PERILAKU VERBAL GURU DALAM PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 GIANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
PERILAKU VERBAL DAN NONVERBAL GURU KETIKA MEMBERIKAN PENGUATAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 1 SINGARAJA

TINDAK TUTUR GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI TK WANGUN SESANA PENARUKAN SINGARAJA

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

TINDAK TUTUR DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI

PEMBERIAN PENGUATAN (REINFORCEMENT) VERBAL DAN NONVERBAL GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS VIII MTSN SERIRIT

TUTURAN RESPONSIF SISWA TERHADAP TUTURAN DIREKTIF GURU DALAM WACANA INTERAKSI KELAS DI SMA NEGERI 1 BATU

PENGGUNAAN TINDAK TUTUR PENOLAKAN GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS X SMA LABORATORIUM UNDIKSHA

ARTIKEL E-JOURNAL. Oleh RASMIAYU FENDIANSYAH NIM JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XII SMK NEGERI 1 NARMADA. Munawir Guru SMK Negeri 1 Narmada

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

TINDAK TUTUR GURU DI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR BAHASA INDONESIA KELAS VIII SMP N 27 PADANG (KAJIAN PRAGMATIK) ABSTRACT

PERWUJUDAN TINDAK KESANTUNAN PRAGMATIK TUTURAN IMPERATIF GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA

TINDAK TUTUR GURU DAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA

: Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Kata Kunci: direktif, fungsi, bentuk, strategi, kesantunan, retorika.

Dewa Ayu Made Olivia Dita Kesari Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udaya. Abstract

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 12 KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL LELAKI YANG MENGGENGGAM AYAT-AYAT TUHAN KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY E JURNAL ILMIAH

PERILAKU VERBAL DAN NONVERBAL GURU DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA TUNARUNGU DI SMA LUAR BIASA GOLONGAN B SINGARAJA

BENTUK, FUNGSI DAN JENIS TINDAK TUTUR DALAM KOMUNIKASI SISWA DI KELAS IX UNGGULAN SMP PGRI 3 DENPASAR. Ni Nyoman Ayu Ari Apriastuti

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

FUNGSI TINDAK TUTUR ILOKUSI EKSPRESIF PADA TUTURAN TOKOH DALAM NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN 2 KARYA ASMA NADIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2

Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Hidayat. Abstract. Abstrak. SMA Negeri 6 Banjarmasin

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

KESANTUNAN TUTURAN SISWA KEPADA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VII 8 SMP NEGERI 27 PADANG ABSTRACT

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.

III. METODE PENELITIAN. mengandung implikatur dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia di

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 TANJUNGPINANG

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA IKLAN SEPEDA MOTOR DI BOYOLALI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

TINDAK TUTUR GURU BAHASA INDONESIA DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI SMK NEGERI SE-KABUPATEN

KESANTUNAN BERBAHASA GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SMA NEGERI 2 LINTAU BUO

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

Tindak Tutur Direktif Guru Perempuan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas XI SMA

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer

TUTUR PUJIAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI

III. METODE PENELITIAN

PELAKSANAAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM PERCAKAPAN GURU DAN SISWA SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMAN I KEDIRI

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU TAMAN KANAK-KANAK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR TK AISYIYAH 29 PADANG

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK KANCING GEMERINCING

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

PENGGUNAAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM KEGIATAN BERBICARA SISWA KELAS VIII DI MTs. AL-KHAIRIYAH TEGALLINGGAH KECAMATAN SUKASADA

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

OLEH: DENIS WAHYUNI NPM:

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR INDUK MODERN PUSPA AGRO SIDOARJO SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

ANALISIS CAMPUR KODE PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS DI BANJAR TESIS. Oleh : Budi Setyo Nugroho NIM

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

REPRESENTASI KEKUASAAN PADA TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. Abstract

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM SLOGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA. Naskah Publikasi

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS X SLB NEGERI 1 PEMALANG

SKRIPSI. Diajukan untuk. Oleh: AH A

TINDAK TUTUR DIREKTIF LANGSUNG LITERAL GURU PADA PEMBELAJARAN TEKS EKSPOSISI DI KELAS X IPS-3 SMA NEGERI 3 BOYOLALI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam

ABSTRAK. Adi Susrawan, I Nyoman Wujud Kesantunan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu Karangasem.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

KALIMAT IMPERATIF DALAM BAHASA LISAN MASYARAKAT DESA SOMOPURO KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

TUTURAN EKSPRESIF PADA PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA DI BEBERAPA SD NEGERI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

ILOKUSI DALAM WACANA KAOS OBLONG JOGER: SEBUAH ANALISIS PRAGMATIK. Agus Surya Adhitama Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB TV ONE

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) TINDAK TUTUR ASERTIF PENJUAL DAN PEMBELI DI PASAR TEMPEL RAJABASA DAN IMPLIKASINYA.

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. arti. Dalam penggunaan bahasa, terdengar tuturan-tuturan yang diucapkan ketika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Salah satu ciri penelitian kualitatif itu

PENGUATAN VERBAL DAN NONVERBAL GURU BAHASA INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TEKS CERPEN DI KELAS VIIG SMP NEGERI 1 BANJAR

BAB V PENUTUP. hasil evaluasi peneliti dari penelitian ini. menyimpulkan, yang pertama, jenis- jenis dan fungsi tindak tutur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM WACANA IKLAN BERBAHASA INDONESIA PADA RADIO MERCY FM TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SDN KOTA TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pendapat Austin (1962) yang kemudian dikembangkan oleh

ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI DESA BABADAN, PAGENTAN, BANJARNEGARA 2016 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada

ANALISIS PERTANYAAN GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS IV SD DI GUGUS VI KECAMATAN BULELENG

TINDAK TUTUR PADA UNGKAPAN BAK TRUK DI SEPANJANG JALAN RINGROAD SOLO-SRAGEN TINJAUAN: PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF PADA TUTURAN KHOTBAH SALAT JUMAT DI LINGKUNGAN MASJID KOTA SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan.

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Transkripsi:

PERILAKU VERBAL GURU DALAM PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 GIANYAR Ni Luh Komang Sri Majesty, I Made Sutama, Gede Gunatama Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {komangsri@rocketmail.com, imadesutamaubd@gmail.com, detama_fbs_21@yahoo.com}@undiksha.ac.id. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas, (2) fungsi perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas, dan (3) jenis perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar. Objek penelitian ini adalah perilaku verbal guru, meliputi bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal dalam pembelajaran. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melaui metode observasi dan wawancara dengan instrumen alat perekam dan catatan lapangan. Hasil penelitian ini adalah (1) bentuk perilaku verbal yang digunakan guru, yaitu deklaratif, interogatif (terbanyak), dan imperatif. (2) Fungsi tindak tutur yang muncul dalam tuturan guru adalah representative, direktif (terbanyak), ekspresif, komisif, dan deklarasi. (3) Jenis tuturan yang digunakan guru adalah jenis perilaku verbal langsung (lebih banyak) dan tidak langsung. Kata kunci: perilaku verbal, guru, pembelajaran, sastra Abstract This study aimed at describing (1) the form of the verbal behavior of the teacher in the learning of Indonesian literature in the classroom, (2) the function of the verbal behavior of the teacher in the learning of Indonesian literature in the classroom, and (3) the types of the verbal behavior of the teacher in the learning of Indonesian literature in the classroom. This study used a descriptive qualitative design. The subject was the Indonesian literature teacher who taught XI class of SMA Negeri 1 Gianyar. The object of this study was the teacher s verbal behavior including its form, function, and type of the verbal behavior in teaching and learning process. The data in this study were collected through observation and interview with a tape recorder and field note as the instruments. The results of this study were (1) the form of the verbal behavior used by teachers namely declarative, interrogative (at the most), and imperative. (2) The function of speech act occurred in the teacher s speech was representative, directive (at the most), expressive, commissive, and declarations. (3) The types of speech used by teachers was the kind of direct (more) and indirect verbal behavior. Key word : verbal behavior, teacher, learning, literature

PENDAHULUAN Dunia pendidikan adalah salah satu tempat kegiatan bertutur yang cukup intensif. Hal itu disebabkan oleh kegiatan utama dalam pendidikan adalah kegiatan belajar mengajar yang di dalamnya memuat berbagai macam bentuk tuturan. Salah satu tuturan yang paling sering digunakan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung adalah bentuk tuturan verbal. Berdasarkan hal itu, baik buruknya perilaku verbal yang diproduksi pada saat pembelajaran akan sangat berpengaruh pada hasil pembelajaran itu. Wijana (1996:30) mengemukakan bahwa tindak tutur atau perilaku verbal dapat dibagi menjadi tiga, yaitu deklaratif, interogatif, dan imperatif. Perilaku verbal ini, biasanya terjadi pada saat guru menjelaskan dan atau murid menanggapi penjelasan atau masalah yang ada. Dalam pembelajaran, guru sangat memerlukan perilaku verbal ini sebagai media yang sangat menunjang keberhasilan pembelajaran. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa seorang guru diharapkan mampu menggunakan perilaku verbal dengan efektif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar bersama siswanya. Oleh karena itu, selain mengetahui bentuk perilaku verbal yang tepat, seorang guru juga harus mengetahui fungsi perilaku verbal itu sendiri. Searle (dalam Leech, 1993) mengemukakan bahwa berdasarkan fungsinya, tindak tutur dapat dibedakan atas tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Pengetahuan mengenai bentuk dan fungsi perilaku verbal ini akan sangat membantu guru dalam melakukan interaksi pembelajaran dengan siswa, khususnya guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Dapat dikatakan demikian karena saat ini mulai ada pandangan pada beberapa siswa bahwa pelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang membosankan. Hal ini dikarenakan guru bersangkutan belum atau masih kurang dalam hal penggunaan perilaku verbal secara efektif dalam kegiatan pembelajarannya. Selain itu, masih banyak guru bahasa Indonesia yang kurang memperhatikan tuturannya saat pembelajaran. Seharusnya, agar guru dapat membuat siswa tertarik dengan pembelajarannya ia harus mampu menggunakan jenis perilaku verbal yang tepat. Penggunaan jenis tindak tutur tidak langsung, misalnya. Penggunaan jenis tindak tutur tidak langsung ini akan membuat siswa bertanya-tanya dengan yang dikatakan gurunya. Oleh karena siswa belum dapat menangkap maksud yang disampaikan gurunya, siswa itu akan lebih memperhatikan gurunya untuk menangkap maksud yang disampaikan gurunya. Selain tindak tutur tidak langsung masih banyak jenis tindak tutur lain yang dapat digunakan guru. Wijana (1996:30) menerangkan bahwa jenis tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, serta tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Selain itu, pada bukunya yang berjudul Analisis Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis, Wijana dan Rohmadi (2011:31-34) menyebutkan bahwa apabila tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal dan tak literal maka akan didapatkan tindak tutur - tindak tutur lain, seperti tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan tindak tutur tak langsung tak literal. Melihat pentingnya perilaku verbal inilah peneliti tertarik untuk mengkaji perilaku verbal yang dilakukan guru baik dari segi bentuk, fungsi, dan jenisnya. Untuk lebih mengkhususnya lagi, penulis dalam penelitian ini lebih menekankan pada perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia yang merupakan salah satu bidang kajian bahasa Indonesia. Pembelajaran sastra Indonesia ini dipilih karena pada pembelajaran sastra, guru dituntut menggunakan tuturan yang lebih ekspresif dan variatif. Hal ini biasanya dilakukan agar pembelajaran sastra Indonesia itu menjadi lebih hidup dan tidak kaku. Pembelajaran sastra Indonesia ini juga dipilih dikarenakan dalam mengajar sastra terdapat beberapa guru yang masih bingung dalam menggunakan bahasa

verbal yang komunikatif dan efisien selama pembelajaran sastranya. Hal ini dirasakan sendiri oleh penulis pada saat pelaksanaan PPL-Real tahun 2013. Selama pembelajaran, terlihat antara guru dan siswa belum terjadi suatu proses komunikasi yang efektif. Guru masih menggunakan beberapa bahasa yang kurang tepat sehingga siswa menjadi kurang paham tentang materi yang dijelaskan dan bahkan bosan dalam mengikuti pembelajaran. Padahal, hakikat komunikasi adalah proses pernyataan berupa pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain menggunakan bahasa atau lambang sebagai alat penyalurnya (Rudy, 2005:63). Istilah komunikasi (latin :comunicatio) berasal dari kata communis yang berarti sama (Effendy dalam Rudy, 2005:63). Kata sama memiliki maksud sama makna, yaitu jika kita melakukan komunikasi dengan seseorang, kita harus mengembangkan kesamaan makna (kesamaan persepsi) dengan orang yang sedang berkomunikasi dengan kita tentang objek-objek tertentu (Rudy, 2005:63). Oleh karena itu, demi tercapainya komunikasi yang baik antara pembicara/ penutur dan mitra tutur (dalam hal ini guru dan siswa), seorang penutur harus mampu mengkomunikasikan perasaan atau idenya kepada mitra tutur melalui perilaku verbal yang efektif dan efisien. Oleh karena perilaku verbal ini sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, belakangan ini beberapa peneliti lain mulai meneliti mengenai perilaku verbal ini, akan tetapi selalu dikaitkan dengan perilaku nonverbal. Beberapa penelitian itu di antaranya, Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Praktik Mendongeng di SD Negeri 3 Sembiran, karya Ni Nyoman Arika Winantini pada tahun 2011, Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Berbicara Bahasa Indonesia di SMA Negeri 4 Singaraja, karya Ni Komang Dewi Lastrini pada tahun 2011, dan Tindak Tutur Guru dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di SLB C Bina Karya Singaraja, karya Ni Luh Putu Susy Mirayanti pada tahun 2013. Meskipun banyak penelitian mengenai perilaku verbal ini telah terlaksana, penelitian mengenai perilaku verbal ini dirasakan masih perlu diadakan kembali. Hal itu dikarenakan penelitian yang sudah ada selalu mengaitkan perilaku verbal dengan nonverbal, sedangkan penulis lebih fokus kepada perilaku verbal saja karena penulis ingin mengetahui lebih jelas bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal ini dalam pembelajaran. Perbedaan selanjutnya antara penelitian ini dan penelitian yang sudah ada adalah pada ruang lingkupnya. Berbeda dengan penelitian lain, penelitian ini begerak pada pembelajaran sastra Indonesia di SMA, hal itu dikarenakan dalam pembelajaran sastra guru dituntut lebih banyak menggunakan pilihan kata yang menarik namun efektif dalam pembelajaran itu. Perbedaan yang terakhir antara penelitian ini dan penelitian yang sudah ada terletak pada subjek penelitiannya. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan memperluas kajian perilaku verbal dalam komunikasi, khususnya dari segi bentuk, fungsi, dan jenisnya. Sedangkan bagi guru, melalui penelitian ini guru dapat mengetahui tentang perilaku verbal itu lebih dalam serta penerapannya sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran agar perilaku verbal guru dan pembelajaran menjadi lebih efektif. Penelitian mengenai perilaku verbal guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini penulis terapkan pada guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Gianyar. Pertimbangan pertama adalah karena SMA Negeri 1 Gianyar adalah salah satu sekolah favorit dan unggulan, sehingga secara tidak langsung guru yang berada di sekolah itu sudah cukup berpengalaman dalam bidang pendidikan. Pertimbangan selanjutnya adalah guru di sekolah itu mengajar siswa yang sama mulai siswa itu pada tingkatan kelas X sampai dengan kelas XII sehingga ia sangat memahami karakteristik siswanya sekaligus pemahaman itu akan digunakan sebagai pemilihan perilaku verbal yang akan ia gunakan. Pada penelitian ini, guru kelas XI adalah sebagai sumber pengambilan data perilaku verbal guru dalam pengajaran

sastra Indonesia yang dipilih penulis. Pertimbangan dipilihnya guru kelas XI adalah jika penelitian dilaksanakan pada guru kelas X, guru belum terlalu memahami karakter siswa sehingga perilaku verbal yang digunakan terkesan lebih sedikit, hal ini biasanya dilakukan agar tidak terkesan melenceng dari pembelajaran. Hambatan yang sama juga akan ditemukan oleh penulis jika penulis melaksanakan penelitian pada guru kelas XII. Hal ini disebabkan siswa di sekolah ini jika telah menginjak kelas XII akan lebih cenderung diberikan latihan soal sehingga antara guru dan siswa (siswa kelas XII) akan mengalami komunikasi yang minim dalam pembelajaran, maka guru pun tidak akan terlalu banyak menggunakan perilaku verbal itu. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat judul Perilaku Verbal Guru dalam Pembelajaran Sastra Indonesia di Kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar pada penelitian ini. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini ada tiga, yaitu (1) bagaimanakah bentuk perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar?, (2) bagaimanakah fungsi perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar?, dan (3) bagaimanakah jenis perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar?. Oleh karena itu, tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk perilaku verbal guru dalam pembelajaran Gianyar, (2) mendeskripsikan fungsi perilaku verbal guru dalam pembelajaran Gianyar, dan (3) mendeskripsikan jenis perilaku verbal guru dalam pembelajaran Gianyar. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif kualitatif. Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar, sedangkan objek penelitian ini adalah perilaku verbal guru yang meliputi bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi (1) metode observasi, dan (2) metode wawancara. Metode observasi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu observasi dengan partisipasi (partisipatif) dan observasi tanpa partisipasi (nonpartisipatif) (Cf. Ardika dalam Suandi, 2008:39). Dalam penelitian ini, metode observasi nonpartisipatif adalah metode yang digunakan oleh penulis karena peneliti ingin melihat situasi pembelajaran alami yang dilakukan oleh guru dan siswa tanpa ada intervensi dari peneliti. Instrumen yang digunakan dalam metode observasi adalah lembar observasi/ catatan lapangan. Pada saat pelaksanaan observasi, hasil observasi dicatat dalam lembar observasi/catatan lapangan yang disebut lembar deskriptif. Catatan deskriptif yang telah digunakan dalam observasi akan disesuaikan hasilnya dengan hasil perekaman yang telah dilakukan. Selain menggunakan catatan deskriptif, peneliti juga menambahkan catatan reflektif dalam penelitian. Catatan reflektif ini berguna untuk mencatat fenomena - fenomena atau masalah yang muncul dalam pembelajaran, atau kejadian yang menarik serta menonjol yang terjadi di lapangan. Metode observasi ini juga dibarengi dengan melakukan perekaman terhadap perilaku verbal yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran untuk mencegah kelalaian peneliti dalam mencatat percakapan yang terjadi. Alat yang digunakan dalam pengambilan data berupa rekaman adalah handycam dan atau tape recorder. Ketika melakukan observasi, peneliti mencatat hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas selama pembelajaran berlangsung. Pencatatan ini dilakukan untuk melihat hal-hal yang tidak dapat

direkam oleh alat perekam. Hal-hal itu seperti, kondisi kelas, situasi tutur, ekspresi pembicara, dan juga konteks pembicaraan yang berlangsung. Jadi, data yang didapat dari metode ini adalah hal yang bersifat khusus dalam situasi pembelajaran. Peneliti akan bisa mendapatkan pemahaman yang tepat apabila melihat dan mengetahui secara langsung situasi ketika tuturan terjadi. Berdasarkan pemahaman inilah data tuturan yang didapatkan dapat diinterpretasikan dengan tepat sesuai dengan bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal guru. Penginterpretasian yang tepat terhadap data tentu menunjang validitas dari penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, data observasi lapangan ini menjadi sebuah teknik yang penting. Penelitian ini juga menggunakan metode wawancara dalam pengumpulan data. Metode wawancara yang digunakan adalah tidak terstruktur agar peneliti mendapatkan jawaban sesuai dengan yang diinginkan dengan tidak menggunakan pedoman pertanyaan. Cara ini, umumnya akan lebih efektif dalam memperoleh informasi yang inginkan oleh peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Suandi (2008:49) yang menyatakan metode wawancara yang dilakukan lebih banyak berupa pengajuan pertanyaan konfirmasi secara tidak terstruktur. Metode wawancara dalam penelitian ini dipergunakan untuk memperjelas fungsi perilaku verbal yang dilakukan guru. Metode wawancara ini hanya akan dilakukan apabila sebuah kasus ketika observasi tidak dapat dipecahkan secara ilmiah dan memerlukan jawaban yang sebenarnya dari penutur itu sendiri. Suandi (2008) menyatakan untuk mendapatkan jawaban yang benar, peneliti harus benar-benar menguasai pertanyaan yang akan diberikan kepada responden sehingga tidak terlihat canggung saat bertatap muka. Selanjutnya, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dianalisis melalui langkahlangkah, sebagai berikut (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penyimpulan. Mereduksi data berarti memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari temannya serta polanya dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2006:38). Data berupa wacana yang telah direkam kemudian ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan. Setelah itu, data yang valid dikumpulkan untuk diklasifikasikan. Data yang sudah terkumpul, kemudian diberi kode. Dalam hal ini, perilaku verbal yang dilakukann guru diberi kode 001/Dek/Repre/L/07/04/13. Kode ini dibaca percakapan nomor 1 (001); menggunakan bentuk deklaratif (Dek); fungsi representatif (Repre); strategi penyampaian atau jenis tuturan langsung (L); diambil pada tanggal 07 (07); bulan April (04); tahun 2013 (13). Dengan melakukan pengkodean, peneliti dapat melihat penyimpanan data awal. Penyimpanan ini diperlukan untuk melihat data bila sesekali diperlukan lagi untuk melengkapi data yang ada atau untuk konfirmasi. Dengan demikian, data dapat dianalis, diklasifikasikan lebih lanjut dan siap untuk dideskripsikan. Setelah data digolongkan sesuai dengan rumusan masalah, selanjutnya data itu diolah dan dianalisis untuk memperoleh jawaban yang tepat yang sesuai dengan rumusan masalah. Dalam penyajian ini, data yang didapat akan dihubungkan dengan teori-teori yang relevan yang nantinya dapat menjawab permasalahan yang ingin dipecahkan. Pada tahap ini, data mengenai bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal yang dikumpulkan akan dipaparkan dengan jenis wacana deskripsi yang sesuai dengan rancangan penelitian. Data hasil perekaman yang menjadi data utama akan dipaparkan kemudian diklasifikasikan ke dalam bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal. Kemudian, data itu akan dianalisis untuk menentukan bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal yang disampaikan oleh guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung. Tahap terakhir yang dilakukan adalah penyimpulan. Penyimpulan perlu dilakukan karenakan penyimpulan dapat diketahui keakuratan penelitian. Penyimpulan yang dilakukan diharapkan

dapat menjawab semua permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Data yang disimpulkan adalah data berupa bentuk, fungsi, dan jenis perilaku verbal yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran Gianyar. Secara khusus data itu meliputi (1) bentuk perilaku verbal yang dilakukan guru, (2) fungsi perilaku verbal yang dilakukan guru, dan (3) jenis perilaku verbal yang dilakukan guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar. Hasil kegiatan itu berupa simpulan sementara. Oleh sebab itu, sebelum menyusun laporan penelitian, peneliti melakukan pengecekan kembali keseluruhan proses untuk mendapatkan hasil analisis dan simpulan yang meyakinkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mulai 21 April 2014 sampai dengan 5 Mei 2014, ada beberapa hal penting yang ditemukan peneliti. Pertama, mengenai bentuk perilaku verbal yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra Indonesia. Kedua, mengenai fungsi perilaku verbal yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra Inonesia. Ketiga sekaligus menjadi yang terakhir adalah mengenai jenis perilaku verbal yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran sastra Indonesia. Pertama, mengenai bentuk perilaku verbal. Bentuk perilaku verbal yang digunakan guru dalam pembelajaran Gianyar ada tiga, yaitu tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan tuturan imperatif. Oleh karena itu, telah diketahui bahwa guru dalam pembelajaran sastra Indonesia ini menggunakan ketiga bentuk tuturan yang dikemukakan oleh Wijana (1996:30). Penggunaan ketiga bentuk tuturan itu telah disesuaikan oleh guru dalam pelaksaannya sesuai dengan situasi dan kondisinya. Jumlah kemunculan dari ketiga bentuk tuturan itupun berbedabeda. Perilaku verbal berbentuk tuturan deklaratif muncul sebanyak 69 tuturan dari total 203 tuturan yang disampaikan guru yang jika dipersentasekan menjadi 33,99 %. Kemudian, bentuk tuturan interogatif muncul sebanyak 86 tuturan dari total keseluruhan tuturan dengan persentase 42,36 %. Tarakhir, bentuk tuturan imperatif muncul sebanyak 48 tuturan dari total 203 tuturan dengan persentase sebesar 23,65 % Pemaparan mengenai jumlah kemunculan dan persentase masing masing bentuk tuturan itu menunjukkan bahwa bentuk tuturan interogatif merupakan bentuk tuturan yang paling sering muncul dalam pembelajaran, yaitu muncul sebanyak 86 tuturan. Berbeda dengan hal itu, bentuk tuturan imperatif hanya muncul sebanyak 45 tuturan, sehingga menjadi tuturan yang paling jarang digunakan oleh guru selama pembelajaran sastra Indonesia. Tuturan interogatif ini menjadi tuturan dengan frekuensi terbesar dikarenakan beberapa bentuk tuturan interogatif sering dipilih untuk menyatakan permintaan atau suruhan secara tidak langsung. Oleh karena bentuk tuturan interogatif ini sering digunakan sebagai tuturan yang berfungsi meminta atau menyuruh, frekuensi tuturan ini menjadi bertambah, sedangkan bentuk tuturan imperatif dalam pembelajaran sastra Indonesia ini menjadi lebih sedikit atau berkurang. Penggunaan bentuk tuturan interogatif ini dipilih agar permintaan atau suruhan yang diajukan guru kepada siswa terkesan lebih sopan. Pemilihan penggunaan bentuk tuturan interogatif untuk menjalankan maksud memerintah juga menjadikan suasana di kelas tidak kaku dan tegang. Selain itu, hal ini juga menimbulkan interaksi yang lebih positif antara guru dan siswa, atau dengan kata lain guru dan siswa menjadi lebih mudah menjalin keakraban. Penggunaan bentuk tuturan interogatif yang memiliki maksud tuturan imperatif (penggunaan bentuk tuturan yang tidak sesuai dengan maksud tuturan) pada kenyataannya tidak salah, melainkan untuk menyampaikan tuturan dengan suasana yang berbeda. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan Wijana (1996:30) bahwa tindak tutur yang maksudnya dipahami dan diterima tidak sesuai dengan modus kalimat, contohnya maksud memerintah diutarakan dengan kalimat bermodus berita atau tanya agar

orang yang diperintah tidak merasa bahwa diperintah. Selain digunakan untuk menjalankan fungsi memerintah (bentuk imperatif), bentuk tuturan interogatif lebih sering digunakan oleh guru dikarenakan situasi dan kondisi pembelajaran pada saat itu (dilaksanakannya penelitian). Penelitian ini dilaksanakan pada minggu minggu akhir sebelum dilaksanakannya UKK, oleh karena itu, guru kembali menggali ingatan siswa dengan bertanya langsung kepada siswa menggunakan bentuk interogatif mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan guru agar siswa tidak hanya mengengingat pembelajaran yang baru saja terlaksana, akan tetapi juga mengingat pembelajaran terdahulu atau sebelumnya demi mempersiapkan kesiapan siswa menghadapi UKK. Selain memaparkan mengenai bentuk tuturan dalam perilaku verbal yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra Indonesia, dalam hasil penelitian ini juga dikemukakan bahwa perilaku verbal yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra Indonesia itu memiliki fungsi yang berbeda beda sesuai dengan kebutuhannya. Fungsi tindak tutur yang muncul dalam tuturan guru selama pembelajaran sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Gianyar ada lima, yaitu (1) representatif; (2) direktif; (3) ekspresif; (4) komisif; dan (5) deklarasi. Fungsi fungsi tuturan ini melekat dalam setiap bentuk tuturan yang disampaikan guru baik dalam tuturan deklaratif, tuturan interogatif, maupun tuturan imperatif. Jadi, lima fungsi yang dikemukakan Austin (dalam Nababan, 1987:18) muncul dalam tuturan yang disampaikan oleh guru dalam pengajaran sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Gianyar. Kemunculan lima fungsi itu dari total 203 tuturan guru adalah 50 tuturan dengan fungsi representatif, di antaranya melaporkan sebanyak 8 tuturan, menyebutkan 10 tuturan, menunjukkan 17 tuturan, menyatakan 6 tuturan, menuntut 2 tuturan, dan menyimpulkan 7 tuturan. Kedua, fungsi direktif muncul sebanyak 134 tuturan yang meliputi bertanya 65 tuturan, meminta 11 tuturan, menyuruh 45 tuturan, mendesak 2 tuturan, memaksa 3 tuturan, menyarankan 5 tuturan, dan memerintah 3 tuturan. Ketiga, fungsi ekspresif muncul sebanyak 14 tuturan, yakni mengkritik 4 tuturan, memuji 4 tuturan, menyalahkan hanya 1 tuturan, menyanjung 4 tuturan, dan mengeluh hanya muncul pada 1 tuturan. Keempat, fungsi komisif hanya muncul pada 1 tuturan, yaitu tuturan mengancam pada fungsi khususnya. Kelima, fungsi deklarasi muncul sebanyak 4 tuturan, yaitu 4 tuturan mengizinkan. Persentase kemunculan masing masing fungsi ini dalam tuturan adalah 24,63 % untuk fungsi representatif, 66,01 % untuk fungsi direktif, 6,90 % untuk fungsi ekspresif, 0,49 % untuk fungsi komisif, dan 1,97 % untuk fungsi deklarasi. Berdasarkan pemaparan itu terlihat bahwa persentase kemunculan terbesar terdapat pada fungsi direktif, yaitu 66,01 % dengan jumlah tuturan sebanyak 134 tuturan. Hal ini dikarenakan fungsi direktif ini lebih sering melekat pada bentuk tuturan interogatif. Salah satu fungsi khusus dari fungsi direktif ini adalah fungsi bertanya dan fungsi inilah yang selalu melekat pada bentuk interogatif. Dalam pembahasan sebelumnya dikemukakan bahwa bentuk tuturan interogatif paling banyak muncul dalam pembelajaran, maka dari pada itu, fungsi direktif ini akan muncul paling banyak pula dalam tuturan guru selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai atau sama dengan penelitian yang diungkapkan oleh Winantini (2011) dan Mirayanti (2013). Winantini (2011) menyebutkan bahwa fungsi direktif adalah fungsi yang paling banyak muncul dalam pembelajaran, sedangkan fungsi ekspresif dan komisif adalah fungsi yang paling jarang muncul. Dalam penelitian Winantini disebutkan pula bahwa fungsi bertanya yang paling sering muncul dalam pembelajaran. Sama halnya dengan Mirayanti (2013) yang mengemukakan bahwa fungsi tuturan yang memiliki frekuensi tertinggi adalah direktif, sedangkan terendah adalah fungsi deklaratif. Kemudian, selain memaparkan mengenai bentuk dan fungsi tuturan, hasil penelitian yang dilakukan penulis ini juga

memaparkan mengenai jenis tuturan yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran Gianyar. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, ditemukan bahwa selama proses pembelajaran sastra Indonesia perilaku verbal yang digunakan guru dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jenis perilaku verbal langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, dalam hal ini guru dapat dikatakan menggunakan kedua jenis tuturan yang dikemukakan oleh Djajasudarma (2010:63). Ia mengemukakan pendapat bahwa tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu langsung (direct speech acts) dan tidak langsung (indirect speech acts). Jenis tuturan langsung dan tidak langsung yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra Indonesia dalam hal ini diklasifikasikan lagi menjadi lima variasi yang masing-masing memiliki kemunculan yang berbeda - beda sesuai dengan situasi pada saat pembelajaran berlangsung. Klasifikasi ini didasarkan atas perealisasian jenis tuturan ini ke dalam bentuk tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan imperatif. Adapun variasi jenis tindak tutur itu adalah jenis tindak tutur langsung dalam bentuk tuturan deklaratif, tindak tutur langsung dalam bentuk interogatif, tindak tutur langsung dalam bentuk imperatif, tindak tutur tidak langsung dalam bentuk deklaratif, dan tindak tutur tidak langsung dalam bentuk interogatif. Frekuensi kemunculan jenis - jenis tuturan ini (dituliskan dari frekuensi terbesar hingga frekuensi terkecil) adalah frekuensi terbesar terdapat pada jenis tindak tutur langsung dalam bentuk interogatif, tuturan ini muncul dalam 67 tuturan dengan persentase 33,00 %. Kedua, jenis tindak tutur langsung dalam bentuk tuturan deklaratif. Jenis tuturan ini muncul sebanyak 59 tuturan dengan persentase 29,06 %. Ketiga, jenis tindak tutur langsung dalam bentuk imperatif dengan jumlah tuturan sebanyak 48 tuturan dengan persentase 23,65 %. Keempat, jenis tindak tutur tidak langsung dalam bentuk interogatif dengan jumlah 19 tuturan dan persentase 9,36 %. Kelima, jenis tindak tutur tidak langsung dalam bentuk deklaratif sejumlah 10 tuturan dengan persentase 4,93 %. Berdasarkan pemaparan di atas diperoleh informasi bahwa jenis perilaku verbal langsung lebih sering muncul dari pada jenis perilaku verbal tidak langsung. Hal itu terlihat pada jumlah tuturan jenis perilaku verbal langsung sebanyak 174 tuturan dengan persentase 85,71 %. Sedangkan jenis perilaku verbal tak langsung sebanyak 29 tuturan dengan persentase 14,29 %. Jenis perilaku verbal langsung lebih banyak muncul dikarenakan guru ingin menyampaikan informasi secara cepat dan akurat kepada siswa selama proses pembelajaran sastra Indonesia berlangsung. Apabila menggunakan jenis tuturan tidak langsung, siswa akan sedikit lebih lama untuk mengartikan maksud atau informasi yang ingin disampaikan oleh gurunya. Jenis tuturan langsung ini paling banyak digunakan pada saat menjelaskan informasi penting mengenai materi yang kurang jelas dan pada saat guru memanfaatkan waktu pembelajaran secara efisien mengingat bahwa pelakasanaan penelitian ini pada saat minggu minggu terakhir menjelang UKK. Sedangkan, jenis tuturan tidak langsung digunakan hanya pada saat saat tertentu saja, seperti memerintah siswa dengan kesan tidak memerintah. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai penelitian ini, di antaranya (1) bentuk perilaku verbal yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar ada tiga, yaitu tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan tuturan imperatif. Kemudian, di antara ketiga bentuk tuturan itu, bentuk tuturan interogatif merupakan bentuk tuturan yang paling sering muncul dalam pembelajaran dan bentuk imperatif sebaliknya. (2) Fungsi tindak tutur yang muncul dalam tuturan guru selama pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar ada lima, yaitu representatif (melaporkan, menyebutkan, menunjukkan, menyatakan, menuntut, dan

menyimpulkan), direktif (bertanya, meminta, menyuruh, mendesak, memaksa, menyarankan, dan memerintah), ekspresif (mengkritik, memuji, menyalahkan, menyanjung, dan mengeluh), komisif (mengancam), dan deklarasi (mengizinkan). Persentase kemunculan terbesar di antara kelima fungsi fungsi itu adalah fungsi direktif, yaitu fungsi bertanya. (3) Jenis tuturan yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 1 Gianyar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jenis perilaku verbal langsung dan tidak langsung. Jenis tuturan ini diklasifikasikan lagi menjadi lima variasi yang didasarkan atas perealisasiannya ke dalam bentuk tuturan deklaratif, tuturan interogatif, dan imperatif, yaitu jenis tindak tutur langsung dalam bentuk tuturan deklaratif, tindak tutur langsung dalam bentuk interogatif, tindak tutur langsung dalam bentuk imperatif, tindak tutur tidak langsung dalam bentuk deklaratif, dan tindak tutur tidak langsung dalam bentuk interogatif. Frekuensi kemunculan terbesar dari jenis - jenis tuturan ini adalah jenis tindak tutur langsung dalam bentuk interogatif. Oleh karena itu, jenis tuturan langsung lebih sering muncul dari pada tidak langsung. Berdasarkan pemaparan mengenai hasil penelitian dan simpulan, adapun saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah pertama, pada penelitian ini terlihat bahwa guru sudah dapat dikatakan ideal dalam penggunaan perilaku verbalnya, hal itu terlihat pada kesesuaian antara bentuk, fungsi, maupun jenis perilaku verbal yang ia gunakan dan pembelajarannya. Oleh karena itu, hal ini perlu dipertahankan dan diterapkan bahkan disempurnakan oleh guru. Hal ini dilakukan karena mengingat pentingnya perilaku verbal dalam pembelajaran khususnya sastra Indonesia. Kedua, Penelitian ini difokuskan pada perilaku verbal guru dalam pembelajaran sastra Indonesia di SMA. Oleh karena itu, peneliti lain dapat melakukan penelitian mengenai perilaku verbal ini di jenjang sekolah lainnya, baik TK, SD, maupun SMP dan dapat menambahkan perilaku nonverbal guru, dan atau perilaku verbal dan nonverbal guru dan siswa sebagai variabel penelitiannya. Selain itu, pada bagian jenis tuturan atau perilaku verbal, penelitian ini masih terbatas pada jenis tuturan langsung dan tidak langsung. Masih ada aspek yang belum diteliti, tuturan literal dan tidak literal, misalnya. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti lain untuk mengadakan penelitian lanjutan terkait perilaku verbal yang belum dikaji dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Djajasudarma, T. Fatimah. 2010. Wacana : Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur. Bandung: Refika Aditama. Lastrini, Ni Komang Dewi. 2011. Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Berbicara Bahasa Indonesia di SMA N 4 Singaraja. Skripsi. (tidak diterbitkan). Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha. Leech, Geoffry. 1993. Prinsip prinsip Pragmatik. Diterjemahkan oleh MDD Oka. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Mirayanti, Ni Luh Putu Susy. 2013. Tindak Tutur Guru Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di SLB C Bina Karya Singaraja. Skripsi. (tidak diterbitkan). Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha. Nababan, P. W. J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Rudy, T. May. 2005. Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional. Bandung : PT Refika Aditama. Suandi. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Bahasa. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha. Sugiyono. 2007. Metodelogi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta. Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik : Kajian Teori dan Analisis. Surakarta : YUMA PUSTAKA. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : ANDI.

Winantini, Ni Nyoman Arika. 2011. Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Praktik Mendongeng di SD Negeri 3 Sembiran. Skripsi. (tidak diterbitkan). Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha.