BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA

GEOLOGI STRUKTUR PRINSIP GAYA & DEFORMASI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

RESUME KEKAR. A. Definisi Kekar

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

KEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat. Abstrak

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10)

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

STRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Ciri Litologi

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIKA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

Gambar 1.2 Anatomi lipatan (Mc Clay, 1987)

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

PAPER GEOLOGI TEKNIK

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 8 II.1. Fisiografi Regional... 8 II.2. Stratigrafi Regional II.3. Struktur Geologi Regional...

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

Transkripsi:

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam penelitian ini rekahan didefinisikan sebagai permukaan diskontinuitas yang memotong batuan atau mineral, yang menyebabkan hilangnya kohesi, terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa (Nelson, 1985). Terdapat dua klasifikasi yang mendefinisikan rekahan secara spesifik, yaitu klasifikasi rekahan berdasarkan mode rekahan dan klasifikasi rekahan berdasarkan sudut pandang geologi. Klasifikasi rekahan berdasarkan mode rekahan (Dennis, 1987 op.cit. Koestler dkk, 1995) mendefinisikan rekahan berdasarkan tiga mode, yaitu: a. Mode I merupakan rekahan ekstensional dan juga dapat diuraikan sebagai mode rekahan bukaan atau regangan. Pergerakannya searah sumbu y (Gambar 5.1. A). Rekahan yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah kekar. b. Mode II dan mode III adalah rekahan gerus. Mode II menguraikan rekahan gerus dengan pergerakan pada arah tepi dari bidang diskontinuitas atau searah sumbu x (Gambar 5.1. B). Sedangkan Mode III menguraikan pergerakan gerusan dari rekahan sejajar terhadap tepi dari rekahan atau searah sumbu z (Gambar 5.1. C). Gambar 5.1 Mode Rekahan. A adalah Mode I, rekahan ekstensional; B dan C adalah Mode II dan III, rekahan gerus (Dennis, 1987 op. cit. Koestler dkk., 1995). 36

Menurut Nelson (1985), Twiss dan Moores (1992), pada rekahan yang berasosiasi dengan tektonik terdapat dua sistem rekahan, yaitu : a) Sistem rekahan yang berhubungan dengan sesar (fault-related fracture system) Rekahan yang umum hadir adalah dua set shear fracture, set pertama akan sejajar dengan sesar yang ada, sedangkan set yang kedua akan membentuk sudut sekitar 60 0 dan disebut conjugate shear fracture. Rekahan lain yang dapat hadir adalah satu set extension fracture yang sejajar dengan tegasan utama, terletak pada pertengahan sudut antara dua set shear fracture tersebut. b) Sistem rekahan yang berhubungan dengan lipatan (fold-related fracture system) Rekahan yang hadir memiliki pola yang kompleks, seperti terlihat pada Gambar 5.2b. Pada gambar ini orientasi dari rekahan dinyatakan dalam sistem koordinat ortogonal yang berhubungan dengan geometri lipatan. Sumbu a terletak pada bidang lapisan dan tegak lurus terhadap sumbu lipatan, sumbu b paralel terhadap sumbu lipatan dan umumnya terletak pada bidang perlapisan, sedangkan sumbu c tegak lurus terhadap bidang perlapisan. (a) (b) Gambar 5.2 (a) pola rekahan gerus yang dipengaruhi oleh sesar, dan (b) pola rekahan gerus yang berhubungan dengan lipatan (Twiss dan Moores, 1992) Rekahan tidak terjadi secara acak, namun mengikuti pola tertentu, sehingga dengan data yang memadai dapat ditemukan suatu hubungan antara rekahan dengan gaya penyebabnya. Salah satu analisis mengenai rekahan tersebut ialah analisis fraktal. Fraktal berasal dari bahasa Latin fractus yang artinya memecah untuk membentuk bentuk geometri yang tidak teratur (irregular 37

fragmen). Besarnya tingkat ketidakteraturan ini disebut sebagai dimensi fraktal. Menurut Turcotte (1997), rumus atau persamaan matematis yang digunakan dalam menganalisa fraktal disebut sebagai Power Law, yakni : N = k (S) c N = Jumlah kumulatif rekahan K = Konstanta S = Spasi satu variabel C = Dimensi Fraktal, merupakan kemiringan (slope) garis kurva. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari apakah sistem rekahan di daerah penelitian memiliki perilaku penskalaan mengikuti dimensi fraktal. Selain itu, akan dipelajari pula intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian. Penelitian dilakukan pada daerah yang berada pada zona struktur yang sama, yaitu struktur lipatan yang terbentuk pada litologi batugamping dan batupasir. Di beberapa tempat pada litologi tersebut diambil 4 sampel data rekahan, yang kemudian diolah untuk melihat seperti apa karakteristik rekahan di daerah tersebut. Dan satu sampel data diambil pada litologi berbeda yaitu Batupasir feldspatic wacke (lampiran A), Satuan Batupasir-Napal Lempungan kemudian dibandingkan karakteristiknya terhadap salah satu sampel batugamping pada kondisi struktur yang sama, yaitu pada jalur sesar geser. 38

5.2 Data 5.2.1 Metode Pengambilan Data Pengamatan terhadap sistem rekahan dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode scanline sampling (Gambar 5.3). Dalam metode ini pencatatan atribut rekahan dilakukan sepanjang garis pengamatan, yang dibatasi 1 meter ke atas dan 1 meter ke bawah dari garis pengamatan. Gambar 5.3 Hal-hal yang dicatat selama observasi rekahan. B-B adalah scanline. A adalah tebal dan atau bukaan rekahan, S adalah spasi rekahan, dan L adalah panjang rekahan (Sapiie, 1998 op. cit. Anshori, 2006) Rekahan yang dicatat dan diobservasi adalah rekahan yang memotong garis pengamatan. Salah satu ujung dari garis pengamatan menjadi datum dalam pengukuran jarak rekahan. Hal-hal yang perlu dicatat dalam pengamatan adalah nomor identitas rekahan, jarak dari datum, kedudukan rekahan (jurus / kemiringan), ketebalan, panjang, tipe, bentuk, material pengisi, dan hubungan potong-memotong. 5.2.2 Lokasi Pengambilan Data Pengukuran dilakukan pada tiga lokasi yaitu : a. Lokasi 1 Koordinat awal : 110 o 33'43.1"BT dan 07 o 53'38.7" LS Kedudukan garis pengukuran : 3 0, N 255 o E, dengan panjang 26 m Kedudukan lapisan : N 60 o E / 6 o Litologi : Packstone 39

Foto 5.1 Tempat pengamatan rekahan lokasi 1. Pengamatan dilakukan di sebelah timur K. Oyo b. Lokasi 2a Koordinat awal : 110 o 33'58.2" BT dan 07 o 53'42" LS Kedudukan garis pengukuran : 3 0, N 76º E, dengan panjang 11.5 m Kedudukan lapisan : N 65 0 E / 8 0 Litologi : Packstone Foto 5.2 Tempat pengamatan rekahan lokasi 2a. Pengamatan dilakukan di bagian tengah K. Oyo 40

c. Lokasi 2b Koordinat awal : 110 o 33'0.8" BT dan 07 o 53'41.1" LS Kedudukan garis pengukuran : 3 0, N 70º E, dengan panjang 20.5 m Kedudukan lapisan : N 85 0 E / 10 0 Litologi : Packstone Foto 5.3 Tempat pengamatan rekahan lokasi 2b. Pengamatan dilakukan di bagian tengah K. Oyo d. Lokasi 3 Koordinat awal Kedudukan garis pengukuran Kedudukan lapisan Litologi : 110 o 33'30" BT dan 07 o 53'41.7" LS : 4 0, N 88 o E, dengan panjang 7.3 m : N 25 o E / 18 o : Packstone Foto 5.4 Tempat pengamatan rekahan lokasi 3. Pengamatan dilakukan disebelah barat K. Oyo 41

e. Lokasi 4 Koordinat awal Kedudukan garis pengukuran Kedudukan lapisan Litologi : 110 o 33'3.9" BT dan 07 o 52'46.8" LS : 3 0, N 255 o E, dengan panjang 11.5 m : N 74 o E / 10 o : Batupasir (Feldspatic wacke) Foto 5.5 Tempat pengamatan rekahan lokasi 4. Pengamatan di K. Widoro. Lokasi 4 Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Gambar 5.4 Peta lokasi pengamatan rekahan 3 lokasi di K. Oyo dan 1 lokasi di K. Widoro. 42

5.2.3 Data Lapangan Data rekahan hasil pengukuran terlampir (Lampiran G). 5.2.4 Pemilahan Data Dalam pengamatan rekahan perlu dilakukan pemilahan data berdasarkan jenis rekahan. Jenis rekahan ditentukan saat pengamatan lapangan dengan melihat geometri maupun jenis pergerakan yang ada. Pada pengamatan yang dilakukan di empat lokasi diperoleh dua jenis rekahan, yaitu rekahan gerus (shear fractures) dan rekahan terbuka (extensional fractures). Setelah dipilah berdasarkan jenis rekahan, dilakukan pemilahan berdasarkan orientasi rekahan, meliputi jurus dan kemiringan rekahan. Rekahanrekahan yang sejenis dan memiliki orientasi yang relatif sama dikelompokkan menjadi satu set rekahan tertentu. 43

Tabel 5.1 Set, dan orientasi umum rekahan Lokasi Orientasi Jenis Rekahan Kelompok Umum Strike Dip N.ºE ( ) 1 shear fracture SFA 158 75 (rekahan gerus) SFB 192 80 SFC 13 78 extension fracture EFA 158 74 (rekahan terbuka) EFB 193 71 EFC 14 71 2 a shear fracture SFC 326 72 (rekahan gerus) extension fracture EFA 143 76 (rekahan terbuka) EFB 250 74 EFC 326 73 b shear fracture SFA 153 78 (rekahan gerus) SFB 200 74 SFC 325 75 extension fracture EFA 134 73 (rekahan terbuka) EFB 209 69 EFC 320 67 3 shear fracture SFB 204 65 (rekahan gerus) extension fracture EFA 156.5 65 (rekahan terbuka) EFB 200 74 EFC 315 72 4 shear fracture SFA 163 73 (rekahan gerus) SFB 294 65 SFC 350 70 SFD 124 74 extension fracture EFA 96 78 (rekahan terbuka) EFC 240 65.5 44

Lokasi 1 Gambar 5. 5 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 1. Lokasi 2a Gambar 5. 6 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 2a. 45

Lokasi 2b ` Gambar 5. 7 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 2b. Lokasi 3 Gambar 5. 8 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 3. 46

Lokasi 4 Gambar 5. 9 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 4. 47

5.3 Pengolahan Data 5.3.1 Pola Distribusi Rekahan Data rekahan yang diperoleh dari singkapan pada beberapa lokasi pengamatan hanya mempresentasikan sebagian kecil area dari suatu jalur sesar geser. Pengamatan rekahan juga terbatas pada skala mesoskopik, sehingga untuk memodelkan kondisi pada skala lebih besar (makroskopik) atau skala yang lebih kecil (mikroskopik) harus diketahui karakter penskalaan (scaling) dari parameterparameter properti rekahan. Menurut Koestler et al. (1995) scaling bertujuan untuk pengisian data pada skala yang berbeda dengan skala pengamatan (scale gap), dengan melakukan ekstrapolasi dari data yang ada. Oleh karena itu perlu diketahui pola distribusi sistem rekahan yang ada, apakah mengikuti distribusi normal, logaritmik, atau eksponensial. Analisis pola distribusi rekahan dalam penelitian ini menggunakan parameter spasi rekahan, dengan melakukan pengeplotan data pada grafik dengan skala sumbu linier dan logaritmik. Data yang diplot adalah nilai spasi rekahan pada sumbu x, terhadap jumlah kumulatifnya pada sumbu y. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi yang ada. 5.3.2. Spasi Rekahan Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Pollard dan Wu, 2002). Oleh karena itu pengukuran spasi rekahan dilakukan pada rekahan-rekahan dalam set yang sama. Dua rekahan yang berdekatan pada satu set yang sama belum tentu sejajar, karena itu diambil kedudukan rata-ratanya agar menjadi sejajar dan dapat diukur spasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka spasi rekahan (Si) dihitung dengan menggunakan persamaan Si = So x Cosβ x Cosα x Cosө, dengan So = jarak semu yang diukur di lapangan, β = sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal, α = sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan rekahan, ө = sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal. Spasi rekahan (Si) dari tiap kelompok rekahan dapat dilihat pada lampiran G. 48

Untuk mengetahui pola distribusi spasi rekahan maka dilakukan pengeplotan antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan pada grafik linier dan logaritmik. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi observasi (Grafik 5.1 hingga 5.10). Lokasi 1 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi jumlah kumulatif 70 60 50 40 30 20 10 0 y = -0.535x + 52.972 Populasi 1 R 2 = 0.8387 Populasi 2 Linear (Populasi 1) y = -0.0072x + 4.3993 Linear (Populasi 2) R 2 = 0.7884 0 200 400 600 spasi rata-rata Grafik 5.1 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier di lokasi 1. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif 100 y = 228.94x -0.5952 R 2 = 0.9892 Populasi 1 Populasi 2 10 Power (Populasi 1) y = 1827.2x -1.2164 R 2 = 0.951 Power (Populasi 2) 1 1 10 100 1000 0.1 spasi rekahan Grafik 5.2 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw di lokasi 1. 49

Lokasi 2a Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif 60 50 40 30 20 10 0 y = -0.7571x + 48 Populasi 1 R 2 = 0.6327 Populasi 2 Linear (Populasi 1) y = -0.049x + 10.412 R 2 Linear (Populasi 2) = 0.7847 0 50 100 150 200 250 spasi rekahan Grafik 5.3 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier di lokasi 2a. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 10 y = 360.03x -0.8821 R 2 = 0.973 y = 5E+09x -4.3906 R 2 = 0.8492 1 1 10 100 1000 spasi rekahan Populasi 1 Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) Grafik 5.4 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 2a. 50

Lokasi 2b Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 80 70 60 jumlah kumulatif 50 40 30 y = -0.9657x + 65.467 R 2 = 0.7434 Populasi 1 Populasi 2 Linear (Populasi 2) Linear (Populasi 1) 20 y = -0.0377x + 12.328 10 R 2 = 0.777 0 0 100 200 300 400 spasi rekahan Grafik 5.5 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 2b. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 10 y = 462.73x -0.8308 R 2 = 0.9937 y = 23517x -1.6854 R 2 = 0.9137 Populasi 1 Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) 1 1 10 100 1000 spasi rekahan Grafik 5.6 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 2b. 51

Lokasi 3 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 y = -3.8x + 122.33 R 2 = 0.8912 Populasi 1 Populasi 2 Linear (Populasi 1) Linear (Populasi 2) y = -0.0222x + 5.9046 R 2 = 0.6953 0 50 100 150 200 250 300 spasi rekahan Grafik 5.7 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 3. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 10 1 y = 1559.4x -1.3601 Polpulasi 1 R 2 = 0.9728 Power (Polpulasi 1) 1 10 100 1000 0.1 spasi rekahan Grafik 5.8 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 3. 52

Lokasi 4 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 80 60 40 20 y = -1.2057x + 74.2 R 2 = 0.7847 y = -0.0547x + 10.316 R 2 = 0.7662 Series1 Series2 Linear (Series1) Linear (Series2) 0 0 50 100 150 200 250 spasi rekahan Grafik 5.9 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 4. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 Populasi 1 jumlah kumulatif 10 1 y = 1429.2x -1.1989 R 2 = 0.971 y = 3E+10x -4.8798 R 2 = 0.8736 1 10 100 1000 Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) 0.1 spasi rekahan Grafik 5.10 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 4. 53

Berdasarkan grafik antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan tersebut, dapat diketahui persamaan garis regresinya (Tabel 5.2 a dan b). a. Grafik linier ; Lokasi 1 2a 2b 3 4 Y = -k(x) + c -k c R 2 1.5283 50.75 0.8299 0.0072 4.3993 0.7884 0.7571 48 0.6327 0.049 10.412 0.7849 0.9657 65.467 0.7434 0.00377 12.328 0.777 3.8 122.33 0.8912 0.0222 5.9046 0.6953 1.2057 74.2 0.7847 0.0547 10.316 0.7662 b. Grafik logaritmik ; y=k(x) -c Lokasi k c R 2 1 228.94 0.5952 0.9892 1827.2 1.2164 0.951 2a 360.03 0.8821 0.973 5E+09 4.3906 0.8492 2b 462.73 0.8308 0.9937 23517 1.6854 0.9137 3 15559.4 1.3601 0.9728 4 1429.2 1.1989 0.971 3E+10 4.8798 0.8736 Tabel 5.2 Nilai k, c, dan R 2. Nilai ini diperoleh dari persamaan regresi pada grafik antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatif rekahan di empat lokasi observasi. 54

5.3.3 Interpretasi dan Pembahasan Terdapat 5 pengukuran rekahan pada 4 lokasi yang berbeda, yaitu lokasi 1, lokasi 2, lokasi 3, dan lokasi 4. Pengukuran rekahan pada lokasi 1, 2, dan 3 dilakukan sepanjang K. Oyo sedangkan lokasi 4 di K. Widoro (Bunder). Setelah data diplot pada grafik linier dan logaritmik, dilakukan regresi pada data yang bertujuan untuk memprediksi hubungan dari data yang ada. Pada grafik linier diperoleh nilai R 2 (koofisien determinasi) yaitu dengan kisaran 0.6327 0.8912. Koofisien determinasi mendekati angka 1 menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi berhubungan dengan data yang ada. Pada pengeplotan spasi rekahan dengan menggunakan grafik logaritmik dan dilakukan regresi power law (fungsi pangkat dengan bilangan eksponensial negatif) diperoleh nilai R 2 berkisar antara 0.8492 sampai 0.9937. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola distribusi (dari spasi rekahan) mengikuti distribusi power law. Menurut Mandelbrot (1983) op. cit. Turcotte (1997) distribusi power law merupakan penciri utama dari dimensi fraktal. Dimensi fraktal mengindikasikan distribusi dan perilaku yang sama pada berbagai skala yang berbeda. Terdapat dua garis regresi power law untuk spasi rekahan di lokasi 1, 2, dan 4, sedangkan pada lokasi 3 terdapat satu garis regresi power law. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif besar. 5.3.4 Intensitas Rekahan pada Batugamping Intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian dapat diketahui melalui pengeplotan data intensitas rekahan terhadap jarak pada grafik logaritmik di setiap lokasi pengamatan. Intensitas rekahan ditentukan melalui persamaan sebagai berikut: Hasil pengolahan nilai intensitas tersebut dapat dilihat pada Lampiran H. Setelah diketahui nilai intensitas setiap lokasi pengamatan, maka dilakukan pengeplotan pada grafik yang menghubungkan antara intensitas rekahan dengan jarak pengukuran (Grafik 5.11 hingga 5.15). 55

Grafik Intensitas Rekahan Lokasi 1 Grafik Intensitas Rekahan 0.05 intensitas rekahan 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0 1000 2000 3000 jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.11 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 1. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Lokasi 2a Grafik Intensitas Rekahan intensitas rekahan 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 500 1000 1500 jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.12 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi2a. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Nilai extension fracture semakin menurun terhadap jarak sedangkan nilai shear fracture semakin meningkat. Intensitas rekahan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jarak. 56

Lokasi 2b Grafik Intensitas Rekahan intensitas rekahan 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0 500 1000 1500 2000 2500 Shear fracture Extension fracture jarak pengukuran (cm) Grafik 5.13 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 2b. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Intensitas rekahan cenderung menurun terhadap peningkatan jarak. Lokasi 3 Grafik Intensitas Rekahan 0.2 intensitas rekahan 0.15 0.1 0.05 0 0 200 400 600 800 1000 jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.14 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 3. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Extension fracture memiliki pola pada jarak 500 cm. 57

Lokasi 4 Grafik Intensitas Rekahan intensitas rekahan 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0 500 1000 1500 jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.15 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 4. Intensitas shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. Intensitas shear fracture rekahan cenderung meningkat terhadap jarak pengukuran. Intensitas rekahan merupakan suatu besaran/nilai perbandingan antara panjang total rekahan terhadap panjang pengukuran/scanline. Di bawah ini merupakan nilai intensitas pada masing-masing lokasi. Lokasi Litologi Jenis Rekahan Intensitas rata-rata (1/cm) Persen Intensitas Rata-Rata (%) Extension 0.017 1.7 Fracture 1 Packstone Shear 0.005 0.5 Fracture Extension 0.033 3.3 Fracture 2a Shear 0.014 1.4 Packstone Fracture Extension 0.027 2.7 Fracture 2b Shear 0.007 0.7 Fracture Extension 0.091 9.1 Fracture 3 Packstone Shear 0.023 2.3 Fracture 4 Extension Batupasir 0.03 3 Fracture (Feldspatic Shear wacke) 0.04 4 Fracture Tabel 5.3 Nilai Total Intensitas Rekahan pada tiap lokasi. 58

Interpretasi Menurut Price (1966) op. cit. Nelson (1985) intensitas rekahan akan tinggi pada daerah dengan strain yang besar. Salah satu tempat dimana memiliki strain yang besar adalah zona sesar. Intensitas rekahan pada masing-masing lokasi memiliki nilai yang berbeda-beda, dan terlihat secara jelas pada grafik intensitas per interval 100 cm diatas. o Terlihat pada grafik intensitas di atas nilai rata-rata extension fracture tertinggi terdapat pada lokasi 3 dengan nilai 9.1%, kemudian menurun di lokasi 2 dan paling rendah di lokasi 1 dengan nilai 1.7%. o Nilai intensitas rata-rata shear fracture tertinggi terdapat di lokasi 4 dengan nilai 4%, kemudian menurun dari lokasi 3 hingga lokasi 1 dengan nilai 0.5%. o Terdapat dua litologi yang berbeda yaitu batugamping dan batupasir. Pada batugamping nilai intensitas rekahan extension fracture lebih tinggi dari pada shear fracture, dan nilai intensitas tersebut semakin menurun dari lokasi 3 menuju lokasi 1. Sedangkan pada batupasir nilai intensitas rata-rata shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. o Pada daerah zona sesar yang sama, yaitu lokasi 4 dan lokasi 1, nilai intensitas rata-rata shear fracture tinggi terdapat pada batupasir, dan nilai intensitas rata-rata extension fracture tinggi pada batugamping. o Nilai intensitas rekahan lebih tinggi pada batupasir daripada batugamping. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa faktor litologi dan jarak terhadap struktur yang ada akan mempengaruhi terhadap nilai intensitas rekahan. 59