Korelasi IgG4 Antifilarial pada Ibu Hamil dan Bayi yang Dilahirkan

dokumen-dokumen yang mirip
Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

Proses Penularan Penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

INFEKSI RUBELLA DAN BAHAYANYA PADA KEHAMILAN ( STUDI PUSTAKA )

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN RESPON IMUN ADAPTIF SELULAR DAN HUMORAL PADA IBU HAMIL DENGAN INFEKSI WUCHERERIA BANCROFTI

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

PENYAKIT HEMOLITIK PADA NEONATUS MADE SUANDIKA SKEP,NS,MKEP CWCCA

ABSTRAK KORELASI ANTARA TOTAL LYMPHOCYTE COUNT DAN JUMLAH CD4 PADA PASIEN HIV/AIDS

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kaki gajah atau dalam bahasa medis. disebut filariasis limfatik atau elephantiasis adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Respon imun adaptif : Respon humoral

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 35

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL.

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

PREVALENSI MIKROFILARIA SETELAH PENGOBATAN MASAL 4 TAHUN DI WILAYAH KAMPUNG SAWAH, KECAMATAN CIPUTAT, TANGERANG SELATAN

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL JANUARI DESEMBER 2011

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

Gambar: Struktur Antibodi

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Golongan Darah. darah donor + resipien. oleh karena terjadi aglutinasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

ABSTRAK HUBUNGAN JUMLAH HEMATOKRIT DAN TROMBOSIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT SANGLAH TAHUN

ABSTRAK. STUDI TATALAKSANA SKRINING HIV di PMI KOTA BANDUNG TAHUN 2007

UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

ABSTRAK. PEMERIKSAAN IgM DAN IgG DENGUE RAPID TEST DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Transkripsi:

Korelasi IgG4 Antifilarial pada Ibu Hamil dan Bayi yang Dilahirkan Abstrak Angela Christina*, Heri Wibowo** * Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ** Staff Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Filariasis limfatik adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda, dapat terjadi di berbagai usia termasuk anak-anak, dan menyebabkan kecacatan sementara dan permanen. Biasanya, pasien dengan infeksi filarial aktif memiliki kadar IgG4 antifilarial yang tinggi, yang dapat diamati dengan pemeriksaan rutin. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa adanya transfer IgG4 via plasenta dan mengetahui penggunaan teknik serologi untuk diagnosis filariasis pada bayi sesuai/tidak untuk menghindari penggunaan obat yang tidak perlu. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester ketiga yang tinggal di area endemis filariasis (Desa Jati Sampurna dan Jati Karya) diukur kadar serum IgG4 dengan teknik ELISA. Setelah melahirkan, dilakukan pengukuran kadar serum IgG4 pada bayinya (n = 167). Sampel darah yang diukur sebanyak 4 ml, yang diambil pada pk 20.00 dari ibu dan bayinya (usia bayi < 7 hari). Kadar serum IgG4 dikelompokkan menjadi 2 (kelompok tinggi dan rendah) dengan batas 503,3750. Kadar IgG4 pada bayi berkorelasi positif secara signifikan dengan kadar IgG4 ibu (r = +0.236; p 0.05). Semakin tinggi konsentrasi IgG4 pada bayi, semakin tinggi kadar IgG4 pada bayinya. Juga didapatkan perbedaan yang signifikan antara rata-rata kadar IgG4 pada bayi yang ibunya memiliki kadar IgG4 yang tinggi dengan yang rendah (p = 0.004). Setiap bayi yang memiliki kadar IgG4 tinggi (n = 118), ternyata dilahirkan oleh ibu yang memiliki kadar IgG4 yang tinggi. Tingginya kadar IgG4 selama masa bayi (<1 tahun) tidak mengindikasikan adanya infeksi filariasis pada bayi tersebut. Kadar IgG4 diperkirakan meningkat karena adanya transfer IgG4 melalui plasenta, oleh sebab itu, teknik serologi tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis infeksi filariasis pada bayi. Kata kunci : Antifilarial, IgG4, bayi, transplasenta Abstract Lymphatic filariasis is a painful infectious disease caused by nematode worms. The infection is usually acquired in childhood and causing temporary or permanent disability. Typically, patients with active filarial infection will have their antifilarial IgG4 level elevated, which can be observed using routine assay. In order to suppress the parasite s activity, antihelmintic drugs must be taken. But, these drugs have considerable side effect to children, such as GI disturbance. This study aim to investigate the transplacental transfer of IgG4 and whether or not serologic techniques are adequate to diagnosie filarial infection in infants and to avoid the unnecessary drugs use. Pregnant women in third trimester residing in filarial endemic area (Jati Sampurna and Jati Karya Village) were measured serum IgG4 level using ELISA technique. Several months later, their infants IgG4 serum level is measure as well (n

= 167). Four millimeters blood samples were taken at 8 PM from mother and her infant (before 7 days of age). Serum IgG4 level is classified into 2 groups (high and low) by using cut off point 503,3750. There was a significant positive correlation between high serum IgG4 concentration in their mother and her infant (r = +0.236; p 0.05). The higher IgG4 concentration in mother, the higher IgG4 concentration in their infant. There was also a significant difference between the mean IgG4 concentration in infant whom mother has high level serum IgG4 and low (p = 0.004). Infants, with have high level of serum IgG4 (n = 118), each has a mother with high serum IgG4 level as well. High level of antifilarial IgG4 during infancy (<1 year) does not necessarilly indicate an filarial infection in said infant. The serum IgG4 level is likely to elevated due to the transplacental transfer of maternal IgG4, and thus serologic technique are not recommended in diagnosing filarial infection in infants. Keywords : Antifilarial, IgG4, infant, transplacental PENDAHULUAN Filariasis merupakan penyakit infeksi parasit cacing filaria. 1 Filariasis ditularkan oleh semua jenis nyamuk (jenis nyamuknya antara lain Culex, Anopheles, Mansonia dan Aedes). 1 Cacing filaria yang paling banyak menularkan filariasis di Indonesia adalah Brugia malayi, Brugia timori dan Wucheria brancofti. 1 Infeksi parasit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, yang kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di pembuluh limfatik, mengakibatkan kerusakan yang parah dan pembengkakan (lymphoedema). 2 Elephantiasis adalah tanda klasik dari penyakit stadium lanjut dengan manifestasi klinis berupa pembengkakan yang menyakitkan pada kaki dan organ genital. 2 Infeksi filariasis dapat diobati, namun, kondisi kronis dapat tidak terobati oleh obat anti-filarial dan membutuhkan penanganan khusus, seperti operasi untuk hydrocele. 2 Filariasis bila tidak diobati dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin. 3 Akibat cacat menetap tersebut, penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. 1,3 Di dunia, lebih dari 120 juta orang sedang terinfeksi filariasis, dengan sekitar 40 juta cacat dan lumpuh karena penyakit ini. 4 Di Indonesia filariasis juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. 1 Hingga tahun 2008, jumlah kasus kronis filariasis mencapai 11.699 kasus di 378 kabupaten/kota. 1 Sebanyak 316 dari 471 kabupaten/kota secara epidemiologis telah terpetakan sebagai endemis filariasis. 1 Dari hasil pemetaan tersebut, didapatkan prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19% dari seluruh populasi Indonesia. Artinya, dari seluruh populasi masyarakat di Indonesia yang berjumlah 220 juta orang, maka terdapat 40 juta orang di dalam tubuhnya mengandung mikrofilaria. Individu yang memiliki mikrofilaria itulah yang menjadi sumber penularan filariasis. 1 Berdasarkan sifat penyakitnya, banyak penduduk yang terinfeksi tanpa menunjukkan gejala. 3 Pada filariasis limfatik kronis, terjadi regulasi sistem imunitas yang kompleks terhadap W. bancrofti dan B. malayi, yaitu berupa penurunan respon sel T terhadap antigen mikrofilaria dan berkurangnya produksi

interferon gamma. 5 Kurangnya korelasi antara intensitas mikrofilaremia dan risiko lymphedema menunjukkan bahwa respon imun mungkin berperan dominan dalam menentukan kerusakan akibat infeksi filaria. 5 METODE Penelitian ini merupakan penelitian yang berbasis pada data sekunder yang diperoleh dari data hasil penelitian utama yang dikerjakan secara cross-sectional. Data-data tersebut digunakan untuk menilai adanya korelasi antara distribusi IgG4 antifilaria pada ibu hamil dengan distribusi IgG4 antifilaria pada bayi yang dilahirkannya. Analisis dimulai dengan mengakses data titer IgG4 pada ibu hamil dan pada bayi yang dilahirkannya. Untuk mengetahui IgG4 transplasental dari ibu ke bayi dilakukan uji korelasi bivariat. Besar korelasi dinyatakan dengan r dan dianggap signifikan pada alfa 0,05. Jika kedua set data berdistribusi normal, data dianalisa menggunakan uji korelasi bivariated dengan uji pearson. Dan jika data tidak berdistribusi normal, analisa akan dilakukan dengan uji spearman. Data yang digunakan adalah kadar IgG4 ibu hamil sebagai variabel independen dan IgG4 bayi sebagai variabel dependen. Setelah melakukan analisis menggunakan SPSS, hasil kemudian disimpulkan. HASIL Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya termasuk kecamatan Jati Sampurna terletak di Bekasi, Jawa Barat. Kedua kelurahan ini adalah area suburban yang endemis terhadap Wuchereria bancrofti. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh bayaran di sekitar Bekasi. Kebersihan lingkungan pada kedua kelurahan ini tergolong buruk, di mana hasil pembuangan rumah tangga ditampung di sekitar rumah, yang berpotensi menjadi tempat berkembangbiak nyamuk Culex quinquefasciatus, vektor W. bancrofti. Penelitian dilakukan pada ibu hamil trimester 3 yang diambil darahnya, sekitar 266 orang namun hanya 167 bayi yang dapat diperiksa sehingga terdapat 99 data yang hilang. Darahnya kemudian diperiksa kadar IgG4 antifilariasis dengan pemeriksaan parasitologi dan pengukuran antibodi. Hasil pengukuran antibodi kemudian diklasifikasikan berdasarkan nilai batas (cut off point) sebesar 503,3750, yang diperoleh menggunakan analisis ROC (terlampir), menjadi 2 kelompok yaitu ibu dengan status IgG4 antifilaria yang tinggi dan yang rendah. IgG merupakan antibodi yang ditransfer melalui plasenta dengan jumlah yang signifikan dibandingkan keempat kelas antibodi lainnya. Pada bayi baru lahir, kadar antibodi IgG biasanya berkorelasi dengan ibunya. IgG terdiri dari 4 subkelas, yaitu IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4, yang keberadaannya diperkirakan berespon berbeda untuk antigen yang berbeda dan afinitas yang berbeda terhadap reseptor FcRn (untuk mentranspor IgG). 6 Untuk melihat korelasi status IgG4 antifilaria ibu dengan status IgG4 antifilaria bayi yang dilahirkannya digunakan uji spearman dan didapatkan koefisien korelasi r= 0,24, p= 0,000 (Gambar 3). Dari hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara status IgG4 antifilaria ibu dengan status IgG4 antifilaria bayi yang

dilahirkannya. Hal ini berarti, semakin tinggi kadar IgG4 pada ibu, semakin tinggi juga kadar IgG4 pada bayi yang dilahirkannya. Gambar 3. Grafik korelasi antara IgG4 antifilaria pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkannya Karena kadar IgG4 ibu menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan dengan kadar IgG4 pada bayi yang dilahirkan, maka bayi yang lahir dari ibu yang memiliki kadar IgG4 tinggi cenderung melahirkan bayi yang rerata kadar IgG4 antifilarianya juga tinggi dan sebaliknya. Hasil analisis tertera pada gambar 4 Uji Mann- Whitney p = 0,004 Gambar 4. Grafik Rerata Status IgG4 Bayi yang Dilahirkan dari Ibu yang Tinggi dan Rendah Pada Asymp. Sig. (2-tailed).004 (p<0.05), menunjukkan hasil signifikan. Jadi uji Mann-Whitney dilakukan untuk menegaskan bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara status IgG4 antifilaria bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan status IgG4 antifilaria tinggi dengan ibu yang status IgG4 antifilaria rendah. Baik dari uji Spearman maupun uji Mann- Whitney, dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya kadar IgG4 pada bayi sangat tergantung dari IgG4 ibunya. Dan kadar IgG4 antifilaria bayi yang lahir dari ibu dengan status kadar IgG4 tinggi signifikan lebih tinggi dibanding kadar IgG4 bayi yang lahir dari ibu dengan status kadar IgG4 rendah. Dengan demikian, melalui analisis hipotesis penelitian dapat diterima. DISKUSI Manusia memiliki 5 kelas imunoglobulin yang dibedakan oleh 5 tipe major rantai berat. IgG atau imunoglobulin G, adalah Ig yang paling banyak di cairan ekstraselular. IgG berfungsi menetralkan toksin dan melawan mikroorganisme pada jalur komplemen C1 dan memfasilitasi pengikatan sel fagosit melalui reseptor C3b dan FcƔ. Reseptor FcƔ pada IgG sangat bervariasi, yang masing-masing memiliki spesialisasi dalam berbagai fungsi yang berbeda seperti fagositosis, sitotoksik antibodi, transpor via plasental, dan regulasi limfosit B. 7 IgG ibu ditransfer melalui plasenta terutama pada trimester akhir pada masa kehidupan janin. IgG ibu juga diberikan

melalui ASI masuk ke usus dan beredar dalam sirkulasi neonatus pada awal kehidupan. Melalui kedua cara tersebut, IgG ibu memberikan perlindungan utama bagi fetus dalam kandungan juga pada beberapa minggu pertama kehidupan. Keseimbangan kadar IgG diatur oleh FcRn, reseptor yang memasukkan IgG dari lumen usus ke dalam sirkulasi darah neonatus. 7 Berdasarkan analisis antigen, IgG memiliki 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4. Konsentrasi IgG4 paling kecil dibanding ketiga subkelas yang lain, yaitu 0,5 mg/ml, dan hanya 4% dari total IgG serum. 7 Kadar IgG4 serum pada individu yang sehat dapat bervariasi secara signifikan. 8 IgG4 memiliki waktu paruh 23 hari. 7 Sama seperti subkelas IgG lain, IgG4 juga dapat ditransfer melalui plasenta. 7 Antibodi IgG4 memiliki struktural dan sifat fungsional yang unik. Di dalam tubuh, IgG4 mengalami half-antibody exchange sehingga terjadi rekombinasi antibodi yang terdiri dari 2 tempat pengikatan yang spesifik dan berbeda. 8,9 Produksi antibodi IgG4 dipengaruhi oleh sitokin yang dihasilkan T-helper 2 yang juga memediasi respon alergi dan produksi IgE. Sel Treg diperkirakan berkontribusi dalam mensupresi penyakit alergi dengan supresi IgE dan induksi IgG4. 8,10 Seperti IgG rhematoid factor (RF), aktivasi IgG4 juga terjadi oleh adanya interaksi dengan IgG. Namun, berbeda dengan RF konvensional, aktivasi IgG4 terletak pada domain konstannya. Hal ini berpotensi sebagai sumber dari positif palsu pada hasil pemeriksaan IgG4. 9 Karena regulasi produksi IgG4 dipengaruhi oleh peran sel T-helper 2 (Th2), respon IgG4 sangat terbatas pada antigen non-mikrobial. Ketergantungan pada Th2 berhubungan dengan respon IgG4 dan IgE. Regulasi imun IgG4 juga cenderung hanya muncul setelah imunisasi jangka panjang (prolonged immunization). Dalam konteks alergi yang dimediasi IgE, keberadaan antibodi IgG4 biasanya berhubungan dengan penurunan gejala. Hal ini tampaknya disebabkan oleh efek blok alergen pada tingkat sel mast dan/atau pada tingkat antigen-presenting cell (dengan mencegah aktivasi IgE oleh sel T). 9 Peningkatan produksi IL-10 dan sitokin anti-inflamasi lain menyebabkan peningkatan produksi IgG4. IgG4 diperkirakan tidak menyebabkan gejala alergi, malahan, keberadaan alergenspesifik IgG4 mengindikasikan adanya mekanisme anti-inflamasi dan mekanisme induksi toleransi yang telah teraktivasi. 9 Pada filariasis ditemukan peningkatan kadar IgG4 sehingga, saat ini telah dikembangkan metode diagnosis dengan menggunakan IgG4. Namun sayangnya, deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi aktif. Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang-kadang mikrofilaria tidak dijumpai dalam darah, tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria. 11,12 Pada hasil penelitian kali ini menunjukkan adanya korelasi antara IgG4 ibu dengan bayi yang dilahirkan, yang berarti IgG4 pada bayi diperkirakan berasal dari transfer transplasenta dan belum tentu menunjukkan adanya infeksi filaria pada bayi. Hal ini didukung oleh Roitt IM dan Delves PJ dalam bukunya yang berjudul Essensial Immunology, bahwa memang

IgG4 ibu dapat ditransfer melalui plasenta. 7 Oleh sebab itu dalam pengukuran IgG4 pada bayi harus diperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi kadarnya, seperti infeksi yang terjadi pada ibunya, juga waktu paruh antibodi, serta usia bayi dapat menghasilkan antibodi sendiri. Berdasarkan analisis yang dilakukan, nilai koefisien korelasi pada IgG4 memiliki nilai yang kecil yaitu, 0,24. Artinya, memang nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan kadar IgG4 pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kadar IgG4 tinggi karena adanya transfer transplasental, hanya saja korelasinya tidak kuat. Hal ini diperkirakan karena adanya variasi waktu pengambilan sampel darah ibu yang terlalu lebar, ada yang diambil darahnya pada awal trimester ketiga, ada yang pada trimester tiga akhir, akibatnya, nilai korelasinya kecil. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Fratamico PM. Menurut penelitian Fratamico PM, sensitisasi prenatal terhadap antigen parasit dapat muncul in utero pada bayi yang lahir dari ibu yang mengalami mikrofilaremia. Akibatnya, bayi tersebut memiliki toleransi terhadap antigen filaria, termasuk respon terhadap infeksi di kemudian hari dalam hidup mereka, sehingga kadar antibodinya berbeda dengan bayi yang baru pertama kali terinfeksi filaria. 13 Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa penetapan status infeksi filaria berdasarkan IgG4 pada bayi (neonatus) tidak direkomendasikan, karena kadar IgG4 yang ditemukan belum tentu disebabkan oleh infeksi atau sensitisasi prenatal tetapi bisa terjadi oleh transfer dari ibu hamil yang terinfeksi. Dengan mempertimbangkan waktu paruh antibodi, sebaiknya penetapan status infeksi filaria berdasrkan IgG4 pada bayi dilakukan pada saat usia bayi di atas 1 tahun atau jika pemeriksaan infeksi filaria harus dilakukan pada neonatus atau kruang dari 1 tahun maka sebaiknya digunakan pemeriksaan antigen. KESIMPULAN Dari hasil dan diskusi, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Tinggi rendahnya kadar IgG4 antifilaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis dapat mempengaruhi tinggi rendahnya IgG4 antifilaria pada bayi yang dilahirkan. (2) IgG4 dapat ditransfer dari ibu ke bayi melalui plasenta sehingga apabila bayi yang baru lahir memiliki status IgG4 yang tinggi tidak pasti menunjukkan adanya infeksi pada bayi, tapi bisa didapat dari ibu. SARAN Berdasarkan hasil dari penelitian ini, penulis menyarankan pengujian status IgG4 pada bayi pada sebaiknya setelah bayi tersebut berusia lebih dari 1 tahun. Dan untuk pengembangan penelitian mengenai topik yang sama sebaiknya pengambilan darah untuk pemeriksaan status IgG4 ibu hamil sebaiknya dilakukan pada usia gestasi yang sama, diharapkan agar mendapat nilai korelasi yang lebih tinggi. PENUTUP Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Dr. Heri Wibowo, M. Biomed yang telah membimbing dan mendukung

penelitian ini sampai akhir dan juga dr. Retno Asti, M. Epid yang telah memberikan kritik dan saran dalam memperbaiki kekurangan penelitian ini. Penulis juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini dalam pelaksanaannya dari awal hingga akhir. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil investigasi kejadian ikutan paska pengobatan massal filariasis di Kabupaten Bandung [homepage on Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; [cited 2011 Feb 1]. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php /berita/press-release/73-hasilinvestigasi-kejadian-ikutan-paskapengobatan-massal-filariasis-dikabupaten-bandung.html. 2. World Health Organization. Filariasis [homepage on Internet]. WHO; c2012 [cited 2011 Sept 17]. Available from http://www.who.int/topics/filariasis /en/. 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menkes canangkan pengobatan filariasis di Jawa Barat [homepage on Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; [cited 2011 Feb 1]. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php /berita/press-release/409-menkescanangkan-pengobatan-filariasisdi-jawa-barat.html. 4. World Health Organization. Lymphatic filariasis [homepage on Internet]. WHO; c2012 [update 2011 March; cited 2011 Sept 17]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/fa ctsheets/fs102/en/. 5. Fratamico PM. Sequelae and longterm consequences of infectious disease. Washington DC: American Society for Microbiology, 2009. pg. 304-5. 6. Palmeira P, Quinello C, Silveira- Lessa AL, Zago CA, Carneiro- Sampaio MC. IgG Placental Transfer in Healthy and Pathological Pregnancies. Hindawi. July 2011; 2012(985646). 7. Roitt IM, Delves PJ. Essensial immunology. 10th Ed. Massachusetts: Blackwell Publishing. p. 51-7. 8. Nirula A, Glaser SM, Kalled SL, Taylor FR. What is IgG4? A review of the biology of a unique immunoglobulin subtype. Curr Opin Rheumatol. 2011 Jan;[cited 2012 Aug 19];23:(1):119-24. 9. Aalberse RC, Stapel SO, Schuurman J, Rispens T. Immunoglobulin G4: an odd antibody. Clin Exp Allergy. 2009 Apr;[cited 2012 Aug 19];39(4):469-77. 10. Meiler F, Klunker S, Zimmermann M, Akdis CA, Akdis M. Distinct regulation of IgE, IgG4 and IgA by T regulatory cells and toll-like receptors. Allergy. 2008 Nov;[cited 2012 Aug 19];63(11):1455-63.

11. Parslow TG, Stutes DP, Terr Al, Imboden JB. Medical immunology international edition. 10th ed. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2003. p.95. 12. Hastini. Reaksi imunologi pada perjalanan penyakit filariasis malayi dalam Cermin Dunia Kedokteran. Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma. Jakarta, 1994. p. 14. 13. Fratamico PM. Sequelae and longterm consequences of infectious disease. Washington DC: American Society for Microbiology, 2009. pg. 304-5.