BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan suatu entitas yang aktivitasnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama dalam melaksanakan otonomi daerah pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi milik pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi sebagai gerakan lembaga ekonomi yang mempunyai tugas. dan tanggungjawab mensejahterakan seluruh anggota melalui pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

MANAJEMEN KEUANGAN PASAR

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

Akuntansi Sektor Publik

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah diperlukan informasi-informasi yang menunjang bagi kemajuan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sumber kehidupan mahluk hidup termasuk manusia yang

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perbankan di Indonesia mempunyai peranan yang sangat strategis dan keberadaannya sangat mutlak dalam

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia kini telah menerapkan otonomi daerah dengan tujuan demi

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Peraturan dan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Keuangan Daerah

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

1 UNIVERSITAS INDONESIA

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran kinerja pemerintah merupakan hal yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi seperti perusahaan swasta, unit pemerintah, organisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak. internal maupun pihak eksternal perusahaan.

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aksesibilitas laporan keuangan SKPD, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB 1. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG. Reformasi pada pemerintahan Indonesia mengakibatkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk. menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

Manajemen Keuangan. Analisis Kondisi dan Kinerja Keuangan. YANANTO MIHADI PUTRA, S.E., M.Si. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik merupakan suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Jika dilihat dari tujuannya, organisasi sektor publik berbeda dengan pihak swasta. Perbedaan yang sangat signifikan terletak pada tujuan untuk memperoleh laba. Pada pihak swasta terdapat motivasi untuk memaksimumkan laba (profit motive), sedangkan pada sektor publik tujuan utama organisasi bukan untuk memperoleh laba tetapi memberikan pelayanan kepada publik (public service). Pada dasarnya organisasi sektor publik bertanggung jawab penuh kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemberian pelayanan berasal dari masyarakat (public funds). Oleh karena itu, pertanggungjawaban yang dibebankan kepada sektor publik tidak hanya bersifat vertikal namun bersifat horizontal pula. Vertikal yaitu memiliki pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, sedangkan horizontal berarti pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Dalam waktu yang relatif singkat organisasi sektor publik telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Dalam arus gobalisasi saat ini, organisasi sektor publik harus dapat bersaing dengan mengerahkan segala kemampuan untuk dapat memenuhi tugasnya sebagai penyedia pelayanan terbaik 1

2 bagi masyarakat. Oleh karena itu, terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukannya transparansi dan akuntabilitas publik yang mencerminkan keberhasilan organisasi sektor publik. Karena pada dasarnya keberhasilan organisasi sektor publik mencerminkan kehandalan kinerja pemerintah dalam menjalankan program-program pembangunan. Organisasi sektor publik saat ini sedang menghadapi tekanan untuk lebih efisien dalam memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta lebih memperhatikan dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan. Sektor publik sering dinilai sebagai sumber inefisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana, dan institusi yang selalu merugi bagi pemerintah. Tuntutan baru mulai muncul yang mengisyaratkan organisasi sektor publik agar lebih dapat memperhatikan tingkat ekonomis, efisiensi serta keefektifitasan dalam menjalankan aktivitasnya. Organisasi sektor publik harus dapat meminimalisir sumber daya yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang sifatnya pemborosan dan tidak produktif. Menurut Mardiasmo bahwa sumber pendanaan sektor publik adalah berasal dari pajak dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for service) (2002: 107). Pengelolaan sumber dana yang efektif dari publik akan berdampak positif terhadap aktivivitas pendanaan terutama kegiatan operasional entitas sektor publik dalam menghasilkan pelayanannya. Namun, adakalanya sumber pendanaan tersebut tidak dapat dikelola dengan baik. Sehingga potensi yang sebenarnya dapat ditagih kepada masyarakat tidak terkelola bahkan sampai tidak tertagih. Terkadang hal

3 ini, membuat sektor publik yang bersangkutan mengalami kesulitan dalam mengatur kegiatan operasionalnya. Bahkan, banyak pula organisasi sektor publik yang mengalami kerugian operasional karena pengelolaan sumber dana tidak dapat dilakukan secara optimal. Sehingga sumber penerimaan yang berasal dari pajak dan harga jasa pelayanan (charging for service) tidak dapat mengimbangi dana yang dibutuhkan untuk menutupi beban operasionalnya. Berkenaan dengan uraian sebelumnya, menurut pernyataan salah seorang yang bekerja di Bagian Penagihan Perusahaan Daerah Kebersihan (PD. Kebersihan) Kota Bandung, bahwa sumber dana kegiatan operasional perusahaan yang berasal dari harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) tidak tertagih sesuai target yang ditetapkan. Hal ini pulalah yang mengindikasikan kerugian operasional yang dialami oleh PD. Kebersihan Kota Bandung beberapa tahun belakangan ini. Berdasarkan laporan Proyeksi dan Realisasi Laba Rugi PD. Kebersihan Tahun 2003-2004, jika harga jasa pelayanan kebersihan kerbersihan terealisasi sesuai target yang ditetapkan maka setidaknya perusahaan akan memperoleh laba Rp.24.404.377 pada tahun 2004 dan Rp. 169.539.332 pada tahun 2003. Tidak tertagihnya harga jasa pelayanan kebersihan ini berdampak pada ketidakefisienan kinerja finansialnya PD. Kebersihan Kota Bandung yaitu berupa kerugian operasional yang dapat ditemukan dalam Laporan Laba Rugi Tahun 2003 dan 2004. Pada tahun 2003, PD. Kebersihan Kota Bandung mengalami kerugian operasional sebesar Rp.1,023,104,786. dan kerugian meningkat menjadi Rp. 1,371,667,624. di tahun 2004.

4 Adapun perkembangan kerugian rata-rata PD. Kebersihan Kota Bandung dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini: - (200,000,000) (400,000,000) (600,000,000) (800,000,000) (1,000,000,000) 1 2003 (255,776,197) 2004 (311,447,480) 2005 (816,703,871) 2006 (471,990,723) Gambar 1.1 Kerugian Rata-rata PD. Kebersihan Tahun 2003-2007 Sumber: Laporan Keuangan PD. Kebersihan (diolah kembali) Eksistensi keberadaan BUMD atau Perusahaan Daerah seperti PD. Kebersihan Kota Bandung ini dapat tercermin dari prestasi kinerja keuangannya. Karena merupakan entititas yang berupaya pula untuk dapat menghasilkan laba, maka pencapaian keberhasilan dapat dilihat dari tingkat rentabilitasnya. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2003-2004, diketahui bahwa tingkat rentabilitas atau kemampuan menghasilkan laba Perusahaan Daerah ini tidak maksimal. Yaitu menunjukan angka -7,04%, yang memiliki pengertian bahwa kemampuan PD. Kebersihan menghasilkan laba adalah minus 7.04% atau belum dapat menghasilkan laba dari kegiatan operasionalnya di tahun 2003. Dan pada

5 tahun 2004, nilai rentabilitas turun menjadi -10,45%. Kurang optimalnya manajemen pengelolaan sumber dana bagi organisasi sektor publik akan menyebabkan masyarakat dapat dengan mudah menilai kinerja finansial maupun non finasial organisasi sektor publik dari tingkat pemenuhan pelayanannya. Jika terjadi penurunan tingkat pelayanan terhadap publik oleh salah satu organisasi sektor publik, maka masyarakat luas akan memberikan penilaian yang kurang baik terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut. Oleh karena itu pada saat ini organisasi sektor publik dituntut untuk dapat membenahi kinerja organisasinya, terutama dalam pengelolaan sumber dana dari masyarakat. Karena pada akhirnya pengelolaan fungsi organisasi yang optimal akan memperbaiki prestasi kinerja sebuah organisasi. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, akan diajukan analisis pembahasan mengenai pengaruh harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) dan rentabilitas organisasi sektor publik yang kemudian akan disusun penelitian dengan judul: Pengaruh harga Jasa Pelayanan Kebersihan (Charging for Service) terhadap Rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung.

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dibahas sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sejalan dengan penelitian yang dilakukan, diantaranya adalah: 1. Bagaimana harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) pada PD. Kebersihan Kota Bandung? 2. Bagaimana rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung? 3. Bagaimana pengaruh harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) terhadap rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini yaitu guna memperoleh, mengolah dan menganalisis data yang berkaitan dengan Harga Jasa Pelayanan Kebersihan (Charging for Service) dan Rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung.

7 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) PD. Kebersihan Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung. 3. Guna memperoleh gambaran dan mempelajari lebih jauh mengenai pengaruh harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) terhadap rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Kegunaan Praktis Dari penelitian ini diharapkan organisasi sektor publik dapat memiliki gambaran lebih jelas tentang pengaruh harga jasa pelayanan kebersihan (charging for service) terhadap rentabilitas perusahaan daerah. Diharapkan pula penelitian ini menjadi bahan masukan atau informasi yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi sektor publik dimasa yang akan datang terutama PD. Kebersihan Kota Bandung dalam meningkatkan mutu pelayanannya kepada masyarakat.

8 1.4.2 Kegunaan Teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengetahuan, dan sekaligus sebagai bahan kajian serta masukan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan keilmuan yang berkaitan dengan konsep dan teori sistem akuntansi sektor publik. 1.5 Kerangka Pemikiran Ruang lingkup keuangan negara terdiri atas keuangan negara yang dikelola langsung dan keuangan negara yang dipisahkan (Halim, 2007: 103). Begitu pula dengan pengelolaan keuangan daerah. Pengurusan keuangan daerah yang dikelola langsung meliputi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan pengelolaan barang inventaris kekayaan daerah, sedangkan pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan yaitu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD atau disebut juga dengan perusahaan daerah didirikan oleh pemda sebagai pusat laba (Halim, 2007: 104). Hal ini memiliki pengertian bahwa BUMD atau Perusahaan Daerah merupakan unit dalam tubuh pemda yang didirikan untuk menghasilkan pendapatan bagi pemda yang melakukan investasi pada Perusahaan Daerah tersebut. Prestasi BUMD pada dasarnya diukur berdasarkan perbandingan antara laba yang dihasilkan dengan investasi yang dilakukan oleh pemda tersebut. Oleh karena BUMD atau Perusahaan Daerah merupakan perusahaan swasta maka akuntansi yang diterapkan adalah jenis akuntansi yang digunakan pada sektor swasta.

9 Dalam memberikan pelayanannya, pemerintah melalui organisasi sektor publik yang terkait termasuk BUMD atau Perusahaan Daerah dibenarkan untuk menarik sejumlah tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan yaitu adanya barang privat dan barang publik, efisiensi ekonomi dan prinsip keuntungan (Mardiasmo, 2002:108). Barang privat merupakan barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya hanya dapat dirasakan secara individual, sedangkan barang publik manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Jika manfaat dirasakan secara perseorangan maka untuk memperoleh barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan tarif tertentu. Pemerintah dapat menarik sejumlah tarif untuk penyediaan kebutuhan tersebut. Berbeda jika manfaat dirasakan secara umum maka pendanaan lebih tepat menggunakan pajak. Dalam praktiknya permasalahan administrasi dan pertimbangan sosial dan politik memiliki prioritas yang lebih besar dibandingkan pertimbangan efisiensi ekonomi. Secara prinsip diketahui bahwa kesalahan menetapkan sistem pemungutan harga jasa pelayanan (charging for service) yang tepat menjadi penyebab defisitnya anggaran di banyak negara berkembang. Sistem penagihan harga pelayanan yang baik pada akhirnya akan menyebabkan kualitas terhadap pelayanan kepada masyarakat pun akan menjadi lebih baik. Mekanisme pengelolaan harga jasa pelayanan (charging for service) yang tidak optimal akan menyebabkan organisasi sektor publik yang bersangkutan akan menyebabkan ketidakefektifan penagihan harga jasa pelayanan.

10 Pada PD. Kebersihan Kota Bandung, harga jasa pelayanan kebersihan ini merupakan sumber pendapatan operasional yang paling besar. Yaitu sumber pendanaan yang digunakan dalam kegiatan operasionalnya sebagai penyedia sarana untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya di Kota Bandung. Akibat kurang efektifnya penagihan harga jasa pelayanan kebersihan maka hal ini berdampak pada kemampuan perusahaan untuk membiayai aktivitas operasionalnya. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan PD. Kebersihan Kota Bandung tidak mampu menghasilkan laba sebagaimana dalam tujuan pendiriannya sebagai pusat laba Pemerintahan Kota Bandung. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa kinerja terutama kinerja keuangan PD. Kebersihan Kota Bandung dikatakan masih minimum. Pada dasarnya kinerja perusahaan dapat dinilai dari sudut finansial dan nonfinansial. Hal ini senada seperti yang dijelaskan oleh Mardiasmo (2002: 123), bahwa informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja adalah: 1. Informasi Finansial Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. 2. Informasi Non finansial Informasi non finansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Jenis informasi non finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci, yaitu variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi sebab kesuksesan organisasi. Berdasarkan penjelasan diatas, harga jasa pelayanan kebersihan ini dapat menjadi faktor yang mendukung kinerja keuangan. Karena harga jasa pelayanan kebersihan yang dikelola oleh PD. Kebersihan Kota Bandung berfungsi sebagai sumber pendapatan operasional yang utama. Oleh karena itu penagihan harga jasa

11 pelayanan kebersihan ini akan berpengaruh kepada kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan analisis-analisis tertentu sehingga dapat memberikan keputusan-keputusan yang rasional. Jenis analisis untuk mengukur kinerja keuangan dapat bervariasi sesuai dengan kepentingan pihakpihak yang melakukan analisis. Informasi yang dibutuhkan pada dasarnya bersumber pada laporan keuangan. Laporan keuangan yang dimaksud dapat berupa neraca, perhitungan laba rugi, ihktisar laba yang ditahan, laporan posisi keuangan serta laporan arus kas (cash flow). Analisis laporan keuangan merupakan suatu teknik untuk menelaah, membandingkan, serta mengevaluasi suatu laporan keuangan, yaitu dengan menguraikan pos-pos dalam laporan keuangan dan melihat hubungan yang terjadi diantara pos-pos tersebut, yang pada akhirnya dapat dijadikan dasar untuk menginterpretasikan kondisi keuangan perusahaan serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang tepat. Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa PD. Kebersihan Kota Bandung sebagai perusahaan daerah juga menggunakan analisis laporan keuangan untuk mengetahui kondisi keuangannya. Karena fungsinya sebagai entitas pemerintah daerah yang bertujuan mencari laba, maka rasio yang tepat digunakan untuk menilai kinerja keuangan adalah rasio rentabilitas. Karena pada dasarnya rasio ini mempergunakan laba sebagai komponen utama dalam perhitungannya.

12 Adapun pengertian rentabilitas menurut Husnan (1997: 563) yaitu: Rentabilitas ekonomi merupakan rasio yang mengukur kemampuan aktiva perusahaan dalam memperoleh laba dari operasi perusahaan. Karena hasil operasi yang ingin diukur, maka dipergunakan laba sebelum bunga dan pajak. Aktiva yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan memperoleh laba operasi adalah aktiva operasional. Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya dapat dijelaskan bahwa harga jasa pelayanan kebersihan merupakan sumber pendanaan yang utama bagi PD. Kebersihan Kota Bandung. Adapun efektivitas penagihan harga jasa pelayanan kebersihan dapat diukur dari jumlah penagihan yang diterima dibandingkan dengan yang dianggarkan. Namun, penagihan harga jasa pelayanan kebersihan yang mungkin dikatakan cukup baik belum dapat menjadi penyokong utama bagi PD. Kebersihan Kota Bandung itu sendiri. Karena pada kenyataannya, seluruh penagihan harga jasa pelayanan kebersihan yang menjadi sumber utama pembiayaan operasional tidak dapat menutupi besarnya biaya operasional itu sendiri. Hal ini dapat pula diakibatkan dari potensi harga jasa pelayanan kebersihan yang tidak tertagih secara optimal. Dampaknya dapat ditemukan dari Laporan Laba Rugi PD. Kebersihan Kota Bandung yang menunjukan rugi operasional setiap tahunnya. Sebagai perusahaan yang mencari keuntungan, maka kondisi rugi ini akan menyebabkan minimnya angka yang ditunjukan pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Terutama rasio rentabilitas, karena pada dasarnya rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari penggunaan aktiva maupun modalnya.

13 Singkatnya kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam sebuah bagan seperti yang terdapat pada gambar 1.2 Harga Jasa Pelayanan Kebersihan Pendapatan Operasional Perbandingan Pendapatan dan Biaya Operasional Laba/Rugi Operasional Perbandingan laba/rugi dengan aktiva/modal Rentabilitas Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Adapun paradigma penelitian untuk mengetahui adakah pengaruh antara Harga Jasa Pelayanan Kebersihan (Charging for Service) terhadap rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung adalah sebagai berikut: Harga Jasa Pelayanan Kebersihan Rentabilitas Gambar 1.3 Paradigma Penelitian Keterangan: = Penelitian mengenai pengaruh harga Jasa Pelayanan Kebersihan terhadap rentabilitas PD. Kebersihan

14 1.6 Hipotesis Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2004:51) adalah sebagai berikut: Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanyadisusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Dengan mengacu pada teori-teori dan permasalahan yang terjadi, maka hipotesis penelitian yang akan diajukan adalah sebagai berikut: Harga jasa pelayanan kebersihan (Charging for Service) Memiliki Pengaruh cukup kuat (sedang) terhadap rentabilitas PD. Kebersihan Kota Bandung. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan 02-06 Juni 2008 di PD. Kebersihan Kota Bandung yang berlokasi di Jalan Surapati No.126, Telp.022-7207889 Bandung 40122.