murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah. disimpan lama dan dapat dipergunakan waktu diperlukan.

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO

BAB II LANDASAN TEORI

RAHN (HUTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN) DALAM HUKUM

BAB IV ANALISIS DATA

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB IV ANALISIS TENTANG ARISAN TEMBAK DI DESA SENAYANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

BAB II LANDASAN TEORI

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS DATA

BAB II Landasan Teori

BAB IV ANALISA DATA. jual beli lada melalui perantara Tengkulak, diperkenankan oleh syara ; apabila

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB IV ANALISA DATA. Daar Al-Fikri, 1989), h Pundi Akara, 2006), h Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuha, (Damaskus:

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pelaksanaan Syirkah Antara Pemilik Kapal Dengan Nelayan Di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENANGUNG JAWAB ATAS TANGGUNGAN RESIKO IJARAH. perbolehkan penggunaanya, Jelas, mempunyai tujuan dan maksud, yang

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

Mura>bahah adalah istilah dalam fikih Islam yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PULPULAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Paloh Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. menolong, orang yang kaya harus menolong orang yang miskin, orang yang. itu bisa berupa pemberian maupun pinjaman dan lainnya.

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

PENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA

BAB II KONSEP DASAR TENTANG GADAI. A. Pengertian Gadai Gadai dalam persepektif hukum islam disebut dengan istilah rahn,

BAB II LANDASAN TEORI. Gadai dalam istilah bahasa arab dinamai dengan ranh dan dapat juga dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata Ar-Rahn berarti tetap dan

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Akad Kerjasama antara Pemilik Modal. dengan Pemilik Perahu di Desa Pengambengan

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN TAKE OVER PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS TAKE OVER KPR DARI BMI KE BRI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI DERIVATIF SYARIAH PERDAGANGAN BERJANGKA DAN KOMODITI DI PT BURSA BERJANGKA JAKARTA

KONSEP UTANG DAN MODAL DALAM ISLAM. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa masyarakat Desa Penyengat mengetahui praktek gadai di Desa ini bersifat kekeluargaan dan saling tolong-menolong, sehingga mereka lebih tertarik melakukan penggadaian ke sesama warga Desa dibanding ke Lembaga Keuangan. Adanya praktek gadai yang seperti ini karena berita dari mulut ke mulut para anggota masyarakat. Pelaksaan akad gadai ini biasanya dilakukan di rumah murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan dilakukan di rumah murtahin karena sudah merupakan suatu kebiasaan dan karena transaksi ini tidaklah terlalu formal sehingga harus dilakukan di Balai Desa ataupun di kantor Kelurahan dan karena sistem gadai ini bersifat kekeluargaan dan saling percaya. Akad gadai dilakukan dengan ucapan dan ada juga perjanjian secara tertulis. Perjanjian yg dibuat secara tertulis ini sudah sesuai dengan yang Allah perintahkan di dalam al-quran, yang disebutkan didalam Q.S. al-baqarah : 282. Dalam hal ini 61

62 perjanjian hanya ditulis tangan oleh murtahin, dan yang menjadi saksi ialah keluarga murtahin sendiri. Sebelum akad dilaksanakan ada percakapan antara ra>hin dan murtahin sehingga terjadilah kesepakatan tersebut. Percakapan yang dilakukan menggunakan bahasa daerah (Melayu), dan isi dari percakapan tersebut mencakup bagaimana dan apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh ra>hin jika ingin melakukan pinjaman. Percakapan menuju kesepakatan antara ra>hin dan murtahin antara lain: Ra>hin : Kami nggadaikan pompong kami ni e sebagai jaminan minjam duet awak. Jadi berape lame awak ngasih waktu buat ngembalikan utang ni wai? (Saya gadaikan pompong ini sebagai jaminan meminjam uang. Jadi berapa lama anda memberi waktu untuk pengembalian utang ini?) Murtahin : Kami terime pompong awak ni sebagai barang jaminan atas pinjaman awak, dengan batas waktu mengembalikan duetnye selame 18 bulan ye. Jadi kan awak pinjam duet sebesa Rp. 8000.000 berarti dalam sebulan awak harus menyicil sebesa Rp. 450.000. Sepakat ke awak ni wai? (Saya terima pompong ini sebagai barang jaminan atas pinjaman anda, dengan batas waktu pengembalian selama 18 bulan. Jadi anda

63 meminjam uang sejumlah Rp. 8000.000 dan dalam sebulan anda harus mencicil sebesar Rp. 450.000. Apakah anda sepakat?) Adapun beberapa perjanjian secara tertulis dalam gadai pompong (perahu) ini telah penulis jelaskan di Bab III. Murtahin telah menetapkan beberapa ketentuan apabila ra>hin melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati, seperti: a. Apabila ra>hin yang sepakat membayar cicilan perbulan, dan ia tidak mencicil seperti perjanjian itu selama 6 bulan berturut-turut maka perjanjian batal. b. Bagi ra>hin yang sepakat untuk membayar lunas ketika batas waktu yang telah ditentukan akan tetapi tidak membayar, maka pompong sah menjadi milik murtahin. Pelaksanaan akad ini juga melibatkan orang ketiga yakni keluarga murtahin sendiri yang berlaku sebagai saksi, dan perjanjian dibuat oleh orang yang sudah baligh, berakal dan merdeka. Selain itu besar kecilnya pembagian hasil sudah ditetapkan di awal dan sudah disepakati oleh kedua belah pihak, dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan apalagi merasa ditipu dari transaksi gadai yang seperti ini. Maka dari itu, akad dalam transaksi gadai yang seperti ini sudah sah menurut hukum Islam karena sudah sesuai dengan syarat dan rukunnya.

64 Jika dalam akadnya sudah sesuai dengan hukum Islam akan tetapi dalam praktek pemanfaatan barang jaminannya terdapat perbedaan pendapat oleh beberapa ulama. Sedangkan karena minimnya pengetahuan penduduk Desa tentang rahn inilah yang menyebabkan mereka langsung membolehkan melakukan praktek gadai yang seperti ini tanpa mempertimbangkan banyak hal. Menurut pendapat ulama Hanafiyah, murtahin tidak boleh memanfaatkan barang gadai, sebab ia hanya berhak menguasainya dan tidak boleh memanfaatkannya. Sebagian ulama Hanafiyah, ada yang membolehkan untuk memanfaatkannya jika diizinkan oleh ra>hin, tetapi sebagian lainnya tidak membolehkannya sekalipun ada izin, bahkan mengategorikannya sebagai riba. Jika disyaratkan ketika akad untuk memanfaatkan barang gadai hukumnya haram, sebab termasuk riba. Ulama Malikiyah membolehkan murtahin memanfaatkan barang gadai, jika dibolehkan oleh ra>hin atau disyaratkan ketika akad, dan barang gadai tersebut merupakan barang yang dapat diperjual belikan serta ditentukan waktunya dengan jelas. Demikian juga pendapat Syafi iyah. Sedangkan ulama Hanabilah berbeda pendapat dengan Jumhur ulama. Mereka berpendapat jika barang gadai berupa

65 hewan atau kendaraan, murtahin boleh memanfaatkan seperti mengendarai atau mengambil susunya sekedar mengganti biaya pemeliharaan meskipun tidak diizinkan ra>hin. Adapun barang gadai selain kendaraan atau hewan tidak boleh dimanfaatkan kecuali atas izin ra>hin. Dalam hal ini penulis lebih cenderung menyetujui pendapat ulama yang membolehkan memanfaatkan barang jaminan, karena barang jaminan disini ialah berupa kendaraan yang jika dibiarkan begitu saja atau tidak dimanfaatkan maka akan terjadi kerusakan yang sudah jelas hal itu merupakan sebuah kerugian. Pendapat ini juga didasari oleh suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Saw bersabda : Hewan tunggangan ditunggangi sesuai dengan nafkahnya (baca : biayanya) apabila ia tergadaikan dan susunya diminum sesuai dengan nafkahnya apabila ia tergadaikan. Dan atas orang yang menunggangi dan meminumnya (menanggung) nafkahnya. Berdasarkan hadits ini Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Al-Laits, Al-Hasan dan lainnya berpendapat tentang bolehnya bagi orang yang memegang barang sebagai jaminan (gadai) untuk memanfaatkan barang tersebut sepanjang ia menanggung biayanya dan barang tersebut berupa kendaraan maupun ternak yang bisa diperah

66 susunya sambil menjaga sikap adil antara penggunaan dan biaya yang ia keluarkan. Dilihat dari segi manfaatnya jelas bahwa barang jaminan disini mempunyai banyak manfaat, karena pompong (perahu) selaku barang jaminan merupakan alat transportasi utama di Desa Penyengat, yang mana jika dimanfaatkan akan menghasilkan keuntungan yang sudah jelas akan diterima oleh kedua belah pihak, karena disini mereka menetapkan sistem bagi hasil dari pemanfaatan tersebut. Dan karena itulah penulis menyetujui akan bolehnya memanfaatkan barang jaminan, karena tidak ditemukan unsur riba disini. B. Analisis Terhadap Bagi Hasil Pemanfaatan Barang Jaminan Konsep mudha>rabah dalam Islam yakni dimana mudha>rib menyerahkan ra sul ma>l (modal) kepada al- amil (pengusaha) untuk berusaha, kemudian keuntungan dibagikan kepada investor dan pengusaha dengan prosentase (nisbah) yang dihitung dari keuntungan bersih. Pengusaha tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun sampai modal investor kembali 100 %. Jika modalnya telah kembali, barulah dibagi keuntungannya sesuai prosentase yang disepakati. Dalam masalah ini ra>hin berperan sebagai investor karena ia lah yang memiliki modal yakni perahu yang dijadikan jaminan

67 gadai untuk usaha. Sedangkan murtahin berperan sebagai pengusaha yang hanya menjalankan bisnis tersebut. Jika dalam hukum Islam ditetapkan bahwa pengusaha tidak boleh mengambil keuntungan dalam bentuk apapun sampai modal investor kembali 100 %, akan tetapi disini antara investor dan pengusaha tidak memakai aturan tersebut dikarenakan hasil yang mereka dapatkan akan dibagi langsung tidak menunggu modal investor kembali sebab sudah menjadi kesepakatan kedua belah pihak di awal akad, dan sekali lagi karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang hukum mudharabah yang sebenarnya. Pembagian hasil dalam praktek gadai di Desa Penyengat ini ditentukan oleh kedua belah pihak, yang mana dalam hal ini murtahin terlebih dahulu memberikan pilihan kepada ra>hin, apabila ra>hin tidak setuju dengan pilihan tersebut maka ra>hin bisa mengajukan pilihan lain yang mungkin menurutnya tidak terlalu memberatkan. Murtahin juga mempunyai hak untuk menolak pilihan yang ra>hin buat, hingga akhirnya terciptalah kesepakatan yang menurut kedua belah pihak tidak ada yang diberatkan atupun dirugikan. Perjanjian bisa saja batal apabila bagi ra>hin melanggar aturan yang sudah mereka sepakati, seperti tidak membayar atau selalu menunda pembayaran selama berturut-turut karena alasan yang tidak bisa diterima oleh murtahin, dan bagi murtahin tidak

68 memberikan hasil dari pemanfaatan barang jaminan kepada ra>hin selama berurut-turut dalam waktu yang telah ditentukan. Disini telah disepakati bahwa batas waktu penundaan pemberian hasil oleh murtahin kepada ra>hin selama maksimal 2 minggu. Tidak ada akad lagi dalam pelaksanaan bagi hasil, karena akad dari bagi hasil ini sudah dilakukan di awal bersama dengan akad gadai. Dalam pelaksanaan bagi hasil ra>hin selaku investor tidak ikut campur dalam pelaksanaan bisnis ini. Disini pembagian hasil dilakukan oleh pengusaha yang mana diperankan oleh murtahin. Ini dikarenakan akad awal ialah modal yang sebenarnya barang jaminan akan dimanfaatkan oleh murtahin, dan hasilnya pun lebih besar didapatkan oleh murtahin. Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang mudha>rabah, namun di sini penulis hanya mengutip beberapa pendapat saja antara lain: 1. Menurut Sayyid Sabiq Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. 1 2. Antonio mengutip pendapat al-syarbasyi sebagai berikut: Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh 1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, 218.

69 modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola, dan keuntungan usaha secara dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. 2 Dalam prakteknya, sistem bagi hasil di Desa Penyengat ini tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang mengharuskan pembagian hasil baru boleh dilakukan jika modal investor sudah kembali. Baik ra>hin maupun murtahin tidak mempedulikan bagaimana cara pembagian hasil yang benar, tetapi mereka hanya sangat peduli dengan keuntungan yang didapat. Sedangkan dari segi syarat dan rukun sistem gadai di Desa Penyengat sudah memenuhinya, yakni: a. Syarat mudha>rabah: 1) Harta/modal Dimana pada transaksi ini pompong ialah harta yang dijaminkan ra>hin untuk dijadikan modal usaha nambang (transportasi laut) oleh murtahin. Harga dari modal berupa pompong ini pun sudah diberitahukan oleh ra>hin kepada murtahin dari awal transaksi. Dan dari awal melakukan perjanjian modal pun sudah diserahkan kepada murtahin. 2 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 95.

70 2) Keuntungan. Disini jumlah bagi hasil sudah ditetapkan diawal oleh kedua belah pihak dan telah mencapai kesepakatan, sehingga keuntungan sudah jelas. Perjanjian pun sudah dibuat secara tertulis dalam menentukan transaksi ini sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan lagi jika sewaktuwaktu ada pihak yang melanggar perjanjian. 3) Rukun mudha>rabah: a) Akad Dua pihak yang berakad, yang dalam hal ini sudah ada ra>hin dan murtahin. Keduanya berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga memiliki kemampuan untuk diwakili dan mewakili. b) Modal, usaha dan keuntungan Modal yang dimaksud disini ialah barang jaminan yang berupa pompong, yang akan digunakan murtahin untuk menambang atau sebagai alat transportasi laut guna untuk mendapatkan keuntungan yang akan di bagi dengan ra>hin. c) Shighat Dalam melakukan transaksi tentu saja kedua belah pihak sudah melakukan ijab qabul dengan ucapan, yakni

71 ucapan serah terima dan persetujuan untuk memanfaatkan barang jaminan yang disini juga berperan sebagai modal untuk memperoleh keuntungan. Menurut hukum Islam praktek gadai yang dilakukan masyarakat Desa Penyengat ini sudah sesuai dengan syarat dan rukun dari mudharabah itu sendiri, yang mana syarat dari mudharabah ialah harta atau modal, dan keuntungan, sedangkan rukun dari mudharabah ialah akad, modal, usaha, dan keuntungan, serta shighat.