BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN LITERATUR. 2.1 Perpustakaan Parlemen (National Diet Library/NDL)

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Representasi Kebebasan intelektual dalam Toshokan Sensō (Library War)

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

BAB I PENDAHULUAN. perkembanganmasyarakat perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet

BAB I PENDAHULUAN. Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai

BAB I PENDAHULUAN. dianalisis dengan kajian semiotik.semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada awalnya film merupakan hanya sebagai tiruan mekanis dari realita atau

BAB 1 PENDAHULUAN. budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran sastra tidak akan ada gunanya lagi untuk diadakan (Rahmanto,


BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEBEBASAN INTELEKTUAL DI PERPUSTAKAAN. Oleh: Fatmi Sarah. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi. Keberadaan new media yang semakin mudah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

Bab 1. Pendahuluan. Jepang seperti yang banyak kita ketahui merupakan suatu negara maju dan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. realitas yang tumbuh, serta berkembang di dalam masyarakat, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dari film animasi dapat mengalahkan pendapatan dari film live action

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi pada zaman sekarang ini sungguh berkembang dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Fokus Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penenlitian.. 7

Pengaplikasian Template Modul

BAB I PENDAHULUAN. yang bervariasi itu merupakan hal yang menarik. Kalimat itu dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara Jepang banyak menghasilkan berbagai macam karya. Baik berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi yang sangat efektif bagi umat manusia di dunia. Pengguna internet dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. dalam dialog komik membuat pembaca secara langsung mampu. mengintepretasikan gambaran perasaan yang sedang di alami tokoh.

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ><

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dalam hal perpindahan kekuasaan atau kualitas

Teori Komunikasi Massa 2. Komunikasi Massa Universitas Pembangunan Jaya, 2015

Bab 1. Pendahuluan. Dewasa ini musik telah menjadi budaya pop Jepang yang tak tergantikan. Industri

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. apapun kemasan atau hasil film, apabila tidak memiliki konsep yang kuat tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. dihadirkan mempunyai tujuaan dan manfaat di samping menyampaikan buah

Petunjuk Pengisian. Marisha,2013 EFEKTIVITAS TEKNIK BRAINWRITING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARATIF BAHASA PERANCIS

BAB I PENDAHULUAN. Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB IV ANALISA DATA. I. Nasionalisme TKI dalam Film Minggu Pagi di Victoria Park


BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak stasiun stasiun televisi swasta baru yang mulai bermunculan untuk merebut

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

BAB V PENUTUP. terkait permasalahan Eropa. Sikap berbeda ditunjukkan oleh Inggris yang sering

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Hijab merupakan simbol komunikasi dan sebagai identitas bagi wanita,

BAB V PENUTUP. Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu konflik kemanusiaan yang berujung kepada perang atau tindak

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Besar Bahasa Indonesia (2005: 88), bahasa ialah sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. pada keberhasilan khalayak dalam proses negosiasi makna dari pesan yang

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perpustakaan adalah ruang demokrasi bagi setiap individu yang ada dan terkait di dalamnya, setiap orang berhak mengekspresikan diri serta pikiran mereka dalam semua bentuk karya, termasuk buku, film, lagu, dan lain-lain tanpa hambatan dari pihak lain dan menggunakan informasi dalam bentuk/media apapun yang tersedia dalam perpustakaan sehingga individu dalam perpustakaan dapat menggunakan hak kebebasan intelektual mereka dengan baik. Kebebasan intelektual menurut American Library Association (ALA) adalah hak setiap orang untuk mencari dan menerima informasi dari segala sudut pandang tanpa larangan. Kebebasan intelektual menyediakan akses terbuka bagi segala ekspresi dan gagasan melalui berbagai jenis pertanyaan dan tindakan. Kebebasan intelektual mengarahkan individu pada kebebasan untuk menerima dan menyebarkan gagasan/ ide 1. Kebebasan intelektual merupakan dasar dari sebuah sistem demokrasi. Dengan adanya kebebasan intelektual di perpustakaan, maka hal tersebut menunjukkan bahwa perpustakaan merupakan lembaga yang netral dan menjunjung tinggi demokrasi di mana setiap individu dapat menyampaikan gagasan serta mencari dan mengakses informasi secara terbuka tanpa adanya larangan atau batasan dari pihak manapun. Namun terkadang hak atas kekebasan intelektual seseorang mengalami berbagai hambatan, baik dari individu, kelompok tertentu atau pemerintah antara lain dengan sensor. 1 ALA: Office of Intellectual Freedom. http://www.ala.org/ala/aboutala/offices/oif 1

2 ALA mengatakan bahwa sensor merupakan tekanan terhadap ide/gagasan dan informasi yang dilakukan oleh pihak tertentu baik individu, kelompok tertentu maupun pemerintah. Sensor menekan institusi publik seperti halnya perpustakaan untuk menghilangkan atau membatasi akses terhadap informasi yang dianggap tidak sesuai dan berbahaya 2. Kebebasan intelektual dan sensor adalah entiti yang berada pada level yang sama dan dapat terjadi di lembaga manapun termasuk perpustakaan. Namun, perdebatan mengenai kebebasan intelektual dan sensor juga menjadi masalah tersendiri bagi perpustakaan. Di satu sisi perpustakaan adalah organisasi yang berdiri di sebuah negara dan harus tunduk pada peraturan negara yang bersangkutan. Sedangkan di sisi lain perpustakaan adalah organisasi yang demokratif dan berfungsi mempermudah akses bagi pengguna untuk memperoleh informasi dengan baik. Penulis mengkaji kebebasan intelektual perpustakaan seperti yang direpresentasikan dalam serial animasi Jepang berjudul Toshokan Sensō (Library War). Serial animasi tersebut adalah representasi sikap demokrasi di perpustakaan di mana perpustakaan melindungi hasil karya setiap orang dan melindungi kebebasan intelektual setiap orang serta perpustakaan menentang kebijakan sensor dari pemerintah. Serial animasi Toshokan Sensō (Library War) bercerita tentang keterlibatan pemerintah feodal Jepang dalam menerbitkan Media Betterment Act (MBA) pada tahun 1989 yang mengijinkan adanya sensor terhadap media apapun yang disinyalir dapat membahayakan masyarakat Jepang. Untuk itu pemerintah Jepang pun mendirikan Media Betterment Committee (MBC) yang direkrut dari militer sebagai agen untuk membantu pemerintah dalam menerapkan kebijakannya 3. 2 ALA: Intellectual Freedom and Censorship Q & A. http://www.ala.org/template.cfm 3 Wikipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/library_war

3 Kebijakan pemerintah tersebut pada dasarnya ditentang oleh perpustakaan. Perpustakaan yang dalam hal ini adalah sebuah lembaga yang berdiri sendiri dan independen berupaya keras untuk melindungi hak kebebasan intelektual dan informasi serta menentang sensor dengan mendeklarasikan peraturan mengenai kebebasan intelektual yang bertentangan dengan peraturan pemerintah yang disebut dengan Freedom of Library Law dan juga membentuk suatu satuan militer yang bertugas untuk melindungi buku yang dinamakan Library Defence Force (LDF) atau kesatuan prajurit perpustakaan. Perpustakaan merupakan hal yang cukup penting dalam struktur masyarakat Jepang. Japan Library Association (JLA) dalam situs resminya menyebutkan bahwa perpustakaan umum di Jepang berjumlah 2.731 perpustakaan, termasuk 1.636 perpustakaan kota dan 1.033 perpustakaan daerah 4. Kebebasan intelektual di Jepang pada sejarahnya juga mengalami hambatan seperti halnya sensor yang dilakukan oleh pemerintah terhadap berbagai karya intelektual baik karya tertulis maupun karya pentas. Bookmice.net dalam salah satu eseinya menyebutkan bahwa kebijakan sensor di Jepang ada sejak abad ke 18 dan pada masa perang dunia pertama. Penulis tertarik untuk mengkaji serial animasi Toshokan Sensō (Library War) karena serial animasi tersebut merupakan serial animasi Jepang pertama yang mengangkat tema perpustakaan secara keseluruhan, bukan hanya bagian dari latar cerita. Serial animasi tersebut pun dapat merepresentasikan kebebasan intelektual dan demokrasi yang ada di perpustakaan dengan menggunakan cara tertentu seperti peperangan. Hal tersebut menjadi unik sebab merupakan sesuatu yang kontradiktif ketika perpustakaan menentang kebijakan sensor dan hendak melindungi kebebasan intelektual, justru perpustakaan menganut sistem militer dalam menjalankan perannya. Tentu saja hal itu tidak dapat dilepaskan dari 4 Japan Library Association: Brief Information on Libraries in Japan. http://www.jla.or.jp/librariese.html#general

4 struktur masyarakat Jepang sendiri yang penuh dengan nilai-nilai yang bersifat militerisme dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, penulis menganggap bahwa penggunaan serial animasi sebagai media untuk merepresentasikan kebebasan intelektual di perpustakaan adalah salah satu usaha agar gambaran mengenai kebebasan intelektual di perpustakaan seperti yang direpresentasikan dalam Toshokan Sensō (Library War) dapat diterima dan dipahami dengan mudah oleh masyarakat karena animasi Jepang saat ini tidak hanya menjadi sebuah hiburan semata, namun juga telah berubah menjadi budaya populer tersendiri yang seakan menjelma sebagai suatu identitas, tidak hanya identitas lokal bagi masyarakat Jepang, namun juga identitas global. 1.2 Masalah Penelitian Masalah penelitian ini adalah mengenai kebebasan intelektual di perpustakaan yang dipertentangkan dengan kebijakan serta pelaksanaan sensor dari pemerintah yang direpresentasikan dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War). Masalah penelitian tersebut muncul dari pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kebebasan intelektual di perpustakaan direpresentasikan melalui serial animasi Toshokan Sensō (Library War)? 2. Apa saja bentuk sensor yang direpresentasikan oleh serial animasi Toshokan Sensō (Library War)? 3. Apa saja cara yang digunakan dalam mempertahankan kebebasan intelektual di perpustakaan seperti yang direpresentasikan oleh serial animasi Toshokan Sensō (Library War)?

5 4. Mengapa perlindungan dan pertahanan terhadap kebebasan intelektual dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War) mengadopsi sistem militer? 5. Bagaimana gambaran perpustakaan dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War) dan perpustakaan di Jepang yang sesungguhnya? 1.3 Metode Penelitian Masalah penelitian yang hendak diangkat oleh penulis akan dikaji melalui metode semiotika yaitu metode yang mengkaji kode, makna dalam tanda, mitos, simbol dan dinamika tanda. 1.4 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kebebasan intelektual di perpustakaan yang direpresentasikan dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War) dengan memahami bentuk sensor apa saja yang direpresentasikan oleh serial animasi Toshokan Sensō (Library War), mendapatkan gambaran mengenai cara apa saja yang digunakan dalam mempertahankan kebebasan intelektual di perpustakaan, memahami mengenai bentuk pertahanan kebebasan intelektual dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War) yang menggunakan sistem militer dan memahami gambaran perpustakaan di dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War) dan perpustakaan di Jepang sesungguhnya. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Akademis 1. Memberikan sumbangan penelitian bagi perkembangan ilmu perpustakaan dan informasi mengenai kebebasan intelektual di perpustakaan.

6 2. Memperkaya khasanah ilmu perpustakaan dan informasi khususnya untuk sub bidang yang berhubungan dengan kebebasan intelektual dan sensor serta sub bidang telaah wacana. 1.5.2 Manfaat Praktis Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai kebebasan intelektual di perpustakaan seperti yang direpresentasikan dalam serial animasi Toshokan Sensō (Library War).