BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demokrasi menjadi bagian bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang utama untuk membentuk karakter siswa yang

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan

PENANAMAN NILAI-NILAI NASIONALISME MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus di MTs Negeri Surakarta II Tahun 2013)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PPKn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai alat pemersatu bangsa demi merebut kemerdekaan (Rawantina,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. bisa menjadi bisa seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Sistem. Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 yaitu:

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang amat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20. tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATAKULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI

OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan faktor penting dalam memajukan bangsa dan negara. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke empat, yaitu :

31. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

BAB IV PENUTUP. sebagai suatu lembaga pelengkap dalam pelaksanaan Otsus Papua. Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil enelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh beberapa

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENANAMAN KARAKTER DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB (Studi Kasus pada Kegiatan Ekstrakurikuler Paskibra di SMA Negeri 1 Sragen) NASKAH PUBLIKASI

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI HUKUM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

BAB I PENDAHULUAN. ini berada dalam genggaman anak bangsa Indonesia sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebangkitan nasional tahun 1908, para pemimpin pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

RPP PKn Kelas 5 Semester I Tahun 2009/2010 SDN 1 Pagerpelah 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang dirumuskan dari gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi

BAB I PENDAHULUAN. (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warganegara. HAM yang berisi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara yang lebih demokratis, berjalannya mekanisme cheks and

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. oleh tiap-tiap individu sebagai warga negara. Karena itu, apakah negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yang mempengaruhi kehidupan manusia. Di dalam proses pembelajaran, guru

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. penerus di mana negara Indonesia harus menghindari sistim pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB I PENDAHULUAN. mengenai Upaya Bela Negara yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3): Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. masih jauh dari harapan nilai keadilan. Ditambah pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

BAB I PENDAHULUAN. Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan harapan dan

Pentingnya Pendidikan Kewarganegaran (PKn) di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Manfaat Penelitian, (5) Penegasan Istilah. kuatlah yang membawa bangsa ini mewujudkan cita-citanya. Peran serta

C. Pembelajaran PKn 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Jika dirumuskan, adanya pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap dari tidak tahu menjadi tahu

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

Transkripsi:

178 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan di antaranya adalah : 1. Implementasi Otsus Papua di Kabupaten Kepulauan Yapen masih menunjukkan banyak kekurangan dan kelemahannya. Belum lengkapnya aturan tentang Otsus Papua dan kebijakan pemerintah pusat dalam membuat aturan yang masih menimbulkan pertentangan. Salah satu kebijakan yang dianggap menimbulkan pertentangan adalah dengan dibentuknya provinsi Irian Jaya Barat dan Papua Tengah. Ciri khusus Otsus Papua adalah dibentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP dibentuk agar hak-hak orang-orang asli Papua yang selama ini diabaikan bahkan dilanggar dapat dilindungi secara nyata. Pembentukan dan pelaksaanaan fungsi MRP belum terlaksana secara maksimal. Keberadaan MRP sampai saat ini seakan hanya menjadi simbol semata dan belum menjalankan fungsi dan kewenangannya dalam menetapkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus). Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) belum juga dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal yang sampai saat ini belum dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi). Pembangunan di bidang pendidikan selama otonomi khusus belum teralokasikan dengan baik. Dana pendidikan sebagian besar masih

179 bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU). Tidak ada ketegasan tentang penggunaan dana otsus tersebut. Pelaksanaan pembangunan pendidikan dalam era otsus belum berjalan lebih baik. Kendala dalam pelaksanaan otonomi khusus di Kabupaten Kepulauan Yapen adalah masih adanya kesimpangsiuran dalam mengartikan tentang otsus Papua dari berbagai kalangan masyarakat. Kendala lainnya adalah bahwa penerapan kewenangan sesuai yang diamanatkan oleh UU otsus belum dilaksanakan secara konsisten oleh Pemerintah Pusat. 2. Pemahaman generasi muda Serui terhadap otonomi khusus di Papua secara umum dianggap kurang memahami secara utuh apa yang dianggap otonomi khusus tersebut. Generasi muda Serui dalam menanggapi otonomi khusus Papua lebih menyoroti tentang besarnya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah dan masyarakat Papua. Mengenai dana Otsus generasi muda Serui tidak memiliki pengetahuan yang lebih rinci tentang jumlah dana dan penggunaannya. Besarnya dana yang dimiliki pemerintah Papua merupakan sebuah keleluasaan bagi pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan program-program pembangunannya dengan mengelola dananya sendiri untuk kepentingan masyarakat dan bisa mendorong Papua lebih berkembang dan maju. 3. Otonomi khusus Papua yang diterapkan secara benar sesuai yang diamanatkan oleh Undang Undang merupakan alat yang sangat ampuh dan solusi terbaik bagi ancaman disintegrasi bangsa di Papua. Pengaruh pelaksanaan otsus terhadap nasionalisme pemuda Serui adalah adanya

180 pengaruh yang positif maupun negatif. Pengaruh negatif dari otsus yaitu munculnya paham kedaerahan (primordialisme) yang berlebihan karena dalam otsus ada aturan yang mengutamakan putra daerah. Dalam pemberlakuan otsus memudarnya nasionalisme disebabkan karena kurangnya sosialisasi tentang konsep otsus tersebut kepada generasi muda sehingga banyak disalahartikan. Nasionalisme juga akan berkurang apabila masyarakat Papua diterlantarkan atau terpinggirkan dalam keterbelakangannya tanpa diberdayakan dan ditingkatkan kesejahteraannya. Nasionalisme di kalangan siswa juga dianggap melemah. Hal tersebut disebabkan kelemahan dalam pengelolaan pendidikan. Peran guru dianggap masih kurang dalam membina nasionalisme siswa. Penurunan rasa nasionalisme di kalangan generasi muda khususnya pelajar di Serui karena kurang berperannya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Materi pembelajaran PKn saat ini semakin kurang menanamkan nilai-nilai kebangsaan / moralitas. PKn sekarang lebih banyak membahas keilmuan semata, sedangkan muatan pendidikan nilai dan moralnya berkurang. Pengaruh positif otonomi khusus terhadap nasionalisme pemuda yaitu otsus Papua pada dasarnya memberikan proteksi terhadap orang asli Papua. Melibatkan sebanyak mungkin orang Papua untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan di segala bidang. Tujuannya jelas untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Otonomi khusus Papua yang dilaksanakan dengan sungguh dan konsisten sesuai amanat yang terkandung dalam UU otsus tersebut maka akan dapat mengubah mind set atau pola pikir generasi

181 muda Serui. Dengan sendirinya maka rasa kebangsaan dan nasionalismenya akan menguat. Pengaruh positif otsus antara lain bahwa di kalangan pelajar Papua ada dorongan semangat untuk meningkatkan sumber daya manusia. Keberhasilan Otsus Papua yaitu dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat Papua berpengaruh positif terhadap nasionalisme generasi muda Papua. Berkurangnya nasionalisme di kalangan generasi muda Serui bukan hanya dipengaruhi faktor otsus melainkan juga dipengaruhi faktor lain. Faktor tersebut di antaranya dampak dari reformasi yang kebablasan dan globalisasi. 4. Upaya peningkatan nasionalisme generasi muda Serui dilakukan dalam berbagai bentuk. Untuk meningkatkan nasionalisme di kalangan masyarakat pada umumnya dan pemuda khususnya dilakukan melalui proses sosialisasi wawasan kebangsaan. Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah lomba pembacaan naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan yang dilaksanakan dalam rangka perayaan HUT kemerdekaan RI, yang diikuti oleh para pelajar, mahasiswa dan pemuda. Pembinaan wawasan kebangsaan harus dilaksanakan secara kontinyu dan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah. Semua elemen masyarakat perlu mensosialisasikan tentang otsus Papua secara baik dan benar, bahwa otonomi khusus papua dilaksanakan dalam rangka memperkuat integrasi nasional. Dalam materi pembelajaran di sekolah perlu dimuat tentang sejarah lokal yang berkaitan dengan daerah Papua. Sejarah lokal yang memperkuat nasionalisme seperti peristiwa Trikora dan

182 proses integrasi Irian Barat ke wilayah Indonesia harus dipahami secara utuh dan masuk dalam kurikulum sekolah sejalan dengan otonomisasi pendidikan. Penanaman dan peningkatan nasionalisme bagi generasi muda yang masih mengenyam pendidikan adalah melalui pembelajaran. Di Perguruan Tinggi Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (Pancasila dan Kewiraan) masih dianggap perlu dan relevan dalam rangka menanamkan wawasan kebangsaan bagi generasi muda. Bagi siswa di tingkat sekolah dasar dan menengah mata pelajaran PKn memegang peranan penting dalam pembinaan nasionalisme. Siswa harus terus dibina tentang pemahamannya terhadap Pancasila, UUD 1945, dan simbol-simbol atau lambang kedaulatan bangsa Indonesia. Perlu juga diberikan contoh tentang bagaimana penerapan nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan nyata seperti sikap toleransi dalam kebhinnekaan, mengakui kelebihan orang lain, mau menerima kekurangan orang lain dan lain-lain. Sikap nasionalisme dapat ditanamkan melalui kegiatan upacara bendera, peringatan hari-hari besar nasional, kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka, kelompok Paskibra, kegiatan cinta lingkungan, cinta budaya dan kesenian daerah. Peningkatan nasionalisme pelajar juga dapat dilakukan dengan mengaktifkan kembali berbagai kegiatan yang dapat membangkitkan semangat kebangsaan, seperti lomba cerdas cermat tentang Pancasila dan UUD 1945. B. REKOMENDASI 1. Kepada pejabat pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen baik legislatif maupun eksekutif, dalam pelaksanaan Otonomi Khusus Papua harus

183 diperkuat dan dilengkapinya peraturan yang mendukung otsus. Pelaksanaan otsus yaitu terlaksananya tata pemerintahan yang lebih baik harus segera terealisasikan agar tujuan otsus yaitu kesejahteraan masyarakat Papua khususnya Serui cepat tercapai. Bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan ekonomi merupakan bidang yang harus mendapat prioritas utama pemerintah dalam mensukseskan otonomi khusus di Kabupaten Kepulauan Yapen. 2. Bagi generasi muda Serui, harus berupaya untuk memahami secara mendalam tentang konsep otsus Papua, serta mampu melibatkan diri dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Otsus. Kegiatan kepemudaan juga harus diakomodir oleh pemerintah walaupun secara khusus kegiatan kepemudaan tersebut tidak diatur dalam undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. 3. Bagi seluruh komponen masyarakat Kabupaten Kepulauan Yapen, Otonomi khusus Papua harus diterapkan secara benar dan konsisten sesuai dengan Undang Undang otsus agar dapat dijadikan sebagai alat dan solusi bagi ancaman disintegrasi bangsa. Adanya aturan untuk mengutamakan putra daerah seyogyanya diiringi dengan pemahaman akan pentingnya kualitas putra daerah tanpa mengabaikan akan adanya persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara yang ada di Papua. Faktor lain yang mempengaruhi nasionalisme pemuda yaitu reformasi dan globalisasi juga harus dipahami dan disikapi secara bijak oleh masyarakat Papua sehingga mendorong semakin kuatnya integrasi bangsa Indonesia.

184 4. Bagi para guru sudah selayaknya menampilkan sikap yang dapat menjadi teladan bagi murid. Guru dalam proses pembelajaran harus dapat mengintegrasikan pembelajaran yang mendorong nasionalisme. Integrasi pelajaran dengan maksud pengembangan nasionalisme bukan hanya tugas PKn saja melainkan pelajaran lain dalam pembelajarannya juga ikut mendukung terbentuknya nasionalisme. Khusus bagi para guru PKn, dalam proses pembelajaran hendaknya dapat memberikan pemahaman yang benar tentang konsep otonomi daerah dan otonomi khusus Papua dalam konteks kedaerahan tanpa meninggalkan penguatan terhadap nasionalisme Indonesia. 5. Bagi peneliti selanjutnya, permasalahan otonomi khusus Papua akan sangat bersinggungan dengan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya maupun relasi politik maupun relasi antar budaya, hal ini menunjukkan luasnya kajian ini. Penelitian ini hanya mengangkat dari perspektif pemuda, oleh karenanya akan lebih lengkap apabila ditinjau dari perspektif kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan untuk kepentingan pembelajaran, diperlukan sebuah penelitian lebih lanjut sehingga ditemukan model pembelajaran yang tepat bagi generasi muda Papua dalam konteks otsus guna tertanamnya nasionalisme Indonesia.