PERBANDINGAN EFEKTIFITAS BTS BERBASIS ANTENA SINGLE- BAND DAN MULTI-BAND UNTUK MENDUKUNG KESTABILAN JARINGAN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI EFISIENSI PERANGKAT BASE STATION MENGGUNAKAN DRIVE TEST PADA ANTENA SINGLE-BAND DAN MULTI-BAND

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG


SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman kebutuhan manusia akan bidang telekomunikasi juga semakin meningkat,

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faizal Firmansyah NRP

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

BAB IV HASIL DAN ANALISA

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

BAB III LANDASAN TEORI. Telekomunikasi adalah teknik pengiriman atau penyampaian infomasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia teknologi telekomunikasi dan informasi sejalan dengan kebutuhan akan kecepatan dan

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB I PENDAHULUAN. Microwave base transceiver station (BTS microwave) merupakan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Optimasi Posisi Antena pada UAV Alap-Alap BPPT menggunakan Computer Simulation Technology

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN)

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

TUGAS AKHIR ANALISA LINK BUDGET DALAM PENENTUAN TITIK ANTENA PADA SISTEM DCS1800 DAN UMTS2100 DI GEDUNG IKEA TANGERANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

RANCANG BANGUN ANTENA 2,4 GHz UNTUK JARINGAN WIRELESS LAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI 2,1 GHz UNTUK MEMPERKUAT PENERIMAAN SINYAL 3G

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana 1, 2,

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI

OPTIMASI BTS MENGGUNAKAN ANTENA SEKTORAL SANDY KUSUMA/ UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Rancang Bangun Model Komputasi Perambatan Gelombang Radio Tiga Dimensi menggunakan Metode UTD Modifikasi

KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO)

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. Semakin banyaknya pertumbuhan tower tower telekomunikasi oleh para

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Radio pemancar khusus untuk broadcasting merupakan sarana yang

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI NILAI LEVEL DAYA TERIMA PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA PONTIANAK

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

DAFTAR PUSTAKA. [1] Surjati, Indra Antena Mikrostrip : Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Tesis Teknik Elektro Universitas Indonesia,2008.

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG-PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 10,5 dbi

PENGUKURAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BEBAS PADA AREA URBAN DAN RURAL

RANCANG BANGUN ANTENA OMNIDIRECTIONAL 15 dbi UNTUK PENGUAT SINYAL WIRELESS FIDELITY (Wi-Fi)

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY

ANALIS PREDIKSI PENERIMAAN LEVEL SINYAL PADA DAERAH SUB URBAN TERHADAP UNJUK KERJA JARINGAN GSM

Jenis media transmisi

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

PENGUJIAN DAYA PANCAR ANTENA YAGI TERHADAP EMPAT JENIS ANTENA PENERIMA

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) BERDASARKAN PARAMETER JARAK E Node-B TERHADAP MOBILE STATION DI BALIKPAPAN

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Istas Pratomo 1, Moh. Imam Rahmat Fahmi 2, Djoko Suprajitno Rahardjo 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Membangun Jaringan POP daerah dan Potensinya oleh: Pujo Mulyono

Application of Radio-Over-Fiber (ROF) in mobile communication

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

Setyo Budiyanto 1,Mariesa Aldila 2 1,2

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertemuan IV. Media Transmisi

Transkripsi:

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS BTS BERBASIS ANTENA SINGLE- BAND DAN MULTI-BAND UNTUK MENDUKUNG KESTABILAN JARINGAN Adith I.S 1, Agnes E.T 2, Basuki R.H 3, Ahmad S 4, Binti M 5 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, 4,5 Politeknik Negeri Malang 1 adithismailshaleh@gmail.com, 2 atyas@gmail.com, 3 basukirahmathakim@yahoo.com Abstrak Perangkat BTS berperan penting dalam dunia telekomunikasi terutama terhadap kestabilan jaringan. Antena sektoral multi-band mulai menggantikan peran antena sektoral single-band yang banyak digunakan pada BTS. Antena sektoral menjadi salah satu faktor penentu hasil coverage area yang mendukung kestabilan jaringan. Hasil perubahan penggunaan antena membutuhkan evaluasi pada sisi kinerja antena sektoral, perbandingan coverage area, dan perbandingan budget calculation antara antena multi-band dan single-band pada BTS. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membandingkan kinerja antena pada faktor rx level sinyal & throughput, membandingkan coverage area yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan antena single-band kemudian membandingkan budget calculation penggunaan antena. Pengujian throughput dan pengukuran rx level signal memanfaatkan drive test sehingga optimasi keberhasilan antena multi-band dipasangkan untuk memperoleh data sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan dan menentukan efisien perangkat pada area urban. Pengumpulan data BTS diperoleh dari salah satu operator di Indonesia. Pengambilan sampel sebanyak 8 BTS pada area kota Malang. Perbandingan kinerja antena sektoral ditinjau pada 3 faktor yaitu coverage area, Rx level sinyal/rscp, dan jaringan. Hasil dari penelitian menunjukkan perbandingan efektifitas jaringan yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan antena sektoral single-band pada sisi coverage area antena menunjukkan hasil dari antena single-band lebih jauh dibandingkan antena multi-band. Sedangkan pada sisi rx level sinyal yang terukur pada proses drive test jaringan 2G yang dihasilkan oleh antena multi-band lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 80,19%, untuk jaringan 3G yang dihasilkan antena single-band lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 91,84%. 1. Pendahuluan Perangkat dan sistem penunjang telekomunikasi berperan vital dalam jaringan. Base station yang tersebar hampir diseluruh Indonesia menjadi ujung tombak stabilnya jaringan. Penggunaan perangkat yang menggunakan teknologi terbaru sangat membantu kualitas jaringan. Penambahan site pada titik-titik tertentu juga bertujuan untuk menjangkau wilayah yang belum terjangkau jaringan sehingga kemungkinan adanya blank spot semakin kecil. Pemilihan perangkat yang dipasang di base station harus disediakan dengan kebutuhan jaringan. Penggunaan antena single-band yang hanya mampu memancarkan dan menerima sinyal pada frekuensi satu saja mulai digantikan dengan antena multi-band yang mampu mengirim dan menerima sinyal pada beberapa frekuensi sekaligus menjadi solusi untuk optimasi jaringan yang akan datang. Kata kunci : antena single-band, antena multi-band. D-54 Antena sektoral multi-band mulai banyak menggantikan antena sektoral single-band pada beberapa base station. Penggunaan antena singleband yang membutuhkan banyak antena pada base station dirasa kurang praktis. Teknologi antena multiband yang lebih maju menjadi salah satu faktor meningkatnya penggunaan antena tersebut. Antena sektoral multi-band hanya membutuhkan satu antena saja untuk menjangkau wilayah satu sektor pada base station dengan frekuensi 900 MHz,1800 MHz, 2100MHz, sedangkan untuk antena sektoral singleband membutuhkan satu antena disetiap frekuensinya. Penggunaan antena sektoral multi-band yang lebih ringkas, sehingga dapat meminimalisasi penuhnya space disetiap kaki menara pemancar yang digunakan. Penelitian berikut adalah melakukan pengujian untuk mengevaluasi coverage area dan rx level sinyal yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan membandingkan budget calculation

penggunaan antena. Pengujian coverage area dengan Rx level signal memanfaatkan drive test sehingga optimasi keberhasilan antena multi-band dipasangkan untuk memperoleh data sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan dan menentukan efisien perangkat pada area urban. 3. Metode Pengujian Tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. 2. Dasar Teori 2.1 Antena Antena adalah suatu piranti yang digunakan untuk memancarkan dan menerima gelombang radio atau elektromagnetik. Pemancaran merupakan satu proses perpindahan gelombang radio atau elektromagnetik dari saluran transmisi ke ruang bebas melalui antena pemancar. Sedangkan penerimaan adalah satu proses penerimaan gelombang radio atau elektromagnetik dari ruang bebas melalui antena penerima. Karena merupak perangkat perantara antara saluran transmisi dan udara, maka antenna harus mempunyai sifat yang sesuai dengan saluran pencatunya (Balanis,1886) Gambar 1. Tahapan penelitian 2.1.1 Antena Single-band Antena single-band adalah antena yang mampu memancarkan dan menerima gelombang radio hanya pada satu frekuensi yang telah ditentukan, misal 790-860 MHz/880-960 MHz/1710-2690 MHz. Antena sektoral memiliki polaradiasi yang terarah dan sesuai dengan karakter beamwidth yang berbeda misal 60, 90, 180 yang berpengaruh terhadap coverage area. Keterarahan antena mempengaruhi titik fokus main lobe antena tersebut. Antena sektoral banyak digunakan pada base station untuk memenuhi coverage area yang diinginkan (Huawei Technologies, 2015) 2.1.2 Antena Multi-band Antena multi-band merupakan antena yang mampu memancarkan dan menerima gelombang radio beberapa frekuensi yang telah ditentukan secara bersamaan dan menggunakan satu antena. Seri antena LTE terbaru mendukung desain multi-band, termasuk dual-band, triple-band, quad-band, dran penta-band. Frekuensi rendah antena ultrabroadband dukungan 690 MHz ke 960 MHz band, yang mencakup semua mainstream LTE 700/800/900 MHz. Frekuensi tinggi, ultrabroadband antena mendukung 1.710 MHz ke 2690 MHz, meliputi band utama LTE 1800/1900/2100/2300/2600 band MHz (Huawei Technologies, 2015). D-55 Keterangan Gambar 1 adalah : 1. Tahap pertama yang dilakukan adalah Pengumpulan data BTS yang berbasis single-band dan multi-band. 2. Tahap kedua yang dilakukan adalah pengelompokkan data BTS sesuai karakter yang akan dibandingkan. 3. Tahap ketiga yang dilakukan adalah melakukan pengujian kinerja antena sektoral menggunakan drive test, pengujian parameter yang diukur adalah coverage area, rx level sinyal/rscp dan throughput jaringan. 4. Tahap keempat yang dilakukan adalah melakukan perhitungan budget pada BTS yang telah dikelompokkan. 5. Tahap kelima yang dilakukan adalah perhitungan coverage area pada BTS yang telah dikelompokkan menggunakan metode walfisch-ikegami. 6. Tahap keenam yang dilakukan adalah analisa dan kesimpulan. 4. Hasil Pengujian 4.1 Pengujian kinerja antena dengan metode drive test Hasil pengujian jaringan dengan metode drive test dibagi menjadi 2 bagian, yaitu jaringan 2G dan jaringan 3G. Hasil pengujian jaringan 2G yang

menggunakan antena single-band dapat dilihat dalam Gambar 2. Hasil pengujian jaringan 3G yang menggunakan antena single-band dapat dilihat dalam Gambar 3. Hasil pengujian jaringan 2G yang menggunakan antena multi-band dapat dilihat dalam Gambar 4. Hasil pengujian jaringan 3G yang menggunakan antena multi-band dapat dilihat dalam Gambar 5. pengukuran tersebut menunjukkan 91,8% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 5,4% dalam kondisi cukup baik dan 3,8% dalam kondisi kurang baik. Gambar 4 Hasil drive test jaringan 2G Gambar 2. Hasil drive test jaringan 2G Gambar 2 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 2G. Hasil pengukuran pengukuran tersebut menunjukkan 74,1% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 17% dalam kondisi cukup baik dan 14,8% dalam kondisi kurang baik. Gambar 4 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 2G. Hasil pengukuran pengukuran tersebut menunjukkan 80,2% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 16,7% dalam kondisi cukup baik dan 3,1% dalam kondisi kurang baik. Gambar 3. Hasil drive test jaringan 3G Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 3G. Hasil pengukuran D-56 Gambar 5. Hasil drive test jaringan 3G Gambar 5 menunjukkan hasil pengukuran drive test pada jaringan 3G. Hasil pengukuran pengukuran tersebut menunjukkan 88% kondisi rx level sinyal dalam kondisi baik, 11,7% dalam kondisi cukup baik dan 0,2% dalam kondisi kurang baik.

Hasil pengukuran throughput jaringan 3G dilakukan pada area sekitar BS sesuai dengan rute yang telah dilalui. Kategori throughput dalam kondisi baik berada pada nilai 0,02 Mbps, sedangkan pada kondisi buruk berada pada nilai 0,02 Mbps. Hasil pengukuran throughput jaringan 3G pada sisi downlink ditunjukkan pada Gambar 4.5. Sampel waktu pengambilan data downlink uplink Baik Buruk Baik Buruk Pagi 52% 48% 53% 47% Siang 66% 34% 67% 33% Malam 66% 34% 68% 32% Gambar 6. Hasil pengukuran throughput downlink jaringan 3G Gambar 6 adalah hasil pengukuran throughput uplink jaringan 3G, menunjukkan 66% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0,02 Mbps sampai 6 Mbps yang ditunjukkan dengan warna hijau, 34% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0 Mbps sampai 0,02 Mbps yang ditunjukkan dengan warna merah. Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran throughtput jaringan 3G. Waktu pengambilan data diambil berdasarkan 3 rentang waktu, yaitu pagi, siang dan malam hari. Hasil pegukuran terbaik didapatkan pada saat malam hari, hasil pengukuran menunjukkan 66% nilai throughtput downlink dalam keadaan baik dan 68% nilai throughtput uplink dalam keadaan baik. Hasil pengukuran terrendah didapatkan pada waktu pagi hari, hasil pengukuran menunjukkan nilai 52% nilai throughtput downlink dalam keadaan baik dan 53% nilai throughtput uplink dalam keadaan baik. Tabel 2. Hasil pengukuran thoughput jaringan 3G Variasi kecepatan pengambilan data (Km/jam) downlink uplink Baik Buruk Baik Buruk 20-30 52% 48% 53% 47% 30-35 51% 46% 51% 45% 35-45 66% 34% 67% 33% Gambar 7. Hasil pengukuran throughput uplink jaringan 3G Hasil pengukuran throughput jaringan 3G pada sisi uplink ditunjukkan pada Gambar 4.6. Gambar 7 adalah hasil pengukuran throughput uplink jaringan 3G, menunjukkan 68% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0,02 Mbps sampai 6 Mbps yang ditunjukkan dengan warna hijau, 32% memiliki kecepatan akses uplink sebesar 0 Mbps sampai 0,02 Mbps yang ditunjukkan dengan warna merah. Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran throughtput jaringan 3G. Waktu pengambilan data diambil berdasarkan 3 rentang kecepatan, yaitu 20-30 km/jam, 30-35 km/jam dan 35-45 km/jam. Hasil pegukuran terbaik didapatkan pada nilai throughtput downlink pada kecepatan 35-45 km/jam sebesar 66% dan Hasil pegukuran terbaik didapatkan pada nilai throughtput uplink pada kecepatan 35-45 km/jam sebesar 67%. 4.2 Perbandingan coverage area menggunakan metode walfisch-ikegami Hasil keseluruhan perhitungan coverage area pada ke-8 sampel BTS dapat dilihat dalam Tabel 4.3. Tabel 1. Hasil pengukuran throughput jaringan 3G Tabel 3. Hasil perhitungan radius coverage area D-57

No 1 2 3 4 Base Station BS 1 BS 2 BS 3 BS 4 Freq (MHz) Radius antena single-band (km) Radius antena multiband (km) 900 1.057 0.875 1800 0.512 0.544 2100 0.461 0.472 900 1.422 0.914 1800 0.575 0.568 2100 0.493 0.493 900 1.045 0.942 1800 0.662 0.488 2100 0.450 0.424 900 0.974 0.835 1800 0.598 0.519 penurunan ketinggian posisi antena. Peningkatan tertinggi coverage area pada jaringan DCS terjadi pada base station 8, disebabkan oleh peingkatan posisi antena sektoral yang baru. Penurunan coverage area pada jaringan 3G terjadi pada base station 5, karena terjadi penurunan posisi antena sektoral yang baru dan gain antena yang lebih kecil pada antena multi-band. Peningkatan coverage area pada jaringan 3G tertinggi terjadi pada base station 6, disebabkan oleh semakin tingginya posisi antena sektoral multi-band dan nilai gain antena yang baru lebih tinggi. 4.3 Perbandingan budget calculation Perbandingan budget calculation untuk antena antena single-band dan antena multi-band ditinjau pada sisi antena dan kabel feeder yang digunakan. 2100 0.483 0.450 Tabel 4. Hasil Perbandingan budget calculation 5 6 BS 5 BS 6 900 1.051 1.113 1800 0.621 0.577 2100 0.585 0.501 900 0.887 1.094 1800 0.512 0.567 Sampel BTS Single-band Multi-band Selisih 1 $ 4,006.00 $2,712.07 $ 1,293.93 2 $ 4,098.00 $2,682.07 $ 1,415.93 3 $ 4,018.00 $2,479.57 $ 1,538.43 2100 0.439 0.492 7 8 BS 7 BS 8 900 0.973 0.933 1800 0.576 0.580 2100 0.535 0.503 900 0.707 0.630 1800 0.332 0.392 2100 0.299 0.340 Perbandingan coverage area yang dihasilkan dari perubahan antena single-band menjadi antena multi-band pada jaringan GSM mengalami penurunan terrendah terjadi pada base station 2, disebabkan oleh perubahan ketinggian posisi antena yang semakin rendah serta nilai gain antena multiband yang baru lebih kecil. Perubahan peningkatan coverage area pada jaringan GSM tertinggi terdapat pada base station 6, karena nilai gain pada antena multi-band yang baru lebih tinggi dan semakin tingginya posisi antena pada tower pemancar. Penurunan coverage area pada jaringan DCS terjadi pada base station 3, karena terjadi nilai gain pada antena multi-band yang baru terpasang dan D-58 Tabel 4 menunjukkan hasil perbandingan budget yang digunakan untuk BTS yang menggunakan antena single-band dan antena multiband. Rata-rata selisih antara antena single-band dan antena multi-band sebesar $ 1416.10. Penggunaan antena single-band lebih mahal dikarenakan masih membutuhkan kabel feeder banyak, sedangkan untuk antena multi-band telah menggunakan teknologi feederless sehingga lebih murah. Pada dasarnya harga antena single-band lebih murah dibandingkan antena multi-band, hanya saja harga kabel feeder yang terbilang mahal ($5/meter) mengakibatkan antena yang menggunakan feederless/ optic lebih murah. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 1. Jaringan yang dihasilkan oleh antena sektoral multi-band dan antena sektoral single-band pada sisi rx level sinyal yang terukur pada proses drive test jaringan 2G

yang dihasilkan oleh antena multi-band lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 80,19%, untuk jaringan 3G yang dihasilkan antena singleband lebih baik, dengan nilai rx level sinyal kategori baik sebesar 91,84%. Data pengukuran throughput jaringan 3G menunjukkan hasil rata-rata kecepatan akses throughput uplink 61,3% dalam kondisi baik dan 62,6% nilai throughput downlink dalam kondisi baik. 2. Coverage area yang dihasilkan oleh antena single-band lebih unggul dibandingkan antena multi-band, karena posisi ketinggian antena sektoral single-band lebih tinggi. 3. Harga untuk antena dan feeder yang terhitung menunjukkan antena multi-band lebih murah dibandingkan antena singleband, karena antena single-band masih menggunakan banyak feeder sedangkan antena multi-band lebih murah karena telah menggunakan fiber. 5.2 Saran 1. Pengukuran drive test menggunakan aplikasi yang berbeda, maka penelitian selanjutnya dapat menggunakan aplikasi probe atau G-Nite track pro. 2. Peninjauan perangkat BTS lebih lengkap dan spesifik, maka pada penelitian selanjutnya akan didapatkan hasil yang lebih akurat. Daftar Pustaka : Aisah. (2012): Panduan Praktikum Sistem Komunikasi Bergerak. Politeknik Negeri Malang. Ankit Dalela, Parul. (2013): Multiple antenna & diversity:smart antenna. International journal of scientific and research publications. India. Constantine A. Balanis. (1886): Antenna Theory: Analysis and Design. Huawei Technologies. (2015): Multi-Band & Ultra- Broadband. Mohamad Hajj, At all. (2011): Designing a Partially Reflective Surface for Tri-band Sectoral Antennas. IEEE. Seong-Youp Suh, At all. (2004): A Novel Low-profile, Dual-polarization, Multi-band Base-station Antenna Element The Fourpoint Antenna. IEEE. D-59