BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO MENURUT KETENTUAN PBI 13/23/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi utama sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini

BAB I PENDAHULUAN. dapat sepenuhnya terlepas dari pengaruh perkembangan lembaga keuangan. Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. baik saat ini maupun untuk masa mendatang, maka kesehatan bank harus

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan. Laporan mengenai rugi laba suatu perusahaan

PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka memberikan informasi tentang pertanggung triple bottom line,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

BAB V PENUTUP. terhadap profitabilitas perbankan yang listed di Bursa Efek Indonesia pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis. tingkat kesehatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. perusahaan. Kinerja keuangan merupakan suatu hasil pelaporan yang menunjukkan kondisi serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (funding)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan menjalankan kegiatan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. modal yang menghasilkan laba tersebut. Sama seperti pernyataan Pandia. mengukur efektivitas perusahaan memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ekonomi di Indonesia saat ini yang penuh persaingan dan kondisi

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana telah diubah dengan Bank dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian suatu negara. Di Indonesia sendiri, perkembangan

TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. menabung atau menyimpan surat berharganya dibank. Hal tersebut tentu saja

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. besar atau paling tidak sama dengan return (imbalan) yang dikehendaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB V PENUTUP. penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya dan implikasi bagi perbankan

yang mampu mempunyai profitabilitas yang memadai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going concern

BAB I PENDAHULUAN. dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. NIM, BOPO, CAR, LDR, NPL, size, dan diversifikasi terhadap profitabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ringkasan dari suatu proses pencatatan, dari transaksi-transaksi yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dalam mengelola suatu perusahaan telah lama dikenal suatu istilah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan penting dalam pendirian perusahaan adalah untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akan digunakan untuk membiayai kegiatan usaha maupun ekspansi yang akan

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penulis yaitu penelitian

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Rencana Bisnis Bank Umum.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memberikan manfaat bagi stakeholdernya.stakeholder yang dimaksud

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (prinsipal) dan manajer (agen) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham, sedangkan yang dimaksud dengan agen adalah manajemen. Teori agensi mendasarkan hubungan prinsipal dan agen, di mana prinsipal merupakan pihak yang memberi mandat, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi mandat untuk menjalankan usaha perusahaan. Dengan kata lain, agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh pihak prinsipal. Hubungan keagenan ini dapat menimbulkan permasalahan, antara lain terjadinya informasi asimetris, di mana agen memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas daripada prinsipal; dan terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan, di mana agen tidak selalu bertindak 12

13 sesuai dengan kepentingan prinsipal. Prinsipal cenderung menginginkan perusahaannya going concern dan mendapatkan return yang besar dan cepat atas investasinya, sehingga menuntut agen untuk memperoleh laba yang maksimal (Jensen and Meckling, 1976). Sedangkan, agen juga ingin memenuhi kepentingan pribadi mereka sendiri dengan mempertahankan jabatan dan mendapatkan kompensasi tinggi atas kinerjanya sehingga dengan cara tersebut agen akan berupaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal (Jensen and Meckling, 1976). Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, diperlukan biaya keagenan yang ditanggung pihak agen dan prinsipal. Jensen and Meckling (1976) membagi biaya keagenan menjadi 3, yaitu monitoring cost, bonding cost, residual loss. Monitoring cost merupakan biaya yang ditanggung prinsipal dengan tujuan untuk mengawasi perilaku agen. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung agen dengan tujuan untuk mematuhi mekanisme yang menjamin agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Sedangkan residual loss merupakan kerugian yang ditanggung prinsipal akibat keputusan yang diambil agen. Risiko menjadi dampak adanya masalah keagenan, di mana menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait. Manajemen risiko merupakan salah satu kewajiban atau tanggung jawab agen yang diberikan prinsipal dalam mengelola dana yang diberikan agar menghasilkan laba yang menguntungkan kedua pihak. Oleh karenanya,

14 penerapan manajemen risiko memiliki peran penting untuk meminimalisir biaya keagenan dan dapat meningkatkan nilai perusahaan karena dapat dijadikan sebagai alat pengendalian dalam suatu perusahaan. 2. Pertumbuhan Laba Laba dapat dikatakan sebagai ukuran prestasi sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya, yang didapatkan dari pendapatan yang diperoleh perusahaan telah dikurangi dengan beban-beban yang dikeluarkan perusahaan. Pertumbuhan Laba adalah persentase kenaikan laba yang diperoleh suatu perusahaan. Pertumbuhan Laba yang semakin meningkat dari tahun ke tahun akan memberikan informasi positif atas nilai suatu perusahaan. Pertumbuhan Laba yang meningkat akan memberikan nilai positif bagi perusahaan karena laba merupakan ukuran yang paling penting dalam mengukur kinerja perusahaan, sehingga semakin tinggi laba yang dihasilkan suatu perusahaan menggambarkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula. 3. Risiko Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003, risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Manajemen risiko adalah suatu proses untuk

15 mengindentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul serta mengambil langkah - langkah perbaikan yang dapat menyesuaikan risiko pada tingkat yang dapat diterima. Komponen utama dari manajemen risiko adalah pengendalian internal dan manajemen sistem informasi untuk mengendalikan, memantau, dan melaporkan risiko (Hussain and Jasim, 2012). Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/23/DPNP menjelaskan bahwa sebagaimana diatur dalam pasal 2 Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum, bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif baik untuk bank secara individual maupun untuk bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak, yang paling kurang mencakup 4 (empat) pilar yaitu: a. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi. Dewan komisaris dan direksi bertanggungjawab atas efektivitas penerapan manajemen risiko di bank. Untuk itu dewan komisaris dan direksi harus memahami risiko-risiko yang dihadapi bank dan memberikan arahan yang jelas, melakukan pengawasan dan mitigasi secara aktif serta mengembangkan budaya manajemen risiko di bank. Selain itu dewan komisaris dan direksi juga harus memastikan struktur organisasi yang memadai, menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas pada masing-masing unit, serta

16 memastikan kecukupan kuantitas dan kualitas SDM untuk mendukung penerapan manajemen risiko secara efektif. b. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit manajemen risiko. Penerapan manajemen risiko yang efektif harus didukung dengan kerangka yang mencakup kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta limit risiko yang ditetapkan secara jelas sejalan dengan visi, misi, dan strategi bisnis bank. Penyusunan kebijakan dan prosedur manajemen risiko tersebut dilakukan dengan memperhatikan antara lain jenis, kompleksitas kegiatan usaha, profil risiko, dan tingkat risiko yang akan diambil serta peraturan yang ditetapkan otoritas dan/atau praktek perbankan yang sehat. Selain itu, penerapan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang dimiliki bank harus didukung oleh kecukupan permodalan dan kualitas SDM. c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko. Identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko merupakan bagian utama dari proses penerapan manajemen risiko. Identifikasi risiko bersifat proaktif, mencakup seluruh aktivitas bisnis bank dan dilakukan dalam rangka menganalisa sumber dan kemungkinan timbulnya risiko serta dampaknya. Selanjutnya, bank perlu melakukan pengukuran risiko sesuai dengan

17 karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha. Dalam pemantauan terhadap hasil pengukuran risiko, bank perlu menetapkan unit yang independen dari pihak yang melakukan transaksi untuk memantau tingkat dan tren serta menganalisis arah risiko. Selain itu, efektivitas penerapan manajemen risiko perlu didukung oleh pengendalian risiko dengan mempertimbangkan hasil pengukuran dan pemantauan risiko. d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Proses penerapan manajemen risiko yang efektif harus dilengkapi dengan sistem pengendalian intern yang handal. Penerapan sistem pengendalian intern secara efektif dapat membantu pengurus bank menjaga aset bank, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan bank terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan dan pelanggaran aspek kehati-hatian. Terselenggaranya sistem pengendalian intern bank yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab dari seluruh satuan kerja operasional dan satuan kerja pendukung serta satuan kerja audit intern. Terdapat 8 risiko yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009, di antaranya:

18 1. Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. 2. Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. 3. Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. 4. Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. 5. Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. 6. Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. 7. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.

19 8. Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Penelitian ini memuat 4 macam risiko yang diamati, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional yang dianggap Bank Indonesia paling dominan dan signifikan terjadi pada sistem keuangan. Hal yang sama dikemukakan oleh Bezzina et al. (2014) bahwa 4 risiko tersebut dinilai konsisten tinggi dalam pengaruhnya pada perusahaan keuangan. 1. Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Manajemen risiko kredit diperlukan untuk memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana bank tidak terekspos pada risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada bank. Secara umum eksposur risiko kredit merupakan salah satu eksposur risiko utama sehingga kemampuan bank untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko kredit serta menyediakan modal yang cukup bagi risiko tersebut sangat penting. 2. Risiko Pasar Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga

20 option. Risiko pasar adalah risiko yang disebabkan oleh karena pergerakan pasar yang tidak dapat diprediksi, di mana kondisi tersebut dapat menyebabkan perusahaan perbankan menaggung kerugian. Oleh karena hal tersebut, manajemen risiko pasar diperlukan untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif akibat perubahan kondisi pasar terhadap aset dan permodalan bank. 3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/ atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko likuiditas adalah merupakan akibat dari tingat likuiditas yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Manajemen risiko likuiditas diperlukan untuk meminimalkan kemungkinan ketidakmampuan bank dalam memperoleh sumber pendanaan arus kas, serta mempertahankan agar tingkat likuiditas berada pada batas yang dapat diterima. 4. Risiko Operasional Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional dapat

21 bersumber antara lain dari sumber daya manusia (SDM), proses internal, sistem dan infrastruktur, serta kejadian eksternal. Sumber-sumber risiko tersebut di atas dapat menyebabkan kejadian-kejadian yang berdampak negatif pada operasional bank sehingga kemunculan dari jenis-jenis kejadian risiko operasional merupakan salah satu ukuran keberhasilan atau kegagalan manajemen risiko untuk risiko operasional. Adapun jenis-jenis kejadian risiko operasional dapat digolongkan menjadi beberapa tipe kejadian seperti fraud internal, fraud eksternal, praktek ketenagakerjaan dan keselamatan lingkungan kerja, nasabah, produk dan praktek bisnis, kerusakan aset fisik, gangguan aktivitas bisnis dan kegagalan sistem, dan kesalahan proses dan eksekusi. Manajemen risiko operasional diperlukan untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau kejadiankejadian eksternal. 4. Hubungan Risiko terhadap Pertumbuhan Laba Dalam setiap kegiatan usaha yang dilakukan perbankan dituntut untuk menghasilkan profitabilitas yang terus meningkat setiap tahunnya. Pencapaian profitabilitas perbankan dapat dikatakan merupakan hal yang sangat penting karena kinerja perbankan umumnya dilihat dari besarnya laba yang dihasilkan. Namun, ditengah kondisi perekonomian

22 yang semakin kompetitif menimbulkan risiko yang mungkin terjadi semakin kompleks sehingga dapat mengancam tingkat profitabilitas perbankan. Hal ini menuntut bank untuk menerapkan manajemen risiko dalam rangka meningkatkan kemampuannya dalam mengantisipasi, mengukur, dan meminimalisir risiko, baik yang sedang terjadi maupun yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Selanjutnya, penerapan manajemen risiko yang baik dan menyeluruh tidak hanya diharapkan untuk meningkatkan laba perbankan, namun juga dapat meningkatkan Pertumbuhan Laba dari tahun ke tahun. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini mengamati 4 macam risiko, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional yang dianggap Bank Indonesia paling dominan dan signifikan pada bank. Risiko pertama adalah risiko kredit di mana risiko ini adalah akibat dari gagalnya nasabah atau debitur atau pihak peminjam dana dalam memenuhi kewajibannya pada bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian pemberian kredit. Penciptaan kredit merupakan salah satu kegiatan yang menghasilkan pendapatan utama bank (Kargi, 2011). Penyaluran kredit yang tinggi dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perbankan, akan tetapi semakin tinggi penyaluran kredit, bank harus semakin mewaspadai meningkatnya risiko kredit macet atau kredit bermasalah. Dengan kata lain, semakin besar kredit yang diberikan kepada masyarakat, semakin

23 tinggi risiko kredit, yakni tidak terbayarnya pengembalian kredit, dan berdampak pada penurunan laba. Dengan demikian, risiko kredit dapat dikatakan sebagai faktor penentu kinerja bank (Funso et al., 2012). Maka dari itu diperlukan manajemen risiko kredit dengan tujuan untuk meminimalisir potensi kredit bermasalah dan meningkatkan kualitas kredit, yang salah satunya bank wajib memiliki kebijakan dan strategi yang mengatur pemberian pinjaman (Apanga et al., 2016). Tujuan utama manajemen risiko kredit seperti yang telah disebutkan dalam lampiran SEBI No.13/23/DPNP adalah untuk memastikan bahwa aktivitas penyediaan dana bank tidak terekspos pada risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian pada bank. Selain itu, (Manab et al., 2015) juga menjelaskan bahwa manajemen risiko kredit juga memainkan peran penting untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi. Risiko yang kedua adalah risiko pasar di mana risiko ini adalah akibat dari perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar. Menurut Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR), risiko pasar dikatakan sebagai risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar, suku bunga, dan nilai tukar, sehingga dapat merugikan pendapatan bank. Tujuan utama diperlukannya manajemen risiko pasar seperti yang telah disebutkan dalam lampiran SEBI No.13/23/DPNP adalah untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif akibat perubahan kondisi pasar terhadap aset dan permodalan bank.

24 Risiko yang ketiga adalah risiko likuiditas di mana risiko ini adalah akibat dari ketidakmampuan bank dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Risiko ini dapat muncul ketika bank tidak dapat memenuhi penarikan dana, komitmen kredit, ataupun peningkatan aset. Savvides and Savvidou (2012) dalam jurnalnya mendefinisikan risiko likuiditas sebagai kemungkinan atau potensi kerugian karena kurangnya sumber daya kas yang cukup untuk memenuhi pembayaran kewajiban jangka pendek. Masalah likuiditas perlu segera diatasi karena risiko ini dapat menyebabkan kondisi perbankan menurun sehingga dapat menurunkan kepercayaan terhadap kinerja perbankan. Kepercayaan yang menurun dapat mengancam keberlanjutan usaha perbankan. Selain itu, bank dapat meningkatkan modalnya ketika dapat menyerap risiko yang lebih besar dengan meningkatkan likuiditasnya (Gombola et al., 2015). Oleh karenanya, menjadi suatu kewajiban bagi bank untuk menerapkan manajemen risiko likuiditas untuk mengatasi dan mencegah masalah tersebut. Tujuan utama manajemen risiko likuiditas yang disebutkan dalam lampiran SEBI No.13/23/DPNP adalah untuk meminimalkan kemungkinan ketidakmampuan bank dalam memperoleh sumber pendanaan arus kas. Risiko yang terakhir adalah risiko operasional, di mana risiko ini adalah akibat dari kegagalan atau tidak berfungsinya proses internal, kegagalan sistem, human error atau kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Thirlwell (2002) berpendapat bahwa

25 risiko operasional dapat berasal dari sejumlah penyebab, di antaranya berhubungan dengan proses transaksi, tindak kecurangan yang dilakukan pihak internal maupun eksternal, dan juga berasal dari kegagalan sistem. Mainelli (2002) dalam jurnalnya mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko kerugian langsung maupun tidak langsung yang disebabkan dari ketidaksesuaian atau gagalnya proses internal, orang, dan sistem atau dari kejadian eksternal. Laba suatu bank sangat tergantung dari pendapatan dan biaya operasional yang dikeluarkan untuk menjalankan usahanya, maka dari itu, diperlukan manajemen risiko operasional untuk mengatasi risiko operasional yang dapat berdampak buruk bagi nama baik bank yang bersangkutan, dan selanjutnya akan mempengaruhi kepercayaan nasabah dan menyebabkan kerugian pada bank. Pourquery and Mulder (2009) mengatakan bahwa bank harus meningkatkan manajemen risiko operasionalnya untuk mengembalikan kepercayaan para pemegang saham dan nasabah untuk meredakan kekhawatiran bahwa bisnisnya berisiko atau bahkan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang serta menciptakan keunggulan kompetitif. Tujuan utama manajemen risiko operasional seperti yang telah disebutkan dalam lampiran SEBI No.13/23/DPNP adalah untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau kejadian-kejadian eksternal.

26 B. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, rangkuman analisis pengaruh risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional terhadap Pertumbuhan Laba dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengaruh Risiko Kredit (NPL) terhadap Pertumbuhan Laba Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko kredit adalah NPL. Rasio NPL digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Semakin tinggi NPL suatu bank, semakin buruk pula kualitas kredit bank yang selanjutnya menyebabkan semakin tingginya risiko kredit yang ditanggung bank sehingga dapat berpengaruh negatif terhadap perolehan laba atau profitabilitas bank. Attar et al. (2014) NPL berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perbankan. Hal yang sama diungkapkan oleh Purwoko dan Sudiyatno (2013) dalam penelitiannya yaitu risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja bank. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang pertama (H 1 ) sebagai berikut: H 1 : NPL berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Laba Bank Umum di Indonesia. 2. Pengaruh Risiko Pasar (NIM) terhadap Pertumbuhan Laba Risiko pasar didefinisikan Kanchu and Kumar (2013) sebagai kemungkinan kerugian bank yang disebabkan oleh perubahan dalam

27 variabel pasar. Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko pasar adalah NIM. NIM penting dalam mengevaluasi kemampuan bank dalam mengelola risiko terhadap suku bunga. Semakin tinggi NIM, menunjukkan kinerja bank semakin meningkat karena pendapatan bunga atas aktiva produktif meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa NIM berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba. Pada penelitiannya, Purwoko dan Sudiyatno (2013) menunjukkan bahwa risiko pasar yang diproksi dengan NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bank (ROA), sedangkan hal yang berbeda diungkapkan dalam penelitian Aini (2013) yang menyatakan NIM berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Perubahan Laba. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang kedua (H 2 ) sebagai berikut: H 2 : NIM berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba Bank Umum di Indonesia. 3. Pengaruh Risiko Likuiditas (LDR) terhadap Pertumbuhan Laba Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko likuiditas adalah LDR. LDR adalah rasio yang mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban keuangannya. Terlalu rendah nilai LDR menunjukkan bahwa bank kurang efektif dalam menyalurkan kredit sehingga dapat dikatakan bank menghilangkan kesempatan untuk memperoleh laba dari dana yang ada. Namun, terlalu tinggi LDR juga dapat menunjukkan bahwa kredit yang diberikan bank terlalu banyak

28 melebihi dana yang dihimpun, sehingga dapat menyebabkan bank kekurangan dana untuk memenuhi kewajibannya. Terlalu tingginya nilai LDR menunjukkan semakin buruknya kondisi likuiditas bank, karena kredit yang diberikan juga dibiayai dari dana pihak ketiga yang dapat ditarik sewaktu-waktu. Pada penelitian terdahulu, Attar et al. (2014) mengungkapkan bahwa LDR tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan. Sependapat dengan Attar et al. (2014), dalam penelitiannya, Sudiyatno dan Fatmawati (2013) menunjukkan bahwa LDR berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja bank yang diproksi dengan ROA. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mwangi (2014) dikatakan bahwa manajemen risiko likuiditas memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kinerja keuangan bank komersial di Kenya. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang ketiga (H 3 ) sebagai berikut: H 3 : LDR berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Laba Bank Umum di Indonesia. 4. Pengaruh Risiko Operasional (BOPO) terhadap Pertumbuhan Laba Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko operasional adalah BOPO. BOPO disebut juga sebagai rasio efisiensi, di mana merupakan perbandingan biaya operasional dengan pendapatan operasional. Biaya

29 operasional adalah biaya yang dikeluarkan bank untuk menjalankan kegiatan operasionalnya, sedangkan pendapatan operasional adalah pendapatan yang diterima bank dari kegiatan operasionalnya. Semakin tinggi BOPO, berarti semakin tidak efisien suatu bank, karena peningkatan biaya operasionalnya semakin besar daripada peningkatan pendapatan operasional sehingga laba atau profitabilitasnya juga menurun. Attar et al. (2014) mengungkapkan bahwa BOPO berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan. Pada penelitian Sudiyatno dan Fatmawati (2013), ditemukan bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Aini (2013) bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Perubahan Laba. Berdasarkan konsep teori tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif yang keempat (H 4 ) sebagai berikut: H 4 : BOPO berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Laba Bank Umum di Indonesia.

30 C. Skema Konseptual Penelitian Variabel Independen (X) Risiko kredit - NPL (X 1 ) Risiko pasar - NIM (X 2 ) Risiko likuiditas - LDR (X 3 ) H 1 (-) H 2 (+) H 3 (+) H 4 (-) Variabel Dependen (Y) Tingkat Pertumbuhan Laba (Y) Risiko operasional - BOPO (X 4 ) Gambar 2.1 Skema Konseptual Penelitian ini menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan dan parsial. Variabel independen yang digunakan adalah risiko kredit (diproksi dengan NPL), risiko pasar (diproksi dengan NIM), risiko likuiditas (diproksi dengan LDR), dan risiko operasional (diproksi dengan BOPO), sedangkan variabel dependen adalah tingkat Pertumbuhan Laba setiap tahun perusahaan perbankan.