BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeriksaan dan pengujian bahan perkerasan jalan raya yang menggunakan

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk melayani bebanlalu lintas. Agregat yang dipakai dapat berupa

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB II STUDI PUSTAKA

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. keadaan panas serta dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, S.,1992).

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

PENGGUNAAN LIMBAH PELEBURAN TIMAH (TIN SLAG) SEBAGAI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET- WEARING COURSE UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

UJI STABILITAS TERHADAP FLOW CAMPURAN ASPAL DENGAN MARSHALL TEST (KADAR ASPAL 5 %, PENETRASI 60/70)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III Landasan Teori LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Perkerasan Lapis Aus

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

NASKAH SEMINAR INTISARI

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

ANALISA KEHANCURAN AGREGAT AKIBAT TUMBUKAN DALAM CAMPURAN ASPAL ABSTRAK

Variasi Jumlah Tumbukan Terhadap Uji Karakteristik Marshall Untuk Campuran Laston (AC-BC) Antonius Situmorang 1) Priyo Pratomo 2) Dwi Herianto 3)

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Umum Perkerasan jalan (Road Pavement) merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti (Sukirman, Silvia., Beton Aspal Campuran Panas, 2003, p. xvi) Lapisan yang terletak paling atas dari konstruksi perkerasan tersebut adalah lapis permukaan. Adapun fungsi dari lapis permukaan adalah sebagai berikut (Sukirman, 1992) : a. Struktural Mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal. b. Non Struktural 1. Lapisan kedap air, berfungsi untuk mencegah air hujan yang jatuh ke atas lapis permukaan meresap ke lapisan bawahnya yang dapat melemahkan lapisan tersebut. 2. Lapisan aus (wearing coarse), lapisan yang langsung menderita gesekan rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. 3. Membentuk permukaan yang tidak licin sehingga tersedia koefisien gesek (skid resisteance) 5

6 4. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek. Agar dapat memenuhi fungsi - fungsi di atas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan tahan lama. Jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia, terutama di kota - kota besar antara lain : a. Laston ( Lapis Aspal Beton) Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu : 1. Laston sebagai lapisan aus, (AC-WC / Asphalt Concrete Wearing Course) tebal minimum 4 cm 2. Laston sebagai lapisan pengikat (AC-BC / Asphalt Concrete Binder Course) tebal minimum 5 cm 3. Laston sebagai lapisan pondasi (AC-Base / Asphalt Concrete Base) tebal minimum 6 cm b. Lapen (Penetrasi MacAdam) Perkerasan MacAdam atau penetrasi MacAdam (Lapen) merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan di padatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi antara 4-10 cm.

7 c. Lasbutag ( Lapis Asbuton Campuran Dingin) Lasbutag adalah campuran antara Asbuton, Agregat dan bahan peremaja yang diaduk secara dingin. Pada penulisan ini, penulis akan membahas dan meneliti lapis aspal beton (Laston) sebagai lapisan aus (AC-WC / Asphalt Concrete - Wearing Course). 2.2 Lapis Aspal Beton (Laston) Lapis aspal beton merupakan campuran antar agregat bergradasi menerus dengan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara panas pada suhu tertentu (Bina Marga, 1983). Karena dicampur dalam keadaan panas maka sering kali disebut sebagai Hot Mix. Temperatur pencampuran harus dikontrol dengan cermat, yaitu : suhu pemanasan agregat, suhu pemanasan aspal dan suhu pencampuran agregat dan aspal, sehingga menghasilkan suatu campuran perkerasan yang baik dan sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. 2.3 Karakteristik Campuran Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton hot mix adalah sebagai berikut : 2.3.1 Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih besar dibandingkan jalan dengan volume lalu lintas yang hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Stabilitas terjadi dari hasil

8 gesekan antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian, untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi maka dapat diperoleh dengan cara : a. Penggunaan Agregat dengan gradasi yang baik dan rapat (dense graded), akan memberikan rongga antar butiran agregat (void in mineral aggregate) VMA yang kecil yang menghasilkan stabilitas yang tinggi b. Penggunaan Agregat dengan permukaan yang kasar, agar didapat gaya gesek yang baik, ikatan antar butir agregat kuat, sehingga lebih mampu menahan gaya deformasi akibat beban lalu lintas. c. Penggunaan Agregat berbentuk kubus, karena mempunyai bidang kontak yang luas sehingga mempunyai daya saling mengunci yang baik. Kestabilan yang diperoleh lebih baik dan lebih tahan terhadap deformasi. d. Penggunaan Aspal dengan penetrasi rendah. e. Penggunaan Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butiran. 2.3.2 Kelenturan / Fleksibilitas Fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi / settlement) yang terjadi akibat dari pergerakan dari pondasi atau tanah dasar dan beban lalu lintas yang berulang - ulang tanpa timbulnya retak. Untuk mendapatkan kelenturan yang tinggi dapat diperoleh dengan :

9 a. Penggunaan agregat bergradasi senjang agar diperoleh VMA yang besar. b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi). c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh rongga antar campuran (void in mix) VIM yang kecil. 2.3.3 Durabilitas (Daya Tahan atau keawetan) Durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti beban kendaraan, gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperatur. Faktor - faktor yang mempengaruhi durabilitas pada beton aspal adalah : a. Film (selimut) aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi. b. VMA yang besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya bleeding cukup besar. c. VIM yang kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh (getas). 2.3.4 Skid Resistance atau Kekesatan Skid resistance adalah kemampuan permukaan beton aspal pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir atau slip. Faktor yang mempengaruhi kekesatan jalan adalah :

10 a. Kekasaran permukaan butir agregat. b. Luas bidang kontak antar butir dan bentuk butir gradasi agregat. c. Kepadatan campuran dan tebal film aspal. 2.3.5 Workability (Kemudahan Pelaksanaan) Kemudahan pelaksanaan maupun efisiensi pekerjaan (penghamparan dan pemadatan) pada saat mengerjakan lapisan permukaan sangat menentukan hasil akhir dari pekerjaan tersebut, apakah sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak. Workability ini dipengaruhi oleh : a. Gradasi agregat, agregat dengan gradasi yang baik jauh lebih mudah untuk dikerjakan daripada agregat yang bergradiasi lain. Selain itu agregat bergradiasi baik juga mempunyai stabilitas yang tinggi. b. Temperatur pada saat pencampuran juga ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis. c. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi akan menyebabkan pelaksanaan yang lebih sulit. 2.3.6 Fatique Resistance (Ketahanan Kelelahan) Ketahanan kelelahan adalah kemampuan dari beton aspal untuk menerima beban berulang - ulang tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Faktor - faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelahan adalah : a. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel. b. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat.

11 2.3.7 Impermeabilitas (Kedap Air) Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mempercepat proses penuaan aspal dan pengelupasan film / selimut aspal dari permukaan agregat. 2.4 Material Pembentuk Laston 2.4.1 Agregat Agregat didefinisikan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen - fragmen (ASTM). Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang mengandung 90% - 96% dari berat perkerasan atau 75% - 85% dari volume perkerasan. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan juga ditentukan dari sifat agregat dan hasil pencampurannya dengan material lain. a. Ukuran Agregat 1. Agregat Kasar Agregat kasar adalah butiran mineral keras yang terdiri dari batu pecah maupun kerikil atau butiran batuan yang tertahan di saringan no.8 (2,38mm) (Departemen Pekerjaan Umum, spesifikasi baru campuran panas, 2002). Agregat kasar untuk campuran lapis aspal beton harus bersih, kering, awet, dan bebas dari bahan yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai berikut : Keausan pada 500 putaran maksimum 40 %.

12 Nilai Soundness maksimal 12%. Penyerapan air maksimum 3 %. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya, artinya harus bergradasi baik. Agregat yang digunakan harus berasal dari sumber yang sama. 2. Agregat Halus Agregat halus adalah butiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat atau butiran batuan yang lolos saringan no.8 (2,38mm) (PU, spesifikasi baru campuran panas, 2002). Agregat halus untuk campuran lapis aspal beton harus bersih, kering, bebas dari lempung dan bahan yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai berikut : Nilai Soundness maksimal 12%. Penyerapan air maksimum 3 %. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5. Terdiri dari butir - butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar. Agregat yang digunakan harus berasal dari sumber yang sama. b. Gradasi Agregat Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri dari saringan berukuran 4 inch., 3,5

13 inch., 3 inch., 2,5 inch., 2 inch., 1,5 inch., 1 inch. 0,75 inch., 0,5 inch. 0,375 inch., No.4, No.8, No.16, No.30, No.50, No.100 dan No.200. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi : 1. Gradasi Seragam (uniform graded) Agregat yang terdiri dari butir - butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang cukup besar sehingga juga disebut agregat bergradasi terbuka. Agregat bergradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil. 2. Gradasi Baik (well graded) Agregat yang ukuran butirnya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang sedikit sehingga juga disebut agregat bergradasi rapat (dense graded). Agregat bergradasi baik akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air (sifat drainase jelek) dan berat volume besar. 3. Gradasi Buruk (poorly graded) Agregat yang tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Agregat bergradasi buruk umumnya digunakan untuk lapis perkerasan lentur yaitu gradasi celah (gap graded), sering juga disebut dengan agregat bergradasi senjang. Agregat bergradasi

14 senjang akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan mutu yang terletak antara gradasi seragam dan gradasi baik. c. Sifat Agregat Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkan beban ke lapisan yang ada di bawahnya. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi: 1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) perkerasan dipengaruhi oleh : Gradasi Ukuran maksimum Kadar lempung Kekerasan dan ketahanan Bentuk butir Tekstur permukaan 2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik dipengaruhi oleh : Porositas Kemungkinan basah Jenis agregat 3. Kemudahannya dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang aman dan nyaman.

15 d. Ukuran Maksimum Partikel Agregat Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi dari besar sampai kecil. Semakin besar ukuran maksimum partikel agregat yang digunakan semakin banyak variasi ukuran dari besar sampai kecil yang dibutuhkan. e. Berat Jenis Agregat Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan berat volume air. Terdapat empat kategori berat jenis agregat (specific gravity) yaitu : 1. Berat Jenis Bulk (bulk specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat. 2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering permukaan, jadi merupakan berat agregat kering + berat air yang dapat meresap ke dalam pori agregat dan seluruh volume agregat. 3. Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat yang tidak dapat diresapi oleh air. 4. Berat jenis efektif (efective specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat yang tidak dapat diresapi aspal.

16 2.4.2 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material yang pada temperatur ruang (25-30 ) berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu dan akan kembali membeku jika temperaturnya turun. Sebagai salah satu bahan konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya berkisar 4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume campuran, tetapi merupakan komponen yang relative mahal. Mutu aspal sangat menentukan awet tidaknya perkerasan jalan. Beberapa macam jenis pengujian yang menentukan mutu aspal antara penetrasi dan titik lembek aspal. Penetrasi aspal adalah ukuran untuk menetukan kekerasan aspal yang diukur dengan menggunakan jarum penetrasi berdiameter 1 mm. Pengujiaannya dilakukan dengan cara memasukkan jarum penetrasi kedalam contoh aspal selama 5 detik dan dilakukan pada temperatur 25 C. Titik lembek aspal adalah temperatur dimana aspal mulai meleleh, aspal yang baik adalah aspal yang mempunyai titik lembek tinggi agar diperoleh kepekaan terhadap temperature tinggi. Kepekaan terhadap temperatur adalah hubungan antara titik lembek dan penetrasi, untuk aspal diperlukan penetrasi indek antara (-1) dan (+1). Angka ini menunjukkan bahwa aspal tidak boleh terlalu lunak sehingga dapat menyebabkan mudah terjadi deformasi alur. Sedangkan apabila penetrasi indek jauh lebih besar (+1) maka aspal akan kaku,

17 serta susah pelaksanaannya, temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan menjadi lebih tinggi sehingga terjadi pemborosan bahan bakar. Pada jalan dengan lalu lintas tinggi atau temperatur tinggi diperlukan aspal yang dapat menghasilkan campuran yang mempunyai deformasi permanen kecil atau stabilitas marshall tinggi serta titik lembek tinggi sehingga aspal ini akan tahan terhadap perubahan temperatur dan memperkecil terjadinya kerusakan / deformasi. Untuk memperoleh kriteria tersebut salah satunya dengan menaikkan mutu aspal sehingga kinerja campuran beraspal dapat ditingkatkan yaitu dengan cara menambahkan bahan modifier atau zat aditif. a. Jenis Aspal 1. Aspal alam, meliputi : Aspal gunung (rock asphalt), contohnya adalah aspal dari pulau Buton, biasanya dikenal dengan Asbuton (Aspal Batu Buton). Asbuton merupakan campuran antara bitumen (zat perekat) dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Kandungan bitumen Asbuton ini sangat bervariasi mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. Aspal danau (lake asphalt), contohnya adalah aspal dari Trinidad, biasanya dikenal dengan (Trinidad Lake Asphalt) dan merupakan aspal alam terbesar di dunia. 2. Aspal buatan, meliputi : Aspal minyak, merupakan aspal dari hasil penyulingan minyak bumi. Aspal minyak dapat dibedakan menjadi :

18 Aspal keras (Asphalt Cement, AC) adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat dalam keadaan penyimpanan 25-30 (temperatur ruang). Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada temperature 25 C di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu : AC pen 40/50, 60/70, 82/100, 120/150, dan 200/300. Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan di daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Pada perencanaan jalan di Indonesia pada umumnya menggunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/90. Aspal cair (cut back asphalt) yaitu aspal yang berbentuk cair pada temperatur ruang (25-30 ). Aspal cair merupakan aspal semen yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin atau solar. Aspal emulsi (emulsion asphalt), adalah campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Dapat digunakan dalam keadaan dingin maupun panas.

19 Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara dan jarang digunakan untuk bahan perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras dan peka terhadap perubahan temperatur serta beracun. b. Komposisi Aspal Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material yang berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptana. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan minyak. Proporsi asphaltenes, resin dan minyak berbeda - beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran. c. Fungsi Aspal Aspal yang digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai : 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal, agregat dan antara sesama aspal. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori - pori yang ada di dalam butir agregat. 2.4.3 Zat Aditif Sikafume merupakan zat aditif generasi terbaru dari teknologi silica fume yang berbentuk tepung, sikafume dapat digunakan dengan sangat efektif untuk memproduksi beton yang berkualitas tinggi. Karena sikafume mengadung lebih

20 dari 85% partikel Oksida Silica (SiO 2 ) yang berukuran kurang dari satu micron (Sika Indonesia, 2003). Sikafume biasanya digunakan untuk meningkatkan density, durability, dan kuat tekan beton. Sikafume berguna untuk meningkatkan kekedapan, kekekalan atau daya tahan tekanan tegangan untuk beton, sikafume dapat membuktikan karakteristik mempengaruhi beton yang diikuti (Sika Indonesia, 2003) : a. Peningkatan waktu kerja dan jangka waktu lebih panjang. b. Peningkatan kestabilan beton. c. Peningkatan durability yang sangat besar. d. Peningkatan impermeability terhadap air dan gas / udara. e. Peningkatan tegangan awal dan kekuatan beton. 2.5 Pemeriksaan Mutu Material 2.5.1 Soundness Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat terhadap adanya penurunan mutu akibat proses mekanis dan proses kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butir-butir agregat yang dipengaruhi oleh gaya mekanik ataupun akibat proses kimiawi seperti kelembaban, panas dan perubahan temperatur. Daya tahan terhadap proses kimiawi diperiksa dengan pengujian soundness atau dinamakan juga pengujian sifat kekekalan bentuk batu terhadap larutan natrium sulfat (Na 2 SO 4 ) atau magnesium sulfat (MgSO 4 ) sesuai dengan SNI-03-3407-2008 atau AASHTO T 104-86. Pengujian dilakukan dengan cara perendaman agregat secara berulang - ulang di dalam larutan natrium sulfat atau

21 magnesium sulfat yang diikuti dengan pengeringan menggunakan oven untuk menguapkan sebagian atau keseluruhan garam terlarut di dalam ruang pori permeabel. Gaya ekspansif internal berasal dari rehidrasi garam pada saat perendaman kembali sebagai simulasi dari sifat ekspansif air pada proses pembekuan. Cara uji ini membantu memberikan informasi yang lengkap pada saat menentukan sifat kekekalan agregat terhadap pengaruh cuaca. 2.5.2 Los Angeles Test Pengujian ini bertujuan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles (Abrasion Los Angeles Test) berdasarkan SNI 03-2417-2008. Nilai dari abrasi Los Angeles dapat dibaca sebagai berikut : a. Nilai abrasi >45% menunjukkan bahwa agregat yang diuji tidak memiliki kekerasan yang cukup untuk digunakan sebagai bahan atau material lapis perkerasan. b. Nilai abrasi <30% menunjukkan bahwa agregat yang diuji memiliki kekerasan yang cukup baik sebagai bahan lapis penutup. c. Nilai abrasi <40% menunjukkan bahwa agregat yang diuji dapat digunakan sebagai bahan lapis permukaan dan lapis pondasi atas. d. Nilai abrasi <50% menunjukkan bahwa agregat yang diuji dapat digunakan sebagai bahan lapisan yang lebih bawah. 2.6 Perencanaan Campuran (Mix Design) Campuran untuk lapis aspal beton pada dasarnya terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan aspal. Masing - masing agregat terlebih dahulu harus diperiksa

22 gradasinya dan selanjutnya digabungkan menurut perbandingan yang akan menghasilkan agregat campuran. Pada agregat campuran tersebut ditambahkan kadar aspal optimum. Kadar aspal yang tinggi mengakibatkan kelenturan yang baik tetapi dapat terjadi bleeding sehingga stabilitas dan tahanan geser berkurang. Untuk itu haruslah direncanakan campuran antara agregat dan aspal seoptimal mungkin sehingga dihasilkan lapisan perkerasan dengan kualitas yang tinggi yang meliputi gradasi agregat (dengan memperhatikan mutunya) dan kadar aspal, sehingga dapat menghasilkan lapisan perkerasan yang memenuhi persyaratan meliputi stabilitas, durabilitas, fleksibilitas dan tahanan geser. Jika agregat bercampur dengan aspal, maka : a. Partikel - partikel antar agregat akan terikat satu sama lain oleh aspal. b. Rongga - rongga agregat ada yang terisi aspal dan ada pula terisi oleh udara. c. Terdapat rongga antar butir yang terisi oleh udara. d. Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar aspal yang dipergunakan untuk menyelimuti partikel - partikel agregat. Dari hasil mix design diharapkan diperoleh suatu lapisan perkerasan yang mempunyai karekteristik sebagai berikut : a. Kadar aspal yang cukup memberikan kelenturan. b. Stabilitas yang cukup dapat memberikan kemampuan memikul beban sehingga tidak terjadi deformasi yang merusak.

23 c. Kadar rongga yang dapat memberikan kesempatan untuk pemadatan tambahan akibat beban berulang dan flow dari aspal. d. Dapat memberikan kemudahan kerja sehingga tidak terjadi segregasi. e. Dapat menghasilkan campuran yang akhirnya menghasilkan lapis perkerasan yang sesuai dengan persyaratan dalam pemilihan lapis perkerasan pada tahap perencanaan. Dengan demikian, faktor yang mempengaruhi kualitas dari lapis aspal beton adalah : a. Absorbsi aspal. b. Kadar aspal efektif. c. Rongga di dalam agregat (voids in mineral agregates / VMA) d. Rongga di dalam campuran (voids in mix / VIM) e. Gradasi agregat. 2.7 Spesifikasi Campuran Sifat campuran sangat ditentukan oleh kadar aspal efektif, gradasi agregat, VIM, VMA, dan sifat bahan mentah itu sendiri. Variasi dari hal tersebut akan menghasilkan kualitas dan keseragaman campuran yang berbeda - beda. Untuk memenuhi kualitas dan keseragaman jenis lapisan yang telah dipilih dalam perencanaan perlu dibuatkan spesifikasi campuran menjadi dasar pelaksanaan di lapangan, dengan demikian diharapkan akan diperoleh sifat campuran yang memenuhi syarat teknis dan keawetan yang diharapkan. Spesifikasi campuran bervariasi, tergantung dari : a. Gradasi agregat yang dinyatakan dalam nomor saringan.

24 b. Perencanaan tebal perkerasan yang dipengaruhi oleh metode yang digunakan. c. Kadar aspal yang umum dinyatakan dalam persen terhadap berat campuran seluruhnya. d. Komposisi dari campuran, meliputi agregat dengan gradasi yang akan digunakan. e. Sifat campuran yang diinginkan, dinyatakan dalam nilai stabilitas, flow, VIM, VMA, dan tebal aspal. 2.8 Pemeriksaan Campuran Laston dengan Alat Marshall Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S. Corp of Engineer. Saat ini pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991. Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan (flow) campuran. Stabilitas ialah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan (flow) yang dinyatakan dalam kilogram. Kelelehan (flow) adalah perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cicin penguji) yang berkapasitas 2500 kg (5000 pound). Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10,16 cm dan tinggi

25 7,5 cm disiapkan di laboratorium dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan alat penumbuk (hammer) seberat 10 pound (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 (45,7 cm), kemudian dibebani dengan kecepatan konstan 50 mm/menit. Dari proses persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat Marshall, diperoleh data - data sebagai berikut : a. Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat yang menunjukkan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (rutting). b. Berat volume, dinyatakan dalam gr/cm 3. c. Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan desimal satu angka di belakang koma. d. Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch yang dapat merupakan indikator terhadap lentur. e. VIM (persen rongga dalam campuran) dinyatakan dalam bilangan satu angka dibelakang koma. VIM merupakan indikator dalam durabilitas dan kemungkinan bleeding. f. VMA (persen rongga terhadap agregat) dinyatakan dalam bilangan bulat. VMA dan VIM merupakan indikator dari durabilitas. g. Penyerapan aspal (persen terhadap campuran) sehingga diperoleh berapa kadar aspal efektif. h. Hasil bagi Marshall (koefisien Marshall) merupakan hasil bagi stabilitas dan flow. Dinyatakan dalam kg/mm. Merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan.