BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam), UII Press, Ygyakarta, 2000, hlm.11. 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah. disimpan lama dan dapat dipergunakan waktu diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Usaha untuk memenuhi kebutuhan, mengharuskan manusia. berhubungan dengan manusia lainnya, tentunya yang mempunyai kemampuan

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB I PENDAHULUAN. fenomena ketidak percayaan di antara manusia, khususnya di zaman sekarang ini.

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari perlu berhubungan dengan manusia lain,

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. dunia maupun di akhirat. Secara garis besar ajaran Islam berisi kandungan-kandungan

BAB I PENDAHULUAN. kepada Muhammad S.A.W. sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung

ARTICLE REVIEW. Penulis buku/artikel : Safrizal. : Jurnal Ilmiah Islam Futura. A. Isi Buku / Artikel

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui al-qur an sebagai

BAB IV ANALISIS TENTANG ARISAN TEMBAK DI DESA SENAYANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

PENENTUAN BIAYA PEMELIHARAAN BARANG GADAI MENURUT FATWA DSN MUI NO 26 TAHUN 2002 ( STUDI KASUS PEGADAIAN SYARIAH CABANG KOTA LANGSA) SKRIPSI


BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar yang terjadi. Salah satunya yang menandai. perubahan orientasi masyarakat muslim dari urusan ibadah yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB III PRAKTIK TEBUSAN GADAI TANAH SAWAH YANG DIKURS DENGAN REPES DI DESA BANGSAH

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian masyarakat berdampak terhadap

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTIM JUAL BELI HASIL PERKEBUNAN TEMBAKAU DI DESA RAJUN KECAMATAN PASONGSONGAN KABUPATEN SUMENEP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Helmi Karim, Op Cit, Hlm. 29

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak itu hingga sekarang perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. menolong, orang yang kaya harus menolong orang yang miskin, orang yang. itu bisa berupa pemberian maupun pinjaman dan lainnya.

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) h Bulan Bintang, 1957) h Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. dalam judul skripsi makelar mobil dalam perspektif hukum islam (Studi di

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BAGI HASIL AKAD MUZARA AH DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai mahluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adannya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Manusia selalu berhubunggan antara satu dengan yang lain, disadari atau tidak untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap seseorang melakukan perbuatan dalam hidupnya disebut muamalah.1 Masalah muamalah selalu saja terus berkembang, tetapi perlu diperhatikan agar perkembanggan itu tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan hidup pada pihak tertentu yang disebabkan oleh adanya tekanan-tekanan atau tipuan dari pihak lain. Islam adalah agama yangmemberi pedoman hidup kepada mausia secara menyeluruh, meliputi segala aspek dalam kehidupannya mencakup aspekaspek Aqidah, ibadah, ahlaq dan kehidupan bermasyarakat menuju tercapainya kebahagiaan jasmani dan rohani, baik dalam kehidupan individunya, maupun dalam kehidupan masyarakatnya.2 Agama Islam mengajarkan pada umatnya supaya hidup saling tolong menolong, yang kaya harus menolong yang miskin, yang mampu harus menolong yang kurang mampu, bentuk tolong menolong itu bisa berupa pemberian, juga bisa berupa pinjaman. 1 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam), UII Press, Ygyakarta, 2000, hlm.11. 2 Suparman Usman, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001, hlm. 66. 1

2 Pinjaman atau hutang dalam bahasa arabnya disebut juga dengan qardl yang berasal dari kata qardh yang berarti pinjaman atau hutang.3 Qardh dinyatakan sah dengan ijab, seperti kata-kata: aku menghutangkan ini kepadamu, atau aku memberikan ini kepadamu dengan syarat kamu mengembalikannya nanti dengan hal yang serupa. Atau ambillah ini dan kembalikanlah nanti gantinya. Atau gunakanlah ini dengan keperluanmu dan kembalikan nanti gantinya.4 Segolongan ulama mengatakan dalam qardh tidak disyaratkan adanya ijab dan qabul. Pendapat ini dipilih oleh Al-Adzuru i. Beliau mengatakan qiyas boleh melakukan jual beli dalam secara mu athah (saling memberi tanpa ijab dan qabul), dalam masalah jual beli memperbolehkan pula melakukan mu athah dalam masalah qardh.5 Utang-piutang atau Qardh adalah menghutangkan sesuatu dengan syarat si penerima diharapkan mengembalikannya dengan barang yang serupa. Qardh yang seperti ini hukumnya sunat sebab perbuatan ini mengandung makna membantu untuk menghilangkan kesulitan. Memberi hutang atau iqradh adalah suatu perbuatan yang sangat dianjurkan6. Dalil yang mengungkapkan tentang dibolehkannya utang-piutang adalah Al-Qur an Surat Al-Baqarah ayat 245. Artinya: barang siapa meminjami Allah dengan jalan yangbaik (menginfakan hartanya maka Allah) melipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak. (QS. Al-Baqarah : 245)7 Sedangkan praktek utang-piutang di Desa Sumbersari mengunakan jaminan sawah dan memberikan sepertiga dari hasil panen sawahnya selama 3 Zainal Muttaqin, Fiqih Pendidikan Agama Islam, PT Karya Toha Putra, Semarang, 2007, hal. 12. 4 Zainudin bin Abdul Aziz al-malibari al-fananni, Fat-Hul Mu in dan Terjemahnya, Sinar Baru Algensindo, bandung, 2001, hlm. 827. 5 Ibid., hlm. 830. 6 Ibid., hlm. 825. 7 Al- Qur an, Surat Al-Baqarah, Ayat 245, Qur an dan Terjemahnya, Mubarokatan Toyyibah, Kudus, 1998, hlm. 39.

3 proses utang-piutang ini dilakukan dan belum dilunasi. Dalam akad tersebut masyarakat menyebutnya dengan hutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah. Menurut Zainudin bin Abdul Aziz al-malibari al-fananni dalam kitabnya fiqih Fathul Mu in sesunguhnya orang yang boleh memberikan qardh atau hutang itu orang yang secara suka rela berhak mengelola apa yang dipesankan kepadanya, baik berupa ternak ataupun yang lainnya. Sekalipun barang pesanan tersebut berupa uang yang tidak murni. Misalkan emas, dan perak yang bukan mata uang resmi.8 Dalam bentuk pinjaman, hukum Islam menjaga kepentinggan pemberi pinjaman, jangan sampai ia dirugikan. oleh sebab itu, dia dibolehkan meminta barang dari orang yang dipinjami sebagai jaminan hutangnya. Sehinga apabila peminjam itu tidak dapat melunasi hutangnya maka barang jaminan tersebut boleh dijual oleh orang yang memberi pinjaman untuk melunasi hutangnya. Konsep tersebut dalam fiqih Islam dikenal denganrahn atau gadai.9 Salah satu perwujudan dari muamalah yang disyari atkan oleh Allah Adalah gadai. Sesuai dengan firman Allah Q.S Al-Baqarah ; 283. Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tangunggan yang dipegang oleh yang berpiutang ). (Q.S Al-Baqarah: 283).10 Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang 8 Zainudin bin Abdul Aziz al-malibari al-fananni, Fat-Hul Mu in dan Terjemahnya, Sinar Baru Algensindo, bandung, 2001, hlm. 830. 9 Muhammad Sholikhul Hadi, Pegadaian Syari ah, Selemba Diniyah, Jakarta, 2003, hlm. 13. 10 Al- Qur an, Surat Al-Baqarah, Ayat 283, Qur an dan Terjemahnya, Mubarokatan Toyyibah, Kudus, 1998, hlm. 50.

4 menggadaikan barangnya sebagai jaminan atas hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi milik orang yang menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai. Praktek seperti ini telah ada di zaman Rasulullah dan beliau sendiri pun pernah melakukannya. Dalam masalah gadai, Islam telah mengaturnya Seperti yang telah diungkapkan oleh ulama fiqih, baik mengenai rukun, syarat, dasar hukum, maupun tentang pemanfaatan barang gadai. Yang semua itu dapat dijumpai dalam kitab-kitab fiqih. Dalam pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan adannya penyimpanggan dari aturan yang ada. Secara bahasa gadai atau rahn bearti al- subut wa al- dawam yang artinya tetap dan kekal. Sebagian ulama mengartikan ar-rahndengan alhabsu, yaitu menahan.11 Abu Bakar Jabir al- Jazairi mendefinisikan rahn dengan menjamin hutang dengan barang dimana hutang dimungkinkan bisa dibayar dengan nya, atau dari hasil penjualannya.12 Sedangkan pengertian gadai secara istilah menurut Ahmad Azhar Basyir adalah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandanggan syara sebagai tanggunggan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tangunggan itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima.13 Pada dasarnya gadai memiliki tujuan yaitu untuk menjamin atas hutang yang telah diberikan pemberi hutang kepada orang yang berhutang, jika jatuh tempo membayar hutang dan orang yang berhutang tersebut tidak dapat melunasihutangnya, maka barang yang digadaikan tersebut bisa dijual untuk melunasi hutang orang tersebut. Dalam adat, gadai tanah bisa dikenal dengan istilah jual gadai. Jual gadai merupakan penyerahan tanah dengan pembayaran kontan, dengan ketentuan si penjual tetap berhak atas pengambilan tanahnya, dengan jalan menebusnya kembali. Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa gadai adalah 11 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunah, Fiqih Sunah, PT. Al-Maarif, Bandung, 2000, hlm. 187. Abu Bakar Jabir al-jazairi, Ensiklopedia Muslim, Darul Falah, Jakarta, 2004, hlm. 531. 13 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, utang-piutang, Dan Gadai, al-ma arif, 1993, hlm. 50. 12

5 penahanan atas barang, atau jaminan hutang, jika hutang sudah dilunasi maka barang itu akan dikembalikan pada yang punya14. Selanjutnya penyusun akan mengambarkan hutang dengan sistem gadai dan bagi hasil tanah sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Sumbersari untuk menggadaikan tanah sawahnya, hal itu dilakukan karna adanya kebutuhan yang sangat mendesak dan memerlukan dana secepatnya. Sedangkan proses gadai sawah tersebut dilakukan sangat sederhana, yaitu dengan mendatangi si pemilik uang (seorang yang akan memberi pinjaman), gadai di Desa Sumbersari terhitung sangat unik yaitu setelah proses gadai tesebut, pemilik tanah tidak menyerahkan tanahnya kepada pemberi hutang, tetapi pemilik tanah tetap menggarap tanah sawah tersebut dengan jaminan setiap panen memberikan sepertiga dari hasil panennya kepada pemberi hutang/pemilik uang. Masyarakat Sumbersari biasannya menggadaikan tanahnya kepada kerabat, famili, atau kepada tetanganya sendiri, dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama. Dan pada saat gadai tersebut kedua belah pihak tidak menghadirkan saksi, kerena antara penggadai dan pemilik tanah sudah saling percaya antara satu dengan yang lain. Tetapi ada sebagian pemilik tanah (Rahin) dan penggadai mendaftarkannya kepada perangkat Desa sebagai antisipasi jika salah satu pihak ada yang ingkar janji atau melakukan Wanprestasi. Tradisi yang ada dan berlaku disana setiap seseorang melakukan pinjaman dalam nilai yang cukup besar, orang tersebut harus memberikan jaminan tanahnya atau menggadaikan tanahnya sebagai jaminan dari hutangnya tersebut. Pada saat Rahin (pemilik tanah) melakukan transaksi sebenarnya ada unsur paksaan karena mau tidak mau ia harus ridha kepada penggadai dengan ketetuan yang diberikan oleh penggadai berkaitan dengan nilai pinjaman yang distandarkan tersebut. Sedagkan dalam bermuamalah sendiri dalam Islam diajarkan untuk saling suka rela tanpa mengandung unsur paksaan dan yang perlu diperhatikan adalah harus memelihara nilai-nilai keadilan jangan 14 Imam Syadiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta,1981, hlm. 28.

6 sampai mengambil kesempatan dalam kesempitan dan mengandung unsur riba. Hal inilah kiranya yang mendorong peyusun untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap praktek gadai di Desa Sumbersari. Dalam masalah jaminan, Islam telah mengaturnya seperti yang diungkapkan oleh ulama fiqih. Baik mengenai rukun, syarat, dasar hukum maupun pemanfaatan barang jaminan oleh penerima gadai, yang semua itu dapat dijumpai dalam kitab-kitab fiqih. Dalam pelaksanaanya tidak menutup kemungkinan adanya penyimpanggan dari peraturan-peraturan yang ada. Persoalannya apa bila utang-piutang uang disertakan dengan barang jaminan berupa sawah dalam akadnya, dengan jaminan berupa sawah tersebut dipegang oleh menggarap dengan ketentuan orang yang menggadaikan boleh mengelolanya dan memanfatkan hasilnya, dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada gadai dengan memberikan jaminan sawah dengan mengambil kemanfa atan dari sawah tersebut, yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Dan biasanya masyarakat setempat berhutang kepada keluargga terdekat, tetangga, maupun orang kaya yang berada di Desa tersebut. Dan prosesnya tidak berjalan terlalu sulit karena tidak membutuhkan syarat-syarat administratif yang begitu rumit seperti berhutang kepada bank-bank konfensional dan lainnya.15 Dalam transaksi utang-piutang di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, pihak yang menggadai memberikan sejumlah uang kepada orang yang menggadaikan sawahnya. Kemudian orang yang menggadai dan pemilik sawah sepakat untuk menyerahkan sepertiga dari hasil panennya untuk yang menggadai atau pemberi hutang. Tanpa melakukan akad bagi hasil (mudharabah) terlebih dahulu, dengan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dan mereka saling percaya antara satu dengan yang lainnya. Sehingga apabila terjadi perselisihan terhadap utangpiutang tersebut, maka tidak ada bukti tertulis, atau Autentik, yang mengikat 15 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 124.

7 perjanjian tersebut, akan tetapi mereka menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan. Berikut ini adalah tata cara atau cara praktek hutang dengan sistem gadai dan bagi hasil tanah persawahan: 1. Perkataan atau ucapan hutang antara kedua belah pihak. 2. Jumlah uang yang akan dihutang oleh penghutang. Yaitu semisal 15 juta rupiah. 3. Persyaratan dan persetujuan untuk mendapatkan hutang tersebut. Yaitu selama masa gadai itu berlangsung tanah sawah itu menjadi hak bersama antara penghutang dan pemberi hutang. 4. Pemilik sawah harus menyerahkan sepertiga dari setiap hasil panen sawah tersebut, selama jangka waktu hutang yaitu 2 tahun dengan sistem gadai dan bagi hasil tersebut berjalan. Dan dalam 2 tahun tersebut petani menghasilkan 4 (empat kali panen). Dalam perinciannya adalah sebaggai berikut: a. Enam bulan pertama, petani menanam padi di sawah yang telah dijadikan jaminan hutang atau yang telah digadaikan tersebut dengan modal dari petani sendiri, setelah panen hasil dari panen tersebut dijual dan mendapatkan uang 17 juta rupiah, dan uang 17 juta tersebut yang sepertiga diberikan kepada pemberi hutang atau menggarap sawah. Yaitu sejumlah yaitu 5 juta rupiah. b. Enam bulan kedua, pemilik sawah menanam jagung di sawah tersebut dari hasil bersih penjualan panennya yaitu jagung tersebut pemilik sawah mendapatkan uang sebanyak 9 juta rupiah, dan uang 9 juta tersebut sepertiganya diberikan kepada penggadai atau pemberi hutang yaitu 3 juta rupiah. c. Enam bulan bulan ketiga pemilik sawah atau penghutang panen lagi padi dengan modal sendiri dan setelah panen, panennya gagal hanya memperoleh uang 10 juta dari hasil panen sawah tersebut, padahal biasanya mendapat kurang lebih 15-17 juta rupiah. Dan uang

8 tersebut harus dibagi sepertiga dengan penggadai atau pemberi hutang yaitu kira-kira Rp 3.300.00.d. Enam bulan terakhir pemilik sawah atau penghutang menanam jagung lagi setiap musim kemarau, juga dengan modalnya sendiri. Pada panen enam bulan terakhir pemilik sawah menghasilkan panen 8 juta dan dibagi sepertiga yaitu Rp. 2.600.000 dan pemilik harus membagi sepertiga yaitu 2.600.000 dan pemilik harus menyerahkan dari hasil panennya tersebut yaitu sebanyak 2.600.000. e. Dari perhitungan di atas orang yang menggadai sawah tersebut atau yang memberi hutang jelas mendapat keuntungan sebanyak 13.900.000, sedangkan penyerahan harta atau uang yang dihutang tetap sebanyak 15 juta. Jika digabung antara hutang dan keuntungan pemberi hutang mendapat uang sebanyak Rp. 28.900.000.- Dalam pasal 1431 KUHPI dijelaskan bahwa kerjasama dalam lahan pertanian adalah suatu bentuk kerjasama (syirkah) dimana satu pihak menyediakan lahan pertanian dan lainnya sebagai penggarap, bersedia menggarap (mengolah) tanah dengan ketentuan hasil produksinya, dibagi diantara mereka. Kerjasama pengelolaan sawah antara petani dan pemilik sawah tidak terdapat suatu hubungan yang mengikat, hubungan kerjasamanya hanya terbatas pada pekerjaan dan bagi hasil, baik terhadap petaninya sendiri maupun pemilik tanah.16 Dalam praktek kerjasama pengelolaan sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, perjanjian diantara petani dan pemilik tanah/sawah dilakukan secara lisan, meskipun hal tersebut kurang mempunyai kekuatan hukum sehinga tidak ada bukti yang kuat bahwa perjanjian tersebut telah terjadi. Cara pembagian keuntungan atau pertanian akan dibagi, petani akan mendapatkan dari seluruh penghasilan. setelah diambil untuk biaya perawatan, sedangkan bagian yang lain untuk pemilik sawah yang biasanya mendapatkan setengah bagian. 16 Djazuli, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam, Kiblat Umat Press, Bandung, 2002, hlm. 334

9 Petani dalam pandangan Islam adalah sebagai manusia yang merdeka memiliki kemuliaan dan kehormatan diri, mempunyai kepribadiandan keahlian yang layak dan harus dihormati. Petani sama sekali tidak ada hubungannya dengan tanah yang disitu ia bekerja, kalau tanah itu memang bukan miliknya. Yang ada ialah bahwa petani ada ikatan secara bebas dan merdeka dengan pekerjaan apapun yang dapat disetujui dengan orang manapun. Syariat Islam telah memberikan pokok-pokok aturan didalam melaksanakan hubungan kerja yang baik, saling menolong, saling menguntungkan dan tanpa merugikan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian maka cara pembagian yang menjadi konsekuensinyapun harus demikian adanya. Artinya bagian yang diterima si petani itu harus sesuai dengan pengorbanannya dan sesuai dengan pekerjaannya. Tenaga merupakan satu-satunya modal bagi petani untuk mencari kebutuhan hidup, apalagi keringatnya, harus benar-benar dihargai. Kata mudharabah berasal dari bahasa arab yang artinya bepergian untuk urusan dagang, atau memukul yang mempunyai arti proses memukulkan kakinya dalam perjalanan usaha.17 Menurut UU hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut juga diserahkan kepada orang yang berpiutang atau oleh seseorang yang mempunyai hutang atau oleh seorang lain atas nama orang yang mempunyai hutang. Seorang yang mempunyai hutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang untuk mengunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi hutang apabila pihak yang berhutang tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. 17 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 137.

10 Berdasarkan UU No 2 Tahun 1960, tentang perjanjian bagi hasil, jangka waktu untuk sawah adalah sekurang-kurangnya adalah 3 tahun dan yang tanah kering adalah sekurang-kurangnya adalah 5 tahun.18 Menurut masyarakat Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, akad gadai adalah menggadaikan sawahnya kepada orang lain dengan sarat dan ketentuan orang yang menggadaikan harus memberikan separuh dari hasil pertanian setiap saat panen selama jangka waktu sawah tersebut digadaikan, dengan dalih bagi hasil. sayangnya hal ini dilakukan tanpa melakukan perjanjian bagi basil terlebih dahulu. hal ini yang mendorong penyusun untuk mengadakan penelitian lebih mendalam terhadap peraktek gabungan gadai sawah dan bagi hasil di Desa Sumbersari. Berdasarkan uraian di atas maka penyusun akan menyusun skripsi dengan judulstudi PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP HUTANG DENGAN SISTEM GADAI DAN BAGI HASIL SAWAH (Studi Kasus di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana praktek utang-piutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati? 2. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap praktek utang-piutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati? C. Tinjauan Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian itu mempunyai tujuan. Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 18 Djazuli, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam,Kiblat Umat Press, Bandung, 2002, hlm. 334.

11 1. Untuk mengetahui bagimana praktek utang-piutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati? 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap utang-piutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati? D. Manfaat Penelitian Setelah tujuan penelitian tersebut diatas, maka penulis juga berharap penelitian ini bermanfaat baik terhadap diri penulis sendiri juga lebih-lebih bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: a. Dapat dijadikan pengembangan dari konsep tentang metode penghitungan hutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten, Pati. b. Dapat memberikan sumbanggan pemikiran, dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang ekonomi masyarakat dalam hukum islam, khususnya dalam bidang syari,ah muamalah. 2. Secara Praktis Penelitian ini menjadi manfaat praktik yaitu: a. Menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah tentang fiqih muamalah ke dalam dunia praktik. b. Memberikan wawasan, masukan dan sumbangan pikiran kepada masyarakat Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Sehinga dapat digunakan sebagai bahan untuk menigkatkan kinerja serta pengelolaan tanah yang telah digadaikan tersebut dan memanfaatkan tanah tersebut agar menghasilkan suatu barang dengan tidak mengunakan unsur riba tetapi mengunakan sistem bagi hasil.

12 E. Penegasan Istilah Pandangan : adalah penilaian dari sesorang atau sekelompok orang dengn bukti yang ada. Masyarakat : adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Hutang : Menghutangkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, untuk dikembalikan dengan penganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta kembali kapan saja yang menghutangi menghendaki.19 Sistem : Perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehinga membentuk suatu totalitas20 Gadai : Menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.21 Bagi Hasil : Akad kerjasama antara dua belah pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh modal, dan pihak kedua mengelola modal.22 F. Sistematika Penulisan Sistematika perlu dipaparkan supaya tidakterjadi tumpang tindih antara bab satu dengan yang lainnya. untukmenjaga konsistensi pemikiran penulis membuat sistematika pembahasan yang terdiri dari, bab-bab yang saling berhubungan dan saling menunjang antara satu dengan yang lainnya secara logis. 19 M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah Dan Implikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari ah, Legung Pustaka, Yogyakarta, hlm. 137. 20 Pusat Pembinaan dan Pengembanggan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 531. 21 Zainudin Ali, Hukum Gadai Syari ah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 1-2. 22 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 95.

13 Berikut adalah sistematika penelitian ini yang akan penulis susun: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini meliputi latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dari penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan penelitian. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang pengertian hutang (qardl), dasar hukum hutang, rukun hutang, syarat hutang, macam-macam hutang, tata cara hutang yang dianjurkan oleh Islam, gadai, macam-macam jenis akad gadai, dasar hukum gadai, rukun dan syarat gadai, hak dan kewajiban penerima dan pemberi gadai, gabungan antara sistem gadai dan bagi hasil, barang yang digadaikan atau jaminan, bagi hasil, dasar hukum bagi hasil, macam-macam bagi hasil, rukun dan syarat bagi hasil dan berakhirnya akad bagi hasil. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, sumber penelitian, metode pengumpulan data, analisis data. BAB IV : PENELITIAN HUTANG DENGAN SISTEM GADAI DAN BAGI HASIL SAWAH Bab ini terisi tentang gambaran obyek penelitian yaitu 1. Profil Desa Sumbersari, kondisi geografis, sosial budaya ekonomi dan keagamaan masyarakat, profesi masyarakat dll. 2. Diskripsi Data. Menjelaskan tentang : Praktek hutang dengan sistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan kayen, Kabupaten Pati. 3. Analisis Data. 1. Pandangan masyarakat terhadap hutang dengansistem gadai dan bagi hasil sawah di Desa Sumbersari, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Poinnya meliputi :

14 A. Tradisi, Budaya masyarakat melakukan hutang dengan system Gadai (diuraikan tentang hutang dan gadai dan persrspektif Islam) B. Memanfaatkan Barang Gadai C. Bagi Hasil dari hutang dengan system Gadai. 4. BAB V Simpulan. : KESIMPULAN DAN PENTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan, saran, dan penutup.