STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

dokumen-dokumen yang mirip
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

KEANEKARAGAMAN JENIS SERTA POLA DISTRIBUSI BIVALVIA DI PERAIRAN PULAU SIANTAN KABUPATEN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Struktur Komunitas Plankton di Perairan Pesisir Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2.2. Struktur Komunitas

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DI PERAIRAN PESISIR PULAU SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Pesisir Pulau Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau ABSTRACT

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN PERAIRAN PESISIR DI SEKITAR TPA TELAGA PUNGGUR KOTA BATAM BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB 2 BAHAN DAN METODE

Struktur komunitas makrozoobenthos pada ekosistem mangrove di Perairan Teluk Staring Kabupaten Konawe Selatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. 1 Sehingga dalam jenis

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB 2 BAHAN DAN METODA

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

II. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Perairan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kendal merupakan kabupaten di Jawa Tengah yang secara geografis

Indeks Keanekaragaman (H )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

STRUKTUR KOMUNITAS UDANG (Crustacea) DI PERAIRAN PESISIR KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DI DWERAN INTERTlDAk PBNTAI KAMAL

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

METODE PENELITIAN di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. penelitian dalam dilihat pada Gambar 3.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI PESISIR PANTAI DESA PANGGUNG KECAMATAN KEDUNG KABUPATEN JEPARA

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

TINJAUAN PUSTAKA. di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi dan sosialbudaya

3. METODE PENELITIAN

STUDI KEPADATAN DAN PENYEBARAN ECHINODERMATA DI SEKITAR RATAAN TERUMBU KARANG DI DESA WAEURA KECAMATAN WAPLAU KABUPATEN BURU

KELIMPAHAN GASTROPODA PADA HABITAT LAMUN DI PERAIRAN TELUK UN MALUKU TENGGARA

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG. Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI PESISIR PANTAI DESA PANGGUNG KECAMATAN KEDUNG KABUPATEN JEPARA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Wilayah Morosari Desa Bedono Kecamatan Sayung Demak

STUDI EKOLOGI TERIPANG (Holothuroidea) DI PERAIRAN DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI ZONA INTERTIDAL PULAU TOPANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU. Oleh:

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo pada bulan Mei sampai Juli

KEANEKARAGAMAN PORIFERA DI ZONA SUB LITORAL GAMPONG RINON PULO BREUEH KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR SEBAGAI MATERI AJAR KINGDOM ANIMALIA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta

STUD1 HABITAT KOMUNITAS POLIKAETA DI PERAIRAN PANTAI TECUK LAMPUNG

ABSTRAK

KONDISI EKOLOGI PERAIRAN MUARA SUNGAI BADUNG 01 TELUK BENOA DlTlNlAU DARl PARAMETER FISIKA, KlMlA DAN BlOLOGl

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

III. METODE PENELITIAN

SEBARAN MEIOFAUNA SECARA VERTIKAL DARI PANTAI KE ARAH LAUT PADA ZONA LITORAL DI PERAIRAN DAERAH PULAU PUCUNG

Transkripsi:

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN Lani Puspita Dosen Tetap Prodi Pendidikan Biologi UNRIKA Batam Abstrak Makroozoobenthos adalah salah satu kelompok biota yang umum dijadikan bioindikator kualitas lingkungan. Pada kegiatan penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap struktur komunitas makrozoobenthos di perairan intertidal (pasang surut) Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan. Perairan intertidal yang dijadikan lokasi penelitian merupakan pantai berlumpur yang berada di dekat Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) suatu perusahaan tambang granit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di perairan intertidal Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan. Di perairan intertidal ini terdapat 3 kelompok makrozoobenthos yaitu Crustacea, Mollusca, dan Polychaeta; dimana spesies-spesies dari kelompok Mollusca mendominasi komunitas makrozoobenthos. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis menunjukkan bahwa komunitas makrozoo-benthos berada pada kondisi sedang/moderat yang mudah berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan. Keseragaman jenis makrozoobenthos di pantai sebelah Utara DUKS lebih rendah daripada pantai sebelah Selatan karena pada pantai sebelah Utara terdapat 3 spesies Mollusca yang cukup mendominasi, yaitu Xenoturris spp., Alvania spp., dan Corbula sp. Kata kunci: struktur komunitas, makrozoobenthos, Bintan A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Makroozoobenthos adalah salah satu kelompok biota yang umum dijadikan bioindikator kualitas lingkungan. Habitat hidup makrozoo-benthos yang merupakan dasar perairan, serta mobilitasnya yang terbatas dan cenderung 1

sessile (menetap), membuat komunitas hewan ini rentan terhadap tekanan lingkungan perairan. Seperti kita ketahui, berbagai jenis bahan pencemar yang terbuang ke laut pada akhirnya akan mengendap ke dasar perairan apabila berat jenisnya lebih besar daripada air laut. Pada kegiatan penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap struktur komunitas makrozoobenthos di perairan intertidal (pasang surut) Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan. Perairan intertidal yang dijadikan lokasi penelitian merupakan pantai berlumpur yang berada di dekat Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) suatu perusahaan tambang granit. Operasional DUKS tambang granit ini diperkirakan dapat mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos di perairan pesisir tersebut. Dampak terhadap komunitas makrozoobenthos ini dapat terjadi karena adanya pengadukan substrat pantai saat kapal berlabuh serta ceceran minyak dan oli dari kapal. 2. Tujuan dan Manfaat Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di perairan intertidal Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan, yang meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman jenis, dan dominansi jenis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bermanfaat untuk mengetahui pengaruh operasional DUKS terhadap komunitas makrozoobenthos. B. METODE STUDI 1. Tempat dan Waktu Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan di perairan intertidal sekitar DUKS sebuah perusahaan tambang batu granit di Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan. Pengambilan sampel dilakukan di dua stasiun pengamatan, yaitu: (1) sekitar 10 meter dari sebelah Selatan DUKS dan (2) sekitar 10 meter di sebelah Utara DUKS. 2

Pengambilan sampel dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2009, sekitar pukul 15.30 WIB. Identifikasi jenis makrozoobenthos dilakukan di Laboratorium Pakan Alami, Balai Budidaya Laut Batam, pada tanggal 10-11 Februari 2009. Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Makrozoobenthos 2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi: pipa paralon PVC berdiameter 2 inchi, kantung sampel plastik, saringan kasar dan halus, kaca pembesar (lup), pinset, cool box, lemari pendingin, tissue, buku identifikasi, dan handy-counter. Sedangkan bahan yang digunakan pada studi ini adalah es. 3. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan dengan mengambil substrat lumpur menggunakan alat sampling berupa pipa paralon PVC berdiameter 2 inchi (luas penampang = 20,2850 cm 2 ). Pipa paralon ditancapkan ke dalam substrat lumpur sehingga substrat tertahan di dalam paralon, substrat yang tertahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik sampel. Dengan cara seperti ini, makrozoobenthos yang hidup di permukaan substrat (epifauna) dan di dalam substrat (infauna) dapat terambil. Luas area pengamatan di setiap stasiun sampling adalah 10 kali luas penampang pipa paralon atau 202,5802 cm 2. Substrat lumpur yang terkumpul dalam kantung 3

plastik kemudian dimasukkan ke dalam cool box untuk kemudian dibawa ke laboratorium. 4. Metode Analisa Sampel dan Data a. Metode Analisa Sampel Setelah tiba di laboratorium, sampel makrozoobenthos akan dianalisa. Sustrat lumpur yang diambil dari lokasi sampling disaring dengan saringan kasar dan saringan halus. Dengan penyaringan ini, lumpur akan terbuang sedangkan makrozoobenthos yang hidup di dalamnya akan tertahan di permukaan saringan. Setiap makrozoobenhos yang ditemukan kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dengan pinset. Identifikasi makrozoobenthos dilakukan dengan membandingkan morfologi makrozoobenthos yang ditemukan terhadap panduan yang ada di buku identifikasi. Buku identifikasi yang digunakan adalah The MacDonalds Encyclopedia of Shells (Sabelli, 1991), Periplus Nature Guides Tropical Seashells (Fiene-Severn et. al, 2000), dan Avertebrata Air (Suwignyo et. al, 2005). Untuk membantu pengamatan morfologi makrozoobenthos digunakan kaca pembesar. Jumlah individu makrozoobenthos yang ditemukan untuk setiap spesiesnya kemudian dicatat dan dihitung kepadatan jenisnya. Perhitungan kepadatan jenis dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ni N i A N i = kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (individu/m 2 ) n i = jumlah individu makrozoobenthos jenis ke-i yang ditemukan (individu) A = luas area pengamatan/pengambilan sampel (m 2 ), yaitu 0,0203 m 2 b. Metode Analisa Data Setelah didapatkan kepadatan masing-masing jenis makrozoobenthos, dilakukan analisa terhadap struktur komunitasnya, yang meliputi 4

keanekaragaman jenis, keseragaman jenis, dan dominansi jenis (Basmi, 2000; Odum, 1997). Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis dihitung dengan menghitung Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon Wienner (H ). Rumusnya adalah sebagai berikut: Ni N H' ( log 2 N N H = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon - Wienner N i = kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (individu/m 2 ) N total = kepadatan seluruh jenis makrozoobenthos yang teridentifikasi (individu/m 2 ) log 2 = logaritma basis 2 Kisaran nilai: 0 H < 1 tingkat keanekaragaman jenis rendah 1 H < 3 tingkat keanekaragaman jenis sedang H 3 tingkat keanekaragaman jenis tinggi total i total ) Keseragaman Jenis Keseragaman jenis dihitung dengan menghitung Indeks Keseragaman Jenis Evenness (E). Rumusnya adalah sebagai berikut: E E = Indeks Keseragaman Evenness H' ln S H = Indeks keanekaragaman Shannon Wienner log 2 = logaritma basis 2 S = jumlah species makrozoobenthos yang ditemukan Kisaran nilai: 0 E < 0,3 tingkat keseragaman jenis rendah 0,3 E < 0,6 tingkat keseragaman jenis sedang E 0,6 tingkat keseragaman jenis tinggi 5

Dominansi Jenis Dominansi jenis dihitung dengan menghitung Indeks Dominansi Simpson. Rumusnya adalah sebagai berikut: N D ( N i total 2 ) D = indeks dominansi simpson N i = kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (individu/m 2 ) N total = kelimpahan seluruh jenis makrozoobenthos yang teridentifikasi (individu/m 2 ) Kisaran nilai: 0 D < 0,3 tingkat dominansi jenis rendah 0,3 D < 0,6 tingkat dominansi jenis sedang D 0,6 tingkat dominansi jenis tinggi C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan kepadatan dan indeks struktur komunitas makrozoobenthos disajikan pada Tabel 1. Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan di perairan intertidal (pantai berlumpur) sekitar DUKS; Stasiun 1 terletak ± 10 meter di sebelah Selatan DUKS, sedangkan Stasiun 2 terletak ± 10 meter di sebelah Utara DUKS. NO. Tabel 1. Kepadatan dan Struktur Komunitas Makrozoobenthos SPESIES KEPADATAN (Individu/m 2 ) STASIUN 1 STASIUN 2 CRUSTACEA 1. Scylla serrata 49 2. Penaeus sp. 49 3. Eupagurus sp. 247 MOLLUSCA 4 Corbula sp. 790 592 5. Mytilus sp. 49 6. Penicillus australis 49 6

NO. SPESIES KEPADATAN (Individu/m 2 ) STASIUN 1 STASIUN 2 7. Triphora sp. 49 8. Viriola sp. 99 9. Xenoturris spp. 3752 691 10. Alvania spp. 1432 889 11. Strombus sp. 49 148 12. Janthina janthina 49 13. Turitella sp. 99 14. Urosalpinx cinera 99 15. Mya sp. 49 POLYCHAETA 16. Nereis sp. 247 148 Jumlah Individu 6812 2814 Jumlah Taxa 10 11 Indeks Keanekaragaman (H ) 1,9858 2,6242 Indeks Keseragaman (E) 0,5978 0,7585 Indeks Dominansi (D) 0,3641 0,2126 Keterangan: Stasiun 1 : Perairan dermaga khusus, jarak 10 meter di sebelah Selatan DUKS Stasiun 2 : Perairan dermaga khusus, jarak 10 meter di sebelah Utara DUKS Pada Tabel 1 dapat kita lihat bahwa makroozoobenthos yang ditemukan di Stasiun 1 dan 2 terdiri dari 3 filum, yaitu: Crustacea, Mollusca, dan Polychaeta. Menurut Nybakken (1992), kelompok makrofauna yang dominan di daerah pantai berlumpur dan berpasir adalah cacing Polychaeta, Mollusca, serta Crustacea kecil dan besar. Pada pantai berlumpur terdapat banyak bahan organik, baik dalam endapan lumpur maupun yang tersuspensi di kolom air saat pasang, karena itu tipe cara makan yang dominan di pantai berlumpur adalah pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan bahan melayang (suspension feeder). Mollusca (Gastropoda dan Bivalvia), beberapa jenis Crustacea, dan beberapa jenis Polychaeta merupakan pemakan bahan tersuspensi. Sejumlah besar Polychaeta lain merupakan pemakan deposit; mereka menggali substrat, mencerna dan menyerap bahan organik (atau bakteri), dan mengeluarkan bahan yang tidak dicerna melalui anus. 7

Jumlah spesies makrozoobenthos yang ditemukan di Stasiun 1 dan Stasiun 2 tidak berbeda jauh; Stasiun 1 memiliki 10 spesies makrozoobenthos (2 spesies Crustacea, 7 spesies Mollusca, dan 1 spesies Polychaeta), sedangkan Stasiun 2 memiliki 11 spesies makrozoobenthos (1 spesies Crustacea, 9 spesies Mollusca, dan 1 spesies Polychaeta). Walaupun jumlah spesies antara kedua stasiun pengamatan tidak jauh berbeda, namun kepadatan makrozoobenthos pada Stasiun 1 lebih tinggi daripada Stasiun 2; pada Stasiun 1 kepadatan makrozoobenthos adalah 6.812 individu/m 2 sedangkan pada Stasiun 2 adalah 2.814 individu/m 2. Lebih padatnya makrozoobenthos pada Stasiun 1 dikarenakan lebih luasnya dataran lumpur pada daerah tersebut, sedangkan pada Stasiun 2 sebagian pantai bersubstrat pasir. Menurut Nybakken (1992), pantai bersubstrat lumpur lebih produktif daripada pantai bersubstrat pasir karena pada substrat lumpur terakumulasi lebih banyak bahan organik. Di kedua stasiun pengamatan, keanekaragaman jenis makrozoobenthos tergolong sedang/moderat (nilai indeks berada pada kisaran 1 3). Komunitas dengan keanekaragaman jenis yang moderat mudah berubah hanya dengan mengalami perubahan lingkungan yang relatif kecil. Apabila terjadi peningkatan bahan pencemar, maka akan terjadi perubahan struktur komunitas yang ekstrim yang mengarah kepada Indeks Keanekaragaman yang rendah (H < 1). Sebaliknya, apabila jumlah bahan pencemar yang masuk ke dalam perairan sedikit dan jumlah bahan makanan mencukupi, maka nilai Indeks Keanekaragaman Jenis dapat lebih tinggi dari semula (Basmi, 2000). Jika kita bandingkan besarnya nilai Indeks Keanekaragaman Jenis antara Stasiun 1 dan 2, dapat kita lihat bahwa Stasiun 2 memiliki keanekaragaman jenis yang sedikit lebih tinggi (hal ini sejalan dengan jumlah taxa yang sedikit lebih tinggi daripada Stasiun 1). Lebih tingginya keanekaragaman jenis pada Stasiun 2 dapat disebabkan karena pada lokasi tersebut sebetulnya terjadi peralihan antara pantai berlumpur dan pantai berpasir, sehingga spesies-spesies yang ditemukan stasiun pengamatan ini meliputi spesies dari kedua jenis pantai. Menurut Nybakken (1992), garis batas antara pantai berpasir dan berlumpur tidaklah terlalu jelas. 8

Pantai berpasir mempunyai ukuran butiran yang lebih besar dan pantai berlumpur mempunyai ukuran butiran yang halus. Pantai berlumpur merupakan bentuk lanjutan dari pantai berpasir dalam suatu gradien pantai yang terbentuk akibat meningkatnya perlindungan terhadap gerakan gelombang. Oleh karena itu kedua jenis pantai ini memiliki kelompok makrofauna dominan yang sama (yaitu Polychaeta, Mollusca, dan Crustacea) tetapi dengan jenis yang berbeda. Ditinjau dari nilai Indeks Keseragaman Jenisnya, keseragaman jenis makrozoobenthos pada Stasiun 1 tergolong sedang namun memiliki kecenderungan ke tinggi (nilai indeks hampir mendekati 0,6), sedangkan keseragaman jenis makrozoobenthos pada Stasiun 2 tergolong tinggi (nilai indeks 0,6). Indeks Keseragaman Jenis menggambarkan jumlah individu pada masingmasing spesies, apabila jumlah individu pada masing-masing spesies relatif sama (perbedaannya tidak mencolok) maka nilai indeks akan mendekati 1 (Basmi 2000; Odum 1998). Pada Stasiun 1 terdapat 3 spesies yang jumlahnya jauh lebih banyak, yaitu Xenoturris spp. (jumlahnya 3.752 individu/m 2 atau 55,08% dari keseluruhan makrozoobenthos), Alvania spp. (jumlahnya 1.432 individu/m 2 atau 21,02% dari keseluruhan makrozoobenthos), dan Corbula sp. (jumlahnya 790 individu/m 2 atau 11,60% dari keseluruhan makrozoobenthos). Hasil perhitungan Indeks Keseragaman Jenis sejalan dengan hasil perhitungan Indeks Dominansi Jenis. Pada Stasiun 1 nilai Indeks Dominansi jenis tergolong sedang (0,3 D < 0,6), sedangkan pada Stasiun 2 nilai Indeks Dominansi jenis tergolong rendah (0 D < 0,3). Spesies yang mendominansi pada Stasiun 1 adalah Xenoturris spp., Alvania spp., dan Corbula sp. (ketiganya merupakan Mollusca kecil yang berukuran kurang dari 1,5 inchi; Xenoturris dan Alvania merupakan gastropoda sedangkan Corbula merupakan bivalvia). D. KESIMPULAN Perairan intertidal di sekitar DUKS perusahaan granit di Bukit Piatu Kijang, Kabupaten Bintan merupakan pantai yang memiliki makrozoobenthos cukup padat. Daerah di sebelah Utara DUKS memiliki kepadatan makrozoobenthos 9

lebih tinggi karena pantainya memiliki dataran lumpur lebih luas; sedangkan daerah di sebelah Selatan DUKS memiliki kepadatan makrozoobenthos lebih rendah karena pantainya merupakan peralihan antara pantai berpasir dan berlumpur. Di perairan intertidal ini terdapat 3 kelompok makrozoobenthos yaitu Crustacea, Mollusca, dan Polychaeta; dimana spesies-spesies dari kelompok Mollusca mendominasi komunitas makrozoobenthos. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis menunjukkan bahwa komunitas makrozoo-benthos berada pada kondisi sedang/moderat yang mudah berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan. Keseragaman jenis makrozoo-benthos di pantai sebelah Utara DUKS lebih rendah daripada pantai sebelah Selatan karena pada pantai sebelah Utara terdapat 3 spesies Mollusca yang cukup mendominasi, yaitu Xenoturris spp., Alvania spp., dan Corbula sp. DAFTAR PUSTAKA Fiene-Severn, P, M. Severn, and R. Dyerly. 2000. Periplus Nature Guides Tropical Seashells. Periplus Editon (HK) Ltd. Singapore. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Sabelli, B. 1991. The MacDonalds Encyclopedia of Shells. MacDonalds & Co (Publisher) Ltd. Toledo, S.A Spain. Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air, Jilid 1. Penebar Swadaya. Depok. Suwignyo, S., B. Widigdo, Y. Wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air, Jilid 2. Penebar Swadaya. Depok. 10