Research and Development PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk., Kalimantan Tengah, 2

dokumen-dokumen yang mirip
Study of Weevil Population Elaidobius kamerinucus in Oil Palm Plant in Kebun Bangun PTPN III Simalungun District. Universitas Jenderal Soedirman

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

Jurnal Pertanian Tropik E-ISSN No : Vol.4, No.2. Agustus (12) :

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)


SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

Rosma Hasibuan 1, I Gede Swibawa 1, Agus M. Hariri 1, Sudi Pramono 1, F.X. Susilo 1, dan Nurafiah Karmike 2. ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat.

AGROEKOLOGI DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT KAITANNYA DENGAN SERANGGA PENYERBUK DI PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN

POTENSI Elaeidobius kamerunicus Faust. SEBAGAI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT KABUPATEN BLITAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious),

LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009

FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK Elaeidobius kamerunicus Faust. PADA BUNGA BETINA TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII CIKASUNGKA, BOGOR

FREKUENSI KUNJUNGAN KUMBANG PENYERBUK Elaeidobius kamerunicus PADA BUNGA BETINA TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII CIMULANG, BOGOR KOMAL

MORFOMETRI KUMBANG PENYERBUK KELAPA SAWIT, Elaeidobius kamerunicus F. DI WILAYAH DESA PANDU SENJAYA, KOTA WARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH

DINAMIKA POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus (CURCULIONIDAE : COLEOPTERA) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) UMUR ENAM TAHUN

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah

Warta. Forcipomyia spp.: Sang Penghulu Bunga Kakao

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

DEMOGRAFI DAN PERBANYAKAN KUMBANG Elaeidobius kamerunicus SEBAGAI PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) MONIKA NOVALIA

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR ENGGAR RENO HARUMI

Sih Kahono, Pungki Lupiyaningdyah, Erniwati, Hari Nugroho

DEMOGRAFI DAN POPULASI KUMBANG

STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT. Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis. guineensis Jacq.

POPULASI KUMBANG Elaeidobius kamerunicus Faust PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PTPN VIII KEBUN SUKAMAJU, CIKIDANG, SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III

Best Management Practices (BMP) untuk Peningkatan Produktivitas

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

PEMBAHASAN. Produksi Serbuk Sari. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Produksi Serbuk Sari. Progeni Nigeria Ghana Ekona Avros Dami Yangambi

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

FREKUENSI KUNJUNGAN Elaeidobius kamerunicus Faust. PADA BUNGA BETINA DAN EFEKTIVITASNYA TERHADAP PEMBENTUKAN BUAH KELAPA SAWIT MIRAH AYUNINGSIH

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

INTENSITAS SERANGAN HAMA ULAT API (Setothosea asigna) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis. JACQ) DI KECAMATAN TEBO TENGAH KABUPATEN TEBO

Analisis Produksi Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Buatan, Kabupaten Pelalawan, Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

JUMLAH POLEN KELAPA SAWIT DAN VIABILITASNYA PADA TUBUH KUMBANG JANTAN Elaeidobius kamerunicus Faust. SITI NABILAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KELAPA SAWIT: MINYAK NABATI BERPROSPEK TINGGI

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI

Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

Lastiar Ningsih Simanjuntak, Rosita Sipayung, Irsal

KAJIAN KESENJANGAN GAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA KELAS KESESUAIAN LAHAN S2 DI AFDELING I KEBUN PAYA PINANG PT. PAYA PINANG GROUP.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

BAHAN DAN METODE. Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga

STUDI KESESUAIAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN KARAKTER MORFOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PRODUKTIF

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan kegiatan PKPM berlokasi di PT. BAKRIE PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

Keperluan Air oleh Kelapa Sawit. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

ABSTRAK. Kata kunci: Kelapa sawit, Elaeidobius kamerunicus, pembentukan buah, parameter lingkungan. ABSTRACT

ANALISA POLA PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KESEIMBANGANNYA TERHADAP PABRIK KELAPA SAWIT DI PANTAI BARAT ACEH. Aswin Nasution*, Fajri** dan Sofyan**

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Pengaruh Penunasan dan Pemberian Pupuk NPK Phonska Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq)

Pusat Penelitian Biologi LIPI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desa Pandu Senjaya merupakan wilayah dengan potensi pengembangan

BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH CURAH HUJAN DAN HARI HUJAN TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT BERUMUR 5, 10 DAN 15 TAHUN DI KEBUN BEGERPANG ESTATE PT.PP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN MUTU DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DENGAN PEMBERIAN HORMON GA3. Oleh :

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

KASUS: PERKEBUNAN RAKYAT DI KECAMATAN PEGAJAHAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

COCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA

SKRIPSI. INTENSITAS SERANGAN HAMA ULAT KANTONG PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) PADA USIA BERBEDA DI KEBUN YAYASAN DARUL JAMIL

Efek Ukuran Serbuk Sari dalam Pernyerbukan Terhadap Perkembangan Buah Tanaman Kelapa Sawit

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENGUNJUNG BUNGA KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN RAKYAT BATANGHARI, JAMBI DERY RAMDHAN PRATAMA

PEMBAHASAN (A) (B) (C) (D) Gambar 13. TBS Yang Tidak Sehat (A) Buah Mentah dan Abnormal, (B) Buah Sakit, (C) Buah Batu dan (D) Buah Matang Normal

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PRODUKSI APEL BATU Oleh : Ruminta dan Handoko

Transkripsi:

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa. Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust dan Pengaruhnya terhadap Nilai Fruit Set pada Tanah Berliat, Berpasir dan Gambut di Kalimantan Tengah, Indonesia Fizrul Indra Lubis 1*, Sudarjat 2 dan Danar Dono 2 1 Research and Development PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk., Kalimantan Tengah, 2 Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran *Alamat korespondensi: fizrul.indra@gmail.com ABSTRACT Population of soil palm weevil pollinator Elaeidobius kamerunicus FAUST and its impact on fruit set value at clay, sandy and peat soil types in central Kalimantan, di Indonesia Oil palm weevil pollinator Elaeidobius kamerunicus Faust plays an important role in the increasing oil palm fruit set value. Along with the development of oil palm, fruit set problems occurred in recent decades in some parts of Indonesia. An experiment was carried out on a seven years old oil palm plantation located at Selangkun Estate, Kotawaringin Barat, Central Kalimantan, Indonesia to find out the influence of population E. kamerunicus on pollination efficiency at clay, sandy and peat soil types. Relative to other soil types, a high weevil population on male (50,811 weevils/ha ; 72 weevils/spikelet) and female (219 weevils) inflorescences had been recorded at clay soil. Fruit set value on clay soil 58.9% and significantly different with sandy soil of 49.8% and peat soil of 46.4%. Population E. kamerunicus per ha influenced fruit set value at clay, sandy and peat soil types. Number of E. kamerunicus visited female inflorescences did not influenced fruit set value at clay, sandy and peat soil types. Keywords: Clay soil, Elaeidobius kamerunicus, fruit set, peat soil, population, sandy soil ABSTRAK Serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus FAUST berperan penting dalam peningkatan nilai fruit set kelapa sawit. Seiring dengan perkembangan kelapa sawit, adanya permasalahan nilai fruit set telah terjadi dalam beberapa kurun waktu di beberapa wilayah Indonesia. Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit yang telah berumur tujuh tahun, berlokasi di Selangkung, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Indonesia dan bertujuan untuk mengetahui pengaruh populasi E. Kamerunicus terhadap efisiensi penyerbukan pada tipe tanah liat, pasir dan gambut. Berdasarkan tipe tanah dilaporkan bahwa tingginya populasi kumbang pada bunga jantan yaitu (50.811 kumbang/ha; 72 kumbang/spikelet) dan bunga betina yang sedang mekar (219 kumbang) pada tipe tanah berliat. Adapun, nilai fruit set pada tanah liat sebesar 58,9% dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanah berpasir (49,8%) dan gambut (46,4%). Populasi E. kamerunicus per ha berpengaruh terhadap nilai fruit set pada tipe tanah liat, pasir dan gambut. Namun, jumlah E. kamerunicus yang mengunjungi bunga betina yang sedang mekar tidak berpengaruh terhadap nilai fruit set pada tipe tanah liat, pasir dan gambut. Kata Kunci : Elaeidobius kamerunicus, Fruit set, Populasi, Tanah Gambut, Tanah liat, Tanah Pasir PENDAHULUAN Kalimantan Tengah merupakan salah satu sentra produksi kelapa sawit, setelah Riau dan Sumatera Utara di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah seluas 1,2 juta ha dengan volume produksi mencapai 3,4 juta ton atau 10,9% dari total produksi nasional (BPS, 2016). Pada saat ini, usaha agribisnis perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah dihadapkan pada keterbatasan sumber daya tanah yang memiliki karakteristik optimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman 39

kelapa sawit, sehingga perkembangan perkebunan kelapa sawit akhirnya mengarah ke tanah-tanah marjinal dengan berbagai faktor pembatas. Salah satu tanah marjinal yang berpotensi untuk budidaya kelapa sawit adalah tanah berpasir dan gambut. Peningkatan produktivitas kelapa sawit yang pesat di Indonesia tidak terlepas dari peran serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus yang dilepas pada Maret 1983. Sejak dilepaskannya kumbang E. kamerunicus sebagai Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS) baru di Indonesia, secara umum terjadi peningkatan komponen-komponen produksi yakni peningkatan berat tandan, nilai fruit set kelapa sawit dan Crude Palm Oil (CPO) per ha (Donough & Law, 1987). Peningkatan komponen produksi tersebut didukung oleh faktor lingkungan yang kondusif terhadap aktifitas dan populasi E. kamerunicus di lapangan. Kumbang E. kamerunicus mampu beradaptasi dengan cukup baik di Indonesia dan populasinya memegang peranan penting dalam penyerbukan kelapa sawit di lapangan. Untuk mendapatkan nilai fruit set yang ideal (>75%), diperlukan sekurang-kurangnya 20.000 ekor kumbang per hektar (Donough et al., 1996 ; Susanto dkk., 2007). Seiring dengan perkembangan kelapa sawit di Indonesia, permasalahan penurunan berat tandan dan nilai fruit set kembali terjadi pada beberapa dekade terakhir. Penurunan nilai fruit set tersebut terjadi di beberapa wilayah Indonesia seperti Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Riau, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan dengan kodisi lingkungan yang beragam. Rerata populasi E. kamerunicus lebih rendah 40% dan rerata nilai fruit set turun 16% dibandingkan tahun-tahun awal pelepasannya (Purba dkk., 2010). Sugih et al., (1996) melaporkan bahwa penurunan berat tandan dan nilai fruit set berdampak terhadap penurunan produksi CPO/ha di Riau. Masalah nilai fruit set rendah juga mulai terjadi di Kalimantan Tengah. Fruit set rendah tersebut dijumpai pada tanaman muda berumur 4 6 tahun di tanah gambut dengan nilai berkisar antara 3 24%, hal ini berdampak pada penurunan berat tandan hingga 35% (Lubis et al., 2014). Studi kasus pada beberapa perkebunan kelapa sawit umur 6 tahun dan 10 tahun pada kondisi tanah berliat, gambut dan berpasir di Kalimantan Tengah mengindikasikan bahwa produktivitas, nilai fruit set dan berat tandan pada tanah gambut dan berpasir lebih rendah dibandingkan dengan tanah berliat (SSMS 2015). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas, nilai fruit set dan berat tandan di tanah gambut dan berpasir kemungkinan besar berkaitan dengan adanya pengaruh peran E. kamerunicus yang relatif menurun akibat berbagai kondisi lingkungan yang kurang mendukung ataupun karena kesalahan manusia dalam pengelolaan kebun yang kurang bijaksana (Mayfield, 1999). Menurut Syed & Saleh, (1987), penurunan peran E. kamerunicus dalam penyerbukan dapat disebabkan oleh iklim (curah hujan dan hari hujan), musuh alami dan rendahnya ketersediaan bunga jantan yang mekar. Selain itu, Prasetyo & Susanto (2012) melaporkan bahwa agresivitas kumbang E. kamerunicus di Kalimantan Tengah menurun dibandingkan dengan kumbang yang sejenis di Sumatra Utara, sehingga dibutuhkan populasi E. kamerunicus yang jauh lebih tinggi untuk menghasilkan nilai fruit set yang baik di Kalimantan Tengah. Informasi tentang populasi pada jenis tanah yang berbeda perlu diketahui sebagai langkah antisipasi dan upaya peningkatan proses penyerbukan dan pembentukan fruit set kelapa sawit. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanaman berumur 7 tahun dengan total luas areal pengamatan 15 ha di tiga jenis tanah yang berbeda yaitu berliat, berpasir dan gambut. Pengamatan dilakukan di Selangkun Estate, Kalimantan Tengah, Indonesia mulai bulan Juni 2015 Mei 2016. Populasi E. kamerunicus pada bunga jantan anthesis Pengamatan dengan mengamati imago E. kamerunicus pada bunga jantan mekar sebanyak 6 tandan per blok yang diambil secara acak. Pengambilan sampel spikelet dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 08.00 10.00. Pada tandan diambil 9 spikelet yang terdiri dari 3 spikelet bagian atas, tengah dan bawah untuk kemudian dihitung jumlahnya. Populasi E. kamerunicus pada bunga betina reseptif Jumlah E. kamerunicus mengunjungi bunga betina kelapa sawit yang sedang mekar dihitung menggunakan yellow sticky trap dengan ukuran 2 x 30 cm yang dibuat secara melingkar dan diletakkan di atas tiga bunga betina reseptif pada masingmasing plot pengamatan. Selanjutnya pengamatan dilakukan setiap jam mulai pukul 07.00 sampai 17.00 WIB. Pengamatan iklim mikro juga dilakukan tehadap suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan Themohygrometer Dekko 642N yang diletakkan pada pohon dimana bunga betina kelapa sawit mekar. 40

Kumbang/spikelet Kumbang/ha Jurnal Agrikultura 2017, 28 (1): 39-46 Efisiensi polinasi 18 tandan bunga betina yang terpolinasi diambil secara acak dan ditandai setiap bulan. Tandan yang telah ditandai akan dipanen 6 bulan kemudian. Efisiensi polinasi dievaluasi berdasarkan nilai fruit set. Sebanyak 30 spikelet diambil dari masing-masing tandan (10 spikelet dari bagian atas, tengah dan bawah pada setiap sampel tandan). Jumlah buah yang berkembang akibat penyerbukan (ditandai dengan adanya inti buah) dan buah yang tidak berkembang (partenokarpi) dihitung dari setiap spikelet sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi E. kamerunicus pada bunga jantan anthesis Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan populasi kumbang E. kamerunicus pada bunga jantan anthesis di tanah berliat, berpasir dan gambut sangat beragam dan berfluktuasi setiap bulannya dari yang terendah 6.072 kumbang/ha di tanah berpasir pada Januari 2016, hingga yang tertinggi 118.115 kumbang/ha di tanah berliat pada Agustus 2015 (Gambar 1). Rata-rata populasi E. kamerunicus per ha menunjukkan bahwa pada tanah berliat (50.811 kumbang/hektar) lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan tanah berpasir (12.054 kumbang/ha) dan tanah gambut (11.343 kumbang/ha). 140 140,000 120 120,000 100 100,000 80 80,000 60 60,000 40 40,000 20 20,000 0 0 Kumbang/ha pada tanah berliat Gambar 1. Populasi kumbang per hektar dan per spikelet pada jenis tanah berliat, berpasir dan gambut. Variasi populasi E. kamerunicus per hektar menunjukkan adanya ketidakstabilan populasi pada tanah berliat, berpasir dan gambut. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, rata-rata populasi E. kamerunicus di tanah berpasir dan gambut masih dibawah nilai populasi minimum, dimana diperlukan sekurang-kurangnya 20.000 ekor kumbang per hektar untuk mendapatkan nilai fruit set yang ideal (>75%) (Donough et al., 1996 ; Kumbang/ha Kumbang/ha tanah berpasir Kumbang/ha Kumbang/spikelet Kumbang/ha pada Kumbang/spikelet Kumbang/spikelet Kumbang/ha pada Kumbang/spikelet gambut tanah berpasir Kumbang/ha pada tanah gambut Kumbang/spikelet pada tanah Susanto dkk., 2007). Pada penelitian ini, kerapatan populasi E. kamerunicus lebih rendah dari pada hasil pengamatan pada tahun-tahun awal pelepasan pada beberapa daerah di Indonesia dan perkembangannya sangat pesat mencapai 57.807 kumbang/ha (Hutauruk & Sudharto 1984). Penurunan kerapatan populasi juga dilaporkan oleh Purba dkk. (2010) pada 10 lokasi penyebaran yang berada di kawasan barat Indonesia 41

memiliki rata-rata populasi E. kamerunicus sebanyak 33.885 kumbang/ha. Sementara itu, Prasetyo & Susanto (2012), melaporkan bahwa populasi kumbang E. kamerunicus di Kalimantan Tengah dijumpai sebanyak 44.935 kumbang/ha dan Lubis dkk., (2014) juga menyatakan bahwa di tanaman umur 4-6 tahun pada tanah gambut populasi E. kamerunicus hanya ditemukan sebanyak 19.924 kumbang/ha. Populasi E. kamerunicus per spikelet pada bunga jantan anthesis berfluktuasi setiap bulannya. Rata-rata populasi E. kamerunicus per spikelet pada tanah berliat sebanyak 72 kumbang/spikelet (28-129 kumbang/spikelet) berbeda nyata dibandingkan dengan tanah berpasir sebanyak 25 kumbang/spikelet (21-30 kumbang/spikelet) dan tanah gambut sebanyak 22 kumbang/spikelet (18-28 kumbang/spikelet) (Gambar 1). Populasi E. kameruncius/spikelet pada tanah berpasir memiliki jumlah lebih rendah tetapi lebih merata sepanjang periode pengamatan dari Juni 2015 Mei 2016. Populasi E. kameruncius/spikelet pada tanah gambut tidak berbeda nyata dengan tanah berpasir. Kerapatan populasi per spikelet pada tanah berliat sebanyak 28-129 kumbang/spikelet memiliki kesamaan dengan kerapatan populasi di negara asal kumbang yaitu Kamerun (25-120 kumbang/spikelet) (Syed & Saleh 1987). Namun berbeda dengan tanah berpasir dan gambut, dimana kerapatan populasi lebih rendah. Menurut Syed & Saleh (1987) ; Sipayung & Lubis (1987) ; Prasetyo et al., (2010) ; Prasetyo & Susanto (2012), penurunan kerapatan populasi tersebut diduga karena faktor ketersediaan bunga jantan serta kontrol faktor lingkungan seperti iklim (curah hujan dan hari hujan) dan musuh alami yang lebih nyata. Selain itu, pada tanah berliat populasi kumbang per spikelet dan per hektar pada bunga jantan juga lebih tinggi. Dengan demikian, proses pemindahan polen dari bunga jantan ke bunga betina menjadi lebih banyak pada tanah berliat. Dhileepan (1994) ; Wahid & Kamarudin (1997) melaporkan bahwa jumlah E. kamerunicus yang mengunjungi bunga betina reseptif bergantung pada populasi E. kamerunicus di bunga jantan anthesis dibandingkan dengan jumlah bunga jantan anthesis per ha. Populasi E. kamerunicus pada bunga betina reseptif Populasi kumbang E. kamerunicus yang berkunjung ke bunga betina reseptif di tanah berliat, berpasir dan gambut berfluktuasi setiap bulannya dari yang terendah sebanyak 13 kumbang di tanah gambut pada Oktober 2015 dan tertinggi sebanyak 644 kumbang di tanah berliat pada Februari 2016. Ketertarikan kumbang mengunjungi bunga betina mekar pada tanah berliat (219 kumbang) berbeda nyata jika dibandingkan dengan tanah berpasir (113 kumbang) dan tanah gambut (119 kumbang) (Tabel 1). Tabel 1. Populasi E. kamerunicus di bunga betina reseptif pada jenis tanah berliat, berpasir dan gambut. Periode Jenis tanah Berliat Berpasir Gambut 15 Juni 132 70 39 15 Juli 142 31 38 15 Agustus 205 51 31 15 September 223 44 30 15 Oktober 121 81 13 15 November 125 51 148 15 Desember 300 99 118 16 Januari 60 198 364 16 Februari 644 185 213 16 Maret 70 172 160 16 April 227 253 151 16 Mei 375 116 124 Rata-rata 219 b 113 a 119 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSD dengan p=0.05. 42

Rata-rata populasi kumbang Kelembaban udara (%) Rata-rata jumlah kumbang Suhu ( 0 C) Jurnal Agrikultura 2017, 28 (1): 39-46 Kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina reseptif di tiga jenis tanah selama periode November 2015-Mei 2016 sangat bervariasi mulai pukul 07.00 sampai 17.00. Adapun kunjungan tertinggi pada tiga jenis tanah terjadi pada pukul 11.00 yaitu berturutturut sebanyak 131, 31 dan 40 kumbang. Hasil penelitian tersebut didukung oleh (Anggraeni et al., 2013 ; Vallat et al., 2005 dan Sagae et al., 2008) bahwa populasi kumbang mengunjungi bunga betina tertinggi terjadi pada saat siang hari dimana pada saat itu bunga betina reseptif mengeluarkan emisi senyawa volatil tertinggi yang berfungsi untuk menarik kumbang E. Kamerunicus. Selain itu, aroma yang dilepaskan oleh bunga betina reseptif terjadi ketika periode putik mekar (antara pukul 10.00 14.00) (Sambathkumar & Ranjith, 2011). Di sisi lain, Kevan et al., (1986) melaporkan bahwa E. kamerunicus mengunjungi bunga betina reseptif disebabkan oleh kesalahan karena memiliki warna dan aroma yang menyerupai bunga jantan anthesis. 140 120 100 80 60 40 20 0 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 33 32 31 30 29 28 27 26 25 Suhu Suhu pada tanah berliat Suhu Suhu pada pada tanah berpasir Populasi populasi kumbang pada tanah berpasir Suhu pada tanah gambut Populasi kumbang pada tanah berliat Populasi kumbang pada tanah gambut Gambar 2. Rata-rata populasi E. kamerunicus yang mengunjungi bunga betina berdasarkan suhu ( 0 C) dan waktu pada jenis tanah berliat, berpasir dan gambut. 140 120 100 80 60 40 20 0 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 95 92 89 86 83 80 77 74 71 68 65 Kelembaban pada udara tanah pada berliat tanah Kelembaban pada udara tanah pada berpasir tanah Populasi kumbang pada tanah berpasir Kelembaban udara pada tanah pada gambut tanah Populasi kumbang pada tanah berliat Populasi kumbang pada tanah Populasi kumbang pada tanah gambut Gambar 3. Rata-rata populasi E. kamerunicus yang mengunjungi bunga betina berdasarkan kelembaban udara (%) dan waktu pada jenis tanah berliat, berpasir dan gambut. 43

Berdasarkan Gambar 2 dan 3, Populasi kumbang yang tinggi ditemukan pada kisaran suhu 31 32 0 C dengan kelembaban relatif antara 70-75%. Hal ini dikarenakan pada kisaran suhu tersebut, E. kamerunicus lebih banyak melakukan aktivitas mencari pakan. Aktivitas serangga akan lebih cepat dan efisien pada suhu yang lebih tinggi karena termasuk serangga poikilotermal yang membutuhkan panas dari lingkungan untuk memulai metabolismenya. Menurut Mishra et al., (2004), suhu efektif bagi polinator untuk mengunjungi bunga pada kisaran 25 35 0 C. Kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina mekar berkorelasi positif dan berbeda nyata dengan suhu pada jenis tanah berliat (r = 0,472 ; p = 0,001), berpasir (r = 0,699; p = 0,001) dan gambut (r = 0,558; p = 0,001). Sedangkan kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina mekar memiliki korelasi negatif dan berbeda nyata dengan kelembaban udara pada jenis tanah berliat (r = -0,428; p = 0,001), berpasir (r = - 0,344; p = 0,002) dan gambut (r = -0,350; p = 0,002) (Tabel 2). Tabel 2. Koefisien korelasi antara populasi E. kamerunicus pada bunga betina reseptif dengan suhu dan kelembaban udara pada tanah yang berbeda. Suhu Kelembaban udara Variabel Koefisien korelasi (r) Nilai p Koefisien korelasi (r) Nilai p Kumbang terperangkap pada tanah berliat 0,472* 0,000-0,428* 0,000 Kumbang terperangkap pada tanah berpasir 0,699* 0,000-0,344* 0,002 Kumbang terperangkap pada tanah gambut 0,558* 0,000-0,350* 0,002 Catatan: * korelasi nyata pada taraf 0,05. Efisiensi polinasi Hasil analisis nilai fruit set yang dilakukan enam bulan setelah penyerbukan menunjukkan rata-rata fruit set tandan yang berasal dari tanah berliat sebesar 58,9% lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tanah berpasir (49,8%) dan gambut (46,4%). Secara keseluruhan nilai fruit set tersebut masih tergolong rendah yaitu di bawah 75% yang dihasilkan oleh kepadatan populasi kumbang E. kameruncius sebanyak 50.811 ekor/ha pada tanah berliat, 12.064 ekor/ha pada tanah berpasir dan 11.343 ekor/ha pada gambut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi E. kamerunicus/ha maka nilai fruit set akan semakin meningkat, dan penelitian yang dilakukan oleh (Pardede & Sipayung, 1993; Dhileepan, 1994; Prasetyo & Susanto, 2012) memiliki kesimpulan yang serupa. Kebutuhan populasi kumbang E. kamerunicus untuk membentuk fruit set kelapa sawit 62% yaitu sebanyak 44.935 kumbang/ha, sehingga untuk membentuk nilai fruit set sebesar 75% diperlukan populasi sebanyak 144.645 kumbang/ha (Prasetyo & Susanto, 2012). Akan tetapi, kebutuhan jumlah populasi kumbang E. kamerunicus untuk membentuk fruit set kelapa sawit yang baik di daerah Kalimantan Tengah jauh lebih tinggi dibandingkan di Sumatera Utara. Di Sumatera Utara, untuk mencapai nilai fruit set diatas 75% maka diperlukan kumbang sebanyak 20.000 ekor/ha dengan ketersediaan tiga bunga jantan anthesis per hektar. Tabel 3. Koefisien korelasi (r) antara nilai fruit set dengan beberapa variabel pada jenis tanah berbeda. Variabel Fruit set Berliat Berpasir Gambut Populasi E. kamerunicus/spikelet 0,479 0,962* 0,343 Populasi E. kamerunicus/ha 0,936* 0,975* 0,946* Populasi E. kamerunicus/bunga betina 0,733 0,274 0,294 * = korelasi nyata pada taraf 0,05. 44

Terdapat korelasi yang positif dan nyata antara fruit set dengan populasi E. kamerunicus per hektar pada tanah berliat (r= 0,936), tanah berpasir (r=0,975) dan tanah gambut (r= 0,946). Sementara populasi E. kamerunicus per spikelet berkorelasi positif dan nyata dengan fruit set hanya pada tanah berpasir (r = 0,962). Namun, populasi E. kamerunicus/bunga betina tidak memiliki korelasi dengan nilai fruit set pada ketiga jenis tanah (Tabel 3). Nilai fruit set pada tanah berliat, berpasir dan gambut menggambarkan peran E. kamerunicus dalam penyerbukan pada masa bunga betina reseptif kira-kira 5-6 bulan yang lalu. Lebih tingginya ratarata populasi E. kamerunicus pada tanah berliat tidak serta merta menghasilkan nilai fruit set yang tinggi. Menurut Pardede & Sipayung (1993) populasi kumbang, jumlah bunga jantan anthesis dan bunga betina reseptif merupakan tiga komponen utama dalam menentukan nilai fruit set. Proses polinasi berlangsung hanya 3-5 hari saja, tetapi sangat menentukan kebernasan tandan yang akan dihasilkan (Purba dkk., 2010). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) memperlihatkan bahwa populasi E. kamerunicus yang berkunjung ke bunga betina pada tanah berliat memiliki korelasi yang kuat dengan nilai fruit set namun tidak berbeda nyata (r=0,733). Hal ini menunjukkan bahwa kumbang E. kamerunicus pada tanah berliat menunjukkan perannya dengan melakukan proses pemindahan polen yang lebih banyak dibandingkan dengan kumbang pada tanah berpasir dan gambut. SIMPULAN Rata-rata populasi E. kamerunicus per spikelet dan per ha pada tanah berliat (50.811 kumbang/ha ; 72 kumbang/spikelet) lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan tanah berpasir (12.054 kumbang/ha ; 25 kumbang/spikelet) dan tanah gambut (11.343 kumbang/ha ; 22 kumbang/spikelet). Rata-rata populasi E. kamerunicus yang berkunjung pada bunga betina di tanah berliat lebih tinggi (219 kumbang) dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan tanah berpasir (113 kumbang) dan tanah gambut (119 kumbang). Populasi E. kamerunicus di bunga jantan per spikelet dan per hektar dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah.e. kamerunicus dalam mengunjungi bunga betina reseptif pada tiga jenis tanah, kecuali populasi E. kamerunicus di bunga jantan per spikelet memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah E. kamerunicus dalam mengunjungi bunga betina reseptif di tanah gambut. Nilai fruit set di tanah berliat lebih tinggi (58,9%) dan berbeda nyata dibandingkan pada tanah berpasir (49,8%) dan gambut (46,4%). Nilai fruit set dipengaruhi oleh populasi E. kamerunicus per ha sementara kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina reseptif tidak berpengaruh terhadap nilai fruit set. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rimbun Situmorang, Direktur Utama Citra Borneo Indah Group, atas bantuan dan dukungannya terhadap penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, T, S Rahayu, I Ahmad, RR Esyanti, and RE Putra. 2013. Resources partitioning and different foraging behaviour is the basis for the coexistence of Thrips hawaiiensis (Thysanoptera : Tripidae) and Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera : Curculionidae) on oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) flower. Journal of Entomology and Nematology 5 (8): 59 63. BPS. 2016. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2015. Badan Pusat Statistik Indonesia, 1 85. Dhileepan, K. 1994. Variation in population of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera:Curculionidae) and its impact on fruitset of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bulletin of Entomological Research 84: 477 485. Donough, CR, and IH Law. 1987. The effect of weevil pollination on yield and profitability at Pamol Plantations. International Oil Palm Coference - Agriculture 523 27. Donough, CR, KW Chew, and IH Law. 1996. Effect of fruit set on OER and KER: results from studies at Pamol Estates (Sabah) Sdn Bhd. Planter 72: 203 19. Hutauruk, CH, dan PS Sudharto. 1984. Perkembangan populasi E. kamerunicus Faust di berbagai kebun kelapa sawit di Indonesia. Buletin Puslit Marihat 4 (1): 8 22. Kevan, PG, MY Hussein, N Hussey, and MB Wahid. 1986. Modelling the use of Elaeidobius kamerunicus for Pollination of Oil Palm. Planter 62: 89 99. Lubis, FI, I Agustin, Riana, L Kurniawan, and S Latif. 2014. The occurrence of poor fruit set at Central Kalimantan. Pp. 1 9 in International Oil Palm Conference, Bali, Indonesia. 45

Mayfield, M. 1999. Natural pollination strategies for agriculture systems. Center for Conservation Biology Update 12 (1): 1 2. Mishra, RM, P Gupta, and GP Yadav. 2004. Intensity and diversity of flower-visiting insects in relation to plant density of Zizyphus mauritiana Lamk. Tropical Ecology, 45 (2): 263 270. Pardede, D, and A Sipayung. 1993. The influence of pollination components on the oil palm of fresh fruit bunches of young oil palm at Kwala Estate. PORIM International Palm Oil Conference - Agriculture, Kuala Lumpur - Malaysia, 20 25. Prasetyo, AE, and A Susanto. 2012. Serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus Faust : agresivitas dan dinamika populasi di Kalimantan Tengah. Penelitian Kelapa Sawit 20 (11): 103 13. Prasetyo, AE, E Supriyanto, A Susanto, and AR Purba. 2010. Population dynamics of Elaeidobius kamerunicus Faust a case study on upland oil palm plantation. Proceeding of International Conference of Oil Palm, Kuala Lumpur-Malaysia. Purba, RY, IY Harahap, Y Pangaribuan, and A Susanto. 2010. Menjelang 30 tahun keberadaan serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus Faust di Indonesia. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 18 (2): 73 85. Sagae, M, N Oyama-Okubo, T Ando, E Marchesi, and M Nakayama. 2008. Effect of temperature on the floral scent emission and endogenous volatile profile of Petunia axillaris. Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry 72 (1), 110 115. Sambathkumar, S, and AM Ranjith. 2011. Insect pollinators of oil palm in Kerala with special reference to African Weevil, Elaeidobius kamerunicus Faust. Pest Management in Horticultural Ecosystems 17 (1):14 18. Sipayung, A, and AU Lubis. 1987. Serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus. Buletin PPM 7 (2): 263 275. SSMS. 2015. Laporan Kemajuan Bulanan. Departemen Hama dan Penyakit. Direktorat Research and Development. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk. Sugih, W, S Heru, F Achmad, and S Thiagarajan. 1996. Influence of rainfall, palm age and assisted pollination on oil palm fruit set in Riau, Indonesia. Pp. 207 220 in Proceedings of the 1996 PORIM International Oil Palm Congress (Agriculture), Kuala Lumpur, Malaysia. Susanto, A, RY Purba, and AE Prasetyo. 2007. Elaeidobius kamerunicus: Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit. in Seri Buku Saku 28 Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Syed, RA, and A Saleh. 1987. Population of Elaedobius kamerunicus FST. in relation to fruit set. Pp. 528 34 in Proceedings of 1987 Int O.P/P.O Conf. Agriculture. Vallat, A, H Gu, and S Dorn. 2005. How rainfall, relative humidity and temperature influence volatile emissions from apple trees in situ. Phytochemistry 66 (13): 1540 1550. Wahid, MB, and NH Kamarudin. 1997. Role and effectiveness of Elaeidobius kamerunicus, Thrips hawaiiensis and Pyroderces sp. in pollination of mature oil palm in Peninsular Malaysia. Elaeis 9 (1): 1 16. 46