Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

Lex Crimen Vol. IV/No. 7/Sep/2015

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. persidangan atas diri mereka yang digelar Pengadilan Negeri Tangerang.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

TANGGUNG JAWAB KEPOLISIAN DALAM MELINDUNGI TAHANAN 1 Oleh: Elvando Wahani 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI PENGAWAS INTERNAL TUGAS HAKIM DALAM PROSES PERADILAN 1 Oleh : Kevin Angkouw 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016. EKSEPSI DALAM KUHAP DAN PRAKTEK PERADILAN 1 Oleh : Sorongan Terry Tommy 2

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. Kata kunci: Pelanggaran, Hak-hak Tersangka.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

Presiden, DPR, dan BPK.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali)

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA PADA TINGKAT PENYIDIKAN DALAM PERKARA PIDANA DITINJAU DARI KUHAP 1 Oleh: Ongki Liunsili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hak-hak tersangka untuk memperoleh perlindungan hukum pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP dan bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat disimpulkan: 1. Hak-hak tersangka untuk memperoleh perlindungan hukum pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP adalah Hak untuk segera diperiksa perkaranya; Hak untuk bebas memberikan keterangan; Hak untuk mendapatkan juru bahasa; Hak untuk mendapat bantuan hukum; Hak untuk didampingi penasehat hukum secara Cuma-Cuma; Hak untuk menghubungi penasehat hukumnnya; hak untuk mengajukan saksi yang meringankan dan hak-hak lainya sesuai KUHAP. 2. Bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP adalah Perlindungan dari Penyidik, Perlindungan dari Polisi, perlindungan dari Lembaga Bantuan Hukum dan Penasehat Hukum, dan perlindungan jasmani dan rohani tersangka yang antara lain menyangkut: Pendampingan Perwakilan Negaranya; Pelayanan dan Perawatan Kesehatan; Pemberian Kebebasan Menghubungi Keluarganya Serta Menerima Kunjungan Dan Mengirim Atau Menerima Surat Menyurat; dan Pemberian pelayanan Rohani lewat kunjungan dari rohaniawan. Kata kunci: Perlindungan hukum, tersangka, tingkat penyidikan, perkara pidana, KUHAP. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hal penyidikan, KUHAP cukup banyak mengatur ketentuan mengenai penyidikan suatu tindak pidana. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain diatur dalam Bab IV, Bagian Kesatu, Pasal 4-12, kemudian Pasal 16-19 tentang penggunaan upaya paksa (dwang middelen), 3 Pasal 32-49 tentang kewajiban membuat BAP. Selain itu, pada Bab XIV, Pasal 102-136 juga diatur mengenai teknis-teknis pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut. Selain ketentuan-ketentuan mengenai penyidikan tersebut di atas, KUHAP juga mengatur tentang hak-hak tersangka. Hak-hak tersangka di dalam KUHAP, diatur dalam Bab VI Pasal 50-68. 4 Di dalam KUHAP juga mengenal asas inquisitor lunak artinya seorang tersangka dalam suatu proses pemeriksaan awal tersebut tidak diperlakukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Tersangka berhak dengan bebas memberikan jawaban atas pertanyaan dari penyidik. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Harahap, bahwa: Di dalam KUHAP juga mengenal asas inquisitor lunak artinya seorang tersangka dalam suatu proses pemeriksaan awal tersebut tidak diperlakukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Tersangka berhak dengan bebas memberikan jawaban atas pertanyaan dari penyidik. Dengan ketentuan ini, tersangka tidak dapat dipaksa atau diancam untuk mengaku bersalah. Dengan demikian, tujuan pemeriksaan awal oleh penyidik bukan dimaksudkan untuk mendapatkan pengakuan tersangka, melainkan untuk memperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang disangkakan kepadanya. Selain itu setiap saat tersangka diberi hak berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. Penasihat hukum harus menjelaskan kepada tersangka pada saat pemeriksaan atas setiap pertanyaan yang dilakukan oleh penyidik. 5 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Frasiscus X.Tangkudung, SM. MH; Fonny Tawas, SH. MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101370 3 Afnil Guza (Penghimpun), KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Asa Mandiri, 2008), hlm 197-202. 4 Ibid., hlm., 214-218. 5 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 106. 5

Dengan ketentuan ini, tersangka tidak dapat dipaksa atau diancam untuk mengaku bersalah. Dengan demikian, tujuan pemeriksaan awal oleh penyidik bukan dimaksudkan untuk mendapatkan pengakuan tersangka, melainkan untuk memperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang disangkakan kepadanya. Selain itu setiap saat tersangka diberi hak berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. Jika dilihat ketentuan-ketentuan mengenai penyidikan di atas, maka para penyidik sepertinya memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk melakukan serangkaian tindakan. Oleh karena itu maka dalam prakteknya, serangkaian tindakan tersebut malah menjadi alasan para penyidik seringkali melakukan tindakan yang berlebihan terhadap tersangka dan melawan hukum. Hal ini disebabkan karena besarnya kewenangan yang diberikan undang-undang, serta sebagian rumusan-rumusan pasal dalam KUHAP sendiri memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran tersebut. Contohnya adalah pada rumusan Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 4 yang menyatakan penyidik dapat mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 6 Sekalipun rumusannya kabur dan tidak jelas, rumusan pasal ini memberi keleluasaan kepada Penyidik untuk bertindak semaunya, dengan alasan bahwa tindakan yang dilakukan tersebut merupakan tindakan keharusan dan masih selaras dengan wewenang sebagaimana KUHAP. Berkaitan dengan uraian yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penulisan hukum dengan mengangkat judul perlindungan hukum terhadap tersangka pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah hak-hak tersangka untuk memperoleh perlindungan hukum pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP? 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP? 6 Ibid., hlm. 198. C. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan library research atau pendekatan studi kepustakaan. Metode dan pendekatan ini adalah metode yang umum digunakan dalam penelitian hukum. PEMBAHASAN A. Hak-hak Tersangka Untuk Memperoleh Perlindungan Hukum Pada Tingkat Penyidikan Dalam Perkara Pidana Ditinjau Dari KUHAP Dalam proses perkara pidana pada dasarnya ada tiga instasi penegak hukum yang berwenang dalam menyelesaikan perkara pidana antara lain Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku penyidik, Jaksa selaku penuntut umum dan Hakim yang memaksa dan memutuskan hukumannya. Dalam pada itu seseorang yang diperiksa di tingkat penyidikan (opsporing) karena diduga telah melakukan tindak pidana, dalam kedudukannya yang demikian itu ia berstatus sebagai tersangka akan tetapi bilamana seseorang tersebut berada dalam proses penuntutan oleh kejaksaan (nasporing) sampai pada tahap pemeriksaan di pengadilan tetapi belum sampai vonis Hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka ia statusnya sebagai terdakwa. Hal ini sesuai dengan asas praduga tak bersalah yang mengandung pengertian belum dianggap telah bersalah sebelum adanya putusan Hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Juga untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang dari pejabat penegak hukum serta menghindari adanya tindakan main hakim sendiri, ini masih sering terjadi didalam kehidupan masyarakat seharihari tanpa melalui proses persidangan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Selama dalam penahanan, penyidik tidak menghalangi tersangka untuk menggunakan hakhaknya sesuai dengan pasal 50 sampai dengan pasal 68 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 7 7 Agus I Supriyanto, Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Tahap Pemeriksaan Oleh Polri Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Jurnal Independen Fakultas Hukum: ISSN : 2338-7777), hlm. 15-15. 6

Adapun hak-hak tersangka sebagaimana diatur dalam KUHAP adalah: Hak untuk segera diperiksa perkaranya, sebagaimana menurut Pasal 50 KUHAP; Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut Pasal 52 KUHAP; Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut Pasal 53 ayat (1) KUHAP; Hak untuk mendapatkan penerjemah, sebagaimana menurut Pasal 53 ayat (2) KUHAP; Hak untuk mendapat bantuan hukum sebagaimana menurut Pasal 54 KUHAP; Hak untuk memilih penasehat hukum sebagaimana menurut Pasal 55 KUHAP; Hak untuk didampingi penasehat hukum secara Cuma- Cuma, sebagaimana menurut Pasal 56 KUHAP; Hak untuk menghubungi penasehat hukumnnya, sebagaimana menurut Pasal 57 ayat (1); Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya sebagaimana menurut Pasal 57 ayat (2) KUHAP bagi yang berkebangsaan asing. 8 Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan sebagaimana menurut Pasal 58 KUHAP; Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya sebagaimana menurut Pasal 59 KUHAP; Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan, sebagaimana menurut Pasal 60 KUHAP; Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarganya, sebagaimana menurut Pasal 61 KUHAP; Hak untuk surat menyurat, sebagaimana menurut Pasal 62 ayat (1) KUHAP; Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan, sebagaimana menurut Pasal 63 KUHAP; Hak untuk mengajukan saksi yang meringankan, sebagaimana menurut Pasal 65 KUHAP; Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian sebagaimana menurut Pasal 66 KUHAP; Hak untuk menuntut ganti kerugian, sebagaimana menurut Pasal 30 dan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP; Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi, sebagaimana menurut Pasal 68 dan Pasal 81 KUHAP; Hak untuk diperiksa di tempat kediaman, sebagaimana menurut Pasal 119 KUHAP; Hak untuk mendapat rehabilitasi sebagaimana menurut Pasal 97 ayat (3) KUHAP; Hak untuk segera diperiksa sebagaimana menurut Pasal 122 KUHAP; 9 Hak untuk mengajukan keberatan sebagaimana menurut Pasal 123 ayat (1) KUHAP; Hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana menurut Pasal 114 KUHAP; Hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan sebagaimana menurut Pasal 116 ayat (3) KUHAP; Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan sebagaimana menurut Pasal 117 ayat (1) KUHAP; dan tersangka berhak berhak dirawat diluar rutan sebagaimana menurut Pasal 9 Keputusan Menkeh RI No. 04UM.01.06/1983 tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan Tahanan, dan Tata Tertib Rumah Tahanan Negara. 10 B. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Tingkat Penyidikan Dalam Perkara Pidana Ditinjau Dari KUHAP Perlindungan hukum adalah salah satu bentuk tindakan hukum yang dilakukan pemerintah dan negara terhadap seluruh warga masyarakat. Khususnya terhadap para tersangka yang melakukan perbuatan pidana, bentuk perlindungan yang dilakukan hendaknya menyesuaikan dengan hak-hak tersangka sebagaimana dituangkan dalam KUHAP. Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa kepentingan hukum dari individu dalam hal ini adalah pihak yang memperoleh tindakan penangkapan serta penahanan atas tersangka harus diperhatikan serta harus dilindungi, jangan sampai mendapat tindakan sewenangwenang dari petugas penegak hukum. 11 Oleh karena itu maka dalam melakukan perlindungan bagi tersangka, hak-hak tersangka merupakan sebuah panduan yang dijadikan sebagai petunjuk. Hal ini mengingat dalam keseluruhan hak tersangka tersebut, terkandung kebutuhan prinsipil yang banyak dibutuhkan oleh para tersangka. 1. Perlindungan Dari Penyidik Bentuk perlindungan lain yang bisa dilakukan terhadap tersangka dalam perkara pidana adalah perlindungan dari penyidik sendiri. Perlindungan penyidik sangat penting bagi peningkatan rasa aman bagi tersangka 8 Andi Sofya dan H. Abd. Asis, Op. Cit., hlm. 55-57 9 Ibid., hlm. 58-60. 10 Ibid., hlm. 61-62. 11 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung, PT. Sumur Bandung, 1982), hlm. 47. 7

dalam menyampaikan keterangan yang menujang proses penyidikan. Dalam pemeriksaan pendahuluan, terutama dalam meminta keterangan/informasi terhadap tersangka, penyidik harus menguasai dan dapat menerapkan pengetahuan psikologi. Psikologi sangat besar peranannya dalam proses ini, karena psikologi lebih melihat latar belakang tingkah laku perbuatan individu yang diperiksa. Dengan menerapkan bidang psikologi tersebut, seorang penyidik dapat mempelajari dan mengenal lebih dalam tentang apa dan siapa tersangka itu, bagaimana watak dan kepribadiannya, sifatsifatnya sehingga dapat ditentukan cara pendekatan yang lebih akrab dan intim. 12 Semakin mengenal pribadi tersangka, semakin akrab dan lancar komunikasi antara penyidik dan tersangka. Keakraban tersebut dapat membantu penyidik mengumpulkan keterangan tersangka sebagai salah satu bahan untuk pembuktian. Pendekatan tersebut juga dapat diterapkan untuk mengatasi bila/seandainya tersangka mempunyai rasa enggan untuk menjawab atau memberikan keterangan. 2. Perlindungan Dari Polisi Menurut ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000, dijelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Memelihara keamanan mengandung makna menjaga terpeliharanya situasi dan kondisi bebas dari kerusakan atau kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan, dan memberikan rasa bebas dari ketakutan atau kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa kepastian akan terjaminnya segala kepentingan, atau suatu keadaan yang bebas dari pelanggaran norma-norma hukum. 13 Dalam ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, pasal 6 ayat (1) menyebutkan inti peran dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni: Kepolisian Negara Republik Indonesia 12 Agus I Supriyanto, Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Tahap Pemeriksaan Oleh Polri Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dalam Jurnal Independen Fakultas Hukum-Universitas Islam Lamongan ISSN : 2338-7777. 13 Bdk. Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian Polri dan Good Governance, (Jakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hlm. 207-208. merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat. dan dalam menjalankan perannya tersebut wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional. 3. Perlindungan Dari Lembaga Bantuan Hukum dan Penasehat Hukum Penasihat hukum adalah bantuan hukum yang dapat dimanfaatkan bantuannya oleh tersangka ketika menghadapi masalah hukum. Bantuan hukum diatur di dalam KUHAP Bab VII Pasal 69-74. Selain di KUHAP bantuan hukum juga Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum, yang meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi, serta menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum (Pasal 4 ayat (1-3)). Pasal 3 huruf (a) menyatakan bahwa Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan. 14 Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau dalam perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ia wajib didampingi penasehat hukum. Menurut Pasal 1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : KMA/805/SKB/VIII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Pemidanaan dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum, penasehat hukum adalah: Mereka yang memberikan bantuan atau nasehat hukum, baik yang bergabung atau tidak dalam suatu persekutuan penasehat hukum, 14 Pasal 3 huruf (a), Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. 8

baik sebagai mata pencaharian atau tidak, yang disebut sebagai pengacara/advokat atau pengacara praktek. Menurut Pasal 1 ayat (13) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penasehat hukum adalah: Seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar Undang-Undang untuk memberi bantuan hukum. Dalam perkara pidana, peranan penasehat hukum dalam pemeriksaan pendahuluan adalah: a) Membantu mencari, menemukan dan menegakkan kebenaran dan keadilan. b) Membantu memperlancar penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan (pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970). c) Menjaga dan membela hak-hak tersangka/terdakwa (pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pada waktu penyidik/penyidik pembantu sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat dan mendengar pemeriksaan, kecuali dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, penasehat hukum tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap saksi (Surat Keputusan Kapolri tanggal 11 September 2000 No.Pol.Skep/1205/ IX/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Proses Penyidikan Tindak Pidana). Pendampingan dari penasehat hukum merupakan sesuatu yang bisa memberikan kepercayaan diri bagi tersangka dalam menghadapi kasusnya. Penasehat hukum adalah orang yang memahami hukum secara baik sehingga dengan bantuan pendampingan yang dimiliki tersangka diharapkan tersangka dapat mengikuti proses hukum dengan baik dan merasa dilindungi. Dalam Pasal 54 KUHAP dinyatakan bahwa: guna kepentingan pembelaan, terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 55 bahwa: untuk mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam Pasal 54, terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya. 15 Selain itu juga dalam Pasal 57 ayat (1) yang menyebutkan bahwa tersangka berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang. 4. Perlindungan Jasmani dan Rohani Tersangka Perlindungan yang dilakukan terhadap tersangka pada tahapan penyidikan juga perlu dilakukan dalam tahapan jasmani dan juga rohani si pelaku tindak pidana. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan tersangka dalam menghadapi proses persidangan nantinya. Bentuk perlindungan yang bisa dilakukan sesuai dengan yang dinyatakan dalam KUHAP adalah: a) Pendampingan Perwakilan Negaranya Dalam kasus-kasus yang melibatkan pelaku tindak kejahatan yang berasal dari negara lain, maka pendampingan perwakilan negara merupakan sebuah bentuk upaya perlindungan yang dilakukan bagi tersangka. Contohnya adalah Kasus Narkoba yang melibatkan terpidana Merry Jeane asal Filipina yang walaupun telah mendapat status sebagai terpidana Mati, namun negara tetap menghormati proses hukum dengan memberikan kesempatan kepada perwakilan negaranya untuk memberikan dorongan spiritual bagi tersangka untuk menghadapi kasusnya dengan besar hati. Pendampingan dari perwakilan negaranya merupakan salah satu pelaksanaan terhadap hak tersangka yang tercantum dalam KUHAP, khususnya Pasal 57 ayat (2) yang menyebutkan bahwa: tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya. 16 b) Pelayanan dan Perawatan Kesehatan Pelayanan dan perawatan kesehatan bagi tersangka merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap tersangka. Dalam kenyataan, sering dijumpai bahwa pihak penyidik bahkan kurang memperhatikan persoalan ini dan melakukan penekanan dan kekerasan fisik terhadap tersangka. 15 Andi Sofyan dan H. Abd. Asis, Op. Cit., hlm. 57. 16 Ibid., hlm. 57-58. 9

Hal ini tentu akan berpengaruh buruk terhadap kelancaran proses penyidikan. Dalam proses penyidikan, penyidik perlu melindungi tersangka dengan memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan sebagaimana termuat dalam KUHAP Pasal 58 yang menyatakan: tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak. 17 c) Pemberian Kebebasan Menghubungi Keluarganya Serta Menerima Kunjungan Dan Mengirim Atau Menerima Surat Menyurat Tersangka adalah juga seorang manusia yang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya seperti suami, atau isteri, anak atau ayah dan ibunya serta kerabat keluarganya. Walaupun telah melakukan kesalahan, namun mereka tetap membutuhkan dukungan dari keluarga dan orang terdekat. Bentuk perlindungan yang bisa diberikan adalah dengan memberikan kesempatan tersangka untuk bisa berjumpa dengan orang-orang terdekatnya yang disayangi. Pendampingan ini bisa menjadi pemicu bagi tersangka untuk cepat menyesali perbuatannya dan ketika keluar nanti ia bisa tidak mengulangi lagi perbuatannya. Perlindungan bagi tersangka dengan pemberian kebebasan menghubungi keluarganya serta menerima kunjungan dan mengirim atau menerima surat menyurat merupakan aktualisasi dari amanat KUHAP Pasal 59, Pasal 60, dan Pasal 61 serta Pasal 62 ayat (1). 18 Keempat pasal tersebut merupakan perwujudan nyata hak tersangka yang harus dipenuhi oleh penyidik dan lembaga yang berwenang dalam penahanan tersangka untuk mendapatkan pelayanan berupa menerima kunjungan dan mengirim atau menerima surat menyurat. d) Pemberian pelayanan Rohani lewat kunjungan dari rohaniawan Pelayanan rohani merupakan salah satu bentuk perlindungan yang harus diberikan terhadap tersangka. Penyidik dan para petugas yang berwenang harus membantu tersangka dengan memberikan kesempatan tersangka mendapat pelayanan dari rohaniwan agamanya. Pendampingan rohani ini penting untuk memberikan dorongan dan semangat spiritual bagi tersangka dalam menghadapi kasus yang disangkakan oleh penyidi bahwa diakukan olehnya. Perlindungan hukum terhadap tersangka dengan pemberian pelayanan rohani ini merupakan aktualisasi dari hak tersangka sebagaimana termuat dalam Pasal 63 KUHAP yang menyatakan: tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan. 19 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hak-hak tersangka untuk memperoleh perlindungan hukum pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP adalah Hak untuk segera diperiksa perkaranya; Hak untuk bebas memberikan keterangan; Hak untuk mendapatkan juru bahasa; Hak untuk mendapat bantuan hukum; Hak untuk didampingi penasehat hukum secara Cuma-Cuma; Hak untuk menghubungi penasehat hukumnnya; hak untuk mengajukan saksi yang meringankan dan hak-hak lainya sesuai KUHAP. 2. Bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka pada tingkat penyidikan dalam perkara pidana ditinjau dari KUHAP adalah Perlindungan dari Penyidik, Perlindungan dari Polisi, perlindungan dari Lembaga Bantuan Hukum dan Penasehat Hukum, dan perlindungan jasmani dan rohani tersangka yang antara lain menyangkut: Pendampingan Perwakilan Negaranya; Pelayanan dan Perawatan Kesehatan; Pemberian Kebebasan Menghubungi Keluarganya Serta Menerima Kunjungan Dan Mengirim Atau Menerima Surat 17 Ibid., hlm. 58. 18 Ibid., hlm. 58-59. 19 Ibid., hlm. 59. 10

Menyurat; dan Pemberian pelayanan Rohani lewat kunjungan dari rohaniawan B. Saran 1. Tersangka memiliki hak yang harus dilindungi oleh penyidik, oleh karena itu sangat diharapkan dan disarankan bagi petugas penyidi baik Polri maupun PNS yang ditentukan oleh undang-undang untuk bisa melindungi hak-hak tersangka dengan baik dan bukannya memperlakukan tersangka dengan tekanan dan kekerasan; 2. Perlindungan yang diharapkan oleh para tersangka adalah perlindungan secara lahir maupun batin. Oleh karena itu, dalam melindungi tersangka, diharapkan agar para penyidik dan petugas yang berwenang dapat melindungi tersangka dengan sungguh-sungguh secara lahir maupun batin. Konkritnya adalah secara lahir batin tersangka dilindungi dari pemeliharaan kesehatan fisik, terbebas dari tekanan fisik, terpenuhi kebutuhan pendampingan rohani dari tokoh agama dan juga keluarga, mendapat perlindungan dari penasehat hukum dan lembaga bantuan hukum serta mendapat jaminan rasa aman dari pihak kepolisian. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Utama: Hamzah, Jur Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014). Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan penuntutan, edisi kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013). Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Marzuki, Peter Mahmud. PenelitianHukum. Cet. Ke. 9. (Jakarta: Prenada Media Group, 2014). Pangaribuan, Luhut M. Hukum Acara Pidana, surat resmi advokat di pengadilan, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2014). Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung, PT. Sumur Bandung, 1982). Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian Polri dan Good Governance, (Jakarta: Laksbang Mediatama, 2008). Sofyan, Andi dan H. Abd. Asis. Hukum Acara Pidana suatu pengantar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014). Sutarto, Suryono. Hukum Acara Pidana Jilid I, (Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 2005). Sutiyoso, Bambang. Reformasi Keadilan dan Penegakkan Hukum Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2010). Tirtaamidjaja, M. H. Kedudukan Hakim dan Djaksa, (Jakarta: Fasco, 1953). Wahjono, Padmo. dalam H. Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD 45 dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2008). Sumber Buku Sekunder, Kamus, Undang- Undang, Jurnal dan Internet: Afnil Guza (Penghimpun), KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Asa Mandiri, 2008). http://news.detik.com/read/2012/04/05/1751 15/1886265/10/dituduh-ikut-aksi-rusuh-dijakarta-2-mahasiswa-yogya-ngadu-ke-lbh. http://www.prasko.com/2011/02/pengertianperlindungan-hukum.html. Diakses pada tanggal 16 Mei, 2016. http://m.artikata.com/arti-338585- lindung.html. Diakses pada tanggal 16 Mei, 2016. http://id.wikipedia.org/wiki/polisi. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lindung, dalam http://kkbi.web.id.lindung. Diakses pada tanggal 16 Mei, 2016. Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000. Kompasiana edisi 16 Juni 2013, jam 22:36 dengan judul Apakah anda Akan Menjadi Korban selanjutnya?? Kasus Salah Tangkap Lagi? Lampiran Surat Keputusan Kapolri No. Pol : SKEP/1205/IX/ 2000. Ohoitimur, J. Etika Umum. Pengantar Prinsipprinsip Dasar Filsafat Moral (Traktat Kuliah 11

untuk Mahasiswa STF-SP, semester I, jurusan Filsafat dan Teologi, Pineleng: 1999). Prajogo, Soesilo. Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, (Jakarta: Wacana Intelektual, 2007). Redaksi Interaksara, Amandemen Undangundang Dasar 1945; perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat, (Tangerang: Interaksara). Redaksi Kartika, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya (Amandemen) beserta Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009, (Jakarta: Kartika). Redaksi Visimedia, Undang-Undang HAM, (Jakarta: Visimedia, 2008). Sudjoko, Albertus. Etika Umum (Traktat Kuliah untuk Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng), Pineleng, 2007. Supriyanto, Agus I. Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Pada Tahap Pemeriksaan Oleh Polri Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dalam Jurnal Independen Fakultas Hukum- Universitas Islam Lamongan ISSN : 2338-7777. Tim Redaksi Cemerlang Publishing, UUD 1945 (Amandemen) dan Kabinet Kerja Jokowi-JK 2014-2019, (Yogyakarta: Cemerlang Publishing, 2014). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, entri melindungi, (Jakarta: Balai Pustaka: Armico, 1984). 12