Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

Laporan Operasi Tonsilektomi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tonsilitis. No. Documen : No. Revisi : Tgl. Terbit :

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

Tonsilofaringitis Akut

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

ABSTRAK GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA TONSILEKTOMI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

Yang Terhormat (orang tua / pengasuh)

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FARINGITIS AKUT. Finny Fitry Yani Sub Bagian Respirologi Anak Bagian IKA RS M Djamil- FK Unand

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

Tahap-tahap penegakan diagnosis :

BAB II TINJAUAN TEORI

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Amandel atau tonsil merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang abnormal. dalam rongga pleura. (Tierney, 2002)

Penyebab tuli konduksi

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?


Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

Gambar 1. Anatomi normal tonsil palatina dan jaringan disekitarnya.(8)

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

ASIDOSIS RESPIRATORIK

PENGELOLAAN NYERI PADA An. E DENGAN POST OP TONSILEKTOMI DI RUANG ANGGREK RSUD SALATIGA

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.2. Parotitis. Diare. Apendisitis. Konstipasi

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL. Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISPA

Bab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAWATAN PERIODONTAL

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

Sarkoidosis DEFINISI PENYEBAB

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT THT. Tonsilitis Kronik. Dokter Pembimbing Dr. Wahyu BM, Sp.THT, Msi Med

INFEKSI LARING FARING (FARINGITIS AKUT)

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

Surat Pernyataan Riwayat Kesehatan Calon Mahasiswa Baru Universitas YARSI

Penyakit pada Lansia. Gaya Hidup Aktif dan Proses Penuaan dr. Imas Damayanti, M.Kes FPOK-UPI

REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

AMNIOTOMI. Diadjeng Setya W

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Yang Diindikasikan Tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi

DAFTAR PENYAKIT YANG MAMPU DISEMBUHKAN SIRUP HERBAL FIDES

Radang liang telinga akut maupun kronis akibat infeksi jamur, bakteri, atau virus. Faktor predisposisi: trauma ringan, mengorek telinga.

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Transkripsi:

TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar. Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil 4.2. Indikasi Tonsilektomi A. Indikasi absolut: 1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur 3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma) 5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya 6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi 7. Karier difteri 8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

Gambar. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia B. Indikasi relatif: 1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan medis yang adekuat). 2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik (karier). 3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional. 4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis. 5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk. 6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan medis. 7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas. 8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten. 3. Kontraindikasi

A. Kontraindikasi absolut: 1. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura 2. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan sebagainya. B. Kontraindikasi relatif: 1. Palatoschizis 2. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%) 3. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler) 4. Poliomielitis epidemik 5. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun) 4.4. Jenis-jenis Tonsilektomi Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya: 1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare 2. Tonsilektomi metode Sluder Ballenger 3. Tonsilektomi metode Kriogenik 4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi 5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser 4.5. Komplikasi 1. Perdarahan Gambar. Tonsilektomi Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada hari ke 5-7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan

keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi lokal atau umum. 2. Infeksi Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d entre bagi mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses parafaring dilakukan insisi drainase. 3. Nyeri pasca bedah Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring. 4. Trauma jaringan sekitar tonsil Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.

5. Perubahan suara Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 4 minggu. 6. Komplikasi lain Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag. Dikategorikan Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu. Sedangkan Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama 2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun.