Resiliensi Resilience of Sukirno, S. Kep 1 Giat Wantoro, S. Kep 2 Nofrans Eka Saputra, S. Psi, MA 3 1 Departement of Nursing/Baiturrahim School of Health Science 2 Departement of Nursing/Baiturrahim School of Health Science 3 Departement of Psychology, Jambi University/nofrans_eka@unja.ac.id ABSTRACT INTRODUCTION A person whose suffering HIV - AIDS often get experience psychological problems, especially anxiety, depression, guilt (due to sexual behavior and drug abuse), angry and suicidal feelings, it takes the ability of resilience for PLWHA. Resilience is generally define as the ability to cope with or adapt of extreme stress and misery. A lot of factors that affect the ability of resilience such a emotional regulation, optimism, and social support, educational level, marriage status. METHOD This study is quantitative with cross-sectional approach aims to determine the relationship of educational level, marriage status, emotional regulation, optimism, and social support on the resilience of people living with HIV in Jambi City. The population was 127 peoples living with HIV AIDS, the sample of this research were 60 respondents, sampling method with purposive sampling technique. Data analysis method using univariate and bivariate analysis with the chi-square statistical test RESULT This study shows there was significant relation between educational level with resilience with p-value 0.048 and significant relationship between marriage status with resilience with p-value 0.016, and significant relationship between social support to people living with HIV with resilience to the p-value 0.000. Emotional regulation has significant relation with resilience with p value 0.017. Optimism has significant relation with resilience p-value 0,044. CONCLUSSIONS AND RECOMENDATIONS All Peoples and the Government is expected to be a mediator to encourage and promote activities that can be a support and increase resilience for people with HIV - AIDS, among others ie the activities related to counseling that supports local community activities that served to increase resilience. Keywords : Educational Level, Marriage Status, Emotional Regulation, Optimism, Social Support, and resilience of Pendahuluan Aquired Immune Defficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Hotel Sahid Jaya, Makassar- Indonesia 1
Masdrop (2004) menjelaskan bahwa HIV-AIDS menimbulkan masalah yang sulit, misalnya seputar kesehatan, hubungan dengan orang lain, keuangan, kematian, dan perasaan mengenai seksualitas. Prasangka dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) dari orang lain serta masalah sosial dan ekonomis yang lebih luas juga banyak menyebabkan persoalan bagi (Orang Dengan HIV-AIDS). Masalahmasalah yang dialami membuat membutuhkan suatu kemampuan yang dapat membantu untuk bangkit kembali dari masalah yang dihadapi, salah satunya yaitu dengan kemampuan resiliensi. Resiliensi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatasi atau beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsasaraan. Individu dianggap sebagai seseorang yang resilient jika mereka mampu untuk kembali normal pada kondisi setelah trauma dan terlihat kebal dari berbagai peristiwaperistiwa kehidupan yang negatif (Carver, 1998). Resiliensi tidak hanya dikaji oleh ilmu psikologi namun juga dikaji oleh ilmu kesehatan masyarakat, sosiologi, antropologi, bahkan ilmu kedokteran dan keperawatan, termasuk keperawatan pediatrik onkologi dan keperawatan jiwa (Haase, 2004). Menurut Synder dan Lopez (2007) beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan resiliensi seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya regulasi emosi dan optimisme (Reivich & Shatte, 2002) sedangkan untuk faktor eksternal meliputi dukungan sosial (Smet, 1994). Metode Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan regulasi emosi, optimisme, dan dukungan sosial terhadap resiliensi di kota Jambi. Populasi penelitian ini adalah penderita HIV-AIDS 127, besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 responden, cara pengambilan sampel dengan teknik purpose sampling. Analisis data yang digunakan yaitu analisa univariat dan analisa bivariat dengan uji statistik chi square. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian diperoleh deskripsi berdasarkan jenis kelamin pada tabel 1 : Tabel 1. Deskripsi Responden Berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi % Laki-Laki 22 36.7 Perempuan 38 63.3 Tabel 1 menunjukkan bahwa penderita HIV-AIDS yang terbanyak menjadi responden berjenis kelamin perempuan yaitu 38 responden (63.3%). Tabel 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Umur Umur Frekuensi % 15 25 4 6.7 26 35 35 58.3 36 45 17 28.3 46 55 4 6.7 Hotel Sahid Jaya, Makassar- Indonesia 2
Tabel 2 menunjukkan bahwa rentang usia penderita HIV-AIDS yang menjadi responden adalah usia 26-35 tahun sebanyak 35 responden (58.3%). Tabel 3. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Frekuensi % SD 2 3.3 SMP 11 18.3 SMA 33 53.0 PT 14 23.3 Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 33 responden (53.0%) memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA. Tabel 4. Deskripsi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Status Frekuensi % Kawin 29 48.3 Belum Kawin 31 51.7 Tabel 4 menunjukkan bahwa status perkawinan penderita HIV- AIDS adalah belum kawin sebanyak 31 responden (51.7%) dan 29 responden (48.3%) berstatus kawin. Hubungan antara variabel dependen dan independen Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu regulasi emosi, optimisme, tingkat pendidikan, status perkawinan dan dukungan sosial dengan variabel dependen yaitu resiliensi Regulasi Emosi dengan Resiliensi bahwa dari 16 responden yang memiliki regulasi emosi rendah, sebanyak 10 (62.5%) responden rendah, sedangkan dari 44 responden yang memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi, sebanyak 33 (75%) yang memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang memiliki kemampuan regulasi emosi rendah resiliensi juga rendah (62.5%) dan sebaliknya yang memiliki kemampuan regulasi emosi tinggi yang dimiliki oleh juga semakin tinggi (75%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.017. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan resiliensi. Optimisme dengan Resiliensi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki optimisme rendah, sebanyak 11 (55%) responden memiliki kemampuan resilien yang rendah, sedangkan dari 40 responden yang memiliki kemampuan optimisme yang tinggi, sebanyak 30 (75%) yang tinggi. Sisi lain hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa yang memiliki kemampuan optimisme rendah resiliensi juga rendah (55%) dan sebaliknya yang memiliki kemampuan optimisme tinggi Hotel Sahid Jaya, Makassar- Indonesia 3
yang dimiliki oleh juga semakin tinggi (75%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.044. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara optimisme dengan resiliensi. Dukungan Sosial dengan Resiliensi bahwa dari 26 responden yang memiliki dukungan sosial kurang baik, sebanyak 16 (61.5%) responden memiliki kemampuan resilien yang rendah, sedangkan dari 34 responden yang memiliki dukungan sosial yang baik, sebanyak 29 (85.5%) yang tinggi. Artinya yang memiliki dukungan sosial kurang baik juga rendah (61.5%) dan sebaliknya yang memiliki dukungan sosial yang baik yang dimiliki oleh juga semakin tinggi (85.5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan resiliensi. Tingkat Pendidikan dengan Resiliensi bahwa dari 2 responden (100%) yang memiliki pendidikan terakhirnya SD tinggi, sedangkan dari 11 responden yang memiliki pendidikan terakhirnya SMP, sebanyak 11 (100%) responden tinggi, dari 33 responden yang memiliki pendidikan terakhirnya SMA sebanyak 20 (60,6%) responden tinggi. 14 responden yang memiliki pendidikan terakhir yaitu perguruan tinggi, sebanyak 6 (42,9%) responden tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.016 artinya menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan resiliensi. Status Perkawinan dengan Resiliensi Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 29 responden yang memiliki status perkawinan sebanyak 23 (79.3%) responden memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi, dan 31 responden yang belum melakukan perkawinan sebanyak 16 (51.6%) yang tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.048 artinya menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan resiliensi. Kesimpulan Berdasarkan teori dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.017 (<0.05) berarti ada hubungan yang bermakna antara regulasi emosi dengan resiliensi. Regulasi emosi yang tinggi akan resiliensi yang dimiliki oleh 2. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.044 (<0.05) berarti ada hubungan yang bermakna antara optimisme dengan resiliensi. Optimisme yang tinggi akan resiliensi yang dimiliki oleh 3. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.000 (<0.05) bearti ada hubungan Hotel Sahid Jaya, Makassar- Indonesia 4
yang bermakna antara dukungan sosial dengan resiliensi. Dukungan sosial yang baik akan resiliensi yang dimiliki oleh 4. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0,016 (<0.05) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan resiliensi. 5. Hasil uji statistik diperoleh nilai p 0.048 (<0.05) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status perkawinan dengan resiliensi. Saran Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat menjadi mediator untuk mendorong dan mensosialisasikan kegiatan yang dapat menjadi dukungan dan meningkatkan resiliensi bagi para penderita HIV- AIDS. Daftar Pustaka Carver, C. S. (1998). Resilience and thriving: Issues, models, and linkages. Journal of Social Issues, 54, 245 266 Haase, J. E. (2004). The Adolescent Resilience Model as a Guide to Interventions. Journal of Pediatric Oncology Nursing. http://jpo.sagepub.com Maasdorp, dkk. (2004). Pemberdayaan Positif. Alih Bahasa: Chris W. Green. Jakarta. Yayasan Spiritia Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The resilience factor: 7 essential skills for overcoming life s inevitable obstacles. New York: Broadway books. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo Snyder, C. R., Lopez, S. J. (2007). Positive psychology: The scientific and practical. Sage Publication Hotel Sahid Jaya, Makassar- Indonesia 5