BAB I PENDAHULUAN. dan terjadi peningkatan pada komunikasi antarbudaya (Sihabudin, 2013 : 2-3).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Novel ini pun tercatat sebagai novel best seller islami di Indonesia. Ikatan Penerbit

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu ungkapan diri pribadi manusia yang berupa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Politik menurut Aristoteles yang dikutip dalam Arifin (2011: 1) adalah

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB I PENDAHULUAN. pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak atau sesaat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog

KARAKTER RELIGIUS PADA FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

BAB I PENDAHULUAN. menitikberatkan pada komponen-komponen dari komunikasi massa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Film merupakan media komunikasi massa yang kini banyak dipilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN MOTTO LEMBAR DEDIKASI. ABSTRAK... i. ABSTRACK... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN. tampilannya yang audio visual, film sangat digemari oleh masyarakat. Film

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari informasi tentang keadaan disekitarnya. Komunikasi digunakan

PESAN DAKWAH DALAM FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (STUDY ANALISIS SEMIOTIK)

BAB I PENDAHULUAN. demikian, timbul misalnya anggapan bahwa ras Caucasoid atau ras Kulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Konsep toleransi seperti yang dapat disimpulkan dalam film ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahluk individu dan juga mahluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia yang mengglobal ini, media massa telah menjadi alat

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari akhlak dan nilai baik atau buruknya. Didalam Islam sudah

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. media visual yang bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, dan

BAB III METODE PENELITIAN. tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang

BAB I PENDAHULUAN. dituliskan, seperti menceritakan cerita yang bersifat imajinasi, dongeng, dan cerita

TOLERANSI ANTARUMAT BERAGAMA DALAM FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA GUNTUR SOEHARJANTO (Kajian Sosiologi Sastra)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang yang dijalani pengarang. Faktor sosio-budaya, ideologi dan pembaca

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain walaupun kita berbeda dibelahan bumi. Walaupun dibelahan. banyak dipilih untuk menyampaikan berbagai pesan.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN. verbal. Komunikasi yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari hari ialah. yang melibatkan banyak orang adalah komunikasi massa.

BAB III DESKRIPSI FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA PART I

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggambarkan representasi diskriminasi agama Islam di balik teks media yang

MITOLOGI KIAMAT DALAM FILM 2012 SKRIPSI. (S-1) Komunikasi Bidang Studi Broadcasting. Disusun oleh : ERY HARDIYANI FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital. 1

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengaruh, dampak dan implikasi pada seluruh kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang

LAMPIRAN. Naskah Wawancara Vera Hermawan (Dosen Filmologi) 1. Apakah Bapak sudah menonton film Jerusalem 2013?

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya. Hal inipun diatur dalam Undang-Undang Dasar Terdapat paham liberalisme dimana liber yang artinya bebas atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman era globalisasi saat ini film semakin disukai oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembuatan film, pasti mengharapkan filmnya ditonton orang sebanyakbanyaknya.

BAB IV PENUTUP. menggunakan analisis semiotik John Fiske tentang representasi asimilasi etnis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. penontonnya (Bordwell dan Thompson, 2008: 2). dunia yang benar-benar terjadi (Bordwell dan Thompson, 2008 : 338).

2 sendiri tak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Studi tentang gaya busana, pakaian atau fashion pun sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. massa baru bermunculan. Secara umum, media massa tergolong. media elektronik (televisi dan radio), serta media online.

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. individu dalam kegiatan sehari-hari. Media massa ini digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi baik

BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang digemari oleh. dapat menarik banyak orang untuk menontonnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan aktivitas kehadiran orang lain. Menurut Johnson (1980, h. 181),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah perbatasan dalam film Batas. Hal ini menarik bagi peneliti karena film

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagai medianya. Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memperlihatkan pihak Amerika sebagai penyelamat bagi negara-negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana media massa pada umumnya, film menjadi cermin atau

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi kehidupan kita tanpa

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, televisi. 1. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi.

REPRESENTASI OPTIMISME SEORANG ANAK MENCARI MAKNA CITA-CITA DALAM FILM PENDEK CINTA CITA. ( Analisis Semiotik Charles Sanders Peirce) SKRIPSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Film merupakan suatu kesatuan dari shot, scene, sequence, dan cerita film

BAB I PENDAHULUAN. Ade Irwansyah (2009: 14) berpendapat, sejak awal abad ke-20, film telah

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media massa, akhir-akhir ini perkembangan media massa sangat pesat, bahkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mobilitas masyarakat di seluruh dunia sedang mencapai puncaknya. Perjalanan dari satu negara ke negara lainnya, maupun perjalanan antar benua banyak dilakukan. Dapat dikatakan fenomena sosial yang terjadi adalah pergerakan masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya begitu leluasa. Dengan adanya inovasi teknologi, berkembangnya jaringan penerbangan, dan juga jaringan komunikasi elektronik membuat hubungan antarbudaya semakin banyak dan terjadi peningkatan pada komunikasi antarbudaya (Sihabudin, 2013 : 2-3). Adanya globalisasi juga membuat hubungan antar negara menjadi dimungkinkan. Perpindahan penduduk suatu negara ke negara lainnya kian terjadi baik untuk kepentingan ekonomi seperti mencari lapangan pekerjaan, berpergian (liburan), maupun untuk menempuh pendidikan. Misalnya saja kecenderungan untuk menempuh pendidikan di luar negeri yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Merujuk pada data dari Unesco seperti dikutip dalam www.edukasi.kompasiana.com, jumlah pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri mengalami pertambahan setiap tahunnya. Hingga

akhir tahun 2013, tercatat pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di Eropa mencapai 7000 jiwa. Sebagai pendatang, ketika berinteraksi dengan masyarakat dari budaya lain membuat proses komunikasi antarbudaya tidak mungkin terhindarkan. Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari suatu budaya memberikan pesan pada anggota budaya yang lain, selain itu komunikasi antarbudaya juga melibatkan interaksi antara orang-orang yang berbeda persepsi budayanya dalam komunikasi (Samovar et al., 2010 : 13). Masalah muncul ketika mengunjungi suatu tempat dengan budaya berbeda, kecenderungan akan terjadi sebuah konflik antarbudaya sering terjadi akibat kesalahpahaman, yaitu masing-masing menganggap budayanya sebagai suatu kemestian, sehingga menggunakannya sebagai standar untuk mengukur budaya lain (Mulyana dan Rakmat, 2010 : vii). Masalah ini juga dinyatakan oleh Kosic dan Phalet dalam Samovar et al. (2010: 479) sebagai berikut : Migrasi internasional menciptakan masyarakat yang berbeda secara budaya dan etnis. Ketika orang-orang dari budaya berbeda saling berinteraksi, mereka tidak hanya menghadapi sistem kepercayaan, nilai kebiasaan, dan perilaku yang berbeda, namun sayangnya juga prasangka yang satu dengan yang lainnya. Kelihatannya hubungan sosial antara imigran dan penduduk lokal kadang kurang padu dan sering kali menunjukkan rasa permusuhan yang kuat atau bahkan rasisme dibalik rasa toleransi. Dalam debat politik dan debat umum, imigran biasanya digambarkan sebagai pembuat masalah Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang tidak terlepas dari fungsinya untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. (Vera, 2014 : 91).

Selain menjadi medium, film merupakan cermin atau jendela masyarakat di mana media massa itu berada (Mulyana, 2008 : 89), sehingga kisah yang diangkat di dalamnya pun tidak jarang merefleksikan realitas sosial yang terjadi di sekitar masyarakat. Pembuat film berupaya mengangkat tema film mengenai realitas yang dekat dengan kehidupan masyarakat, sehingga film tersebut diharapkan mendatangkan banyak penonton. Pada tahun 2013, rumah produksi Maxima Pictures menghasilkan film religi berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa yang mengangkat realitas mengenai kehidupan pendatang, khususnya pendatang Muslim dalam interaksinya dengan budaya tuan rumah di Eropa. Film religi yang disutradarai oleh Guntur Soeharjanto ini merupakan adaptasi dari novel laris berjudul sama yang ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Film 99 Cahaya di Langit Eropa menceritakan kisah nyata penulis yaitu seorang jurnalis dari Indonesia, Hanum Salsabila Rais (diperankan oleh Acha Septriasa) yang turut mendampingi suaminya, Rangga Almahendra (diperankan oleh Abimana Aryasatya) selama tiga tahun di Wina dalam menjalani kuliah doktorat. Selama tinggal di sana mereka berinteraksi dengan sesama pendatang Muslim di Eropa, serta mencoba beradaptasi dengan budaya setempat walaupun tidak jarang terlibat dalam konflik akibat perbedaan budaya dan persepsi. Selain itu, Hanum dan Rangga juga mengalami perjalanan spiritual dan mendapat pengetahuan terkait sejarah penyebaran agama Islam di Eropa.

Bukan hanya menginsipirasi masyarakat Indonesia melalui jalan ceritanya, film ini juga mendapatkan pujian dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai pemutaran perdananya di Djakarta Theater pada tanggal 29 November 2013. Seperti yang dikutip dalam situs Antara News, Presiden menyatakan bahwa begitu banyak nilai yang ditayangkan dalam film ini, baik itu perdamaian, persaudaraan, dan toleransi. Apresiasi penonton juga sangat besar terhadap film 99 Cahaya di Langit Eropa, terbukti hingga Desember 2013 jumlah penontonnya mencapai lebih dari 1 juta penonton, hingga mendapatkan kategori film terlaris di peringkat ke dua dalam Penghargaan Akademi Film Indonesia. Selain itu, film ini juga dinominasikan dalam beberapa kategori seperti Pemeran Pembantu Terpuji, Editor Terpuji dan Penata Kamera Terpuji pada Festival Film Bandung ke -27 tahun 2014 (www.antaranews.com). Walaupun film ini memliki nilai positif, namun tetap saja tidak lepas dari subjektivitas dari pembuatnya. Terlebih lagi, film dianggap berkuasa menetapkan nilai-nilai budaya yang penting dan perlu dianut oleh masyarakat, termasuk mendefinisikan norma-norma budaya untuk khalayaknya. Dengan kata lain, media menyediakan definisi situasi yang dipercaya individu sebagai nyata (Mulyana, 2008 : 89-90). Peneliti tertarik untuk meneliti film 99 Cahaya di Langit Eropa, selain karena mengandung nilai-nilai yang baik, film ini juga didasarkan pada kisah nyata sang penulis cerita sehingga konflik yang terjadi juga merupakan kejadian

yang nyata, berbeda dengan film religi lain sejenis yang ceritanya kebanyakan adalah fikitf. Film 99 Cahaya di Langit Eropa sebagai film yang diangkat dari kisah nyata perjalanan sang penulis novel tentunya mengandung sebuah realitas yang bersifat subjektif berdasarkan sudut pandang penulis cerita terkait kehidupan pendatang Muslim di negara Eropa, yang merupakan kaum minoritas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengambil konsep prasangka sebagai awal konflik antarbudaya untuk melihat bagaimana sang penulis cerita dan pembuat film menggambarkan dan melihat sebuah konflik antarbudaya khususnya terkait konflik pendatang dengan budaya setempat. Selain itu, konflik antarbudaya termasuk isu yang paling sering terjadi di setiap budaya ketika berhadapan dengan budaya lain, termasuk juga budaya Indonesia Untuk melihat bagaimana bentuk representasi prasangka dalam konflik antarbudaya dalam film ini, maka peneliti menggunakan analisis semiotik. Hal ini dikarenakan semiotik adalah kajian untuk memahami sistem tanda yang ada dalam teks sehingga bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya (Vera, 2014 : 8). 1.2. Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang masalah tersebut, penulis ingin menyampaikan lebih jauh : Bagaimana representasi prasangka dalam konflik

antarbudaya yang digambarkan dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa jika dianalisis menggunakan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui representasi prasangka dalam konflik antarbudaya yang digambarkan dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa jika dianalisis menggunakan pendekatan Charles Sanders Peirce. 1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1. Signifikansi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan bahan acuan bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis, khususnya terkait dengan semiotika film dan kebudayaan. 1.4.2. Signifikansi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai penggambaran konflik antarbudaya yang digambarkan dalam sebuah film, serta mengaitkannya dalam kehidupan sebagai bahan refleksi ketika dihadapkan pada kejadian serupa. Penelitian ini juga diharapkan menjadi inspirasi bagi sineas yang ingin mengangkat topik sejenis dalam pembuatan filmnya, khususnya terkait dengan perbedaan budaya.