BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran individu untuk berinvestasi dan pengetahuan mengenai saham dan transaksi bursa saham melalui dialogdialog pembelajaran baik di radio, TV atau pun internet, maraknya peredaran buku cara berinvestasi dan didirikannya klub-klub investasi, maka kesadaran setiap individu, khususnya warga negara Indonesia akan pentingnya untuk menyisihkan penghasilan untuk investasi, terutama investasi pada bursa saham dengan tingkat resiko dan pengembalian yang lebih besar, semakin meningkat. Selain meningkatnya kesadaran berinvestasi peningkatan transaksi bursa saham di Indonesia juga disebabkan karena terus menguatnya saham-saham yang dijual di bursa saham semenjak krisis ekonomi sebagai hasil langkah-langkah pemulihan perekonomian yang dilakukan pemerintahan Investasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekayaan setiap individu dari waktu ke waktu selain menabung, dan berutang. Dalam investasi, pihak yang menginvestasikan dananya disebut sebagai investor, yang bisa berasal dari perorangan, pemerintah, dana pensiun atau sebuah perusahaan swasta. Sedangkan instrumen investasi bervariasi bentuknya mulai dari deposito, obligasi, saham, reksadana, properti, logam mulia, sampai sekuritas turunan. Dari instrumen investasi yg ditawarkan, saham menjadi 1
2 pilihan yang menarik bagi investor dikarenakan berinvestasi dalam saham cenderung memiliki keuntungan yang lebih tinggi, namun hal ini disertai dengan risiko yang lebih tinggi pula tetapi berdasarkan data penelitian dalam rentang tahun 1967 sampai 1996 yang berasal dari American of Individual Investor diperoleh informasi bahwa peluang menang adalah sebesar 80% dan kerugian terberatnya pun tidak menyebabkan modal awalnya amblas. Untuk ambil bagian dalam investasi di pasar saham, faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh para investor, diantaranya adalah imbal hasil saham dan volatilitas harga sahamnya. Imbal hasil saham merupakan potensi pendapatan atau keuntungan dari transaksi jual beli saham melalui kenaikan harga sahamnya. Sedangkan volatilitas harga saham diukur sebagai penyimpangan dari harga-harga saham yang tersebar selama periode tertentu. Jadi, dalam berinvestasi di saham perlu mengetahui tingkat toleransi investor terhadap volatilitas agar dapat memilih atau menentukan komposisi yang optimal dari tingkat imbal hasil yang diharapkan. Penentuan tingkat toleransi investor terhadap risiko dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, tingkat pendapatan, lingkungan, jangka waktu investasi, dan keadaan psikologis investor. Setelah mengetahui tingkat imbal hasil yang diharapkan dan besarnya penyimpangan-penyimpangan dari harga saham yang terjadi yang melambangkan risiko terhadap saham tersebut, maka selanjutnya investor perlu memilih saham-saham mana yang akan dipilih untuk dijadikan alat investasinya. Pemilihan saham-saham ini biasanya berdasarkan analisa yang
3 dilakukan oleh para investor itu sendiri, dan salah satu analisa dasar yang sering digunakan adalah analisa fundamental, dimana berfokus pada rasiorasio keuangan dari sebuah perusahaan, seperti return on equity, profit margin, current ratio, dan rasio-rasio lainnya. Salah satu sisi fundamental perusahaan yang sering dijadikan sorotan investor adalah struktur modal perusahaan, yang merupakan representasi dari komposisi antara hutang jangka panjang dan modal. Menurut logika, struktur modal perusahaan dan risiko kebangkrutan suatu perusahaan memiliki pengaruh terhadap volatilitas harga saham dan imbal hasil saham. Sebab dengan semakin besar pendanaan melalui hutang jangka panjang berarti semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh investor, karena ada kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar hutangnya. Tetapi tentunya hal itu baru merupakan dugaan, sehingga perlu dibuktikan dalam suatu penelitian. Sehingga dalam hal ini penulis mencoba meneliti apakah struktur modal dan tingkat risiko kebangkrutan perusahaan mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap imbal hasil dan volatilitas harga saham dari setiap masing-masing saham yang akan dipilih. Penelitian dilakukan penulis pada kelompok saham multifinance karena saham-saham yang masuk dalam kelompok ini memiliki struktur modal dan tingkat resiko kebangkrutan yang lebih tinggi dibandingkan kategori lainnya akibat kredit macet serta maraknya perusahaan-perusahaan multifinance yang go-public serta meningkatnya industri pembiayaan di Indonesia.
4 Perusahaan multifinance atau disebut juga perusahaan pembiayaan merupakan perusahaan jasa yang membiayai beberapa jenis pembiayaan seperti pembiayaan kendaraan bermotor baru ataupun bekas, barang-barang elektronik, refinancing sampai dengan peminjaman dana oleh konsumen. Perusahaan multifinance atau perusahaan pembiayaan memiliki beberapa hubungan kerja sama dengan beberapa entitas seperti: 1. Konsumen/ nasabah Adalah individu ataupun perusahaan yang mengajukan pengajuan kredit atas namanya sendiri ataupun nama perusahaan kepada perusahaan multifinance dan bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya yang berupa angsuran setiap bulannya sesuai dengan perincian pembiayaan yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Konsumen akan menerima agunan berupa surat berharga yang diagunkan kepada perusahaan multifinance setelah semua kewajibannya telah terpenuhi. Dan setelah semua kewajiban telah terpenuhi maka agunan fisik dan surat berharga akan menjadi hak konsumen sepenuhnya. Biasanya konsumen multifinance akan melalui dealer terlebih dahulu tetapi dalam fasilitas-fasilitas multifinance tertentu seperti peminjaman dana dengan menggunakan agunan yang telah sepenuhnya milik konsumen (Leaseback) tidak menutup kemungkinan jika konsumen langsung mendatangi pihak multifinance tanpa melewati dealer manapun. Konsumen memegang peranan penting dalam industri ini, fluktuasi jumlah penjualan tergantung pada jumlah konsumen tetapi di satu sisi
5 lainnya, jumlah konsumen yang lalai dalam pemenuhan kewajibannya pun turut mempengaruhi kinerja perusahaan multifinance seperti jumlah bad debt atau NPL (Not Performing Loan) yang harus ditekan sekecil mungkin. Dan biasanya untuk menekan angka-angka ini perusahaan multifinance menyaring calon-calon konsumen yang mengajukan kredit dengan persyaratan-persyaratan data yang harus dipenuhi oleh pihak konsumen yang selanjutnya data tersebut akan dianalisa dan dinilai tingkat kelayakannya oleh perusahaan tersebut. Jenis-jenis konsumen pun bermacam-macam, ada yang mengajukan kredit dengan tujuan untuk mendukung usaha (B to B) dan ada juga yang mengajukan kredit dengan tujuan konsumsi atau pemakaian pribadi. Tetapi satu hal yang jelas apapun tujuan penggunaan kredit tersebut perusahaan multifinance harus selalu waspada dalam menyortir para calon konsumennya tanpa mengesampingkan kepuasan konsumen itu sendiri dan tata krama serta etika yang ada dalam dunia bisnis karena pada dasarnya perusahaan multifinance adalah perusahaan jasa sehingga harus lebih memperhatikan kepuasan konsumen. 2. Dealer/ Showroom/ Vendor Adalah salah satu mitra perusahaan mutltifinance yang cukup erat dalam pembiayaan konsumen. Kedua perusahaan ini mempunyai persamaan tujuan yaitu memperbesar penjualan dan saling bergantung satu sama lain. Dari sudut pandang dealer keuntungan yang didapat adalah penambahan fasilitas pembayaran, dengan adanya perusahaan multifinance para
6 konsumen yang hendak membeli barang dapat membeli barang tersebut secara kredit. Dengan adanya fasilitas kredit ini konsumen dapat memiliki barang yang diinginkan dengan menyerahkan uang muka atau yang kerap kali disebut sebagai Down Payment (DP) dan dapat membawa pulang barang tersebut setelah disurvey oleh pihak pembiayaan. Ini artinya pertumbuhan penjualan dari dealer akan meningkat karena dengan adanya fasilitas kredit ini maka barang yang diinginkan oleh konsumen akan lebih terjangkau dan secara otomatis dapat turut mendukung dealer untuk mendongkrak pertumbuhan penjualan mereka. Dari sisi perusahaan multifinance, dealer adalah mitra dalam menciptakan dan meningkatkan penjualan karena perusahaan multifinance pada dasarnya adalah perusahaan jasa yang tidak memiliki barang. Oleh karena itu hubungan dengan dealer-dealer harus dijalin dengan baik seiring dengan makin banyaknya kompetitor dalam industri ini. 3. Perusahaan Asuransi Untuk setiap agunan dalam permohonan kredit yang diajukan wajib untuk diasuransikan dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko yang dapat terjadi karena faktor-faktor tertentu di luar dari tanggung jawab konsumen. Sebagai contoh adalah kehilangan akibat pencurian, peristiwaperistiwa tidak terduga seperti kebakaran, kecelakaan dan lain-lain. Setiap asuransi dipilih berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dari keinginan konsumen itu sendiri tetapi syarat minimal asuransi yang wajib adalah asuransi TLO (Total Lost Only) yaitu asuransi kehilangan. Untuk
7 memenuhi kebutuhan di atas perusahaan multifinance membutuhkan kerja sama dengan perusahaan asuransi. Meskipun beberapa perusahaan multifinance telah mendirikan perusahaan asuransinya sendiri, yang didirikan karena terlalu banyaknya kebutuhan asuransi dalam perusahaan tersebut dan juga untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik itu dilihat dari sudut pandang operasioanal maupun keuangan. 4. Samsat/ Polda Selain hubungan yang terus menerus dilakukan dengan perusahaan asuransi dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko, perusahaan multifinance juga melakukan kerjasama dengan kepolisian dalam hal pemeriksaan surat-surat berharga seperti Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), faktur, dan lain-lain. Hal ini dinilai perlu dilakukan untuk meminimalisasi risiko-risiko yang dapat mengakibatkan perusahaan tersebut terlibat dalam kasus-kasus tertentu khususnya di bidang hokum, meskipun setiap perusahaan multifinance telah memiliki divisi sendiri (divisi Collateral) untuk pemeriksaan surat-surat berharga tersebut. 5. Perbankan Dalam menjalankan aktivitas keuangannya perusahaan multifinance mendapatkan fasilitas pinjaman dana dari pihak perbankan. Jenis-jenis pinjaman ini bermacam-macam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara perusahaan multifinance dan pihak perbankan. Beberapa regulasi pun turut ditetapkan dari pihak perbankan kepada perusahaan multifinance seperti batas umur kendaraan yang tidak boleh melewati 15
8 tahun setelah ditambahkan jangka waktu yang dikehendaki oleh konsumen, contoh: calon konsumen mengajukan kredit mobil Daihatsu Feroza tahun 1995 dengan jangka waktu 36 bulan. Maka perhitungan umur kendaraan yang dapat dibiayai oleh pihak perbankan adalah: 2007-1995 = 12 + 3 tahun (jangka waktu) = 15 maka pengajuan kredit ini masih bisa dibiayai oleh bank, tetapi jika dengan keadaan yang sama tapi tahun kendaraan adalah tahun 1994 maka hasil akhirnya adalah 16 tahun yang berarti tidak dapat dibiayai oleh pihak perbankan dan perusahaan multifinance terpaksa harus menolak pengajuan tersebut. Perusahaan-perusahaan pembiayaan mendapatkan keuntungan dari selisih bunga yang akan didapatkan berdasarkan angsuran per bulan dari konsumen selama jangka waktu yang telat disepakati oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan pembiayaan ini harus memiliki modal yang kuat sehingga dapat memberikan kredit-kredit kepada konsumennya. Saat ini mayoritas modal pembiayaan yang dimiliki perusahaan-perusahaan multifinance berasal dari pinjaman-pinjaman atau hutang dari pihak perbankan dan sisanya sebagian kecil berasal dari modal sendiri. Dengan berdasar pada hal ini, maka penulis melihat bahwa struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan ini sangat berperan penting dalam kesuksesan lembaga pembiayaan.
9 Akan tetapi penulis juga melihat bahwa dengan besarnya jumlah pinjaman atau hutang yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan maka akan meningkatkan beban bunga yang harus dibayarkan perusahaan kepada pihak bank, sehingga dengan besarnya komposisi hutang terhadap modal secara keseluruhan, maka akan menambah risiko kemungkinan perusahaan tidak mampu melunasi pembayaran hutangnya. Risiko ini pada perusahaan pembiayaan akan muncul ketika kredit pembiayaan yang telah disalurkan kepada konsumen mengalami kemacetan. Dengan besarnya kredit macet yang timbul dari konsumen, maka akan meningkatkan risiko perusahaan multifinance untuk melunasi hutang-hutangnya dan otomatis akan menimbulkan risiko kebangkrutan terhadap perusahaan itu sendiri. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang dijadikan pokok pada tesis ini, yaitu: 1. Apakah ada pengaruh struktur modal yang diwakili dengan debt to equity, debt ratio, long term leverage dan degree of financial leverage dengan tingkat imbal hasil saham dan volatilitas harga sahamnya? 2. Apakah ada pengaruh risiko kebangkrutan yang diwakili dengan Altman Z-score terhadap tingkat imbal hasil saham dan volatilitas harga sahamnya?
10 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk mengetahui: 1. Apakah ada pengaruh struktur modal yang diwakili dengan debt to equity, debt ratio, long term leverage dan degree of financial dengan tingkat imbal hasil saham dan volatilitas harga sahamnya? 2. Apakah ada pengaruh risiko kebangkrutan yang diwakili dengan Altman Z-score terhadap tingkat imbal hasil saham dan volitilitas harga sahamnya? Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebgai berikut: 1. Untuk akademisi, seyogyanya dapat membantu sebagai bahan literatur dalam melakukan penelitian ataupun kajian yang berhubungan dengan struktur modal ataupun risiko kebangkrutan suatu perusahaan. 2. Untuk kalangan investor, dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat keputusan pembelian saham-saham perusahaan multifinance di Bursa Efek Jakarta. 3. Untuk pihak perusahaan, sekiranya dapat melihat tingkat risiko kebangkrutan yang dimiliki oleh perusahaan serta pengaruh tingkat risiko kebangkrutan dan struktur modal perusahaan terhadap harga saham perusahaan.
11 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup dari penelitian yang dilakukan ini adalah: 1. Objek penelitian adalah perusahaan-perusahaan multifinance yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta, yaitu ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE, BFI FINANCE INDONESIA, BUANA FINANCE, WAHANA OTTOMITRA MULTIARTHA, CLIPAN FINANCE INDO., TRUST FINANCE INDONESIA, INDOCITRA FINANCE, dan DANASUPRA ERAPACIFIC. 2. Pembahasan hanya terbatas pada hubungan antara rasio struktur modal yang diwakili dengan debt to equity, debt ratio, long term leverage dan degree of financial leverage, risiko kebangkrutan perusahaan terhadap imbal hasil saham dan volatilitas harga sahamnya. 3. Periode harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua (5) tahun, yaitu dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2007.
12 Sistematika Penulisan Tesis ini disusun agar dapat mempermudah pembaca dalam mengerti dan memahami isinya. Berikut adalah sistematika penulisan dari laporan tesis ini: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai topik-topik yang menjadi latar belakang dalam penulisan tesis ini, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tersebut, ruang lingkup serta tujuan dan manfaat dari penelitian ini juga dibahas dalam bab ini. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini dibahas mengenai teori-teori finansial, struktur modal, imbal hasil dan volatilitas harga saham yang berkaitan dengan masalah penelitian yang dibahas dalam tesis ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai metodologi yang digunakan dalam penyusunan tesis ini, yang menjadi kerangka pikiran dalam melakukan analisa dan pembahasan terhadap pokok permasalahan pada tesis ini. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan mengenai analisa, pembahasan serta langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian sesuai
13 dengan kerangka pikiran yang telah ditetapkan yang berkaitan dengan inti permasalahan dari tesis ini. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir dari laporan tesis yang berisi mengenai hasil dari analisa dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, berikut dengan saran-saran dari penulis yang dapat berguna untuk melakukan penelitian lebih lanjut.