BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB II KAJIAN TEORITIK. NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penelitian terdahulu dikemukakan bahwa prestasi belajar siswa

BAB II KAJIAN TEORITIK. dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB II KAJIAN TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI

BAB II KAJIAN TEORETIS

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Metode Pembelajaran Delikan, Kemampuan Komunikasi, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Lusi Lusiyana Aminah, Wardani Rahayu, Ellis Salsabila Program Studi Pendidikan Matematika, FMIPA UNJ. Abstrak

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS. kata communication yang dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Metode Improve, Metode Pembelajaran Konvensional, Kemampuan. Representasi Matematis, dan Teori Sikap

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengetahui sejauh mana keterlaksanaan aktivitas guru dalam pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pelajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA (Bandung: Tarsito, 2006),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

Volume 1 Nomer 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dalam hal pengetahuan maupun sikap. Salah satu pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada makna yang lebih kompleks pembelajaran. siswanya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SMP N 2 SEDAYU YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata latin communicatio dan bersumber dari kata

PENERAPAN STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII SMPN 11 PADANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

BAB II KAJIAN TEORITIS

ARTIKEL ILMIAH PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari, karena

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemerintah, diantaranya dengan melakukan perbaikan dan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVIEMENT DIVISION (STAD)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Matematika telah memberikan kontribusi dalam pemecahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Dalam bahasa Indonesia thinking aloud artinya berfikir keras, pair artinya berpasangan dan problem solving (TAPPS) dapat diartikan sebagai teknik berfikir keras secara berpasangan dalam penyelesaian masalah. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparade, yang kemudian digunakan oleh Bloom dan Bloder untuk meneliti proses pemecahan masalah pada siswa SMA. Art Whimbey dan Jack Lochhead telah mengembangkan metode ini pada pengajaran matematika dan fisika (Desriyanti, 2014:14). Pada metode TAPPS, siswa dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang menjadi problem solver dan satu lagi menjadi listener. Setiap anggota tim memiliki tugas masingmasing yang akan mengikuti aturan tertentu. Model TAPPS merupakan model pembelajaran yang melibatkan dua orang siswa yang saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah. Setiap siswa memiliki tugas masing-masing dan guru bertugas mengarahkan siswa sesuai prosedur yang telah ditentukan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang problem solver adalah membaca soal yang dilanjutkan dengan mengungkapkan semua hal yang terpikirkan untuk menyelesaikan masalah dalam soal tersebut. Seorang listener harus membuat problem solver tetap berbicara. Tugas utama seorang listener adalah memahami setiap langkah maupun kesalahan yang dibuat problem 14

15 solver. Seorang listener yang baik tidak hanya mengetahui langkah yang diambil problem solver tetapi juga memahami alasan yang digunakan problem solver untuk memilih langkah tersebut. Listener dianjurkan untuk menunjukkan apabila telah terjadi kesalahan tetapi tidak menyebutkan letak kesalahannya dengan cara mendengarkan seluruh proses yang dilakukan problem solver dalam memecahkan masalah dan memberikan petunjuk pemecahan masalah dengan cara bertanya hal-hal yang berkaitan dengan pemecahan tersebut dan listener berusaha untuk tidak langsung menunjukkan pemecahan masalah problem solver yang dimaksud. Setelah suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas, yaitu siswa yang sebelumnya berperan sebagai listener menjadi problem solver dan siswa yang berperan sebagai problem solver menjadi listener. Sehingga semua memiliki kesempatan untuk menjadi problem solver dan listener. Berikut merupakan rincian tugas problem solver dan listener yang dikemukakan Barkley (2010:259) 1) Menjadi seorang problem solver Seorang problem solver mempunyai tugas sebagai berikut. a) Membaca soal dengan jelas agar listener mengetahui masalah yang akan dipecahkan. b) Mulai menyelesaikan soal dengan cara sendiri. Problem solver mengemukakan semua pendapat dan gagasan yang terpikirkan, mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut serta menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana langkah tersebut diambil agar listener mengerti penyelesaian yang dilakukan problem solver. c) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya. Anggaplah bahwa listener sedang tidak mengevaluasi d) Mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun problem solver menganggap masalah itu sulit.

16 2) Menjadi seorang listener Seorang listener mempunyai tugas sebagai berikut. a) Listener adalah seorang penanya, bukan pengkritik. b) Peran listener adalah sebagai berikut. (1) Menuntun problem solver agar tetap berbicara, tetapi jangan menyela ketika problem solver sedang berpikir. (2) Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan problem solver tidak ada yang salah dan tidak ada langkah yang terlewatkan. (3) Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi permasalahannya. (4) Memahami setiap langkah yang diambil problem solver. Jika tidak mengerti, maka bertanyalah kepada problem solver. c) Jangan berpaling dari problem solver dan mulai menyelesaikan masalah yang sedang dipecahkan problem solver. d) Jangan membiarkan problem solver melanjutkan berpikir setelah terjadi kesalahan. Jika problem solver membuat kesalahan, hindarkan untuk mengoreksi, berikan pertanyaan penuntun yang mengarah ke jawaban yang benar. Guru dapat berkeliling memonitor seluruh aktivitas seluruh tim dan membimbing listener mengajukan pertanyaan sesuai materi. Hal ini diperlukan karena keberhasilan model ini akan tercapai bila listener berhasil membuat problem solver memberikan alasan dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah. b. Langkah-langkah dalam menerapkan Model Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Adapun langkah-langkah dalam pelakasanaan model pembelajaran TAPPS (Desriyanti,2014:17) adalah sebagai berikut.

17 1) Siswa dibagi menjadi berkelompok yang terdiri dari 2 orang siswa. 2) Siswa diminta duduk secara berpasangan dan saling berhadapan. 3) Setiap anggota kelompok menentukan siapa yang terlebih dahulu menjadi problem solver dan siapa yang menjadi listener. 4) Guru memberikan soal kepada setiap kelompok. 5) Yang berperan sebagai problem solver harus membacakan soal dengan jelas kepada listener. 6) Selanjutnya, sebelum problem solver memberikan gagasannya mengenai soal tersebut, ia terlebih dahulu harus melakukan penalaran terhadap soal yang diberikan guru. 7) Setelah itu barulah problem solver menyampaikan hasil penalarannya kepada listener. 8) Listener bertugas untuk mendegarkan apa yang disampaikan oleh problem solver dan memahami setiap langkah, jawaban, dan analisa yang diberikan. 9) Listener tidak diperkenankan menambahkan jawaban problem solver karena listener disini hanya berhak untuk memberitahukan apabila terjadi kekeliruan dalam analisa problem solver. 10) Apabila suatu soal atau masalah telah terselesaikan oleh problem solver maka mereka segera bertukar tugas. Problem solver menjadi listener dan listener menjadi problem solver. 11) Setelah mereka bertukar tugas lalu guru memberikan masalah yang baru yang harus diselesaikan oleh problem solver yang baru. Hal ini dilakukan agar setiap siswa berkesempatan untuk memberikan hasil analisa mereka dan berkesempatan juga menjadi listener. c. Keunggulan Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Keunggulan metode TAPPS menurut Johnson dan Chung (1999), yakni: 1) Setiap anggota pada pasangan TAPPS dapat saling belajar mengenai strategi pemecahan masalah satu sama lain sehingga mereka sadar tentang proses berpikir masingmasing

18 2) TAPPS menuntut seorang problem solver untuk berpikir sambil menjelaskan sehingga pola berpikir mereka lebih terstruktur. 3) Dialog pada TAPPS membantu membangun kerangka kerja kontekstual yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. 4) TAPPS memungkinkan peserta didik untuk melatih konsep, mengaitkannya dengan kerangka kerja yang sudah ada, dan menghasilkan pemahaman materi yang lebih mendalam. 5) Memberikan kesempatan kepada siswa mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 6) Pemecahan masalah merupaka teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. d. Kekurangan Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Johnson dan Chung (1999) berpendapat bahwa Model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) memiliki kekurangan antara lain: 1) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. 2) Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakukan dengan memotivasi siswa. 3) Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok 4) Model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) memerlukan banyak waktu. 2. Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Lalu, menurut Harjana (Son, 2015:1) komunikasi adalah proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain

19 melalui media tertentu. Secara umum komunikasi dapat dipahami sebagai suatu bentuk aktivitas penyampaian informasi dalam suatu komunitas tertentu. Aktivitas semacam ini dapat mengasah kemampuan berkomunikasi atau kemampuan menyampaikan pemikiran tentang sesuatu hal bagi pesertanya. Khususnya komunikasi dalam matematika adalah suatu aktivitas penyampaian dan atau penerimaan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa matematika. Dalam kegiatan belajar matematika, Viseu dan Oliveria (Son, 2015) mengatakan bahwa melalui komunikasi dapat merangsang siswa untuk berbagi ide, pikiran, dugaan dan solusi matematika. Menurut Asikin (Son, 2015) komunikasi matematis adalah suatu peristiwa saling berhubungan atau dialog yang terjadi dalam lingkungan kelas sehingga terjadi pengalihan pesan, pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas secara evaluasi maupun lisan. Baroody (Husna, 2013) mengemukakan bahwa ada dua alasan untuk fokus pada komunikasi matematis pertama, matematika merupakan bahasa yang esensial bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya sebagai alat berpikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan memberikan kesimpulan, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, memvariasikan ide secara jelas dan singkat. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan suatu aktifitas sosial yang melibatkan sekurangnya dua pihak yaitu guru dan siswa. Berkomunikasi dengan teman adalah kegiatan yang penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi, sehingga siswa dapat belajar

20 seperti seorang ahli matematika dan mampu menyelesaikan masalah dengan sukses. Baroody (Rachmayani, 2014) mengemukakan terdapat lima aspek komunikasi, yaitu : a. Representasi (representing) Representasi diartikan sebagai (a) bentuk baru dari hasil translasi suatu masalah atau ide, dan (b) translasi suatu diagram dari model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Representasi dapat membantu anak menjelaskan konsep atau ide dan memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu dapat meningkatkan fleksibelitas dalam menjawab soal matematika b. Menyimak (Listening) Menyimak secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang lebih efektif. c. Membaca (Reading) Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks, karena di dalamnya terkait aspek mengingat, memahami, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan apa yang terkandung dalam bacaan. d. Berdiskusi (Discussing) Saran bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikiran-pikirannya berkaitan dengan materi yang diajarkan. e. Menulis (Writing) Kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran, dipandang sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir keras karena siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif. Menurut Sumarno (Son, 2015) untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa dibutuhkan beberapa indikator, antara lain: a. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika

21 b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik atau bentuk aljabar c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika d. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika e. Membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan f. Membuat konjektur, menyusun argumen merumuskan definisi dan generalisasi. 3. Model Pembelajaran Konvensional a. Pengertian Pembelajaran Konvensional Menurut Djamarah (Desriyanti, 2014:19), model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisonal atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran seajarah metode konvensional dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta tugas dan latihan. Menurut Roestiyah (Moestofa, 2013:257) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dengan metode ceramah, pembelajaran konvensional atau tradisional pada umumnya memiliki ciri khas tertentu, misalnya: Lebih mengutamakan hasil daripada proses dan pengajaran berpusat pada guru. Adapun tahap-tahap dalam pembelajaran komunikasi (Moestofa, 2013:257) adalah : 1) Tahap pembukaan Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa untuk memasuki suasana belajar dengan menyampaikan salam dan tujuan pembelajaran 2) Tahap pengembangan Tahap ini merupakan tahap dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang diisi dengan penyajian materi secara lisan didukung

22 oleh penggunaan media. Hal lain yang perlu dilakukan dalam ceramah adalah mengatur irama suara, kontak mata, gerakan tubuh dan perpindahan posisi berdiri untuk menghidupkan suasan pembelajaran 3) Tahap evaluasi Guru mengevaluasi belajar siswa dengan membuat kesimpulan atau rangkuman materi pembelajaran, pemberian tugas, dan diakhiri dengan menyampaikan terimakasih atas keseriusan siswa dalam pembelajaran. b. Kekurangan Pembelajaran Konvensional Kekurangan pembelajaran konvensional menurut Gintings (Moestofa, 2013:257) adalah : 1) Rumusan tujuan instruksional yang sesuai hanya sampai dengan tingkat comprehension 2) Hanya cocok untuk kemampuan kognitif 3) Komunikasi cenderung satu arah 4) Bergantung pada kemampuan komunikasi verbal penyaji 5) Ceramah yang kurang inspiratif akan menurunkan antusias belajar. 4. Sikap Sikap berasal dari kata latin aptus yang berarti dalam keadaan sehat dan siap melakukan aksi atau tindakan. Thurstone (Suherman, 2003:10) mendefinisikan sikap sebagai derajat perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek yang bersifat psikologis. Sikap positif siswa akan menjadi awal untuk menuju lingkungan belajar yang efektif. Dengan lingkungan belajar yang efektif menuntut guru bertindak kreatif. Adapun fungsi sikap menurut Ahmadi (2007:165-167) adalah sebagai berikut: a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku

23 c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalamanpengalaman d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian Suherman (2003:187) menyatakan bahwa hal-hal yang diperoleh guru dengan melaksanakan evaluasi sikap terhadap matematika, yaitu: a. Memperoleh balikan (feed back) sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan program pengerjaan remedial. b. Memperbaiki perilaku diri sendiri (guru) maupun siswa. c. Memperbaiki atau menambah fasilitas belajar yang masih kurang. d. Mengetahui latar belakang kehidupan siswa yang berkenaan dengan aktivitas belajarnya. Menurut Azwar (2005:87-104) terdapat beberapa metode untuk mengukur sikap, diantaranya: (a) Observasi perilaku; (b) Pertanyaan langsung; (c) Pengungkapan langsung; (d) Skala sikap; (e) Pengukuran terselubung. Sikap terbentuk atas dasar pengalaman dalam hubungannya dengan objek di luar dirinya. Pada dasarnya sikap itu merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk melakukan kegiatan. Adapun cara untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala sikap. B. Pembelajaran Materi Bangun Ruang Sisi Datar Melalui Model Thinking Aloud Pair Problem Solving Materi Bangun Ruang Sisi Datar merupakan salah satu materi yang terdapat pada kelas VIII semester 2. Pembahasan bangun ruang sisi datar, yaitu: sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian lainnya, jaring-

24 jaring kubus, balok, prisma dan limas, luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas. Materi prasayarat yang harus dimiliki siswa yaitu, Bangun sisi datar dan Pythagoras. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan materi bangun ruang sisi datar dan memilih bangun ruang prisma sebagai materi dalam instrumen tes. Dimana materi bangun ruang sisi datar dapat diaplikasikan ke dalam kemampuan komunikasi matematis yaitu dihubungkan dengan materi dalam matematika, mata pelajaaran lain dan kehidupan sehari-hari. Sifat-sifat bangun ruang prisma, yaitu : 1. Prisma memiliki bentuk alas dan atap yang kongruen 2. Setiap sisi bagian samping prisma berbentuk persegipanjang 3. Prisma memiliki rusuk tegak 4. Setiap diagonal bidang pada sisi yang sama memiliki ukuran yang sama. Jaring-jaring prisma dapat digunakan untuk menghitung luas permukaan prisma, rumus luas permukaan prisma, yaitu : 2 x luas alas + jumlah luas sisi yang tegak. Sedangkan untuk menghitung rumus volume prisma yaitu dengan menggunakan rumus luas alas x tinggi. Materi yang digunakan merupakan perluasan dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan. Standar Kompetensi yang digunakan yaitu : Memahami sifat-sifat kubus balok, prisma, limas serta bagian-bagiannya. Dan Kompetensi Dasar yang digunakan pada materi bangun ruang sisi datar, yaitu:

25 1. Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian lainnya 2. Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas 3. Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan materi bangun ruang prisma sebagai bahan pembelajaran. Ruseffendi (2006:246), mengemukakan Strategi belajar-mengajar dibedakan dari model mengajar.model mengajar ialah pola mengajar umum yang dipakai untuk kebanyakan topik yang berbeda-beda dalam bermacammacam bidang studi. Misalnya model mengajar: individual, kelompok (kecil), kelompok besar (kelas) dan semacamnya.selanjutnya, Ruseffendi (2006:247) juga mengemukakan Setelah guru memilih strategi belajarmengajar yang menurut pendapatnya baik, maka tugas berikutnya dalam mengajar dari guru itu ialah memilih metode/teknik mengajar, alat peraga/pengajaran dan melakukan evaluasi. Penyampaian materi bangun ruang sisi datar dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Yaitu, model pembelajran dengan cara berkelompok kecil. Bahan ajar yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikerjakan secara berkelompok. Siswa dibentuk berkelompok yang terdiri oleh 2 orang oleh guru, dan masing masing siswa mempunyai tugas dalam mengerjakan LKS tersebut. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mengawasi dan

26 membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Tes ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan komunikasi matematis sisawa. Instrumen yang diberikan pada siswa berupa tes uraian yang mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap materi bangun ruang prisma berdasarkan indikator kemampuan komunikasi siswa. Indikator kemampuan komunikasi siswa, sebagai berikut: 1. Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika 2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik atau bentuk aljabar 3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika 4. Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika 5. Membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan yang relevan 6. Membuat konjektur, menyusun argumen merumuskan definisi dan generalisasi. Tes ini dilakukan dalam dua bentuk yaitu pretes dan postes. Pretes dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan komunikasi matematis awal siswa tentang materi bangun ruang sisi datar sedangkan postes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan model pembelajaran.