II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suparmoko (2001: 15), dalam rangka pengembangan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. rangka pengembangan atau mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (TAP MPR) No. IV/ MPR/ 1978 GBHN jo TAP MPR No. II/ MPR/ 1983 GBHN.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonomi, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 ayat (i)). Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pengertian otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundangundangan.

19 Sedangkan menurut Syaukani, 2001 mendefinisikan otonomi adalah membawa pemerintah lebih dekat kepada rakyat, sehingga kualitas pelayanan pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat lebih mengena. Definisi Otonomi Daerah dan Daerah otonomi menurut M.Suparmoko, 2001 adalah kecenderungan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah Otonomi adalah kesatuan masyarakat secara hukum dengan batas daerah tertentu berwenang mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi rakyat. Otonomi daerah memberikan kesempatan pada aparat daerah termasuk wakil-wakil rakyatnya untuk berpartisipasi di dalam merencanakan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan pembangunan tanpa harus diarahkan oleh pemerintah pusat. Jadi pemerintah daerah lebih berorientasi pada kebijakan setempat sesuai denagn kemampuan perencanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan bukan didasarkan kepada kemauan yang menjadi landasan pembangunan daerah (Widjaja. 1998:21). Perbedaan Konsep Otonomi Daerah Masa Lalu dan Saat Ini. Berdasarkan konsepsinya, pelaksanaan otonomi daerah pada masa lalu dipahami sebagai kewajiban. Artinya penyelenggaraan otonomi daerah lebih menitikberatkan peranan dan tanggung jawab pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk menjalankan pembangunan nasional. Sebagai konsekuensinya pemerintah daerah

20 lebih mengetahui arahan dan instruksi pemerintah pusat daripada memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah. Hal tersebut mudah dipahami karena pada waktu itu tujuan penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kordinasi dan integrasi nasional untuk memantapkan stabilitas dan pembangunan nasional. Asas yang digunakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah pada masa lalu adalah asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pada prakteknya asas dekonsentrasi adalah bentuk halus dari pelaksanaan sentralisasi (Umar, 1999). Hal tersebut diperkuat dengan ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Penyelenggaraan otonomi daerah pada masa sekarang lebih dipahami sebagai hak yaitu hak masyarakat daerah untuk mengatur dan mengelolah kepentingannya sendiri serta mengembangkan potensi dan sumber daya daerah. Penyelenggaraan otonomi di maksudkan agar dapat mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada secara profesional yang diwujudkan dengan pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta pertimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tujuan penyelenggaraan otonomi daerah pada era reformasi sekarang ini adalah lebih

21 menekankan kepada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah. Pada dasarnya UU No. 5 tahun 1999 juga masih menggunakan asas-asas pemerintahan dalam UU No. 5 tahun 1974. Asas-asas tersebut adalah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Perbedaannya adalah sebagai berikut : Pemberian asas desentralisasi penuh diberikan kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam wujud otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Pelaksanaan asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat di daerah. Pelaksanaan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan desa dan dari pemerintah daerah ke desa untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu disertai pembiayaan. ( Mardiasmo, 2000:130-131 ) Fungsi Pemerintah Menurut Musgrave, pemerintahan dalam menyelenggarakan pembangunan mempunyai tiga fungsi utama yaitu : 1. Fungsi Alokasi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara optimal, yaitu meliputi sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat.

22 2. Fungsi Distribusi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar distribusi pendapatan ( khususnya) di tengah masyrakat lebih merata, yang meliputi pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan. 3. Fungsi Stabilitas adalah peran pemerintah untuk menyelaraskan kebijakan yang ada, meliputi pertahanan keamanan ekonomi dan masyarakat. Fungsi distribusi dan stabilisasi akan lebih efektif bila dilaksanakan di daerah karena daerah lebih mengetahui kondisi dan situasi yang terjadi di daerahnya sendiri. Namun pada pelaksanaannya perlu penyesuaian dan memperhatikan kondisi dan situasi yang ada. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah adalah : 1. Penyelenggaraan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, serta potensi dan keanekaragaman. 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. 3. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi provinsi lebih merupakan otonomi yang terbatas. 4. Pelaksanaan otonomi daearh harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang sesuai antara pusat dan daerah. 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandiriaan daerah otonom

23 6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. 7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan pada gubernur sebagai wakil pemerintah. 8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintahan daerah kepada daerah tetapi juga pemerintahan dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. 2.2. Keuangan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 105 tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah tahun 2000, pasal 1 ayat (1), keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No.58 tahun 2005, Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

24 dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka APBD. Keuangan daerah adalah kemampuan daerah mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diwujudkan dalam bentuk APBD. APBD pada dasarnya merupakan pencerminan kebijakan dan program kegiatan dalam satu tahun anggaran daerah dalam bentuk uang. Pengelolaan APBD dilaksanakan berdasarkan aturan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Struktur keuangan yang tercermin dalam APBD tersebut merupakan motor penggerak dalam kegiatan otonomi daerah, maupun penunjang bagi pelaksanaan pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah ( Supriatna, 1996:174-175) Kebijaksanaan umum pengelolaan keuangan daerah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta potensi daerah dengan berpedoman pada Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah, serta PP No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah yang terdiri dari : 1. Pengelolaan penerimaan daerah

25 Tentang kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut. 2. Pengelolaan pengeluaran daerah Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dala periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah. Adapun prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan daerah adalah : Untuk pemerintah daerah, prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan daerah antara lain sebagai berikut ( Word Bank, 1998): 1. Komprehensif dan disiplin. Anggaran daerah adalah satu-satunya mekanisme yang akan menjamin terciptanya disiplin pengambilan keputusan. Karenanya, anggaran daerah harus disususun secara komprehensif, yaitu menggunakan pendekatan yang holistik dalam diagnosa permasalahan yang dihadapi, analisis keterkaitan antar masalah yang mungkin muncul, evaluasi kapasitas kelembagaan yang dipunyai, dan mencari cara-cara terbaik untuk memecahkannya. 2. Fleksibelitas. Sampai tingkat tertentu, pemerintah daerah harus diberi keleluasaan yang memadai sesuai dengan ketersediaan informasi-informasi yang relevan yang dimiliki. Arahan dari pusat harus ada tetapi harus diterapkan secara hati-hati, dalam artian tidak sampai mematikan inisiatif dan prakarsa daerah. 3. Terprediksi. Kebijakan yang terprediksi adalah faktor penting dalam peningkatan kualitas implemetasi Anggaran Daerah. Sebaliknya, bila kebijakan sering

26 berubah-ubah, seperti metode pengalokasian dana alokasi umum (DAU) yang tidak jelas misalnya, maka daerah akan menghadapi ketidakpastian ( uncertainty) yang sangat besar hingga prinsip efisiensi dan efektifitas pelaksanaan suatu program yang ditandai oleh Anggaran Daerah cenderung terabaikan. 4. Kejujuran. Kejujuran tidak hanya menyangkut moral dan etika manusianya tetapi juga menyangkut keberadaan bias proyeksi penerimaan dan pengeluaran. Sumber bias yang memunculkan ketidakjujuran ini dapat berasal dari aspek teknis dan politis. Proyeksi yang terlalu optimis akan mengurangi kendala anggaran sehingga memungkinkan munculnya inefisiensi dan inefektifitas pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sangat diprioritaskan. 5. Informasi. Informasi adalah basis kejujuran dan proses pengambilan keputusan yang baik. Karenanya, pelaporan yang teratur tentang biaya, output, dan dampak suatu kebijakan adalah sangat penting. 6. Transparansi dan akuntabilitas. Transparansi mensyaratkan bahwa perumusan kebijakan memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan sebelum kebijakan dijalankan. Selanjutnya, akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan berperilaku sesuai dengan kebijakan, bersamasama dengan cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertical maupun horizontal dengan baik. ( Mardiasmo, 2000: 106-107 )

27 Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menurut Tjahya Supriatna, pada prinsipnya terdiri dari 5 (lima) aspek utama : 1. Asas pembiayaan daerah a. Asas desentralisasi dibiayai atas beban APBD b. Asas dekonsentrasi dibiayai atas beban APBD c. Asas pembantuan dibiayai atas beban pemerintah yang menugaskannya 2. Pajak pusat dan pajak daerah 3. Bagi hasil pajak dan bukan pajak antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah 4. Subsidi, bantuan dan sumbangan 5. Pinjaman daerah. Hubungan keuangan antara pusat dengan daerah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintah dan pembagian sumber pemerintah untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan itu. Tujuan utama hubungan ini adalah mencapai perimbangan antara bagian pembagian bagaimana antara potensi dan sumber daya masing-masing dapat sesuai (Nick Devas, 1989 : 179). 2.3 ELEMEN-ELEMEN PENERIMAAN DAERAH Lingkup manajemen keuangan daerah yang perlu direformasi meliput manajemen penerimaan daerah dan manajemen penerimaan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber penerimaan terdiri atas :

28 1. Pendapatan Asli Daerah Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas : a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah; c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah 2. Dana Perimbangan Dana Perimbangan terdiri atas : a. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Penghasilan Perseorangan, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam (SDA); b. Dana Alokasi Umum(DAU); dan c. Dana Alokasi Khusus (DAK). 3. Pinjaman Daerah Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri atau sumber luar negeri dengan persetujuan pemerintah pusat untuk membiayai sebagai anggarannya. Pinjaman dalam negeri dapat bersumber dari pemerintah pusat dan / atau lembaga komersial, atau melalui penerbitan obligasi daerah. Pinjaman luar negeri dimungkinkan dilakukan daerah, namun mekanismenya harus melalui

29 pemerintah pusat. Ketentuan mengenai pinjaman daerah selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. 2.4 Belanja Daerah Dalam Kepmendagri No. 29 Thun 2002 disebutkan bahwa Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahu anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan struktur anggaran, elemen-elemen yang terdapat dalam belanja daerah adalah : 1. Belanja Aparatur daerah, yaitu bagian belanja yang berupa Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasional dan Pemeliharaan serta Belanja Modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (Publik) 2. Belanja Pelayanan Publik,yaitu belanja yang berupa belanja Administrasi Umum,Belanja Operasional dan Pemeliharaan serta Belanja Modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (Publik) 3. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, pengeluaran uang dengan kriteria - tidak menerima secara langsung imbalan barang dan jasa seperti yang layak terjadi pada transaksi jual beli - tidak mengharap dibayar kembali di masa mendatang seperti yang diharapkan dari suatu pinjaman - tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan seperti yang layaknya yang diharapkan pada kegiatan investasi

30 4. Belanja tidak tersangka, pengeluaran yang disediakan untuk : - kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, kejadian yang dapat membahayakan Dearah - utang ( pinjaman ) periode sebelumnya yang belum diselesaikan - pengembalian penerimaan yang bukan haknya atau penerimaan yang dibebaskan ( dibatalkan ) dan atau kelebihan penerimaan (Mardiasmo, 2000) 2.5 Dana Alokasi Umum (DAU) DAU diperuntukan bagi pemerataan pembiayaan antar-daerah dengan memperhatikan potensi, luas, geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Dasar perhitungan DAU ialah : (1). Berdasarkan Fiscal Gap yaitu, selisih antara kebutuhan dan potensi penerimaan daerah, atau kebutuhan DAU daerah = kebutuhan - potensi penerimaan. (2). Bobot Daerah, merupakan ratio antara Kebutuhan DAU seluruh daerah. (3). Faktor penyeimbang, yaitu suatu mekanisme untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah. 2.6 Pendapatan Asli Daerah Menurut Simanjuntak (2001) Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dari wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sumber-sumber dari PAD adalah ;

31 a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Lain-lain PAD yang sah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau pengadaan barang/jasa oleh daerah. ( Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 Bab V tentang PAD )