PEMANFAATAN PENOLONG PERSALINAN DI KELURAHAN MULYAHARJA KOTA BOGOR TAHUN 2013 Eka Puspita Sari, Muhammad Agus Ainur, Mietta Mediestya Mahanani, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Depok Jawa Barat 16414 ekahiupink@gmail.com ABSTRACT The high rates of maternal and infant mortality was showed the low quality of health services in Indonesia. Eighty percent deliveries in the community is not assisted by the health personnel but the shaman (traditional birth attendanst/tba), because aid of deliveries by shaman is considered cheaper and still provide assistance to women after childbirth, such as caring and bathing the baby. Based on the profile of Bogor City Health Department, coverage of births attended by skilled health personnel in 2011 was (88.47%). While South Bogor health centers have a low delivery by health personnel coverage in Bogor which (79.5%) of the indicators of success in the government targeted Minimum Service Standards (SPM) by (90%), and district of Mulyaharja has the lowest coverage number of delivery by health personnel in South Bogor with the achievements of the health center (74.2%). The low utilization of health facilities in labor would adversely affect efforts to reduce maternal and infant mortality rates in the future.the purpose of this research is identifying the characteristics relationship of enabling factor namely the level of education and knowledge about pregnancy, childbirth, and postpartum. This research used cross sectional design with a quantitative approach through an observation. The results obtained with a statistical test of Pearson Chi-Square was obtained p value = 0.041 revealed that there was significant correlation between utilization of birth attendants at the level of mother's education which is mothers with low education (no school / primary school) has a chance (22.5%) more likely to choose birth attendants not health professional and mothers with less knowledge about pregnancy, childbirth and postpartum tend to have 2.4 times more likely chance to choose birth attendants not health professional. Keywords: deliveries, shaman, mother s education 1. PENDAHULUAN Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan berjumlah 359 per 100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut sangat jauh dari target pemerintah dalam percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), yakni menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Sebelumnya, AKI dapat ditekan dari 390 per 100.000 kelahiran hidup (1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Selain AKI, Angka Kematian Bayi (AKB) juga masih tinggi, yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka itu hanya 71 P a g e
turun sedikit dari AKB SDKI 2007 yang 34 per 1.000 kelahiran hidup. Namun demikian keberhasilan tersebut masih perlu terus ditingkatkan, mengingat AKI dan AKB di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanaan kesehatan. Delapan puluh persen persalinan di masyarakat masih ditolong oleh tenaga non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih memegang peranan penting, dukun dianggap sebagai tokoh masyarakat. Masyarakat masih memercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena pertolongan persalinan oleh dukun di anggap murah dan dukun tetap memberikan pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan bayi. Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah membuat suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan bidan. Salah satu bentuk kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dukun yan merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab bidan. Maka dari itu tugas dan tanggung jawab bidan terhadap dukun bayi sangat memberikan kontribusi yang cukup penting. Kematian ibu di Indonesia akibat pertolongan persalinan yang tidak sesuai dan tidak dilakukan oleh tenaga medis menyebabkan angka kematian ibu semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, pemerintah membuat beberapa target yang disebut dengan MDGs, salah satu target MDG s adalah mengurangi 3/4 angka kematian ibu (AKI) dalam kurun waktu 1990 dan 2015, maka kita sebagai petugas kesehatan masyarakat harus berusaha keras dalam mencapai target tersebut, untuk mewujudkan target tertsebut kita harus memberikan pelayanan pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan (linakes) agar angka kematian ibu dapat diminimalisaikan. Hasil analisis Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 diperoleh gambaran bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan terjadi peningkatan yaitu tahun 2000 (66,9%), tahun 2007 (75,4%) dan pada tahun 2010 mencapai 82,2%. Sedangkan cakupan linakes di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 dilaporkan mencapai 71,68%. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Bogor cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan tahun 2011 mencapai 88,47%. Sedangkan puskesmas Bogor Selatan memiliki cakupan linakes yang rendah di Kota Bogor yaitu 79,5 dari indikator keberhasilan yang ditargetkan pemerintah dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 90%, dan kelurahan Mulyaharja salah satu kelurahan dengan cakupan linakes paling rendah di Puskesmas Bogor Selatan dengan capaian 74,2%. Masih rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan dalam persalinan tentu akan berdampak buruk terhadap upaya penurunan AKI dan AKB di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut, maka kami memaparkan penelitian mengenai Pemanfaatan Penolong Persalinan di Kelurahan Mulyaharja Kota Bogor Tahun 2013 72 P a g e
2. TUJUAN Mengidentifikasi hubungan karakteristik faktor pemungkin yaitu tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tentang kehamilan, persalinan, dan nifas yang mempengaruhi pemanfaatan pertolongan persalinan serta mengetahui gambaran keadaan pemanfaatan pertolongan persalinan di Desa Mulyaharja Kota Bogor. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional melalui pendekatan kuantitatif dengan observasi. Metode ini digunakan karena variabel bebas dan variabel terikat diukur dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini dilakukan di Desa Mulyaharja wilayah kerja Puskesmas Bogor Selatan pada bulan Juni 2013. Dalam penelitian ini data yang diambil adalah data primer yang berupa karakteristik individu meliputi karakteristik faktor pemungkin (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan tentang kehamilan, persalinan, dan nifas, sikap terhadap fasilitas kesehatan), karakteristik faktor pendukung (pendapatan keluarga, kepemilikian jaminan kesehatan, jarak dan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan) dan karakteristik faktor penguat (dukungan keluarga dan informasi yang diterima dalam pemanfaatan pertolongan persalinan) yang mempengaruhi pemanfaatan petolongan persalinan di Desa Mulyaharja Puskesmas Bogor Selatan. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini seharusnya dilaksanakan di seluruh Posyandu Kelurahan Mulyaharja dengan probabilitas (probability sampling). Namun, karena keterbatasan sumber daya maka penelitian hanya dilaksanakan di posyandu RW 1, 2, 3, 4, dan 6. Sampel adalah adalah ibu yang datang ke posyandu dan memiliki bayi (usia 0-12 bulan) dan bersedia untuk diwawancara. Analisis data dilakukan agar dapat menyajikan hasil penelitian dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Adapun rencana tahapan analisis data sebagai berikut : 1. Analisa Univariat Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel. Disajikan dalam bentuk tabel. 2. Analisa Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan yaitu Chi- Square. 73 P a g e
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengumpulan data melalui survei diperoleh 89 responden ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan dari 395 ibu yang memiliki bayi di kelurahan Mulyaharja. Dari proses pengolahan kuesioner diperoleh data rata-rata umur ibu ketika menikah adalah 19 tahun dengan umur menikah termuda pada usia 14 tahun dan umur tertua ketika menikah 27 tahun. Variabel umur ketika menikah kemudian dikategorikan menjadi dua kategori yaitu menikah diusia muda dan tidak. Batasan menikah di usia muda adalah standar yang digunakan oleh BKKBN yaitu < 21 tahun. Rata-rata umur saat melahirkan diketahui pada umur 26 tahun, dengan umur melahirkan paling muda pada umur 17 tahun dan paling tua ketika melahirkan pada umur 42 tahun. Variabel umur ketika melahirkan dikategorikan menjadi 2 yaitu risiko tinggi apabila umur ibu <20 dan >35 tahun, dan risiko rendah apabila umur ibu antara 20-35 tahun. Penghasilan rata-rata yang diperoleh setiap bulan oleh responden sebesar Rp 1.040.000. Nilai penghasilan terrendah Rp 150.000 dan tertinggi Rp 6.000.000. Nilai median untuk penghasilan diperoleh sebesar Rp 800.000. Variabel penghasilan kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu kurang dari median, dan lebih atau sama dengan median. Pengelompokkan kategori pada variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden Variabel Jumlah % Menikah di Usia Muda Tidak (>21 tahun) 25 28.1 Ya (< 21 tahun) 64 71.9 Jumlah 89 100.0 Umur saat melahirkan Tidak Resti (antara 20-35 tahun) 66 74.2 Resti (<20 dan >35 tahun) 23 25.8 Jumlah 89 100.0 Pendidikan Ibu Tidak tamat SD/tidak sekolah 19 21.3 SD sederajat 45 50.6 SMP sederajat 18 20.2 SMA/PT 7 7.9 Pendidikan Suami Tidak tamat SD/tidak sekolah 7 7.9 74 P a g e
SD sederajat 45 50.6 SMP sederajat 19 21.3 SMA/PT 18 20.2 Variabel Jumlah % Pekerjaan Ibu saat Hamil Tidak bekerja 79 88.8 PNS/TNI/POLRI/Pegawai Swasta 1 1.1 Pedagang/Wiraswasta 1 1.1 Petani/Buruh Pabrik/lainnya 8 9.0 Pekerjaan Suami saat Hamil Tidak bekerja 4 4.5 PNS/TNI/POLRI/Pegawai Swasta 7 7.9 Pedagang/Wiraswasta 27 30.3 Petani/Buruh Pabrik/lainnya 51 57.3 Penghasilan Rp 800.000 37 41.6 > Rp 800.000 52 58.4 Gambaran karakteristik demografi responden berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagai berikut, sebagian besar responden 71,4% (64 orang) mengalami pernikahan usia dini dan hanya 25,8% (23 orang) melakukan persalinan pada usia dengan risiko tinggi. Sebagian besar responden berpendidikan SD atau sederajat yaitu 50,6% (45 orang) dan tingkat pendidikan paling sedikit yaitu SMA atau lebih tinggi sebesar 7,9% (7 orang). Sebagian besar responden yaitu 88,8% (79 orang) tidak bekerja pada saat hamil anak terakhir. Sedangkan untuk suami, sebagian besar bekerja sebagai petani/buruh pabrik/lainnya yaitu sebesar 57,3% (51 orang) dan terdapat 58,4% (52 orang) responden memiliki penghasilan keluarga > median. Riwayat kehamilan responden dilihat berdasarkan variabel paritas dan riwayat Antenatal Care (ANC) atau pemeriksaan kehamilan. Dari hasil pengolahan data diperoleh rata-rata melahirkan sebanyak 2 kali, dengan melahirkan paling banyak 9 kali dan paling sedikit 1 kali. Variabel paritas merupakan gabungan dari variabel frekuensi melahirkan anak lahir hidup ataupun anak lahir mati dan keguguran. Variabel paritas ini dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu paritas tinggi jika melahirkan 75 P a g e
lebih dari atau sama dengan 3 kali dan paritas rendah jika melahirkan kurang dari 3 kali. Pengelompokkan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Gambaran Keadaan Kehamilan di Desa mulyaharja Variabel Jumlah % Paritas Tinggi 25 28.1 Rendah 64 71.9 Jumlah 89 100 Variabel Jumlah % Periksa Kehamilan Tidak 3 3.4 Ya 86 96.6 Jumlah 89 100 Petugas yang memeriksa kehamilan Non Nakes 10 11.6 Nakes 76 88.4 Total 86 100.0 Tempat memeriksakan kehamilan Di rumah 1 1.2 Posyandu 27 31.4 Bidan Praktek swasta 18 20.9 Puskesmas 34 39.5 rumah sakit 1 1.2 Lainnya 5 5.8 Total 86 100.0 Sebanyak 25 orang ibu (28,1%) dari 89 orang responden termasuk dalam kategori paritas tinggi, sebagian besar diantaranya (96,6%) memeriksakan kehamilan. Petugas yang memeriksakan kehamilan adalah tenaga kesehatan sebanyak 76 responden (88,4%) dan tempat memeriksakan kehamilan menyebar merata di fasilitas kesehatan yaitu puskesmas (39,5%) dan posyandu (31.4%). Kesadaran untuk memeriksakan kehamilan cukup tinggi, ditandai dengan frekuensi ANC selama kehamilan 4 kali sebanyak 82 orang (92.1%), dan umur kehamilan 76 P a g e
ketika memeriksakan pertama kali sebagian besar menyatakan kurang dari 3 bulan kehamilan (77.5%). Akses ke fasilitas kesehatan diduga merupakan faktor predisposing dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Jarak terdekat rumah responden dengan fasilitas kesehatan adalah 100 meter, dan jarak terjauh adalah 10 km. Median dari jarak adalah 1 km. Untuk itu variabel jarak dikategorikan menjadi dua yaitu 1 km dan > 1 km. Ratarata ongkos yang dikeluarkan oleh responden dalam mencapai fasilitas kesehatan adalah RP 1000, dengan nilai minimum Rp 0 dan maksimum Rp 10.000. Sehingga variabel ongkos dikategorikan menjadi 2 yaitu > Rp 1000, dan Rp 1000. Waktu tempuh yang diperlukan oleh responden untuk mencapai fasilitas kesehatan rata-rata adalah 10,5 menit, dengan waktu tersingkat 1 menit dan terlama 60 menit. Dari 89 responden, terdapat 35 orang ibu (39.3%) yang mengaku fasilitas kesehatan yang paling dekat adalah posyandu, diikuti oleh puskesmas sebanyak 29 orang (32.6%). Sebanyak 35 ibu (39.3%) menyatakan jarak ke fasilitas kesehatan > 1 km, dan cara untuk mencapai failitas kesehatan tersebut adalah jalan kaki (59.6%). Ongkos yang dikeluarkan oleh responden > Rp 1000 diakui sebanyak 53 ibu (59.6%), dan waktu tempuh > 5 menit sebanyak 42 orang (47,3%). Dalam pemanfaatan penolong persalinan sendiri dibagi menjadi dua karakteristik, yaitu penolong persalinan bukan tenaga kesehatan dan penolong persalinan tenaga kesehatan. Variabel tersebut menjelaskan tentang jumlah ibu yang menggunakan jasa dari kedua karakteristik tersebut untuk membantu proses persalinannya.pengelompokkan data tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3 Distribusi Frekuensi Menurut Karakteristik Pemanfaatan Penolong Persalinan di Kelurahan Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2013 Variabel Jumlah % Penolong persalinan Bukan Nakes 50 56.2 Nakes 39 43.8 Tempat bersalin Rumah sendiri 50 56.2 77 P a g e
Rumah dukun 2 2.2 Bidan 25 28.1 Puskesmas 5 5.6 Rumah Sakit 5 5.6 Dokter praktik 1 1.1 Lainnya 1 1.1 Pengambil Keputusan Diri sendiri 48z 53.9 Suami 12 13.5 Orang Tua 2 2.2 Keputusan bersama 27 30.3 Berdasarkan tabel diatas menjelaskan tentang karakteristik pemanfaatan penolong persalinan dan didapatkan hasil bahwa sebanyak 50 orang ibu (56,2%) lebih memilih menggunakan jasa bukan tenaga kesehatan untuk membantu persalinan mereka. Sedangkan sisanya yaitu 39 ibu (43,8%) memilih bersalin dengan tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu masih cenderung menggunakan jasa bukan tenaga kesehatan untuk membantu persalinan mereka. Sedangkan pemilihan tempat bersalin, para ibu lebih cenderung bersalin di rumah sendiri (56,2%). Sedangkan di fasilitas kesehatan cenderung menyebar seperti di bidan (28,1%), puskesmas (5,6%), Rumah sakit (5,6%) dan Dokter praktik (1,1%). Masih ada sebagian ibu yaitu sejumlah 2 orang ibu (2,2%) bersalin di rumah dukun atau paraji. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya ibu yang bersalin tidak di fasilitas kesehatan. Untuk pengambilan keputusan selama persalinan para ibu lebih banyak mengambil berdasarkan keputusan sendiri (53,9%). Sedangkan pengambil keputusan secara bersama menempati posisi kedua (30,3%) disusul suami (13,5%) kemudian orang tua (2,2%). 78 P a g e
Analisis Hubungan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemanfaatan penolong persalinan diketahui bahwa dari 19 orang ibu yang tidak sekolah/tidak tamat SD terdapat 15 orang (78,9%) bersalin ditolong bukan tenaga kesehatan, dari 45 orang ibu yang berpendidikan SD atau sederajat terdapat 26 orang (57,8%) bersalin ditolong bukan tenaga kesehatan dan dari 18 orang ibu yang berpendidikan SMP atau sederajat terdapat 8 orang (44,4%) yang bersalin ditolong bukan tenaga kesehatan, sedangkan dari 7 orang ibu yang berpendidikan SMA/PT terdapat 1 orang (14,3%) bersalin ditolong bukan tenaga kesehatan. Variabel Tidak sekolah/ tidak tamat SD SD sederajat SMP sederajat SMA / PT Total Tabel 4 Hubungan Pendidikan dengan Persalinan Bukan Nakes Penolong persalinan Total % Nakes % Jumlah % 15 78.9 4 21.1 19 100.0 OR (95% Confide nt Interval) Nilai p 26 57.8 19 42.2 45 100.0 2.740 0.041 8 44.4 10 55.6 18 100.0 4.687 1 14.3 6 85.7 7 100.0 22.500 50 56.2 23 43.8 89 100.0 Hasil uji statistik dengan Pearson Chi-Square diperoleh nilai P=0,041 sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan proporsi pemanfaatan penolong persalinan antara keempat tingkat pendidikan ibu tersebut (ada hubungan yang signifikan antara pemanfaatan penolong persalinan dengan tingkat pendidikan ibu). Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 22,5 yang berarti bahwa ibu yang berpendidikan Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD mempunyai kecenderungan/peluang 22,5 kali lebih besar untuk memilih penolong persalinan bukan tenaga kesehatan dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan SMA/PT. Hal ini dikarenakan ibu cenderung tidak mengetahui akan adanya efek bahaya yang ditimbulkan apabila tidak melakukan persalinan dengan petugas kesehatan. Karena ibu-ibu di Desa Mulyaharja masih berpikiran bahwa melakukan persalinan di petugas persalinan lebih mahal serta padangan lama ibu-ibu lebih nyaman melakukan persalinan di 79 P a g e
paraji atau dukun beranak yang tidak memiliki kemampuan seperti tenaga kesehatan. Tabel 5 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Kelurahan Mulyaharja Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2013 Variabel Penolong persalinan Total OR (95% Confident Bukan % Nakes % Jumlah % Interval) Nakes Nilai p Kurang 30 66.7 15 33.3 45 100.0 Baik 20 45.5 24 54.5 44 100.0 2.4 (1.12-5.66) 0.05 Total 50 56.2 39 43.8 89 100.0 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan Hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemanfaatan penolong persalinan diketahui bahwa dari 45 orang ibu yang memiliki pengetahuan kurang tentang kehamilan, persalinan dan nifas terdapat 30 orang (66,7%) bersalin ditolong bukan tenaga kesehatan. Sedangkan dari 44 orang ibu yang memiliki pengetahuan baik tentang kehamilan, persalinan dan nifas terdapat 20 orang (45,5%) bersalin ditolong bukan tenaga kesehatan. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 2,4 yang berarti bahwa ibu dengan pengetahuan kurang tentang kehamilan, persalinan dan nifas cenderung memiliki peluang 2,4 kali lebih besar untuk memilih penolong persalinan bukan tenaga kesehatan. 5. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan hasil survey yang dilakukan di Desa Mulyaharja mengenai gambaran keadaan pemanfaatan penolongan persalinan, bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemanfaatan penolong persalinan dengan tingkat pendidikan ibu di mana ibu yang berpendidikan rendah (tidak sekolah/tamat SD) mempunyai kecendurangan atau peluang (22,5%) lebih besar untuk memilih penolongan persalinan bukan tenaga kesehatan. Di sisi lain tingkat pengetahuan ibu mengenai kehamilan, persalinan, dan nifas memiliki hubungan yang juga signifikan, di mana 80 P a g e
ibu dengan pengetahuan kurang cenderung memiliki peluang 2,4 kali lebih besar untuk meminta jasa bukan tenaga kesehatan dalam membantu persalinan mereka. Sehingga perlu diberikan pengetahuan dan informasi kesehatan bagi ibu-ibu hamil di Desa Mulyaharja oleh para petugas kesehatan setempat agar ibu-ibu hamil tersebut mau melakukan persalinan yang bersih dan aman agar dapat meminimalisasi kemungkinan buruk saat melakukan persalinan. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya penelitian ini. Terima kasih kepada pihak universitas yang memberikan sarana dan prasarana, kepada pihak Puskesmas Mulyaharja, dan seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada semua yang terlibat dalam penelitian ini baik secara langsung maupun tidak dan kepada keluarga dalam bimbingan secara moril. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI, 2004, Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas 2. Departemen Kesehatan RI, 2008, Kepmenkes RI No 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal 3. Departemen Kesehatan RI, 2008, Buku Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil 4. Departemen Kesehatan RI, 2012, Buku Panduan HKN ke 48 Tahun 2012, Ibu Sehat Anak Selamat 5. Dinas Kesehatan Kota Bogor, 2011, Profil Kesehatan Kota Bogor Tahun 2011 6. Puskesmas Bogor Selatan, 2010, Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan Tahun 2010 7. Puskesmas Bogor Selatan,2011, Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan Tahun 2011 8. Puskesmas Bogor Selatan 2012, Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan Tahun 2012 9. Puskesmas Bogor Selatan, 2010, Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas Bogor Selatan Tahun 2010 10. Puskesmas Bogor Selatan,2011, Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas Bogor Selatan Tahun 2011 11. Puskesmas Bogor Selatan 2012, Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas Bogor Selatan Tahun 2012 12. Admin. 2013. Indonesia Belum Mampu Turunkan Angka Kematian Ibu. Jawa Pos National Network, 27 September 2013. Diakses melalui http://www.jpnn.com/read/2013/09/27/192979/indonesia-belum-mampu- Turunkan-Angka-Kematian-Ibu- pada tanggal 26 Februari 2014. 81 P a g e