BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A.Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hukum-hukum allah (syariah), PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2002, hal.

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Allah SWT. Berfirman

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR

PERSATUAN DAN KERUKUNAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya. 1. dengan ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

Transkripsi:

62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan di bina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berbeda dalam rumah tangga itulah yang di sebut keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu bangsa, keluarga yang di cita-citakan dalam iktan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT. 1 Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan sebuah rumah tangga yang sejahtera. Seorang suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum, suami adalah 1 Abdul Manan., Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta : Kencana, Ed. 1, Cet. 1, 2006), 1.

63 kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga agar segala urusan rumah tanggga diatur dengan sebaik-baiknya. Berangkat dari pemahaman mengenai tujuan perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan diharapkan bisa menciptakan keluarga yang harmonis yakni keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah serta menghindarkan dari perceraian, maka pemerintah melihat tingkat keharmonisan sebuah keluraga dipengaruhi oleh kedewasaan. Walaupun kedewasaan dan kematangan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh usia seseorang, setidaknya dengan pembatasan usia perkawinan telah mengurangi resiko perceraian dalam rumah tangga. Yang terjadi Desa Bareng yaitu ada beberapa suami istri yang menikah pada waktu umur mereka belum cukup untuk menikah tanpa dispensasi dari Pengadilan Agama. Mereka bisa menikah berkat bantuan dari Kepala Desa yang menambahkan usia mereka agar mencapai umur sesuai batas yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perkawinan. Kebijakan Kepala Desa Bareng menambahkan usia nikah kepada calon suami istri yang belum cukup umur dengan alasan sesuai apa yang telah dijelaskan di BAB III, yaitu Pak Kades ingin menolong warganya yang menikah, serta memang desakan dari warganya yang memaksa Pak Kades untuk menambah usia anaknya agar mencukupi batas menikah menurut Undang-undang. Pernyataan pak Kades ini

64 bertentangan dengan hukum negara, bahwa dalam hukum Negara tidak ada aturan yang membolehkan menambahkan usia dengan alasan untuk menolong. Pak lurah telah melanggar pasal 7 ayat 1-2 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang bebunyi : (1) Perkawinan hanya di izinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun, (2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat 1 pasal ini dapat minta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh ke dua orang tua pihak pria atau pihak wanita. Dan dia juga melanggar KHI pasal 15, yang berbunyi : a) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh di lakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. b) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) UU No. 1 Tahun 1974. Secara tegas undang-undang menyebutkan bahwa untuk dapat melangsungkan perkawinan adalah 19 tahun bagipria dan 16 tahun pada wanita. Apabila ada penyimpangan terhadap batas usia di atas maka di haruskan untuk meminta izin ke Pengadilan Agama setempat. Pihak pihak berkepentingan dilarang keras membantu melaksanakan perkawinan di bawah umur. Pelanggaran terhadap ketentuan yang telah di tetapkan itu dapat dikenakan sanksi dengan perarutan yang berlaku.

65 Selain melanggar ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI, Pak Kades juga melanggar ketentuan pidana, sebagaimana tercantum dalam KUHP pasal 266, yang berbunyi : Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 2 Sebagai umat Islam, kita wajib untuk menaati pemerintah yang di pilih secara sah, kita juga di wajibkan untuk mengikuti semua produk hukum yang di hasilkan dari kebijakan pemerintah selama hal itu tidak bertentangan dengn aturan-aturan yang ada dalam syariat Islam. Allah berfirman dalam surat an-nisa ayat 59 : Artinya : 2 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008), 97.

66 Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Ayat di atas menjelaskan bahwa umat Islam diwajibkan untuk taat kepada Allah, Rasul dan Pemerintah (Ulil Amri), termasuk juga mentaati aturan dan kebijakan yang di buat oleh pemerintah seperti UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI. Kebijakan Pak Kades tersebut dibuat hanya semata-mata karena ingin menolong warganya, merupakan perbuatan dosa, karena merupakan tolong menolong dalam keburukan yaitu tolong menolong untuk melanggar undang-undang dalam hukum Negara. Allah SWT memerintahkan kita untuk saling berta awun (tolong-menolong) di dalam kebajikan dan ketakwaan, dan melarang dari saling berta awun di dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah SWT berfirman dalam surat al-maidah ayat 2 : Artinya :

67 Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. Jika dalam pandangan hukum Islam, usia perkawinan memang tidak di bicarakan dalam kitab-kitab fikih. Bahkan kitab-kitab fikih memperbolehkan kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih kecil, baik kebolehan tersebut di nyatakan secara jelas, seperti ungkapan boleh terjadi perkawinan antara laki-laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil atau boleh menikahkan laki-laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil sebagaimana yang terdapat dalam kitab Syarh Fath al-qadir. Begitu pula kebolehan itu disebutkan secara tidak langsung sebagaimana setiap kitab fikih menyebutkan kewenangan wali mujbir mengawinkan anak-anak yang masih kecil atau perawan. Kebolehan tersebut karena tidak ada ayat al-quran yang secara jelas dan terarah menyebutkan batas usia perkawinan dan tidak pula ada Hadis Nabi yang secara tidak langsung menyebutkan batas usia bahkan nabi sendiri mengawini Siti Aisyah pada saat umurnya baru 6 tahun dan menggaulinnya setelah umur 9 tahun. Dasar pemikiran tidak adanya batas umur pasangan yang akan kawin itu kiranya sesuai dengan pandangan umat ketika itu tentang hakikat perkawinan. Menurut pandangan mereka perkawinan itu tidak dilihat dari segi hubungan kelamin, tetapi dari segi pengaruhnya dalam menciptakan hubungan mushaharah. Nabi mengawini Aisyah anak dari abu bakar dalam usia 6 tahun di antaranya di tujukan

68 untuk kebebasan abu bakar memasuki rumah tangga Nabi, karena di situ terdapat anaknya sendiri. Namun pada waktu ini lebih ditekankan kepada tujuan hubungan kelamin. Dengan demikian, tidak adanya batas umur sebagaimana yang berlaku dalam kitab-kitab fikih tidak relevan lagi. 3 3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang- Undang Perkawinan (Jakarta : Kencana, Cet. 3, 2009), 66-67.