BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB II LANDASAN TEORI

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DRA. HELNI, APT, M.KES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 632/MENKES/SK/III/2011 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT GENERIK TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri Farmasi Di Indonesia. Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset di mana produknya

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BERITA NEGARA. No.1104, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pedoman. Prekursor Farmasi. Obat. Pengelolaan.

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini, semakin berkembangnya perekonomian telah memunculkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Farmanesia, 9/11(2016), 5-10 STUDI PERBANDINGAN OBAT GENERIK DAN OBAT DENGAN NAMA DAGANG. Abstrak

I. PENDAHULUAN. untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah salah satu kegiatan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

2011, No Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepal

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Adapun bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Menkes RI, 2013). Obat adalah komoditas khusus bukan komoditas umum. Segala sesuatu yang berkaitan dengan obat dilakukan regulasi secara ketat karena menyangkut keamanan, keselamatan jiwa manusia. Mulai dari bahan baku, bahan penolong, kemasan, produksi, pengujian mutu, distribusi dan peredaran, promosi/iklan, penjualan, penggunaannya, dilakukan pengaturan secara rinci dan ketat (highly regulated). Ada lima aspek penting setidaknya yang harus dipenuhi oleh produk obat yaitu: keamanan (safety), khasiat (efficacy), kualitas (quality), penggunaan yang rasional (rational of use) dan informasi produk yang benar (the right information) (Sampurno, 2011). Obat tidak hanya berfungsi untuk mendiagnosa, mencegah maupun menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik pada manusia maupun hewan, tetapi juga dapat mengakibatkan keracunan. Beberapa pakar menyebutkan obat adalah racun. Obat dapat menyembuhkan jika digunakan secara tepat, baik secara waktu maupun maupun dosis (Zeenot, 2013). 5

Obat dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun, jika tidak digunakan secara tepat maka dapat memberikan efek yang buruk. Maka dari itu, penggunaan obat harus sesuai dengan aturan yang diberikan oleh para ahli yaitu dokter dan apoteker (Zeenot, 2013). 2.2 Peran Obat Obat memiliki peranan penting dalam pelayanan kesehatan, karena pencegahan dan penanganan berbagai jenis penyakit tidak terlepas dari tindakan terapi menggunakan obat maupun farmakoterapinya. Adapun peran obat meliputi: a. penetapan diagnosis b. pencegahan terhadap segala bentuk/jenis penyakit c. menyembuhkan segala bentuk/jenis penyakit d. memulihkan kesehatan e. mengubah fungsi normal tubuh dengan maksud tujuan tertentu f. mengurangi rasa sakit g. meningkatkan pola hidup sehat dalam ruang lingkup sosial kemasyarakatan atau peningkatan kesehatan (Zeenot, 2013) 6

2.3 Klasifikasi Obat Klasifikasi obat menurut Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000 yaitu: 2.3.1 Obat Bebas Obat Bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, dan toko obat bahkan warung tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Contohnya Vitamin B Komplek, Vitamin C dan lainnya. Gambar 2.1 Logo Obat Bebas 2.3.2 Obat Bebas Terbatas Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W = Waarschuwing = peringatan), yakni obat yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran biru bergaris tepi hitam. Pada kemasan obat biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih dengan beberapa tulisan. Contoh obat bebas terbatas Antimo, Gargarisma dan lainnya. Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas 7

Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas 2.3.3 Obat Keras Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat dalam golongan ini dapat diberikan harus dengan resep dari dokter. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K yang menyentuh garis tepi. Contohnya Ampicillin, Chloramphenicol dan lainnya. Gambar 2.4 Logo Obat Keras 2.3.4 Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat yang mengakibatkan timbulnya perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contohnya Diazepam dan Phenobarbital. 2.3.5 Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat mengakibatkan terjadinya 8

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan secara total rasa nyeri. Selain itu, narkotika juga bisa mengakibatkan timbulnya ketergantungan pemakai terhadap keberadaan obat tersebut. Contohnya Kodein, Morfin dan lainnya. Gambar 2.5 Logo Obat Narkotika 2.3.6 Obat Wajib Apotek (OWA) Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diperoleh di apotek tanpa harus menggunakan resep dokter dan diberikan oleh Apoteker. Hal ini sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan sebagai upaya membantu masyarakat dalam konteks pengobatan sendiri (swamedikasi), utamanya upaya akses terhadap obat. Contohnya Kloramphenicol, prednisolon dan lainnya (Zeenot, 2013). 2.4 Tata Nama Obat 2.4.1 Nama Kimia Nama kimia obat yaitu nama asli senyawa kimia obat. Nama kimia dan nama generik obat memiliki nama yang tetap, tetapi nama dagang yang sangat beragam karena masing-masing produsen harus menggunakan nama yang berbeda. Sebagai contoh nama kimia obat yaitu N-asetil-p-aminofenol (Parasetamol), 3-okso-L-gulofuranolakton (Vitamin C) dan lainnya (Widodo, 2004). 9

2.4.2 Nama bukan Dagang (unbranded name) Obat bukan dengan nama dagang yaitu obat generik. Obat generik adalah obat yang menggunakan nama International Non-proprietary Name (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Menkes RI, 2010). Penggunaan obat generik di Amerika Serikat sekitar 50% dari seluruh resep yang ada, sementara di Indonesia hanya mempunyai pasar sekitar 7% (Sampurno, 2011). Di Indonesia, kewajiban menggunakan obat generik berlaku di unit-unit pelayanan kesehatan pemerintah. Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang dinginkan, maka kebijakan tersebt mencakup komponenkomponen berikut: 1. Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan. 2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat. 3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit- unit pelayanan kesehatan sesuai dengan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). 4. Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang. 5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit unit pelayanan kesehatan. 6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara berkesinambungan. 7. Pemantauan dan evaluasi distribusi obat generik secara berkala (Ditjen POM RI, 2008). 10

Mutu obat generik tidak perlu diragukan dikarenakan setiap obat generik mendapat perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat, keamanan dan mutu obat. Namun sekarang ini penggunaan obat generik mulai menurun. Untuk itu hasil dari pemeriksaan mutu dan informasi mengenai obat generik harus selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan maupun ke masyarakat luas (Ditjen POM RI, 2008). Pemerintah dalam rangka menjamin keterjangkauan harga obat sebagai upaya memenuhi akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat, perlu pengaturan pemberian informasi Harga Eceran Tertinggi Obat (HET). HET adalah harga jual tertinggi obat di apotek, toko obat dan instalasi farmasi rumah sakit/ klinik. Industri Farmasi wajib memberikan informasi HET dengan mencamtukan pada label obat berupa nilai nominal dalam bentuk satuan rupiah baik pada Obat Generik dan selain Obat Generik serta mencantumkan formula HET untuk Obat Generik yang terdapat dalam Katalog Elektronik (Menkes RI, 2016) Obat generik pada tahun 1991 diluncurkan oleh pemerintah dengan nama Obat Generik Berlogo yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Pemerintah mengendalikan harga obat generik agar obat dapat diakses masyarakat. Harga obat generik dapat dikendalikan dikarenakan obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasaran. Sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Anonim, 2014). 11

2.4.3 Nama dagang (branded name) Menurut Menkes RI, 2010 mengatakan bahwa obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat dengan nama dagang yang mengggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. Obat merek dagang adalah obat yang telah habis masa hak patennya (off patent) yang diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang (brand name). Sebagian negara yang sedang berkembang memproduksi obat branded generic atau disebut juga obat me too. Mereka tidak dapat memproduksi obat paten karena biaya Research& Development (R&D) sangat mahal dan membutuhkan kapabilitas penelitian dengan dukungan teknologi modern yang mahal (Sampurno, 2011). Obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten (Menkes, 2010). Hak paten diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi. Pemilik obat paten mempunyai hak ekslusif untuk memproduksi dan memasarkan obat patennya. Pihak lain diperbolehkan memproduksi jika mendapat persetujuan/izin dari pemilik paten tersebut. Paten dalam hal ini bisa berupa bahan aktif, proses teknologi dan khasiatnya. Setelah masa paten habis maka obat tersebut dapat diproduksi oleh industri lainnya (Sampurno, 2011). Berdasarkan UU No 14 tahun 2001 tentang Paten, masa hak paten berlaku 20 tahun (pasal 8 ayat 1) dan hanya 10 tahun (pasal 9). Contoh obat paten adalah Norvsak (Norvasc), kandungan aslinya amlodipine besylate untuk obat antihipertensi. Pemilik hak patennya adalah Pfizer. Ketika masih memiliki hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang dapat memproduksi dan memasarkan ampolidipine. Namun setelah tahun 2007, amlodipine dapat diproduksi oleh 12

industri farmasi lainnya dengan berbagai nama baik generik maupun nama dagang. Amlodipine dengan nama Amlodipine (Generik) diproduksi oleh Soho, Amcor (nama dagang) diproduksi oleh Merck Indonesia, Calsivas (nama dagang) diproduksi oleh Fahrenheit dan lainnya (Anonim, 2011). 2.5 Rasionalitas Pemilihan Obat Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan sendiri atau dalam memilih dan menggunakan obat yaitu: a. Memilih obat yang sesuai dengan jenis penyakit Dalam memilih obat, kita harus mengetahui penyakit yang akan diobati, baik jenisnya, gejalanya dan penyebabnya. Misalnya contoh kasus seseorang yang mengalami batuk, kita harus mengetahui jenis batuknya berdahak atau batuk kering, gejalanya, serta penyebabnya, sehingga dapat diberikan obat sesuai dengan jenis batuk yang diderita pasien tersebut, jika pasien menderita batuk berdahak diakibatkan oleh alergi, maka pasien akan diberikan obat batuk yang mengandung anti alergi. b. Mengacu pada kondisi tubuh Obat memberikan efek terapi yang berbeda pada setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tubuh seseorang baik massa tubuh, pola hidup dan lainnya. c. Obat dengan efek samping ringan Semua obat memiliki efek samping, misalnya berupa mual, muntah, diare, mata kabur, mengantuk, badan lemah dan lainnya. Namun, tidak semua pasien akan merasakan efek samping yang sama. Oleh karena itu, kita harusnya memilih obat dengan efek samping yang ringan. 13

d. Memilih obat dengan bentuk sediaan yang sesuai dan nyaman Obat tersedia dalam beberapa bentuk sediaan, misalnya tablet, sirup, salep dan lainnya. Pada anak-anak yang sulit minum obat dengan bentuk sediaan tablet atau kapsul, maka dapat diberikan obat dengan bentuk sediaan sirup sehingga mudah untuk diminum bahkan dengan berbagai variasi rasa. e. Memilih obat dengan harga yang murah Obat dengan harga yang tinggi tidak selalu menunjukkan kualitas yang lebih baik. Obat dengan isi bahan aktif yang sama akan memiliki efek yang sama dari segi khasiatnya, namun dari segi harga antar merek obat memiliki perbedaan harga 3 kali lipat bahkan lebih. Produsen akan berlomba-lomba membuat iklan ddan promosi, biaya iklan dan promosi akan dibebankan kepada harga produk obat tersebut (Widodo, 2004). 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Perilaku konsumen dalam membeli suatu barang atau jasa termasuk obat dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor Sosial Pada setiap lapisan golongan masyarakat, terdapat banyak individu yang saling berinteraksi, interaksi ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian suatu barang/jasa. Kelompok sosial konsumen dalam lingkup tertentu seperti profesi dan paguyuban sosial dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Faktor keluarga juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian terutama untuk produk-produk yang diperlukan secara bersama oleh keluarga. 14

2. Faktor Budaya Faktor budaya memiliki pengaruh luas dan dalam pada perilaku konsumen. Masa pertumbuhan, pendidikan masa kecil, keinginan dan perilaku keluarga dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang. Setiap kebudayaan terdiri dari sub kultur atau kelompok orang dengan sistem nilai yang sama dalam satu kesamaan pengalaman kehidupan. Kelompok masyarakat ini bisa berupa kesamaan dan kebangsaan, keagamaan dan profesi. Faktor latar belakang sub kultur bisa berpengaruh pada perilaku pembelian dari konsumen. 3. Faktor Personal Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik personal termasuk umur, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup dan personalitas konsumen. Sebagai contoh dalam populasi sekarang ini kelompok usia lanjut cenderung makin besar prosentasenya. Implikasinya prevalensi penyakit degeneratif akan meningkat, sehingga obat-obatan untuk penyakit degeneratif semakin banyak dibutuhkan. 4. Faktor Psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu motivasi, pembelajaran, sikap dan kepercayaan. Faktor ini yang mendorong seseorang untuk membeli suatu produk tertentu (Sampurno, 2011). 15