BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Karakteristik Perilaku Pengendara Sepeda Motor pada Ruas Jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa cara yang dipakai para ahli lalu lintas untuk mendefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

PENGARUH BECAK MOTOR PADA JALAN 4 LAJUR 2 ARAH DENGAN MEDIAN ( STUDI KASUS : JALAN A.R. HAKIM KOTA MEDAN )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB III LANDASAN TEORI

4/20/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2014

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci : Kendaraan Becak Bermotor ekivalen mobil penumpang

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI VOLUME, KECEPATAN, KERAPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIRKOJA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

Gambar 5.1. Geometrik Tinjauan Titik I Lokasi Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIR KOJA BANDUNG

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

STUDI WAKTU TUNDAAN AWAL DAN ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN JALAN CIPAGANTI - EYCKMAN BANDUNG

HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, KERAPATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS PADA RUAS JALAN DR. DJUNDJUNAN BANDUNG

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO

BAB V ANALISIS 5.1 Umum 5.2 Analisis Statistik untuk Uji Kecukupan Data

Pengaruh Kendaraan Sepeda Motor Terhadap Lalu Lintas Pada Ruas Jalan Arteri Sekunder ( Studi Kasus : Jalan Ir. H. Juanda )

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Dalam meningkatkan kemajuan pembangunan di suatu negara sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

STUDI WAKTU PERJALANAN DAN TUNDAAN PADA RUAS JALAN DR. SETIABUDI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perhitungan Ekivalensi Mobil Penumpang pada Ruas Jalan dengan Metode Regresi Linier Berganda SIGIT MARYANTO 1, DWI PRASETYANTO 2

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN ABDULRACHMAN SALEH, BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG

KATA PENGANTAR. penyusunan tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

: 180 cm (as as) atau 150 cm (tepi tepi) Gambar IV.1. Penampang Melintang Jalan 3,5 M 3,5 M. Median Kerb. Perkerasan Jalan 2 M 1 M 7 M 7 M

BAB III METODELOGI PENELITIAN

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kawasan Jalan Teuku Umar Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

EVALUASI KORIDOR JALAN SULAWESI JALAN KERTAJAYA INDAH SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.1, Januari 2014 (29-36) ISSN:

ANALISIS PENGARUH PENYEMPITAN JALUR JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN DR.DJUNJUNAN BANDUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Karakteristik Perilaku Pengendara Sepeda Motor pada Ruas Jalan berikut: Karakteristik perilaku pergerakan pengendara sepeda motor adalah sebagai Perjalanan bersama kendaraan lain di lajur yang sama. Hal ini umum untuk pengendara sepeda motor untuk berbagi ruang jalur lateral dengan kendaraan lain karena lebar sepeda motor (0,75 m) hanya sekitar 25% dari lebar jalan (3 m). Dapat bermanuver miring/ kesamping. Sepeda motor cenderung bergerak atau kesamping miring karena ukuran sepeda motor yg kecil. Dengan lebar tipikal dari lajur jauh lebih besar dari ukuran kebutuhan sepeda motor, mereka tidak perlu menempatkan posisi di tengah-tengah lajur. Akibatnya ketika mengikuti kendaraan didepan, sepeda motor dengan bebas memilih posisi lateral dalam suatu lajur. Dengan demikian, pengenndara sepeda motor bisa menempatkan bidang pandang yang lebih baik dan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memilih, menyalip atau menghindari potensi tabrakan. Penyaringan/ filtering adalah perilaku pergerakan yang melalui area bebas lurus antara memperlambat kendaraan atau kecepatan tetap. Hal ini dapat dianggap sebagai suatu rangkaian gerakan menyalip dengan menggunakan dynamic virtual lines. 8

Bergerak ke bagian depan antrian. Sepeda motor memiliki keuntungan untuk bergerak ke bagian depan antrian karena mereka mempunyai kemamupan filtering. Pada awal lampu hijau, sepeda motor cenderung untuk melewati persimpangan dengan cepat. Meliuk atau menyilang adalah pola perilaku khas sepeda motor pada pergerakan lateral tercampur. Jika sepeda motor bergerak menyilang keluar dan kedalam lalu lintas pada pola perilaku tertentu, tampak kendaraan di sekitarnya mengalah dan mempperlambat. Tailgating, dimana pengendara sepeda motor cenderung merapat dan seperti tidak tolerir dengan jarak. II.2 Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) II.2.1 Emp (ekivalensi mobil penumpang) Nilai satuan mobil penumpang (smp) atau passenger car unit (pcu) sangat penting untuk studi aliran lalu lintas tercampur. Agar dapat diubah kedalam nilai smp maka tiap jenis kendaraan memiliki nilai konversi yang disebut ekivalensi mobil penumpang (emp). Besarnya nilai ekivalensi mobil penumpang dari berbagai jenis kendaraan berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara, yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik kendaraan, aliran, jalan, lingkungan, kondisi iklim/cuaca dan kondisi pengendalian lalu lintas. 9

Ekivalen mobil penumpang adalah faktor konversi yang digunakan untuk menseragamkan nilai hitung kendaraan, agar pengaruh tiap kendaraan terhadap lalu lintas secara keseluruhan dapat diketahui. Nilai emp untuk ruas jalan perkotaan adalah faktor yang mempengaruhi berbagai tipe-tipe kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan (mobil penumpang) terhadap kecepatan kendaraan ringan tersebut dalam arus lalulintas. (MKJI,1997). Tabel 2.1 Nilai emp untuk beberapa jenis kendaraan Jenis kendaraan Kendaraan ringan (LV) Emp untuk tipe pendekat Terlindung Terlawan 1,0 1,0 Kendaraan berat (HV) 1,3 1,3 Sepeda motor (MC) 0,2 0,4 (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) Dikutip dari jurnal Sigit Priyanto (2000), bila penambahan sebuah kendaraan pada sebuah kelompok jenis kendaraan dalam aliran lalu lintas menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dihasilkan oleh penambahan terhadap sebuah mobil penumpang, jenis kendaraan tersebut dianggap ekivalen dengan sebuah mobil penumpang. Oleh sebab itu, nilai emp dapat juga disebut sebagai sebuah perhitungan jarak relatif yang diperlukan jenis kendaraan yang 10

dibandingkan dengan sebuah mobil penumpang berdasarkan data-data kondisi jalan dan lalu lintas. (Sigit Priyanto,2000) Ada beberapa cara atau metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai ekivalensi mobil penumpang, tergantung dari karakteristik dan kondisi lalu lintasnya. Adapun cara atau metode yang dapat digunakan untuk mencari atau memperkirakan ekivalen mobil penumpang. II.2.1.a Basis Kecepatan Dikutip dari thesis Koeswandono (2007) mengembangkan metode penghitungan emp dengan basis kecepatan. Untuk mencari emp dengan basis kecepatan adalah dengan mengetahui hubungan kecepatan (v) dan volume lalu lintas (q) dengan menggunakan regresi multi linier. Model linier hubungan kecepatan dan volume dipilih karena dalam prakteknya hubungan antar volume dan kecepatan mendekati linier. Model regresi berganda dari hubungan kecepatan dan volume adalah : v = a c1 (qlv) c2 (qhv) c3 (qmc) c4 (qspd) c5 (qbck)...(2.1) keterangan : v = kecepatan rata-rata a = kecepatan arus bebas c = koefisien c1= koefisien mobil ringan/ mobil penumpang 11

c2= koefisien mobil berat c3= koefisien sepeda motor c4= koefisien sepeda c5= koefisien becak qlv = jumlah lv qhv = jumlah hv qmc = jumlah sepeda motor qspd = jumlah sepeda qbck = jumlah becak Untuk menentukan emp kendaraan selain mobil penumpang maka koefisien tiap jenis kendaraan dibagi dengan koefisien dari mobil penumpang (lv) dan dapat diformulasikan :...(2.2) keterangan : ci = koefisien jenis kendaraan i c1 = koefisien mobil penumpang (lv) 12

II.2.1.b Basis Kapasitas Eko Supri Martiono dalam penelitiannya tentang Pengaruh sepeda motor di persimpangan jalan dengan pengatur lampu lalu lintas di Kendal, menyatakan bahwa untuk menghitung emp dapat digunakan metode kapasitas dengan regressi linier berganda yang diformulakan sebagai berikut : S = c1 lv + c2 hv + c3 mc + c4 um...(2.3) keterangan : S = arus jenuh c = koefisien lv = mobil penumpang /kendaraan ringan hv = mobil besar mc = sepeda motor um = kendaraan tidak bermotor karena c1 = emp untuk lv = 1 maka : c1 lv = S - c2 hv - c3 mc - c4 um...(2.4) dari persamaan diatas maka koefisien yang dihasilkan pada setiap jenis kendaraan adalah merupakan nilai emp dari jenis kendaraan tersebut. 13

II.2.2 Metode Pembanding Kecepatan II.2.2.a Metode Waktu Perjalanan Menurut Keller et al (1984) dalam memperkirakan nilai emp kendaraan berat di ruas jalan arteri perkotaan yaitu dengan memperkirakan jumlah keterlambatan oleh kendaraan dari berbagai ukuran dan beratnya. Studi ini didasarkan pada pengaruh relatif pengurangan kapasitas dari kendaraan besar berbanding lurus terhadap pertambahan keterlambatan yang disebabkan oleh kendaraan tersebut bila dibandingkan dengan kasus yang sama pada mobil penumpang. Berdasarkan hal tersebut dihipotesiskan pengaruh relatif pengurangan kapasitas jalan dihitung dalam emp, dapat diperkirakan sebagai pembanding dari total waktu perjalanan dari kendaraan berat terhadap mobil penumpang ketika melakukan perjalanan melalui jaringan jalan perkotaan. Dikutip dari thesis Murtiono (2002). II.2.2.b Metode Jam Kendaraan Menurut Sumner et al (1983) kapasitas jalan disuatu titik tertentu secara konvensional dinyatakann dalam jumlah maksimum kendaraan yang melewati titik tersebut per satuan waktu. Penerapan definisi ini disuatu penggalan jalan dapat dinyatakan dalam jam kendaraan, yaitu perkalian jumlah kendaraan dengan waktu tempuh dari kendraan-kendaraan yang melalui penggalan jalan tersebut. Semakin lambat kendaraan dari kendaraan lain akan memerlukan jumlah jam kendaraan lebih banyak untuk trip yang sama terhadap sebuah mobil penumpang. 14

Penambahan jam kendaraan untuk suatu kendaraan dibanding kendaraan relatif terhadap mobil penumpang selama melewati penggalan jalan dapat dipakai sebagai dasar perhitungan emp dikutip dari Murtiono (2002). II.2.2.c Metode Headway Menurut Chang Chien (1978) dalam metode ini akan menguraikan lebih dalam mengenai penentuan emp kendaraan di jalan raya maupun jaringan jalannya. Nilai emp kendaraan lebih umum ditentukan di persimpangan jalan. Seperti yang dikutip dari thesis Murtiono (2002), menguraikan bahwa penentuan emp dari mobil barang di persimpangan jalan dengan lampu pengatur lalu lintas adalah bervariasi, dan berbanding lurus dengan lebar lengan persimpanganya. Emp mobil barang dapat ditentukan dengan membagi headway rata-rata mobil barang mengikuti mobil barang dengan headway rata-rata dari mobil penumpang mengikuti mobil penumpang didalam satu lajur tunggal di persimpangan jalan dengan lampu pengatur lalu lintas. Emp tersebut bisa ditentukan dengan pencatatan headway antara kendaraan kendaraan yang melintasi garis henti secara berurutan. Pengamatan ini dibagi dalam kelompok-kelompok seperti: 1. Mobil penumpang mengikuti mobil penumpang. 2. Mobil barang mengikuti mobil penumpang. 3. Mobil penumpang mengikuti mobil barang. 4. Mobil barang mengikuti mobil barang. 15

Kendaraan yang melintasi garis henti dalam tiga detik pertama dari fase hijau dan pada akhir arus jenuh tidak dihitung dalam pengamatan karena pengaruh dari percepatan dan perlambatan kendaraan. Metode ini benar kalau pengaruh dari kendaraan barang adalah bebas tidak tergantung dari berat dan ringannya kendaraan yang mendahuluinya. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah jumlah headway rata-rata dari mobil penumpang mengikuti mobil penumpang dan mobil barang mengikuti mobil barang harus sama dengan jumlah headway rata-rata mobil penumpang mengikuti mobil barang dan mobil barang mengikuti mobil penumpang. II.3 Kecepatan Rata-Rata Ruang Kecepatan rata-rata ruang adalah kecepatan rata-rata kendaraan yang melintasi suatu segmen pengamatan pada suatu waktu rata-rata tertentu. Formula yang digunakan untuk menghitung kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) adalah :...(2.5) Dengan : Vs = keceptan tempuh rata-rata (km/jam; m/dt) L = panjang penggal jalan (km; m) 16

t = waktu tempuh kendaraan ke i untuk melalui n = jumlah waktu tempuh yang diamati II.4 Analisa Regresi Linier Berganda Analisa regresi linier berganda adalah suatu metode statistik. Untuk menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan: (Tamin, 2000) 1. Nilai variabel, khususnya variabel bebas, mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang didapat dari hasil survey tanpa kesalahan berarti. 2. Variabel tidak bebas (y) harus mempunyai hubungan korelasi linier dengan variabel bebas (x). Jika hubungan tersebut tidak linier, transformasi linier harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual. 3. Efek variabel bebas pada variabel tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesama variabel bebas. 4. Variansi variabel tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai variabel bebas. 5. Nilai variabel tidak bebas harus tersebar normal atau minimal mendekati normal. 6. Nilai variabel bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif mudah diproyeksikan. 17

Kalau Y' = a + bx maka dalam regresi linier berganda terdapat sejumlah (sebut saja k buah, k 2) yang dihubungkan dengan Y linier atau berpangkat satu dalam semua perubah bebas (Sudjana, 1988). Persamaan regresi linier berganda adalah: Y' = a 0 + a 1 X 1 + a 2 X 2 + a 3 X 3 (2.6) Apabila ditentukan y 1 = Y - Y', x 1 = X 1 X 1 ', x 2 = X 2 X 2 ', x 3 = X 3 X 3 ', maka persamaan regresi linier berganda menjadi: Y = a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 (2.7) Persamaan umum yang digunakan untuk menentukan koefisien dari variabelvariabel dari persamaan regresi linier berganda adalah: Σyx 1 = a 1 Σx 1 ² + a 2 Σx 1 x 2 + a 3 Σx 2 x 3...(2.8) Σyx 2 = a 1 Σx 1 x 2 + a 2 Σx 2 ² + a 3 Σx 2 x 3...(2.9) Σyx 3 = a 1 Σx 1 x 3 + a 2 Σx 2 x 3 + a 3 Σ²x 3...(2.10) Dimana : Σy² = Σy² - (Σy/n)²... (2.11) Σx² = Σx² - (Σx/n)². (2.12) Σxy² = Σ(yx) - (Σx. Σy/n)... (2.13) 18

Dari persamaan (2.10), (2.11), dan (2.12) dapat ditentukan koefisien regresi a 1. a 2, dan a 3, setelah koefisien regresi a 1. a 2, dan a 3, dilanjutkan menentukan konstanta a 0 dengan menggunakan persamaan: a 0 = Y' (a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 ) (2.14) II.4.1 Analisa Regresi Linier Berganda Dengan SPSS II.4.1.1 Pengertian SPSS atau Statistical Product and Service Solution merupakan program aplikasi yang digunakan untuk melakukan perhitungan statistik menggunakan komputer. Kelebihan program ini adalah kita dapat melakukan secara lebih cepat semua perhitungan statistik dari yang sederhana sampai yang rumit sekalipun, yang jika dilakukan secara manual akan memakan waktu lebih lama. Tugas pengguna hanyalah mendesain variabel yang akan dianalisis, memasukan data, dan melakukan perhitungan dengan menggunakan tahapan yang ada pada menu yang tersedia. Setelah perhitungan selesai, tugas pengguna ialah menafsir angka-angka yang dihasilkan oleh SPSS. Proses penafsiran inilah yang jauh lebih penting daripada sekedar memasukan angka dan menghitungnya. Dalam melakukan penafsiran kita harus dibekali dengan perngertian mengenai statistik dan metodelogi penelitian. II.4.1.2 Cara Mendesain Variabel Sebelum pengguna memasukan data dan memprosesnya, peneliti harus memberi nama variabel dan mendefinisikan. Memberi nama variabel sebaiknya 19

secara singkat dan jelas. Untuk penelitian ini, digunakan contoh nama variabel sebagai berikut: 1. V = Kecepatan rata-rata yang terdiri dari 3 jenis kendaraan yang mewakili ruas jalan yaitu tediri dari kecepatan ratarata kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor. 2. LV = Data jumlah mobil penumpang yang lewat dalam satuan perjam. 3. MC = Data jumlah sepeda motor yang lewat dalam satuan perjam. 4. HV = Data jumlah mobil berat yang lewat dalam satuan perjam. 5. UM1 = Data jumlah becak tidak bermesin yang lewat dalam satuan perjam. 6. UM2 = Data jumlah sepeda yang lewat dalam satuan perjam. II.4.1.3 Metode Product Momen Pearson Salah satu perhitungan dengan menggunakan program SPSS digunakan untuk mendapatkan data berskala interval atau rasio. Nilai korelasi berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara 2 variabel semakin kuat sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara 2 variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukan hubungan searah (x naik, maka y naik) dan nilai negatif menunjukan hubungan terbalik (x naik, maka y turun). 20

Tabel 2.2 Nilai interpretasi koefisien korelasi 0,00 0,199 Sangat rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,00 Sangat kuat (Sumber: Paham Analisa Statistik Data Dengan SPSS, 2002) II.5 Ruas Jalan Arteri Klasifikasi jalan arteri terbagi 2, yaitu : 1. Jalan arteri primer. 2. Jalan arteri sekunder. II.5.1 Jalan Arteri Primer Spesifikasi jalan arteri primer adalah sebagai berikut : a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam. d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter. 21

e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal. f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizikan melalui jalan ini. g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain. k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan. l. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain. m. Jalur khusus harusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. n. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median jalan. 22

II.5.2 Jalan Arteri Sekunder Jalan arteri sekunder adalah ruas jalan yang digunakan dalam penelitian ini. Spesifikasi jalan arteri sekunder sebagai mana yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga dan Direktorat Pembinaan Jalan Kota (1990) adalah sebagai berikut ini : a. Jalan arteri sekunder menghubungkan : Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. Antar kawasan sekunder kesatu. Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu. b. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam. c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter. d. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter. f. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini. g. Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. 23

i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk. j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain. k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain. l. Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. m. Jarak selang dengan kendaraan sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah. II.6 Penelitian Sebelumnya 1. Sigit Priyanto,dalam jurnal Penentuan Nilai EMP Pada Ruas Jalan Dengan Metode Analisis Kapasitas. Dimana nilai emp yang dihasilkan untuk setiap jenis kendaraan cukup bervariasi,tergantung pada faktor-faktor dasar yang mempengaruhi kondisi arus lalulintas suatu bagian jaringan jalan, yaitu kecepatan, time headway dan jarak melintang antar kendaraan. 2. Dwi Prasetyanto dan Elkhas, dalam jurnal Pengaruh Jumlah Sepeda Motor Terhadap Waktu Antara Mobil Penumpang. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara peningkatan jumlah sepeda motor dengan waktu antara dengan mobil penumpang. Berdasarkan jumlah peningkatan sepeda motor ini akan terlihat seberapa besar penambahan waktu kedatangan mobil penumpang yang berurutan pada suatu titik refrensi 24

tertentu. Didapat kesimpulan dari penelitian adalah hubungan waktu antara mobil penumpang dan pertambahan jumlah sepeda motor dinyatakan dalam persamaan regresi linier sederhana. Pertambahan jumlah sepeda motor tidak selalu meningkatkan waktu antara mobil penumpang, hal ini disebabkan kelompok sepeda motor tersebut tidak berjalan beiringan namun akan cenderung mencari posisi secara berdampingan pada lajur yang sama. 3. Erwin Kusnandar, dalam jurnal Pengaruh Proporsi Sepeda Motor Terhadap Kecepatan Arus Lalulintas. Peneliti menarik kesimpulan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara proporsi sepeda motor terhadap perubahan kecepatan arus lalulintas, pada ruas jalan yang diangkat sebagai sampel penelitian yaitu, ruas jalan berkonfigurasi dua lajur dua arah tak terbagi. Model hubungan pengaruh proporsi sepeda motor terhadap kecepatan arus lalulintas tersebut, pada kondisi jam sibuk, lenggang dan saat digabungkan tidak terlalu signifikan perbedaannya. Ditarik suatu hipotesa bahwa proporsi sepeda motor merubah kecepatan arus lalulintas. 4. Windarto koeswandono, dalam thesis yang berjudul Pengaruh Kendaraan Tidak Bermotor Pada Jalan 2 Lajur 2 Arah Tanpa Median. Kendaraan tidak bermotor (lambat) dalam lalu lintas campuran pada jalan 2 lajur 2 arah tanpa median berpotensi memberikan pengaruh pada kinerja lalu lintas khususnya kecepatan lalu lintas apalagi bila jumlahnya sangat besar. Hal ini terjadi pada koridor Kota Yogyakarta terutama lalu lintas dari arah selatan dan arah barat atau dari arah Bantul dan Godean. Peneliti meneliti nilai dari ekivalensi mobil penumpang di ruas jalan Parangtritis Kota Yogyakarta yang menyatakan. Hasil dari analisa proporsi kendaraan tidak bermotor 25

tidak berpengaruh signifikan terhadap kecepatan lalu lintas pada volume lalu lintas < 3300 kendaraan/jam di depan Money Changer dan volume lalu lintas < 2650 kendaraan/jam di depan STIE Kerjasama. Adanya perbedaan besaran pengaruh kendaraan tidak bermotor terhadap kecepatan lalu lintas dan nilai emp pada kedua lokasi pengamatan adalah karena adanya perbedaan lingkungan dan karakteristik lalu lintas pada kedua lokasi pengamatan. Terdapat perbedaan nilai emp lapangan dengan nilai emp pada MKJI karena terdapat perbedaan volume dan komposisi tiap jenis kendaraan. 26