PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

dokumen-dokumen yang mirip
KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA (Tahun ke-2)

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

PENDAHULUAN. Latar Belakang

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

II. TINJAUAN PUSTAKA

DINAMIKA PRODUKSI PADI SAWAH DAN PADI GOGO : IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI. Bambang Irawan

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

REVITALISASI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

KEMENTERIAN PERTANIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN PRODUKSI BERAS NASIONAL DALAM MENGHADAPI KONDISI IKLIM EKSTRIM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

POHON KINERJA DINAS PERTANIAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

Transkripsi:

PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIANN 2014 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data BPS menunjukkan bahwa antara tahun 2000 dan tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat dari 206 juta orang menjadi 238 juta orang atau naik rata-rata sebesar 1.52% per tahun. Peningkatan jumlah penduduk tersebut menyebabkan kebutuhan pangan akan terus meningkat disamping akibat naiknya konsumsi pangan per kapita yang dirangsang oleh kenaikan pendapatan penduduk. Akan tetapi produksi pangan akhir-akhir ini terkesan tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan pangan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya impor bahan pangan seperti beras, kedele, daging sapi, sayuran dan buah-buahan yang cenderung semakin besar untuk komoditas pangan tertentu. Dari seluruh komoditas pangan yang dikonsumsi penduduk Indonesia beras merupakan bahan pangan yang paling penting karena sebagian besar konsumsi kalori dan konsumsi protein penduduk Indonesia berasal dari beras. Dengan pola konsumsi pangan seperti ini maka kelangkaan beras akan berpengaruh besar terhadap kecukupan gizi penduduk Indonesia. Selama ini kebutuhan beras tersebut sebagian besar dipenuhi dari produksi dalam negeri meskipun sebagian kecil masih dipenuhi melalui impor. Akan tetapi peningkatan produksi beras yang sebanding dengan peningkatan kebutuhan beras semakin sulit diwujudkan akhir-akhir ini karena laju peningkatan produksi padi semakin lambat akibat berbagai faktor. Melambatnya laju peningkatan produksi padi tersebut dapat mengancam kemandirian pangan di masa mendatang mengingat kebutuhan beras nasional akan terus meningkat. Salah satu konsekuensi yang dapat muncul akibat melambatnya laju pertumbuhan produksi padi adalah meningkatnya ketergantungan pasokan beras nasional terhadap beras impor. Ketergantungan penyediaan beras nasional terhadap beras impor tidak menguntungkan bagi ketahanan pangan karena dua alasan utama yaitu : Pertama, pasokan dan harga beras dunia tidak stabil sehingga instabilitas pengadaan beras nasional akan meningkat jika proporsi beras impor terhadap total penyediaan beras nasional semakin besar. Kedua, Indonesia merupakan salah satu 2

importir beras terbesar di dunia sehingga perubahan impor beras Indonesia akan memiliki pengaruh signifikan terhadap harga beras di pasar dunia sehingga jika impor beras Indonesia meningkat maka harga beras di pasar dunia akan semakin mahal dan semakin banyak pula devisa yang harus dialokasikan untuk mengimpor beras. Pada situasi seperti diuraikan diatas maka dalam rangka ketahanan pangan nasional tidak ada pilihan lain yang lebih baik bagi Indonesia kecuali memenuhi kebutuhan berasnya secara mandiri dan tidak tergantung kepada beras impor. Dengan kata lain peningkatan produksi beras nasional harus terus diupayakan dalam rangka tercapainya swasembada beras berkelanjutan. 1.2. Dasar Pertimbangan Produksi padi dan bahan pangan lain seperti palawija dan sayuran pada dasarnya dapat dihasilkan dari lahan sawah dan lahan bukan sawah seperti lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut. Selama ini sekitar 90% produksi padi dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya dihasilkan dari lahan bukan sawah (Irawan et al., 2003). Mengingat pentingnya peranan lahan sawah dalam produksi padi maka peningkatan produksi padi sawah harus terus diupayakan. Akan tetapi upaya tersebut akhir-akhir ini semakin terkendala oleh beberapa faktor yaitu : (1) Jaringan irigasi di lahan sawah banyak yang tidak terpelihara atau rusak sehingga upaya peningkatan intensitas panen padi yang dapat dirangsang melalui pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi semakin sulit diwujudkan, (2) Terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian sehingga mengurangi kapasitas produksi padi sawah, (3) Peningkatan luas panen padi sawah yang dapat dirangsang melalui pencetakan sawah baru semakin sulit diwujudkan akibat keterbatasan sumberdaya lahan yang dapat dijadikan sawah dan keterbatasan anggaran pemerintah, dan (4) Upaya peningkatan produktivitas padi sawah semakin sulit diwujudkan akibat adanya fenomena kelelahan lahan yang menyebabkan respon produktivitas padi sawah terhadap penggunaan input semakin kecil. 3

Dalam rangka pengendalian konversi lahan sawah untuk mendukung peningkatan produksi padi sawah berbagai peraturan telah diterbitkan pemerintah untuk mencegah konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian, terutama lahan sawah beririgasi teknis. Akhir-akhir ini pemerintah juga telah menerbitkan Undang- Undang RI No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut setiap Kabupaten/Kota harus melaksanakan dua hal yaitu : (a) menetapkan kawasan lahan pertanian penghasil pangan berkelanjutan yaitu lahan pertanian yang dilindungi dan dikembangkan untuk menghasilkan bahan pangan pokok terutama lahan sawah beririgasi, dan (b) mencadangkan dan melindungi lahan pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian penghasil pangan berkelanjutan. Akan tetapi implementasi Undang-Undang tersebut sejauh ini masih sangat lemah karena Pemerintah Daerah pada umumnya lebih mementingkan penyediaan lahan untuk kebutuhan sektor lain daripada sektor pertanian terutama sub sektor tanaman pangan. Uraian diatas mengungkapkan bahwa sumberdaya lahan sawah tampaknya semakin sulit diandalkan untuk menopang kebutuhan beras nasional di masa mendatang. Untuk mengimbangi kebutuhan beras yang terus meningkat dan kemampuan lahan sawah yang semakin terbatas dalam menghasilkan beras maka diperlukan suatu terobosan untuk mendorong peningkatan produksi padi nasional. Terkait dengan hal tersebut salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah melalui peningkatan produksi padi pada lahan bukan sawah yang dapat meliputi : lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut. Upaya peningkatan produksi tersebut secara teknis dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas padi dan peningkatan intensitas tanaman padi khususnya di daerah yang memiliki agroklimat yang sesuai untuk tanaman padi. Peningkatan produktivitas padi antara lain dapat ditempuh melalui introduksi teknologi budidaya padi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya lahan dan kondisi sosial ekonomi petani setempat sedangkan peningkatan intensitas tanam padi misalnya dapat ditempuh melalui introduksi varitas padi berumur lebih pendek dan pengaturan pola tanam. 4

Terkait dengan upaya peningkatan produksi padi pada lahan bukan sawah terdapat beberapa permasalahan yang perlu diklarifikasi yaitu : (1) di daerah mana terdapat lahan pertanian bukan sawah yang potensial untuk pengembangan tanaman padi dan perlu mendapat prioritas dalam pelaksanaan program peningkatan produksi padi bukan sawah, (2) seberapa besar peluang peningkatan produktivitas, intensitas tanam padi, dan produksi padi bukan sawah di daerah tersebut, dan (3) apa kendala dan permasalahan yang dihadapi dan strategi apa yang perlu diterapkan untuk dapat memanfaatkan peluang tersebut. Ketiga permasalahan tersebut perlu diklarifikasi agar upaya peningkatan produksi padi bukan sawah dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. 1.3. Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan peningkatan produksi padi bukan sawah yang meliputi aspek lokasi, strategi operasional dan kebijakan pendukung yang diperlukan. Secara rinci tujuan penelitian adalah : 1. Mengidentifikasi wilayah yang potensial untuk pengembangan tanaman padi bukan sawah. 2. Menganalisis peluang peningkatan produksi padi bukan sawah pada wilayah yang potensial. 3. Mengidentifikasi masalah peningkatan produktivitas dan peningkatan intensitas tanaman padi bukan sawah di daerah tersebut serta menganalisis upaya antisipasi yang diperlukan. 1.4. Keluaran Keluaran yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1. Teridentifikasinya wilayah yang potensial untuk pengembangan tanaman padi bukan sawah. 2. Informasi tentang besarnya peluang peningkatan produktivitas padi, intensitas tanam padi dan produksi padi bukan sawah pada wilayah yang potensial. 5

3. Informasi tentang permasalahan yang dihadapi dan strategi yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang peningkatan produksi padi bukan sawah. 4. Rumusan kebijakan dan strategi peningkatan produksi padi bukan sawah yang meliputi : prioritas lokasi, strategi operasional dan kebijakan pendukung yang diperlukan. 1.5. Manfaat dan Dampak Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah : (1) dengan diketahuinya luas wilayah potensial untuk pengembangan tanaman padi bukan sawah maka dapat diketahui potensi produksi padi bukan sawah dalam rangka mendukung swasembada beras berkelanjutan, (2) data sebaran wilayah potensial untuk pengembangan tanaman padi bukan sawah dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi pemda kabupaten dalam menetapkan prioritas lokasi kawasan cadangan pangan sesuai dengan UU 41 tahun 2009 tentang pencadangan kawasan pangan berkelanjutan, dan (3) pengenalan masalah pengembangan padi bukan sawah dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam merumuskan program pengembangan tanaman padi bukan sawah secara lebih efektif. Pemanfaatan seluruh informasi tersebut diharapkan akan berdampak pada meningkatnya efektifitas dan efisiensi upaya peningkatan produksi padi bukan sawah dalam rangka mendukung swasembada beras berkelanjutan. II. METODOLOGI 2.1. Kerangka Pemikiran Berkembangnya tanaman padi bukan sawah di suatu wilayah pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) kondisi iklim dan tanah, (2) karakteristik sumberdaya lahan, (3) ketersediaan teknologi padi bukan sawah, (4) ketersediaan sarana/prasarana pendukung pengembangan padi, (5) ketersediaan lembaga pendukung, (6) kondisi sosial ekonomi, dan (7) karakteristik petani. Seluruh faktor tersebut secara simultan mempengaruhi luas tanam, intensitas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas padi bukan sawah. Produksi padi yang dihasilkan selanjutnya 6

akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani. Tingkat pendapatan petani lebih lanjut akan mempengaruhi luas tanam padi pada siklus produksi padi berikutnya melalui besarnya investasi yang dilakukan petani pada tanaman padi. Mekanisme bekerjanya seluruh faktor tersebut secara ringkas diperlihatkan dalam Bagan 1. Bagan 1 memperlihatkan bahwa potensi pengembangan padi bukan sawah di suatu wilayah dipengaruhi oleh ketujuh faktor tersebut diatas. Semakin sesuai kondisi iklim dan tanah di suatu wilayah dengan kebutuhan tanaman padi semakin besar potensi pengembangan padi bukan sawah di wilayah tersebut. Semakin sesuai karakteristik sumberdaya lahan yang tersedia untuk usahatani padi semakin besar potensi pengembangan padi di wilayah tersebut. Begitu pula semakin tersedia infrastruktur dan lembaga pendukung usahatani padi semakin besar potensi pengembangan padi di suatu wilayah melalui pengaruhnya terhadap kemudahan petani dalam melakukan kegiatan usahatani padi. Faktor kondisi iklim dan tanah merupakan faktor yang relatif tetap dalam jangka panjang. Faktor tersebut dapat meliputi berbagai variabel iklim dan tanah seperti curah hujan, kelembaban, suhu, kedalaman solum, PH tanah, kandungan unsur hara, dst. Seluruh variabel tersebut akan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pengembangan padi di suatu daerah, cekaman lingkungan (OPT, banjir, kekeringan) dan akan mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan tanaman padi. Dengan asumsi petani bersifat rasional maka petani tidak mungkin mengusahakan tanaman padi secara intensif di suatu daerah yang memiliki kondisi iklim dan tanah yang kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman padi dan sebaliknya. Karakteristik sumberdaya lahan bukan sawah di suatu wilayah juga relatif tetap dalam jangka panjang. Karakteristik sumberdaya lahan bukan sawah dicerminkan oleh tipe lahan pertanian bukan sawah (lahan kering, lahan rawa, lahan pasang surut) dan kondisi fisik lahan (ketinggian lahan, kemiringan, topografi/relief, dst). Karakteristik sumberdaya lahan di suatu wilayah akan mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan tanaman padi melalui pengaruhnya terhadap tingkat kesulitan yang 7

IKLIM DAN TANAH Karakteristik iklim (curah hujan tahunan, jumlah bulan basah/ kering, temperatur, kelembaban). Karakteristik tanah (kedalaman solum, PH tanah, kandungan unsur hara, salinitas tanah). SUMBERDAYA LAHAN Tipe lahan (lahan kering, lahan rawa, lahan pasang surut) Kondisi fisik lahan (ketinggian, kemiringan, topografi). TEKNOLOGI Budidaya (pola tanam, penggunaan varitas, pemupukan, pengairan, dst) Panen dan pasca panen (cara panen, alat panen, waktu panen, dst). SARANA/PRASARANA PENDUKUNG Budidaya tanaman padi (penangkaran benih, traktor, dsb). Panen/pasca panen, pengolahan dan pemasaran (alsin perontok, penggilingan padi, transportasi) LEMBAGA PENDUKUNG Penyuluh teknologi Pedagang benih, pupuk, pestisida, pedagang padi Permodalan. SOSIAL EKONOMI Pasar komoditas dan pasar input (harga, stabilitas harga, kuantitas, kualitas). Kebijakan pemerintah (subsidi harga input, harga output, kredit usahatani, asuransi). Pasar tenaga kerja (buruh tani, buruh non pertanian ) LUAS TANAM / INTENSITAS TANAM Cekaman lingkungan : OPT Banjir Kekeringan LUAS PANEN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PENDAPATAN KONSUMSI & INVESTASI KARAKTERISTIK PETANI Penguasaan sumberdaya (luas lahan, kualitas lahan, tenaga kerja, modal). Penguasaan teknologi (budidaya tanaman, panen dan pasca panen). Bagan 1. Faktor Penentu Potensi Pengembangan Tanaman Padi Bukan Sawah. 8

dihadapi dalam memanfaatkan sumberdaya lahan yang tersedia untuk mengusahakan tanaman padi. Faktor tersebut juga dapat mempengaruhi keputusan petani untuk mengembangkan tanaman padi melalui pengaruhnya terhadap kemudahan petani untuk mendapatkan teknologi budidaya padi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya lahan yang tersedia. Pada umumnya lahan sawah lebih potensial untuk pengembangan tanaman padi karena lahannya relatif datar dan teknologi budidaya padi di lahan sawah lebih tersedia. Faktor teknologi dapat meliputi metoda, peralatan, mesin dan produk/bahan sarana produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran produk pertanian yang dihasilkan petani. Fungsi utama dari penerapan teknologi adalah untuk meningkatkan efisiensi teknis, efisiensi ekonomik, produktivitas tanaman dan keuntungan usahatani yang diperoleh. Pada tahap kegiatan usahatani faktor teknologi dapat meliputi : penggunaan varitas unggul, pengaturan pola tanam, pergiliran varitas antar musim, teknik pengendalian hama terpadu, teknik pemupukan berimbang, teknik pengaturan pengairan, dst. Pada petani tanaman pangan yang umumnya memiliki lahan garapan relatif sempit penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan tanaman memiliki peranan penting untuk meningkatkan efisiensi usahatani dan kesejahteraan petani. Pengalaman pada masa Revolusi Hijau telah membuktikan hal tersebut dimana meningkatnya produktivitas padi dan meningkatnya kesejahteraan petani padi secara signifikan pada masa tersebut tidak terlepas dari penerapan Panca Usaha Tani Padi yang meliputi : penggunaan benih padi varitas unggul, penggunaan pupuk anorganik, penggunaan insektisida, pengolahan tanah sempurna dan pengaturan irigasi. Ketersediaan infrastruktur atau sarana dan prasarana pendukung merupakan faktor yang berada diluar jangkauan individu petani tetapi akan mempengaruhi keputusan petani di suatu wilayah untuk mengusahakan tanaman padi. Faktor tersebut relatif dinamis dan dapat berubah dalam jangka relatif pendek akibat investasi yang dilakukan pemerintah, pihak swasta maupun petani terutama petani kaya. Infrastruktur pendukung dapat dibedakan atas infrastruktur pendukung budidaya tanaman padi (jaringan irigasi, traktor pengolah tanah), infrastruktur panen/pasca panen, pengolahan 9

hasil dan pemasaran padi yang dihasilkan petani (alsin perontok padi, penggilingan padi) dan infrastruktur transportasi (angkutan umum, kondisi jalan). Faktor tersebut akan mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan tanaman padi melalui pengaruhnya terhadap kemudahan mendapatkan air irigasi yang kebutuhannya relatif tinggi pada tanaman padi, kemudahan dalam melakukan pengolahan tanah, kemudahan dalam melakukan pengolahan padi dan memasarkan padi yang dihasilkan petani. Ketersediaan lembaga pendukung juga merupakan faktor yang berada diluar jangkauan individu petani tetapi akan mempengaruhi keputusan petani di suatu wilayah dalam mengusahakan tanaman padi. Faktor tersebut relatif dinamis akibat investasi yang dilakukan pemerintah, pihak swasta maupun petani terutama petani kaya. Lembaga pendukung dapat meliputi lembaga penyuluhan yang berperan dalam menyampaikan informasi teknologi kepada petani, pedagang sarana produksi yang berperan dalam menyediakan sarana produksi yang dibutuhkan petani, pedagang padi yang berperan dalam memasarkan hasil padi yang dihasilkan petani, dan lembaga permodalan yang berperan dalam menyediakan pinjaman modal yang dibutuhkan petani. Ketersediaan keempat lembaga pendukung tersebut akan mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan tanaman padi melalui pengaruhnya terhadap kemudahan mendapatkan informasi teknologi padi, mendapatkan sarana produksi yang dibutuhkan (benih, pupuk, pestisida/insektisida), memasarkan padi yang dihasilkan dan mendapatkan modal yang dibutuhkan petani. Faktor sosial ekonomi relatif dinamis dan dapat berubah dalam jangka pendek. Faktor tersebut dapat meliputi : (1) ketersediaan pasar komoditas dan pasar input dalam kuantitas, kualitas dan harga, (2) kebijakan pemerintah seperti subsidi harga input, subsidi harga padi, subsidi kredit usahatani, pengaturan tata niaga padi dan alokasi anggaran pemerintah untuk pengembangan tanaman padi, dan (3) pasar tenaga kerja. Seluruh komponen faktor tersebut akan mempengaruhi keputusan petani untuk mengusahakan tanaman padi melalui pengaruhnya terhadap kemudahan petani untuk mendapatkan tenaga kerja yang kebutuhannya relatif intensif pada tanaman 10

padi, besarnya biaya usahatani yang harus disediakan petani, dan keuntungan usahatani yang diperoleh. Seluruh faktor iklim dan tanah, karakteristik sumberdaya lahan pertanian, ketersediaan infrastruktur pendukung, ketersediaan lembaga pendukung, ketersediaan teknologi padi dan kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi keputusan petani dalam memanfaatkan lahan garapannya untuk berbagai komoditas pertanian termasuk padi. Akan tetapi besarnya pengaruh tersebut bervariasi menurut petani. Dalam kaitan ini faktor karakteristik petani memiliki peranan. Faktor karakteristik petani dapat meliputi : penguasaan sumberdaya lahan dalam kuantitas dan kualitas, ketersediaan tenaga kerja keluarga, kemampuan modal petani, penguasaan teknologi usahatani padi dan berbagai variabel lain yang terkait seperti tingkat pendidikan, umur, pengalaman bertani padi, dst. Uraian diatas menjelaskan bahwa keputusan petani di suatu wilayah untuk mengembangkan tanaman padi akan dipengaruhi oleh : (1) kondisi iklim dan tanah di wilayah tersebut, (2) karakteristik sumberdaya lahan, (3) ketersediaan infrastruktur pendukung, (4) ketersediaan lembaga pendukung, (5) kondisi sosial ekonomi, (6) ketersediaan teknologi yang memadai, dan (7) karakteristik petani. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berkembangnya suatu komoditas pertanian tertentu di suatu daerah pada dasarnya merupakan suatu proses adaptasi yang dilakukan petani terhadap kondisi seluruh faktor tersebut, baik yang merupakan faktor internal petani (karakteristik petani) maupun faktor eksternal petani (iklim dan tanah, karakteristik sumberdaya lahan, infrastruktur pendukung, lembaga pendukung, kondisi sosial ekonomi). Petani di suatu daerah akan mengembangkan tanaman padi secara luas apabila seluruh faktor tersebut cukup kondusif untuk pengembangan tanaman padi (misalnya : kondisi iklim dan tanah sesuai untuk tanaman padi, mudah mendapatkan benih padi, tenaga kerja keluarga tersedia, harga padi menguntungkan, dst). Sebaliknya petani di suatu daerah akan mengembangkan secara luas tanaman selain padi apabila seluruh faktor tersebut tidak kondusif untuk tanaman padi. Pada lingkup wilayah (kabupaten/kecamatan/desa) kondisi faktor-faktor tersebut diatas sangat bervariasi. Dengan demikian potensi pengembangan tanaman padi bukan 11

sawah juga akan bervariasi menurut wilayah dan tergantung kepada kondisi seluruh faktor tersebut, apakah cukup kondusif untuk pengembangan tanaman padi atau tidak. Tanaman padi bukan sawah sangat potensial untuk dikembangkan di suatu wilayah dan akan dominan dibanding tanaman lainnya apabila seluruh faktor tersebut sangat kondusif untuk tanaman padi dan sebaliknya tanaman padi akan inferior apabila faktorfaktor tersebut tidak kondusif untuk pengembangan tanaman padi. Dengan kata lain, suatu wilayah sangat potensial untuk pengembangan padi apabila kondisi seluruh faktor di wilayah tersebut sangat kondusif untuk pengembangan padi dan sebaliknya. Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi padi bukan sawah pemahaman tentang wilayah (kabupaten/kecamatan) yang potensial padi merupakan keharusan agar upaya peningkatan produksi padi bukan sawah dapat dilakukan secara efektif. Upaya peningkatan produksi padi bukan sawah yang dilaksanakan pada wilayah yang kurang potensial untuk tanaman padi dapat menyebabkan kegagalan dan tidak akan efektif. Namun demikian, informasi tersebut belum cukup memadai untuk dimanfaatkan sebagai acuan dalam menetapkan prioritas lokasi pengembangan padi bukan sawah karena hanya mencerminkan potensi yang tersedia. Dalam kaitan tersebut, informasi tentang potensi pengembangan padi bukan sawah menurut wilayah perlu dilengkapi dengan pemahaman sejauh mana produksi padi bukan sawah di wilayah potensial tersebut dapat ditingkatkan lebih lanjut. Dengan kata lain perlu dipahami pula sejauh mana peluang peningkatan produksi padi bukan sawah di wilayah tersebut. Secara agronomis peningkatan produksi padi bukan sawah dapat ditempuh melalui dua strategi yaitu : peningkatan produktivitas padi dan peningkatan Indeks Pertanaman (IP). Peningkatan IP padi dan produktivitas padi dapat mendorong peningkatan produksi padi melalui pengaruhnya terhadap pemanfaatan sumberdaya lahan yang lebih efisien. Pengalaman pada masa Revolusi Hijau telah membuktikan keunggulan kedua strategi tersebut dalam mendorong produksi padi nasional. Akan tetapi kedua strategi tersebut tidak selalu dapat diterapkan di setiap wialayah dan sangat ditentukan oleh potensi yang tersedia di setiap wilayah. Upaya peningkatan produktivitas akan dibatasi oleh besarnya senjang produktivitas yang terjadi pada saat ini dan semakin kecil senjang produktivitas semakin kecil peluang peningkatan 12

produktivitas yang dapat dicapai. Upaya peningkatan IP padi akan dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya air dan ketersediaan varitas padi bukan sawah yang berumur pendek karena untuk meningkatkan IP padi dibutuhkan pasokan air yang memadai dan periode usahatani yang semakin pendek. 2.2. Ruang Lingkup Kegiatan Sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran terdapat beberapa analisis yang akan dilakukan yaitu : (1) Analisis wilayah potensial untuk pengembangan padi bukan sawah, (2) Analisis peluang peningkatan produktivitas padi bukan sawah, (3) Analisis peluang peningkatan IP padi bukan sawah, (4) Analisis peluang peningkatan produksi padi bukan sawah, dan (5) Analisis masalah peningkatan produksi bukan sawah dan strategi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. 2.3. Lokasi Penelitian dan Responden Lahan pertanian bukan sawah secara umum terdiri atas tiga kategori yaitu : lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut. Ketiga kategori lahan bukan sawah tersebut terdapat di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya. Penelitian ini akan dilakukan di Pulau Jawa khususnya untuk kasus pengembangan padi di lahan kering. Sedangkan untuk kasus pengembangan padi pada lahan rawa dan lahan pasang surut akan dilakukan di luar Pulau Jawa. Responden yang dilibatkan dalam penelitian terbagi atas 3 kategori yaitu : (1) Narasumber/pakar tanaman padi sebagai sumber informasi tentang masalah peningkatan produktivitas padi bukan sawah dan masalah peningkatan IP padi bukan sawah serta upaya antisipasi yang diperlukan. Responden pakar meliputi para peneliti (Balit/Puslit, BPTP), pejabat dinas daerah (Pertanian, Penyuluhan, Pengairan PU). (2) Aparat desa dan pengurus Gapoktan/Kelompok Tani sebagai sumber informasi tentang kondisi tanaman padi bukan sawah (produktivitas, IP padi, luas tanam padi) dan masalah yang dihadapi dalam peningkatan produktivitas padi, 13

peningkatan IP padi dan perluasan tanaman padi bukan sawah pada tingkat lapangan. (3) Pelaku kelembagaan pendukung agribisnis padi bukan sawah sebagai sumber informasi tentang permasalahan yang dihadapi dalam mendukung upaya peningkatan produktivitas, peningkatan IP padi dan perluasan tanaman padi bukan sawah. 2.4. Data dan Metoda Analisis 2.4.1. Jenis dan Sumber Data Data sekunder dan data primer akan digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder akan dikumpulkan dari BPS, Dinas Pertanian dan instansi terkait lainnya. Data primer dikumpulkan melalui wawancara responden dengan menggunakan kuesioner. 2.4.2. Metoda Analisis 2.4.2.1. Analisis Wilayah Potensial Padi Bukan Sawah Analisis wilayah potensial padi bukan sawah dilakukan dengan menggunakan metoda AHP dengan unit analisis seluruh kabupaten yang terdapat pada propinsi lokasi penelitian. Penerapan metoda AHP tersebut pada dasarnya meliputi dua tahap analisis yaitu : (a) mengidentifikasi faktor penentu pengembangan padi bukan sawah dan besarnya bobot setiap faktor penentu, dan (b) melakukan penilaian setiap faktor penentu pada seluruh wilayah yang dianalisis. Wilayah potensial padi bukan sawah diidentifikasi berdasarkan total nilai seluruh faktor penentu dan semakin besar total nilai seluruh faktor penentu di suatu wilayah mengindikasikan semakin besar potensi pengembangan padi bukan sawah di wilayah tersebut. 2.4.2.2. Analisis Peluang Peningkatan Produktivitas Analisis peluang peningkatan produktivitas padi bukan sawah didekati melalui analisis senjang produktivitas. Pada intinya senjang produktivitas padi menunjukkan perbedaan antara potensi produktivitas yang dapat dicapai dibanding produktivitas yang 14

telah dicapai petani. Semakin besar senjang produktivitas tersebut menunjukkan semakin besar peluang peningkatan produktivitas yang dapat dieksploitasi. Sedangkan potensi produktivitas padi bukan sawah dapat didekati dari berbagai hasil penelitian produktivitas padi bukan sawah yang telah dilakukan oleh para peneliti Badan Litbang Pertanian. Adapun lahan bukan sawah yang dianalisis dibedakan atas tiga kategori yaitu : lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut. 2.4.2.3. Analisis Peluang Peningkatan IP Padi Pada Lahan Bukan Sawah Analisis peluang penginkatan IP padi pada lahan bukan sawah didekati melalui analisis senjang IP padi. Pada intinya senjang IP padi menunjukkan perbedaan antara potensi IP padi yang dapat dicapai dibanding IP padi yang telah dicapai. Semakin besar senjang IP padi di suatu wilayah menunjukkan semakin besar peluang peningkatan IP padi di wilayah tersebut. Potensi IP padi bukan sawah akan didekati dari IP padi tertinggi yang pernah atau telah dicapai petani di lokasi penelitian. Adapun lahan bukan sawah yang dianalisis dibedakan atas tiga kategori yaitu : lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut. 2.4.2.4. Analisis Peluang Peningkatan Produksi Padi Bukan Sawah Peluang peningkatan produksi padi bukan sawah di suatu wilayah (kabupaten atau propinsi) pada intinya ditunjukkan oleh besarnya nilai selisih antara potensi produksi padi yang dapat dicapai dibanding produksi padi yang telah dicapai pada saat ini. Besarnya selisih produksi padi tersebut pada dasarnya terjadi akibat adanya senjang produktivitas padi dan/atau senjang IP padi yang relatif besar. Berdasarkan hal tersebut maka peluang peningkatan produksi padi bukan sawah di lokasi penelitian dapat diturunkan dari hasil analisis peluang peningkatan produktivitas dan peluang peningkatan IP padi. Total peluang peningkatan produksi di lokasi penelitian merupakan penjumlahan dari peluang peningkatan produksi yang dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas dan peluang peningkatan produksi yang dapat dicapai melalui peningkatan IP padi bukan sawah di lokasi penelitian 15

2.4.2.5. Analisis Masalah Peningkatan Produktivitas dan IP Padi Bukan Sawah Terjadinya senjang produktivitas padi bukan sawah yang relatif besar mencerminkan adanya permasalahan yang dihadapi petani untuk mendapatkan produktivitas potensial yang dapat dicapai. Begitu pula senjang IP padi bukan sawah yang relatif besar menunjukkan adanya permasalahan yang dihadapi petani untuk memanfaatkan potensi IP padi bukan sawah yang tersedia. Permasalahan tersebut dapat meliputi masalah teknis, masalah kelembagaan dan sosial ekonomi yang dihadapi petani. Analisis permasalahan tersebut akan dilakukan secara deskriptif melalui diskusi yang melibatkan narasumber di daerah. 16