Jurnal Ternak, Vol.03, No.02, Desember 2012

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton)

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Penentuan Tipologi Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Lamongan Berdasarkan Aspek Ekonomi dan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Jurnal Ternak, Vol. 03, No. 02, Desember 2012 JURNAL TERNAK

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

PEMDERDAYAAN KELOMPOK PETERNAK SAPI SEBAGAI SUMBERDAYA PENDUKUNG BADAN USAHA MILIK RAKYAT DI KELURAHAN MALALAYANG I TIMUR

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

TINJAUAN LINGKUP EKSTERNAL

Oleh : Nanda Gayuk Candy DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Arahan Pengembangan Ekonomi Kabupaten Lamongan Berdasarkan Sektor Unggulan (Studi Kasus: Sektor Pertanian)

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Pemerintah Kabupaten Lamongan GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMONGAN

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan

BAB IV PEMBAHASAN. menggunakan metode jaringan saraf Kohonen Self Organizing Maps (SOM).

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR.

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENDAHULUAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

RENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012

TUGAS AKHIR RP

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 1, Nomor 3, Desember 2012, hlm 23-28

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

RENCANA POLA RUANG V - 1 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

Transkripsi:

HUBUNGAN PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG TERHADAP KEBERHASILAN IB DI KECAMATAN SARIREJO KABUPATEN LAMONGAN Nuril Badriyah * dan Rendy Setiawan * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan peternak sapi potong terhadap keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Terdapat hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan S/C dan CR pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan Jawa Timur, dengan nilai korelasi sebesar 0.32. dan ratarata S/C = 1.52 dan CR terbaik = 56.36%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak maka semakin tinggi tingkat keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Perlu peningkatan pengetahuan peternak terhadap teknologi IB melalui penyuluhan dan program lain sejenis yang lebih efektif. KATA KUNCI : Sapi Potong, IB, S/C, CR PENDAHULUAN Setiap tahun kebutuhan daging termasuk daging sapi di Indonesia terus menujukkan peningkatan. kondisi ini menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan hasil ternak, khususnya sapi potong. Berdasarkan Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) Kementerian Pertanian Tahun 2012, Produktivitas ternak potong dan ternak perah selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Tingkat pertumbuhan sapi potong selama 3 (tiga) tahun terakhir hanya mencapai 1,08 % per tahun. Sementara pertumbuhan penduduk yang meningkat rata-rata 1,5 % per tahun dan pertumbuhan ekonomi saat ini 6,0 % pada tahun 2010, maka diperkirakan permintaan terhadap daging dan susu akan terus meningkat. Impor sapi bakalan maupun daging sapi terus meningkat telah mencapai 35 % pada tahun 2009. Usaha dalam peningkatan populasi ternak bisa dilakukan diantaranya dengan cara pencegahan penyakit, peningkatan perkembangbiakan alami dan perkembangbiakan non alami seperti dengan cara peningkatan teknologi reproduksi dan inseminasi buatan (IB). Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknologi dalam reproduksi ternak yang memiliki manfaat dalam mempercepat peningkatan mutu genetik ternak, mencegah penyebaran penyakit reproduksi yang ditularkan melalui perkawinan alam, meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan unggul, serta menurunkan/menghilangkan biaya investasi pengadaan dan pemeliharaan ternak pejantan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini sedang melaksanakan program Sapi Berlian, yakni program yang dapat menunjang percepatan program Swasembada Daging Sapi Nasional. Teknologi inseminasi buatan pada sapi potong di Jawa Timur telah diintroduksikan di wilayah sentra pengembangan sapi potong yang menjadi program pembinaan secara khusus, termasuk di beberapa wilayah Kabupaten Lamongan. Sektor Peternakan di Kabupaten Lamongan diarahkan pada kegiatan peningkatan produksi ternak, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan peternak. Konstribusi yang cukup besar di sektor ini, menempatkan Kabupaten Lamongan menjadi andalan propinsi Jawa Timur bagi pemenuhan kebutuhan ternak. Jenis ternak yang diusahakan meliputi sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam ras, itik, dan itik manila. Data Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan kabupaten Lamongan (2012) menyebutkan bahwa kabupaten Lamongan merupakan salah satu wilayah yang populasi sapi potongnya bekisar 116.963 ekor di tahun 2012. Dengan jumlah 43.616 ekor sapi pejantan, ± 73.347 ekor sapi betina, ± 42.695 ekor sapi betina produktif. IB dilaksanakan berdasarkan kebutuhan masyarakat atau peternak sapi betina. Dari berbagai wilayah di Lamongan tingkat keberhasilan IB bervariasi dari masing-masing kecamatan. Tingkat keberhasilan pelaksanaan IB di tahun 2012 tertinggi di kecamatan solokuro, yaitu dengan jumlah sapi yang diperiksa 228 ekor, dengan inseminasi pertama 215, kedua 13, ketiga 0. Dengan dosis 241. Dan positif bunting pertama 193, kedua 12, ketiga 0. Jumlah sapi yang bunting total 205. Tingkat S/C 1,1 CR % 84.6. Dan terendah di kecamatan Sarirejo, yaitu dengan jumlah sapi yang diperiksa 208 ekor, dengan inseminasi 10

pertama 262, kedua 15, ketiga 3. Dengan dosis 301. Dan positif bunting pertama 167, kedua 12, ketiga 3. Jumlah sapi yang bunting total 182. Tingkat S/C 1.6 CR 59.6. Keberhasilan IB dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya : straw, ternak, inseminator, dan pengetahuan peternak. Beberapa faktor ini sangat menentukan keberhasilan IB pada sapi. Rendahnya tingkat keberhasilan IB di Sarirejo diduga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan peternak setempat terhadap teknologi IB. Perlu dilakukan penelitian tentang analisis pengetahuan peternak sapi potong terhadap keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan peternak sapi potong terhadap keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Waktu penelitian berlangsung mulai tanggal 2 Juli 2013 samapai dengan 14 Juli 2012. Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan kuisioner yang dibagikan kepada peternak dan inseminator. Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah lembar kuisioner, bulpoin dan alas penulis. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Penentuan responden dilakukan secara acak sederhana. Jumlah responden yang diambil sebanyak 10 % dari total populasi. Total populasi sebesar 550 akseptor, maka yang dijadikan sampel sebanyak 55 peternak sapi potong sebagai responden. Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi kurang dari 100 maka untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun jika lebih besar dari 100 maka dapat diambil 10 % - 15 % atau 20 % - 25 % atau lebih. Data primer diperoleh melalui kegiatan wawancara langsung kepada responden peternak. Pengumpulan data melalui wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah disiapkan dalam bentuk kuisioner. dan data sekunder diperoleh dari sumber-sumber dan instansi lain terkait. Variabel Pengamatan Variabel pengamatan meliputi variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel X meliputi : Skor pengetahuan peternak terhadap teknologi IB mengenai : - Ciri-ciri betina yang baik - Deteksi birahi - Waktu yang tepat dilakukan IB Sementara Variabel terikat (Y) meliputi : - S/C (service per conception) - CR (calving rate) Analisis Data Data yang diambil dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari data kuisioner dari responden. Sementara data sekunder diperoleh dari hasil survey dan wawancara dengan sejumlah sumber terkait. Data hasil kuisioner diolah dengan menggunakan analisis korelasipnal spearman untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan peternak dengan tingkat keberhasilan IB. Korelasipnal spearman digunakan jika data variabel ordinal (berjenjang atau meningkat) (sudjana, 2005). Dihitung dengan rumus : Dimana : = koefisien korelasi N = banyaknya pasangan d = selisih peringkat = jumlah 11

berkorelasi positif jika : 0 + 1 tidak berkorelasi jika : = 0 berkorelasi negatif jika : -1 < < 0 HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan data yang diakses di situs resmi pemerintah Kabupaten Lamongan (2013) secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 6 51 54 sampai dengan 7 23 6 Lintang Selatan dan diantara garis bujur timur 122 4 41 sampai 122 33 12 Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah kurang lebih 1.812,8 km² atau +3.78 % dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km 2, apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut. Daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu: 1. Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu. 2. Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro. 3. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah rawan banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun, Glagah. Batas wilayah administratif Kabupaten Lamongan adalah: Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Gresik. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Mojokerto. Sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Kecamatan Sarirejo sendiri adalah salah satu kecamatan dari 27 kecamatan yang berada di Kabupaten Lamongan dengan jarak kurang lebih 14 km dari ibu kota Kabupaten Lamongan atau 14 km dari arah kota Lamongan. Sarirejo sendiri merupakan pecahan dari kecamatan Tikung. Adapun batas wilayah sebelah Utara Kecamatan deket, sebelah timur Kecamatan Duduk Sampean Kabupaten Gresik, Sebelah Selatan Balong Panggang Kabupaten Gresik dan sebelah Barat Kecamatan Tikung. Pembagian wilayah terdiri atas 9 desa 30 dusun 46 RW 165 RT dengan komposisi jumlah penduduk 11.787 Jiwa laki-laki dan 11.886 Jiwa perempuan. Luas wilayah 4.709,80 Ha dengan tata guna tanah 3.810,2 Ha untuk sawah, 348,18 Ha tegal, 229,68 Ha pekarangan dan lain-lain 315,14 Ha. Berdasarkan wawancara dengan petugas Inseminasi Kecamatan Sarirejo pada tanggal 2 juli 2012 bahwa jumlah peternak sapi potong di Sarirejo sebanyak ± 550 orang peternak sapi. Dengan populasi ternak ± 1.250, dengan jumlah ± 600 betina produktif, ± 150 jantan dewasa, 100 jantan bakalan, 80 pedet jantan, 90 pedet betina, dan ± 230 dara betina. Mayoritas masyarakat Sarirejo menjadikan ternak sebagai mata pencaharian atau sumber penghasilan kedua setelah tani. Kondisi Kegiatan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan Peternak sapi di Indonesia termasuk di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan, sebagian besar masih dalam usaha tani ternak sapi secara tradisional bahkan dianggap sebagai tabungan serta usaha sampingan. Disisi lain produktivitas ternak sapi potong beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Sementara di lain pihak pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan, sehingga diperkirakan permintaan daging akan terus meningkat. Jika kondisi ini dibiarkan, tidak akan dapat memenuhi permintaan kebutuhan daging sapi dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi peternak dalam pemeliharaan ternak yang lebih maju dan menguntungkan melalui pembinaan yang dapat meyakinkan. Pemeliharaan ternak bukan lagi hanya dianggap sebagai tabungan atau pekerjaan sampingan, melainkan sudah dikelola dengan baik menuju kearah yang lebih maju dengan harapan peternak dapat mengerti dan menyadari arti pentingnya produktivitas ternak. 12

Untuk menyikapi hal tersebut, salah satu upaya di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak sapi dapat dilakukan melalui kawin suntik atau Inseminasi Buatan (IB). Pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan sudah dilakukan sejak tahun 2001. Sampai tahun 2012, pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan sudah meliputi 9 desa 30 dusun yang pengelolaannya diawasi langsung Dinas Peternakan setempat. Kegiatan ini meliputi sejumlah kegiatan berkaitan dengan IB, mulai dari distribusi semen beku, deteksi birahi, pemeriksanaan kehamilan sampai pemeliharaan sapi betina. Analisis Profil Responden Responden Menurut Pendidikan Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan kerja, pola pikir peternak terhadap tingkat keberhasilan IB pada sapi potong. Data responden menurut tingkat pendidikannya disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Responden menurut Pendidikan No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 SMA 6 11% 2 SMP 5 9% 3 SD 42 76% 4 Tidak Sekolah 2 4% Total 55 100% Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa data jumlah responden terbanyak adalah kelompok responden dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 42 orang atau 76 % dari jumlah responden, SMA sebanyak 6 orang atau 11 %, SMP 5 orang atau 9 % responden. Dan diikuti 2 orang atau 4 % tanpa pendidikan formal dari kelompok responden. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pengetahuan pendidikan peternak sangat rendah. Pendidikan peternak didominasi dari tingkat SD. Sehingga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan IB khususnya di Kecamatan Sarirejo. Karena pada prinsipnya pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan mempengaruhi proses belajar semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan yang lebih tinggi membuat seorang peternak akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain misalnya penyuluh atau inseminator, maupun dari media massa, dengan lebih baik. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang peternakan,khususnya Inseminasi Buatan (IB). Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Di sinilah peranan penyuluh atau inseminator diperlukan guna membantu para peternak meningkatkan pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007). Responden Menurut Umur Perbedaan kondisi individu seperti umur sering kali berhubungan dan dapat memberikan perbedaan perilaku keterampilan dan pengetahuan seseorang. Ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kematangan atau pengalaman dalam berternak sapi potong khususnya dibidang pembibitan. Data tentang jumlah responden berdasarkan umur dapat dilihat dalam gambar 2 berikut ini. 13

4% Umur 10% 86% 20-30 30-40 > 40 Gambar 1. Diagram persentase responden menurut umur. Berdasarkan gambar 1. dapat dijelaskan bahwa untuk umur responden yang terbanyak adalah berumur diatas 40 tahun sebanyak 47 orang, diikuti dengan responden yang berumur antara 30 sampai 40 tahun sebanyak 5 orang, dan yang paling sedikit berada pada umur antara 20 sampai 30 tahun sebanyak 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur 30 sampai 40 tahun keatas merupakan peternak yang lebih dominan berternak dan mengembangkan sapi potong dibandingkan dengan ketertarikan minat untuk berternak dan mengembangkan usaha ternak pada kelompok umur 20 sampai 30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmodjo, 2007). Responden Menurut Pekerjaan Pekerjaan juga akan dapat menjadi pembeda bagi seseorang dalam berternak sapi potong yang menjadi kesibukan sehari-hari. Data informasi tentang jumlah responden dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut ini. 11% 4% Pekerjaan Tani Swasta 85% Wiraswasta Gambar 2. Diagram persentase responde menurut pekerjaan. Gambar 2 menunjukkan bahwa data jumlah responden terbanyak adalah dari kelompok responden petani yaitu sebanyak 47 orang dengan persentase 85 % dari jumlah responden, diikuti oleh responden dengan pekerjaan swasta sebanyak 6 orang dengan persentase 11 % responden. Dan 2 orang pekerjaan wiraswasta dengan persentase 4 %. Data diatas menunjukkan bahwa pekerjaan tetap sebagai petani masih mendominasi dalam pemeliharaan dan pembibitan sapi potong dibandingkan dengan pekerja swasta dan wiraswasta yang menjadikan usaha ternak sebagai usaha sampingan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan pada peternak sapi perah di Kabupaten Sumedang oleh Surya (1998) bahwa beternak merupakan salah satu mata pencaharian kedua setelah bertani, sehingga sebagian besar masyarakat (kelompok usia produktif) bermata pencaharian sebagai peternak. Analisis Pengetahuan Peternak Penelitian ini dilakukan dengan mengajukan 10 (sepuluh) pertanyaan /kuisioner. Pertanyaan itu meliputi tiga hal penting yaitu : 14

- Ciri-ciri betina yang baik - Deteksi birahi - Waktu yang tepat dilakukan IB Sementara itu kriteria nilai untuk pangetahuan peternak dalam penelitian ini sebagaimana tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Kriteria Nilai Pengetahuan Peternak Kuisioner Kategori Nilai Benar 4 Kurang 1 Benar 5-6 Cukup 2 Benar 7-8 Baik 3 Benar 9-10 Sangat baik 4 adalah Pengelompokan ini hanya untuk pemaparan tingkat pengetahuan peternak secara umum. Namun untuk penghitungan hubungan dengan keberhasilan IB baik S/C maupun CR, menggunakan skor sesuai jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar. Berikut tingkat pengetahuan peternak di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan yang menjadi responden penelitian. Tingkat Pengetahuan Peternak 7.2% 47.3% 9.1% 36.4% Kurang Cukup Baik Sangat Baik Gambar diagram 3. Persentase Tingkat Pengetahuan Peternak. Berdasarkan gambar 3. diagram di atas, jelaslah bahwa tingkat pengetahuan peternak di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan sebagian besar baik, dengan jumlah 26 atau 47.3 % dari seluruh responden. Bahkan 4 responden di antaranya memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik. Tidak kurang dari 20 orang responden memiliki tingkat pengetahuan cukup baik. Namun demikian, hasil penelitian juga menunjukkan kalau masih terdapat peternak dengan tingkat pengetahuan kurang, yaitu sebanyak 5 orang atau 9.1 %. Dengan masih adanya peternak yang memiliki tingkat pengetahuan kurang, dapat dijadikan masukan bagi instansi terkait guna meningkatkan lagi upaya penyuluhan agar pengetahuan peternak mengenai IB, khususnya di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan ini semakin baik. Tingkat Keberhasilan IB Seperti dijelaskan sebelumnya, tingkat keberhasilan IB diukur melalui tingkat S/C dan tingkat CR. Untuk penghitungan korelasi (hubungan), tingkat keberhasilan S/C dan CR diambil skor rata-rata. Tabel. 3. Tingkat S/C (service per conception) No. Tingkat Keberhasilan S/C Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Sangat baik 31 56.4% 2. Baik 17 30.9% 3. Cukup 7 12.7% 4. Kurang 0 0.0% Jumlah 55 100 % 15

Berdasarkan tabel 3. diketahui bahwa S/C di Kecamatan Sarirejo secara umum sangat baik. Hal ini dipaparkan dengan jumlah dan persentase S/C terbanyak mempunyai nilai sangat baik, dengan rincian 31 orang atau 56.4 % dan nilai baik dengan jumlah 17 orang atau 30.9 %. Untuk nilai cukup sebanyak 7 orang degan persentase 12.7 %. Dan 0 % untuk kategori nilai kurang. Dapat dijelaskan bahwasannya tingkat S/C (service per conception) di Kecamatan Sarirejo masih sangat baik, meskipun jika dilihat dari tingkat pengetahuannya mayoritas kurang baik sampai dengan cukup baik. Tabel 4. Tingkat Keberhasilan CR No. Tingkat Keberhasilan CR Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Sangat baik 31 56.4% 2. Baik 17 30.9% 3. Cukup 7 12.7% 4. Kurang 0 0.0% Jumlah 55 100 % Seperti yang telah digambarkan pada tabel 4. diatas, jelaslah jumlah dan persentase CR terbanyak mempunyai nilai sangat baik, dengan rincian 31 orang atau 56.4 % dan nilai baik dengan jumlah 17 orang atau 30.9 %. Untuk nilai cukup sebanyak 7 orang dengan persentase 12.7 %. Dan 0 % untuk kategori nilai kurang. Calving Rate adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil inseminasi yaitu prosentase sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. Dapat dijelaskan bahwasannya tingkat CR (calving rate) di Kecamatan Sarirejo masih sangat baik, berarti peternak mempunyai pengamatan yang baik. Meskipun jika dilihat dari tingkat pengetahuannya tidak terlalu baik, tetapi cukup baik. Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Peternak Terhadap S/C Hubungan antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan IB, dihitung menggunakan Korelasi Spearman. Berdasarkan penghitungan tersebut diperoleh nilai Korelasi Spearman 0.32. Untuk skala koefisian korelasi. Menurut Sugiyono (2009), tanda positif dan negatif tersebut dapat diartikan sebagai berikut. Tabel 5. Skala Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Tafsirannya 0,00-0,199 - / + Hubungan sangat rendah 0,200-0,399 - / + Hubungan yang rendah 0,40-0,599 - / + Hubungan yang cukup kuat 0,60-0,799 - / + Hubungan yang kuat 0,80-1,00 - / + Hubungan yang sangat kuat Sumber : Sugiyono (2009) Berdasarkan tabel 5. diatas, ada hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan S/C di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak, kecenderungan akan semakin rendah tingkat S/C Inseminasi Buatan di kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pengetahuan peternak terhadap IB akan sangat menentukan keberhasilan IB. Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa pengetahuan peternak cenderung masih kurang dibidang pengamatan lamanya birahi pada ternak, hal ini ditunjukkan 96 % responden kurang atau bahkan tidak bisa mendeteksi lamanya birahi ternak. Pada umumnya lama birahi ternak sejak diketahui ciri awalnya yaitu selama 21 jam. (Ihsan, 1992). Sedangkan banyak peternak yang menjawab sehari dua hari dalam lamanya birahi. Hal ini sangat memepengaruhi tingginya tingkat S/C pada IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Peternak Terhadap CR Hubungan antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan IB, dihitung menggunakan Korelasi Spearman. Berdasarkan penghitungan tersebut diperoleh nilai korelasi 16

Rank Spearman 0.32. Untuk skala koefisian korelasi menurut Sugiyono (2009), tanda positif dan negatif tersebut dapat diartikan seperti tabel 7. diatas. Berdasarkan perhitungan ada hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan tingkat CR di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak maka kecenderungan akan semakin tinggi tingkat CR Inseminasi Buatan di kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan. (Toelihere, 1993) menjelaskan bahwa angka kelahiran adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil perkawinan dengan melihat persentase jumlah ternak yang dilahirkan pada setiap inseminasi disebut dengan calving rate (CR) atau angka konsepsi. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan persentase kebuntingan setelah inseminasi. Berdasarkan perhitungan juga diketahui bahwa pengetahuan peternak cenderung masih kurang dibidang pemilihan ukuran ideal sapi atau body condition score yang baik untuk calon indukan. Hal ini ditunjukkan dengan 65 % responden kurang memahami ukuran sapi yang ideal. Untuk ukuran sapi calon induk yang baik adalah CS 5-6. Karena sapi dewasa harus mencapai di BCS 5 atau lebih besar pada kelahiran untuk mencapai fungsi reproduksi yang memadai dengan musim kawin beikutnya. Hal ini tentu saja memepengaruhi tingkat CR. Semakin tinggi pengetahuan peternak tentang BCS, maka kecenderungan tingkat CR (calving rate) akan semakin baik (Ihsan,1993). KESIMPULAN Terdapat hubungan positif yang rendah antara tingkat pengetahuan peternak dengan keberhasilan S/C dan CR pelaksanaan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan Jawa Timur, dengan nilai korelasi sebesar 0.32. dan rata-rata S/C = 1.52 dan CR terbaik = 56.36%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan peternak maka semakin tinggi tingkat keberhasilan IB di Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Perlu peningkatan pengetahuan peternak terhadap teknologi IB melalui penyuluhan dan program lain sejenis yang lebih efektif. REFERENSI Achyadi, K. R. 2009. Deteksi Birahi pada Ternak Sapi. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Ali, M 1982. Penelitian dan Kependidikan: Prosedur dan Strategi. Penerbit Angkasa. Bandung. Anonimous. 2013. Ternak-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/ternak. diakses tanggal 16 Mei 2013. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta Arikunto, suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta. Bandini, Y. 2004. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta. Bearden, H.J. and J.W. Fuquay, 1980. Applied Animal Reproduction. Reston Publishing Co., Inc., Reston, Virginia, pp: 157-165. Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008. Physiology Base of Ovarian Response to PMSG in Sheep and Cattle, In Embryo Transfer In Cattle, Sheep and Goats. Aust. Soc. Passpart to theyear 2000. Alltech s. Ihsan, N. 1992. Diktat Inseminasi Buatan. Program Studi Inseminasi dan Pemuliaan Ternak. Animal Husbandry Project. Universitas Brawijaya. Malang. Ihsan, 1993. Pengembangan Sapi Potong melalui IB. http://www.vet_klinik.com/ diakses tanggal 5 April 2013. Kementrian Pertanian RI. 2012. Pedoman Optimalisasi Inseminasi Buatan. http://www.deptan.go.id/pedum2012/peternakan/1.0.%20pedoman%20budidaya%20opti malisasi%20ib.pdf diakses tanggal 31 Januari 2012. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta : PT. Rineka Cipta http://id.wikipedia.org/wiki/ternak. diakses pada tanggal 29 April 2013. 17

Nurliana, N. 1999. Hubungan antara Karakeristik Peternak dengan Pengetahuan mereka tentang Budidaya Ternak Sapi Perah. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Partodihardjo. S, 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Pemerintah Kabupaten Lamongan. 2013. Data Sarirejo Lamongan. http://id.wikipedia.org/wiki/sarirejo,_lamongan. Diakses tanggal 17 Juli 2013. Poerwadarminta, WJS. 1967. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Reksohadiprodjo, Soedomo. 1995, Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edisi 2 BPFE. Yogyakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung. Surya, Widiyanto D. 1997. Hubugan Faktor Sosial Ekonomi Peternakan dan Pemeliharaan Sapi Perah di Wilayah Pos Kerja Keswan Tanjungsari, Sumedang. Bogor: Jurusan Penyakit Hewan Dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Surya, Widiyanto D. 1998. Partisipasi Peternak Pada Pelaksanaan Kesehatan Hewan Bantuan ODA di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Bogor: Jurusan Penyakit Hewan Dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Toelihere, M.R.1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung. 18