Juta) (Juta) % Pertanian 467,714 26.26 495,676 26.52 517,404 26.36 526,782 25.54 Pertambangan dan Penggalian 12,664 0.71 15,395 0.82 17,376 0.885 19,442 0.94 Industri Pengolahan 271,689 15.25 268,349 14.36 273,125 13.91 279,226 13.54 Listrik Gas dan Air Bersih 11,586 0.65 12,068 0.65 12,850 0.655 13,657 0.66 Konstruksi 91,657 5.15 100,658 5.38 110,071 5.607 120,627 5.85 Perdagangan, Hotel dan Restoran 307,245 17.25 329,807 17.64 347,231 17.69 367,294 17.81 Angkutan dan Komunikasi 184,299 10.35 188,623 10.09 183,855 9.366 190,415 9.23 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 116,678 6.55 117,684 6.30 123,572 6.295 134,375 6.52 Jasa jasa 317,694 17.84 341,076 18.25 377,593 19.23 410,362 19.90 PDRB 1,781,226 100 1,869,336 100 1,963,077 100 2,062,180 100 Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2014. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Kulon Progo, namun persentase kontribusi PDRB dari tahun 2011 hingga tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0,72 persen. Hal ini berbeda dengan kontribusi PDRB sektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan sebesar 2,06 persen selama kurun waktu tiga tahun. Peningkatan PDRB juga terjadi pada sektor konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; dan pertambangan dan penggalian. Berkembangannya sektor perekonomian tersebut disebabkan adanya kebutuhan masyarakat. Lahan sebagai tempat aktivitas manusia sifatnya statis, sedangkan kebutuhan manusia bersifat dinamis akan berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Menurut McNeill et al., (1998) faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi, dan budaya. Berkembangnya sektor perekonomian di 2

Kabupaten Kulon Progo secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada lahan pertanian yang subur beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Menurut SK Gubernur No.593/3145 tentang pembangunan bandara, terdapat lima desa di Kecamatan Temon seluas 645,63 Ha yang tersebar di desa Jangkaran, Sindutan, Glagah, Palihan, dan Kebonrejo. Hal ini akan berdampak pada kesejahteraan penduduk yang menggantungkan pekerjaan pada sektor pertanian, padahal lahan pertanian merupakan modal utama dalam usahatani. Penduduk yang tidak memiliki ketrampilan lain di luar usahatani akan sulit bersaing dalam melanjutkan pengusahaannya di luar usahatani, sehingga akan terkendala pemenuhan kebutuhan hidup dan kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan yang rendah akan menyebabkan masyarakat memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kemiskinan terbesar berada di wilayah pedesaan dengan penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Upaya pembangunan pertanian dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedesaan. Namun dalam pembangunan pertanian terdapat berbagai masalah, diantaranya penguasaan aset produksi yang rendah disertai dengan adanya dualisme antara pertanian tradisional dan pertanian modern. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi tingkat produksi pertanian dan secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat pendapatan serta tingkat kesejahteraan petani. Program kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk petani. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007 terdapat program 3

peningkatan kesejahteraan petani dengan adanya: 1) pelatihan petani dan pelaku agribisnis; 2) peningkatan kemampuan lembaga tani; 3) peningkatan sistem intensif dan disinsentif; 4) peningkatan fungsi dan kinerja lembaga tani; 5) peningkatan kapasitas kelembagaan dan pengelolaan irigasi partisipatif; dan 6) pendampingan. Program peningkatan kemampuan lembaga tani lebih rinci diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 273/KPTS/OT.160/4/2007 tentang pedoman pembinaan kelembagaan petani. Pembinaan diarahkan agar kelompok tani dapat berfungsi sebagai unit belajar, sebagai unit kerjasama, unit usaha, serta unit kesatuan aktivitas. Hal tersebut diharapkan agar petani memiliki peningkatan pengetahuan dan keterampilan, proses produksi untuk mencapai skala ekonomi, serta proses kerjasama melalui pembinaan hubungan melembaga dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dan kerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya (swasta dan BUMN) untuk pengelolaan usahatani mulai dari pengadaan sarana, kegiatan budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil, dan selanjutnya kelompok dapat meningkatkan kerajasama sebagai kelompok usaha sehingga akan meningkatkan kemampuan petani untuk meningkatkan produktivitas pendapatan dan kesejahteraannya. Program kesejahteraan sosial juga berupaya meningkatkan kualitas hidup lanjut usia (lansia) karena salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) atau Angka Harapan Hidup (AHH). AHH yang terus meningkat menyebabkan jumlah penduduk lansia terus meningkat dari tahun ke tahun akan menambah jumlah penduduk yang tidak produktif, dan selanjutnya meningkat pula beban tanggungan penduduk produktif. 4

Angka beban tanggungan adalah rasio antara penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun). Angka beban tanggungan Kabupaten Kulon Progo tahun 2014 yaitu 44,13 persen dan tahun 2015 sebesar 44,27 persen, angka tersebut berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 44 penduduk usia tidak produktif. Proses penuaan tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan. Aspek kesehatan mengalami peningkatan angka kesakitan karena semakin bertambahnya usia fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Dengan demikian, peningkatan jumlah lansia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan. Apabila permasalahan tersebut tidak segera diantisipasi, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa proses pembangunan akan mengalami berbagai hambatan. Tabel 1.2 Angka Harapan Hidup per Kabupaten/Kota di D.I Yogyakarta No Kabupaten Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 Kulon Progo 73.47 73.79 74.09 74.38 74.48 74.58 75.03 2 Bantul 70.95 71.11 71.21 71.31 71.33 71.34 71.62 3 Gunung Kidul 70.75 70.79 70.88 70.97 71.01 71.04 71.36 4 Sleman 74.10 74.43 74.74 75.06 75.18 75.29 75.79 5 Kota Yogyakarta 73.14 73.27 73.35 73.44 73.48 73.51 73.71 D.I Yogyakarta 73.10 73.11 73.16 73.22 73.27 73.32 73.62 Sumber :BPS D.I Yogyakarta, 2014. Tabel 1.2 menunjukkan Kabupaten Sleman memiliki AHH paling tinggi di D.I Yogyakarta dan posisi kedua Kabupaten Kulon Progo. Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo menjadi menarik untuk dikaji mengingat 5

kondisi sosial kesehatan Kota Yogyakarta lebih unggul daripada Kulon Progo, namun Kulon Progo memiliki AHH lebih tinggi daripada Kota Yogyakarta. Hal tersebut menjadi salah satu indikasi tingkat kesejahteraan penduduk Kulon Progo cukup baik. Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 menjelaskan upaya peningkatan kesejahteraan lansia bertujuan untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif dengan mewujudkan kemandirian dan kesejahteraannya. Salah satu sisi aspek fisik (kesehatan) yang mulai renta tidak menjadi kendala bagi lansia untuk terus produktif dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat yang dikelompokkan dalam lansia potensial. Lansia potensial bekerja pada sektor informal, seperti petani, peternak, pedagang, maupun nelayan. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lansia potensial meliputi: 1) pelayanan keagamaan dan mental spiritual; 2) pelayanan kesehatan; 3) pelayanan kesempatan kerja; 4) pelayanan pendidikan dan pelatihan; 5) pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; dan 6) bantuan sosial. Namun di sisi lain masih banyak lansia yang memiliki keterbatasan sehingga memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosialnya. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesejahteraan bagi lansia antara lain: 1) keagamaan dan mental spiritual; 2) pelayanan kesehatan; 3) pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; 4) perlindungan sosial; dan 5) pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa 51,30 persen rumah tangga miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta lebih banyak menggantungkan 6

hidupnya pada kegiatan pertanian baik pertanian padi maupun pertanian palawija. Kecamatan Temon memiliki jumlah rumah tangga miskin yaitu 39,73 persen pada tahun 2015. Berdasarkan tahapan keluarga, di Kecamatan Temon terdapat sebanyak 9.270 rumah tangga yang terdiri dari 1.778 masuk golongan Pra KS (19,18%), 1.905 rumah tangga masuk KS I (20,55%), 2.048 rumah tangga KS II (22,09%), 2.907 rumah tangga KS III (31,36%) dan 632 keluarga KS III+ (6,82%). Rincinan mengenai tahapan rumah tangga tersebut yang masuk dalam keluarga miskin menurut tahapan keluarga adalah keluarga Pra KS dan KS I. Kecamatan Temon memiliki jumlah rumah tangga miskin tinggi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah kepemilikan lahan pertanian yang semakin sempit dan produktivitas pertanian yang menurun akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan pertanian. Kondisi semacam ini mengakibatkan isu mengenai tingkat kesejahteraan menjadi persoalan yang mendasar bagi petani khususnya petani lansia maupun masyarakat secara luas. 1.2 Permasalahan Penelitian Tingkat kesejahteraan yang rendah akan menyebabkan masyarakat memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kemiskinan terbesar berada di wilayah pedesaan dengan penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan Kecamatan Temon memiliki jumlah rumah tangga miskin yaitu 39,73 persen pada tahun 2015, padahal Kecamatan Temon memiliki 64,16 persen lahan pertanian yang 7

subur sehingga 8.939 penduduknya (44,21 persen) bekerja pada sektor pertanian. Sektor pertanian sebagai sektor primer memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya tingkat kesejahteraan rumah tangga petani, dan secara tidak langsung memberikan kontribusi pada PDRB. Pada tahun 2015 sektor pertanian berkontribusi 25,54 persen dalam PDRB Kabupaten Kulon Progo, hal in sangat berperan bagi pembangunan pertanian maupun pembangunan pada umumnya. Upaya pembangunan pertanian dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedesaan, seperti pembinaan kelompok petani. Petani yang tangguh adalah petani yang mempunyai kemampuan dalam menghadapi tantangan dan peluang. Hal ini dapat dicapai apabila petani diberi kekuatan. Oleh karena itu peran kelompok tani dalam menumbuhkembangkan potensi yang ada dalam diri petani sangatlah penting. Melalui kegiatan kelompok tani, petani dapat belajar menggali potensi yang dimiliki. Peran kelompok tani antara lain sebagai unit belajar, unit kerjasama, dan unit produksi. Peran kelompok tani penting dikaji untuk menilai kinerja kelompok tani melalui persepsi anggota kelompok tani. Persepsi positif terhadap kelompok tani diharapkan dapat memberikan kontribusi secara langsung terhadap pengetahuan, ketrampilan dan informasi bagi petani dalam usahataninya dan secara langsung akan mempengaruhi tingkat produksi pertanian kemudian akan mempengaruhi tingkat pendapatan serta tingkat kesejahteraannya. Pembangunan yang akan dilaksanakan seharusnya menyesuaikan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Kegiatan pertanian di Kecamatan Temon 8

memiliki peluang untuk mendukung tercapainya kesejahteraan petani. Potensi dan keunggulan pertanian yang dimiliki kecamatan Temon seharusnya mampu dioptimalkan untuk mencapai kesejahteraan sehingga tidak ada lagi rumah tangga petani yang tidak sejahtera, terlebih lagi rumah tangga petani lansia. Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana persepsi anggota kelompok tani terhadap peran kelompok tani di Kecamatan Temon? 2. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia di Kecamatan Temon? 3. Bagaimana hubungan peran kelompok tani dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia di Kecamatan Temon? 1.3 Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi kepustakaan, peneliti menemukan penelitian sejenis yang mengungkapkan peran kelompok tani dan kesejahteraan rumah tangga petani lansia. Sugito (2002) melakukan penelitian mengenai Efektivitas Organisasi Petani dalam Pembangunan Pertanian (Studi Kasus Peran Kelompok Tani dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani di Kecamatan Leuwigoong Kabupaten Garut). Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan teknik wawancara mendalam, observasi, diskusi kelompok terfokus dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tani dapat mengatasi keterbatasan petani dalam mengolah lahan karena terdapat penyuluhan pertanian sehingga petani mendapatkan informasi yang mutakhir dan menghasilkan jenis produk 9

pertanian yang kompetitif; keterbatasan kepemilikan lahan akan mempersulit petani untuk mengakses alokasi sumber-sumber pembangunan; petani harus memiliki kemauan dalam memahami keterbatasannya; dan sebagai regulator harus membuat regulasi yang menguntungkan petani (sesuai dengan karakteristik petani di masing-masing daerah), sebagai fasilitator harus mengoptimalisasikan fasilitas dan kewenangan, dari segi managerial organisasi kelompok tani perlu penyempurnaan, dari segi ketrampilan petani kelompok tani dapat dijadikan sarana peningkatan ketrampilan para anggotanya, dari segi finansial dapat dijadikan tempat penampungan dan mengakomodir kebutuhan petani terhadap uang untuk bertani. Susanti (2005) melakukan penelitian mengenai Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Aceh Selatan. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan teknik penentuan sampel dengan simple random sampling. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara, pencatatan dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani kelapa sawit adalah jumlah produksi, jumlah tanggungan keluarga dan tenaga kerja; faktor yang paling berpengaruh adalah jumlah produksi kelapa sawit; kegiatan usahatani kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 85,87% (sangat besar); distribusi pendapatn yang dihasilkan angka gini sebesar 0,51 sehingga distribusi pendapatan dikatakan ketimpangan tinggi karena tidak semua petani mengusahakan kelapa sawit; secara ekonomi rumah tangga petani kelapa sawit tergolong sejahtera dengan GSR sebesar 0,84; dan petani kelapa sawit di Kec. Bakongan Kab. Aceh Selatan 10

masuk dalam kriteria tidak miskin karena pendapatan lebih dari Rp 1.296.000 atau setara dengan lebih besar atau saama dengan 480 kg beras per tahun. Mulia (2009) yang melakukan penelitian mengenai Peran Kelompok Lansia Terhadap Kesejahteraan Sosial Lansia. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik wawancara terstruktur, wawancara mendalam, observasi non partisipasi dan studi dokumentasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada tujuh kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok lansia selama setahun terakhir, yakni kegiatan pelayanan kesehatan (posyandu lansia), kegiatan olah raga, kegiatan psikologis, kegiatan kerohanian, kegiatan sosial, kegiatan penyuluhan kesehatan, dan kegiatan penyuluhan ekonomi. Dengan demikian semakin banyak mekanisme yang dilaksanakan kelompok lansia, maka semakin berpeluang anggota kelompok lansia tersebut menjadi sejahtera karena kebutuhan-kebutuhannya dapat terpenuhi. Namun sebagian besar kelompok lansia hanya mampu melaksanakan tiga bentuk kegiatan saja, sehingga kelompok lansia memiliki sedikit pengaruhnya terhadap kesejahteraan sosial lansia. Secara kualitatif, bentuk-bentuk kegiatan kelompok lansia memiliki kesesuaian dengan kebutuhan lansia. Hal ini terbukti dengan terpenuhinya kebutuhan partisipasi lansia, yakni kebutuhan dukungan sosial dan kebutuhan pemeliharaan kesehatan (fisik dan mental). Novia (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis Produksi, Pendapatan dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani padi di Kabupaten Banyumas. Analisis deskriptif dengan pengambilan sampel secara stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh 11

terhadap jumlah produksi usaha tani padi adalah jumlah benih, jumlah urea, jumlah pospat dan TSP, luas garapan serta sistem irigasi. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan usahatani adalah harga urea, harga pestisida, efisiensi teknis dan jumlah produksi. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan adalah harga minyak goreng, harga sayuran, pendapatan total rumah tangga, umur petani, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Sita, 2015 yang melakukan penelitian tentang Peran Kelompok Tani dalam Peningkatan Kemandirian Anggota Kelompok Tani Teh Rakyat di Provinsi Jawa Barat menggunakan pendekatan mixed method dengan strategi explanatory sequential dengan analisis path analysis (kuantitatif) dan triangulasi sumber (kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat peran kelompok tani secara keseluruhan termasuk dalam kategori sedang. Semakin tinggi kelas kelompok tani, maka peran kelompok tani akan semakin tinggi. Kemandirian anggota kelompok secara keseluruhan termasuk dalam kategori sedang. Semakin tinggi kelas kelompok tani, maka kemandirian anggota kelompok tani semakin tinggi. Kemandirian anggota dipengaruhi secara langsung dan tidak langsung oleh faktor peran kelompok tani, penyuluhan, ketersediaan bantuan modal, lama berusahatani, umur, luas lahan, peluang pasar, dan motivasi kerja. Peran kelompok tani dipengaruhi langsung oleh penyuluhan, peluang pasar, lama berusahatani, umur, dan ketersediaan bantuan modal. Upaya peningkatan kemandirian anggota paling efektif melalui peningkatan peran kelompok tani, sedangkan upaya peningkatan peran kelompok tani melalui peningkatan penyuluhan. 12

Tabel 1.3 Penelitian sebelumnya No Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Toto Sugito (2002) 2. Ade Susanti (2005) 3. Muhammad Mulia (2009) Efektivitas Organisasi Petani dalam Pembangunan Pertanian (Studi Kasus Peran Kelompok Tani dalam Meningkatkan Kesejahteraan Petani di Kecamatan Leuwigoong Kabupaten Garut) Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Aceh Selatan Peran Kelompok Lansia Terhadap Kesejahteraan Sosial Lansia 1. Peran oraganisasi petani dalam melakukan dan meningkatkan daya tawar petani dengan komunitas lain. 2. Organisasi petani yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan para petani dalam mengakses alokasi sumbersumber pembangunan. 3. Organisasi petani yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan para petani dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 4. Partisipasi lembaga publik dalam memberikan alokasi sumber-sumber pembangunan terhadap para petani. 1. Pendapatan petani kelapa sawit 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani 3. Kontribusi pendapatan usahatani kelapa sawit pada rumah tangga petani 4. Kontribusi pendapatan rumah tangga petani kelapa sawit 5. Tingkat kesejahteraan dan kemiskinan rumah tangga petani pada usahatani kelapa sawit 6. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani dalam usahatani kelapa sawit 1. Identifikasi bentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok lansia sehubungan dengan kesejahteraan sosial lansia. 2. Melihat kesesuaian antara kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok lansia dengan kebutuhan lansia. Analisis kualitatif dengan teknik wawancara mendalam, observasi, diskusi kelompok terfokus dan studi dokumentasi. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif, analisis dengan teknik penentuan sampel dengan simple random sampling. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara, pencatatan dan observasi. Metode yang digunakan adalah metode survei. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik wawancara terstruktur, wawancara mendalam, observasi non partisipasi dan 1. Adanya kelompok tani dapat mengatasi keterbatasan petani dalam mengolah lahan karena terdapat penyuluhan pertanian sehingga petani mendapatkan informasi yang mutakhir dan menghasilkan jenis produk pertanian yang kompetitif. 2. Keterbatasan kepemilikan lahan akan mempersulit petani untuk mengakses alokasi sumber-sumber pembangunan. 3. Petani harus memiliki kemauan dalam memahami keterbatasannya. 4. Sebagai regulator harus membuat regulasi yang menguntungkan petani, sebagai fasilitator harus mengoptimalisasikan fasilitas dan kewenangan, managerial kelompok tani perlu penyempurnaan, kelompok tani dapat dijadikan sarana peningkatan ketrampilan para anggotanya, segi finansial dapat dijadikan tempat penampungan dan mengakomodir kebutuhan petani terhadap uang untuk bertani. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani kelapa sawit adalah julmah produksi, jumlah tanggungan keluarga dan tenaga kerja. Faktor yang paling berpengaruh adalah jumlah produksi kelapa sawit. 2. Kegiatan usahatani kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 85,87% (sangat besar). 3. Distribusi pendapatn yang dihasilkan angka gini sebesar 0,51 sehingga distribusi pendapatan dikatakan ketimpangan tinggi karena tidak semua petani mengusahakan kelapa sawit. 4. Secara ekonomi rumah tangga petani kelapa sawit tergolong sejahtera dengan GSR sebesar 0,84. 5. Petani kelapa sawit di Kec. Bakongan Kab. Aceh Selatan masuk dalam kriteria tidak miskin karena pendapatan > Rp 1.296.000 atau setara dengan 480 kg beras per tahun. 1. Ada tujuh kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok lansia selama setahun terakhir, yakni kegiatan pelayanan kesehatan (posyandu lansia), olah raga, psikologis, kerohanian, kegiatan sosial, penyuluhan kesehatan, dan penyuluhan ekonomi. Dengan demikian semakin banyak mekanisme yang dilaksanakan kelompok lansia, maka semakin berpeluang anggota kelompok lansia tersebut menjadi sejahtera karena kebutuhan-kebutuhannya dapat terpenuhi. Namun sebagian besar kelompok lansia hanya mampu melaksanakan tiga bentuk kegiatan saja, sehingga kelompok lansia memiliki sedikit pengaruhnya terhadap kesejahteraan sosial lansia. 2. Secara kualitatif, bentuk-bentuk kegiatan kelompok lansia memiliki kesesuaian dengan kebutuhan lansia. Hal ini terbukti dengan 13

4. Rifki Andi Novia (2012) 5. Kralawi Sita (2015) 6. Ika Pewista (2016) Analisis Produksi, Pendapatan dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani Padi di Kabupaten Banyumas Peran Kelompok Tani dalam Peningkatan Kemandirian Anggota Kelompok Tani Teh Rakyat di Provinsi Jawa Barat Hubungan peran kelompok tani dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia. Sumber: Sugito, 2002; Susanti, 2005; Mulia, 2009; Novia, 2012. 1. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi. 2. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan rumah tangga tani. 3. Faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga tani. 1. Peran kelompok dan kemandirian anggota kelompok tani teh. 2. Pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan peran kelompok terhadap kemandirian anggota kelompok tani teh. 3. Jalur efektif yang dapat meningkatkan kemandirian anggota kelompok tani teh. 1. Persepsi anggota kelompok tani terhadap peran kelompok tani. 2. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia. 3. Hubungan peran kelompok tani dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia. studi dokumentasi. Analisis deskriptif dengan pengambilan sampel secara stratified random sampling. Pendekatan mixed method dengan strategi explanatory sequential dengan analisis path analysis (kuantitatif) dan triangulasi sumber (kualitatif). Metode penelitian survei dengan pemilihan lokasi purposive sampling dan pengambilan sampel secara acak sederhana dengan proporsi berdasarkan populasi. Pengumpulan data wawancara terstruktur, observasi dan dukumentasi. terpenuhinya kebutuhan partisipasi lansia, yakni kebutuhan dukungan sosial dan kebutuhan pemeliharaan kesehatan (fisik dan mental). 1. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi usaha tani padi adalah jumlah benih, jumlah urea, jumlah pospat dan TSP, luas garapan serta sistem irigasi. 2. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan usahatani adalah harga urea, harga pestisida, efisiensi teknis dan jumlah produksi. 3. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan adalah harga minyak goreng, harga sayuran, pendapatan total rumah tangga, umur petani, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga. 1. Tingkat peran kelompok tani dalam kategori sedang. Kemandirian anggota kelompok dalam kategori sedang. Semakin tinggi kelas kelompok tani, maka peran kelompok tani dan kemandirian anggota kelompok tani semakin tinggi. 2. Kemandirian anggota dipengaruhi secara langsung dan tidak langsung oleh faktor peran kelompok tani, penyuluhan, ketersediaan bantuan modal, lama berusahatani, umur, luas lahan, peluang pasar, dan motivasi kerja. Peran kelompok tani dipengaruhi langsung oleh penyuluhan, peluang pasar, lama berusahatani, umur, dan ketersediaan bantuan modal. 3. Upaya peningkatan kemandirian anggota paling efektif melalui peningkatan peran kelompok tani, sedangkan upaya peningkatan peran kelompok tani melalui peningkatan penyuluhan. 1. Peran kelompok tani sebagai unit belajar memiliki peran paling besar bagi anggota kelompok sebesar 84,84 persen. Sebanyak 35,29 persen anggota kelompok tani lansia menilai bahwa kelompok tani berperan baik/tinggi terhadap kegiatan pertanian, dan 41,18 persen menilai bahwa kelompok tani telah cukup berperan. Sedangkan hanya 23,53 persen kelompok tani berperan dalam usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi petani lansia terhadap kelompok tani bernilai baik. 2. Kesejahteraan rumah tangga petani lansia Kecamatan Temon berdasarkan hasil olah data sebanyak 47,06 persen tergolong sedang, 34,12 persen penduduknya memiliki tingkat kesejahteraan tinggi dan 18,82 persen memiliki kesejahteraan rendah. 3. Peran kelompok tani tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesejahteraan. Persepsi terhadap peran kelompok tani yang sedang memiliki tingkat kesejahteraan sedang sebesar 51,43 persen. Persepsi yang tinggi terhadap peran kelompok tani memiliki tingkat kesejahteraan kesejahteraan rendah 43,33 persen. 14

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian mengenai tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia adalah: 1. Mengetahui persepsi anggota kelompok tani terhadap peran kelompok tani di Kecamatan Temon. 2. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia di Kecamatan Temon. 3. Mengetahui hubungan peran kelompok tani dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani lansia di Kecamatan Temon. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal: 1. masukan bagi pemerintah, khususnya Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial maupun BKKBN baik pusat maupun daerah berkaitan dengan harga jual hasil pertanian karena berdampak pada kesejahteraan petani, terlebih lagi petani lansia yang telah mengalami keterbatasan dan kebijakan mengenai kependudukan khususnya lansia agar dapat terwujud kesejahteraan lansia yang lebih baik; dan 15

2. penambah wawasan dan wacana mengenai pertanian dan penduduk lansia, bagi para pengguna program kependudukan dan kesejahteraan keluarga lansia. 1.5.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan memberikan masukan pada pemerintah dalam hal: 1. memahami kegiatan pertanian yang dilakukan oleh lansia; dan 2. memahami bentuk kegiatan petani dalam kelompoknya. Kegunaan pertama diharapkan bermanfaat dalam upaya pemerintah untuk mendukung kegiatan lansia produktif dalam bidang pertanian, kegunaan kedua akan menjadi bahan tinjauan kembali dalam program kesejahteraan petani yang menekankan bentuk kegiatan dan keberadaan fasilitas penunjang. 16