BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang dihadapi manusia, suatu cara yang menggunakan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

50. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Akuntansi dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II Kajian Pustaka

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini, tidak lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

51. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa (Nana Sudjana, 2011:2). Sementara menurut Anurrahman (2011:37) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh dari aktivitas belajar. Walapun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan suatu perubahan yang dapat diamati (observable). Akan tetapi juga tidak selalu perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar tersebut dapat diamati. Perubahanperubahan yang dapat diamati kebanyakan berkenaan dengan perubahan aspekaspek motorik. Menurut Winkel (Purwanto, 2011) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu pada taksonami tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Haroow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa. 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2003:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1. Faktor intern, yang terdiri dari tiga faktor berikut: 6

7 1) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. 3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani. 2. Faktor ekstern 1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. 2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. 3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. 2.1.3 Hakekat Matematika Menurut Ruseffendi (Heruman, 2007) Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat

8 memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran matematika, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. 1. Tujuan Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2. Ruang Lingkup Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Bilangan 2) Geometri dan pengukuran 3) Pengolahan data.

9 2.2 Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) PMR merupakan suatu model mengajar yang dapat menciptakan suasana untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan berargumentasi dari siswa dalam memecahkan suatu persoalan Freudenthal (Ariyadi Wijaya, 2012). Pembelajaran matematika realistik berupaya untuk mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran matematika, dengan cara memberi kesempatan yang sangat luas kepada siswa untuk melakukan proses yaitu mengembangkan kreatifitasnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontekstual (contextual problem) sebagai titik awal dalam belajar matematika, sebagai ganti dari pengenalan konsep dengan cara abstrak. Proses pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata ini tidak berarti konkret secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. PMR membantu siswa untuk mengembangkan daya pikir dan kemampuan berargumentasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal tersebut dapat dilakukan dalam suatu kelompok kecil, berdua atau sendiri. Apabila siswa tidak mampu untuk bekerja sendiri dalam memecahkan suatu permasalahan dapat dibuat suatu kelompok kecil untuk dapat mendiskusikan perbedaan strategi serta memutuskan strategi mana yang terbaik untuk suatu soal. Di sini seorang guru hanya sebagai fasilitator dan motivator dalam interaksi antara siswa dengan guru ataupun antar siswa itu sendiri sehingga dapat tercipta suasana aktif. Suksesnya pembelajaran matematika realistik tergantung pada kemampuan guru dalam menciptakan iklim dimana siswa mau mencoba berfikir dengan cara baru dan mengkomunikasikan apa yang dihasilkan. Jika seorang guru dapat menghargai perbedaan ide atau jawaban siswa maka siswa akan respek untuk selalu mencoba terus mencari ide-ide baru. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik dari pembelajaran matematika realistik yang dikemukakan oleh para ahli.

10 Menurut Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012) PMR memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai titik tolak atau titik awal untuk belajar). 2) Menggunakan model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang membantu siswa belajar matematika pada level abstraksi yang berbeda. Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self develop models). Peran self develop models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dari formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal. 3) Menggunakan produksi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari mereka. Dengan pembuatan produksi bebas siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian mana yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. 4) Menggunakan Interaktif. Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa. 5) Menggunakan Keterkaitan.

11 Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks. Mengacu pada karakteristik pembelajaran matematika realistik, maka langkah-langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran matematika realistik pada penelitian ini adalah: Langkah 1: Memahami masalah kontekstual Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami permasalahan tersebut. Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Langkah 3: Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara berkelompok menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka dengan memberikan pertanyaan/petunjuk/saran. Langkah 4: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok. Untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas. Langkah 5: Menyimpulkan Dari diskusi, guru menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep. Prinsip-prinsip pokok pembelajaran matematika secara PMR dikemukakan oleh Marpaung (2003: 5-6), yaitu:

12 1) Prinsip Aktivitas. Prinsip ini menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Matematika paling baik dipelajari dengan melakukannya sendiri. 2) Prinsip Realitas. Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa (masalah yang realistis bagi siswa). Jika matematika diajarkan lepas dari pengalaman siswa maka matematika itu mudah dilupakan. 3) Prinsip Penjenjangan. Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika melalui berbagai jenjang yaitu dari menemukan (to invent) penyelesaian kontekstual secara informal ke skematisasi. Kemudian perolehan insight dan penyelesaian secara formal. 4) Prinsip Jalinan. Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah tidak di pecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning strands) yang diajarkan terpisah-pisah. 5) Prinsip Interaksi. Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat dipandang sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu. (Prinsip ini sesuai dengan pandangan filsafat konstruktivisme, yaitu bahwa di satu pihak pengetahuan itu adalah konstruksi sosial (Vijgotskij) dan di lain pihak sebagai konstruksi individu. 6) Prinsip Bimbingan. Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (reinvent) matematika, siswa perlu mendapat bimbingan. Menurut Suwarsono dalam (Jaka Purnama:18) kelebihan-kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah sebagai berikut: 1) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya kepada manusia. 2) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang biasa yang lain, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

13 3) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang satu dengan orang yang lain. 4) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu (guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan telrjadi. 5) PMR memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul. 6) PMR bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional. Proses pembelajaran topik-topik matematika dikerjakan secara menyeluruh, mendetail dan operasional sejak dari pengembangan kurikulum, pengembangan didaktiknya di kelas, yang tidak hanya secara makro tapi juga secara mikro beserta proses evaluasinya. Selain kelebihan-kelebihan seperti yang diungkapkan, terdapat juga kelemahan-kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) yang dikemukan oleh Suwarsono (dalam Jaka Purnama: 2007) adalah sebagai berikut: 1) Pemahaman tentang PMR dan pengimplementasian PMR membutuhkan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal, misalnya seperti siswa, guru, peranan sosial, peranan kontek, peranan alat peraga, pengertian belajar dan lain-lain. Perubahan paradigma ini mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan karena paradigma lama sudah begitu kuat dan lama mengakar. 2) Pencarian soal-soal yang kontekstual, yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang

14 perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa diselesaikan dengan berbagai cara. 3) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan tiap soal juga merupakan tantangan tersendiri. 4) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan memulai soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal dan proses matematisasi 5) vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat agar guru bisa membantu siswa dalam menemukan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu. 6) Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan PMR 7) Penilaian (assesment) dalam PMR lebih rumit daripada dalam pembelajaran konvensional. 8) Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip PMR. 2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan 1) Janah, Miftakhul (2010). Tentang Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok bahasan Satuan Panjang Siswa kelas IV SDN Gejayan. Adanya hasil belajar matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar negeri masih rendah yang menjadi penyebab rendannya hasil belajar siswa kelas IV adalah siswa mengalami kesulitan dalam rangka memahami pokok bahasan satuan panjang dalam bentuk soal carita. Hasil analisis penelitian ini memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gejayan. Pada Pra Siklus dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa atau sekitar 32% dari 22 siswa kelas IV, siklus I 54% atau sekitar 12 siswa kelas IV mencapai KKM dan siklus II 82% atau sekitar 18 siswa dari 22 siswa kelas IV mencapai KKM. Penelitian ini

15 berhasil karena hasil penelitian melebihi indikator kerja yang ditentukan yaitu 80% dan KKM 58, sedangkan jumlah siswa yang tuntas diperoleh 82% siswa kelas IV atau sekitar 18 siswa tuntas. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan Pendekatan matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar matematika Siswa Kelas IV dalam Menyelesaikan Soal Cerita. 2) Suwarni, Sri (2011). Tentang Upaya meningkatkan Hasil Belajar Siswa Belejar Melalui Pendekatan Matematika Realistik dengan Menggunakan Kartu Pecahan pada Siswa Kelas IV SDN 3 Sugihan Semester II Tahun Pelejaran 2010/2011. Penelitian pada siswa kelas IV ini karena hasil belajar siswa masih rendah, siswa kelas IV SDN 3 Sugihan berjumlah 25 siswa, laki-laki 14 orang dan siswa 11 orang. Indikator kerja yang ditentukan yaitu: 80% siswa harus tuntas dengan KKM 65. Diperoleh hasil belajar siswa pada pra siklus 44% atau sekitar 11 orang siswa mencapai KKM, siklus I 60% atau sekitar 15 siswa mencapai KKM dan siklus II 84% atau sekitar 21 siswa mencapai KKM. Penelitian ini berhasil karena ketuntasan belajar yang diperoleh telah memenuhi Indikator kerja yang diharapkan yaitu 80%, sedangkan hasil porsentase siswa yang tuntas pada penelitian ini adalah 84%. Jad Melalui Pendekatan Matematika Realistik dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV di SDN 3 Sugihan tentang Pecahan dan Urutannya. 3) Amanah (2010 ) tentang Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dalam Konsep Satuan Panjang Melalui Pendekatan Matematika Realistik Bagi Siswa siswa kelas III SDN Muneng 1 Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian di SDN Muneng dilakukan karena hasil belajar siswa masih rendah rata-rata nilai mencapai 55,71, jumlah siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa dari 21 siswa kelas III. Berdasarkan hasil analisa data tingkat ketuntasan hasil belajar setelah melakukan penelitian diperoleh hasil belajar siklus I 47,61% atau sekitar 10 siswa mencapai KKM dari 21 siswa kelas III. Pada siklus II hasil belajar siswa telah mencapai indikator siswa yaitu 80% dan KKM 65, sedangkan ketuntasan yang diperoleh 86%. Dapat dirumuskan melalui Pendekatan Matematika realistik dengan Menggunakan

16 Media Alat Ukur Panjang dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dalam Konsep Menentukan Hubungan antar Satuan Panjang dikelas III SDN Muneng I Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang tahun Pelajaran 2009/2010. 2.4 Kerangka Berpikir Bertolak dari tinjauan teori, dapat dibuat suatu kerangka pemikiran sebagai berikut: Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses belajar sehingga terdapat proses perubahan dalam pemikiran serta tingkah laku. Has belajar matematika dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah metode pembelajaran dan kreativitas belajar. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada mata pelajaran matematika. Model pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu model mengajar yang memiliki beberapa prinsip diantaranya prinsip realitas. Prinsip tersebut menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa. Oleh karena itu penggunaan model pembelajaran PMR pada mata pelajaran matematika akan lebih memudahkan siswa dalam pemahaman konsep-konsep matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa sekolah dasar. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu model dalam proses pembelajaran yang dapat menciptakan suasana untuk membangkitkan kemampuan berpikir dan berargumentasi dalam menyelesaikan masalah dengan berbagai ide atau gagasan. Dengan menggunakan model pembelajaran PMR, siswa dituntut untuk lebih berpikir kreatif dan mempunyai kemampuan berpikir yang peka terhadap suatu permasalahan yang dihadapkan. Bertolak dari kerangka berpikir tersebut, maka diduga penggunaan model pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) mempengaruhi hasil

17 belajar matematika siswa sekolah dasar, sehingga dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Skema Kerangka Berpikir KONDISI AWAL Guru : Belum menggunakan Model Pembelajaran Matematika Realistik Siswa : Banyak siswa yang mendapat nilai di bawah KKM TINDAKAN Menggunakan Model Pembelajaran Matematika Realistik Siklus I Menggunakan Model Pembelajaran Matematika Realistik Siklus II Menggunakan Model Pembelajaran Matematika Realistik KONDISI AKHIR Diduga Penggunakan Model Pembelajaran Matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV di SD Negeri Sumogawe 01 pada mata Matematika materi bangun ruang sederhana. 2.5 Perumusan Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut; Implementasi Model Pembelajaran Matematka Realistik Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar.