BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan. dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan publik.

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2089, 2014 ANRI. Dana Dekonsentrasi. Kegiatan. Pelaksanaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TENTANG RAKYAT, tentang. Pembantuan, sebagian. Kementeriann. urusan. b. bahwa. Pemerintah. d dalam Menteri. Peraturan. Pelimpahan.

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. punggung negara, karena pemerintahan melaksanakan fungsi-fungsi penting

BUPATI BELITUNG TIMUR,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

2015, No Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 ten

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti: Organisasi Pemerintah Pusat, Organisasi Pemerintah Daerah, Organisasi Partai Politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Yayasan, Organisasi Pendidikan dan Kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sekolah), Organisasi Tempat Peribadatan (masjid, gereja, vihara, kuil). Namun, dari berbagai jenis organisasi sektor publik yang paling besar pertanggungjawabannya yaitu Pemerintah. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka. Pemerintah diberi amanah untuk menyejahterakan masyarakatnya dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan publik. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, berimplikasi pada tuntutan otonomi yang lebih luas dan akuntabilitas publik yang nyata 1

2 yang harus diberikan kepada pemerintah daerah (Halim, 2007). Pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan pemerintahan memiliki perencanaan dalam bentuk anggaran yang disusun serta akan dijadikan pedoman dalam melaksanakan berbagai urusan pemerintahan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Hak, Wewenang, dan Kewajiban Daerah, yang artinya Pemerintah Daerah mengarahkan seluruh daerah yang ada di Indonesia untuk mampu mengelola segala hal yang berkaitan dengan daerah secara mandiri, serta UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah semakin dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Al-Quran surat An- Nisa ayat 58 dikatakan: Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

3 Sebagai organisasi yang memberikan pelayanan kepada umum/ masyarakat, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kinerja yang berfokus pada kepentingan masyarakat serta mendorong pemerintah untuk memperhatikan lingkungannya, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan terbaik secara berkualitas dan transparan. Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai pencapaian sasaran atau tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi yang mencerminkan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai terhadap program serta kebijakan yang ditetapkan. Untuk menyusun anggaran sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai Pemerintah harus memiliki kejelasan sasaran anggaran yang berimplikasi pada aparat. Kejelasan sasaran anggaran akan menuntun pegawai untuk mencapai kinerja yang diinginkan, dengan mengetahui sasaran anggaran yang jelas maka tingkat kinerja dapat tercapai dengan yang diharapkan. Terdapatnya sasaran anggaran yang jelas akan mempermudah mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan tugas organisasi untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya (Kenis, 1979 dalam Syafrial, 2009). Untuk tercapainya suatu tugas organisasi, kejelasan sasaran anggaran harus berhasil dan sesuai sehinggi akan terwujudnya akuntabilitas publik. Akuntabilitas merupakan prinsip pertanggungjawaban dimana proses penganggaran dimulai dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan harus benar-benar dilaporkan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada DPRD

4 dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk mengetahui anggaran tersebut. Menurut Halim (2007) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya serta untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh rakyat, pemerintah harus mempunyai suatu rencana yang matang untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Rencana-rencana tersebut nantinya dipakai sebagai pedoman dalam setiap langkah pelaksanaan tugas Negara. Oleh karena itu, rencana- rencana pemerintah untuk melaksanakan keuangan Negara/daerah perlu dibuat rencana dalam bentuk anggaran. Kebijakan anggaran dapat mengimplementasikan komitmen pemerintah kepada warganya secara konkrit. Dalam skala regional, pemerintah daerah merupakan organ yang menentukan, pemerintah daerah terdiri dari berbagai lembaga yang dikenal dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Halim (2007) menyatakan bahwa anggaran berbasis kinerja adalah merupakan metode penganggaran bagi majemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatankegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja maka setiap pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya. Kinerja ini akan tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).

5 Fenomena yang terjadi saat ini dari laporan akuntabilitas kinerja pemerintah Provinsi tahun 2015 tabel 1.1 : Tabel 1.1 Nilai Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Provinsi Tahun 2015 N INSTANSI PEMERINTAH NILAI PREDI O. 2015 KAT 1 PROVINSI DI YOGYAKARTA 80.68 A 2 PROVINSI JAWA TIMUR 80.04 A 3 PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 76.30 BB 4 PROVINSI BALI 75.39 BB 5 PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 75.15 BB 6 PROVINSI SUMATERA SELATAN 75.11 BB 7 PROVINSI JAWA TENGAH 72.09 BB 8 PROVINSI SUMATERA BARAT 70.52 BB 9 PROVINSI JAWA BARAT 70.06 BB 10 PROVINSI KEPULAUAN RIAU 68.62 B 11 PROVINSI BENGKULU 63.74 B 12 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 62.42 B 13 PROVINSI SULAWESI UTARA 61.00 B 14 PROVINSI BANGKA BELITUNG 60.96 B 15 PROVINSI KALIMANTAN BARAT 60.85 B 16 PROVINSI SULAWESI TENGAH 60.85 B 17 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 60.69 B 18 PROVINSI DKI JAKARTA 58.57 CC 19 PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 58.65 CC 20 PROVINSI ACEH 58.24 CC 21 PROVINSI SUMATERA UTARA 58.00 CC 22 PROVINSI SULAWESI SELATAN 56.25 CC 23 PROVINSI MALUKU 55.62 CC 24 PROVINSI GORONTALO 55.15 CC 25 PROVINSI RIAU 54.73 CC 26 PROVINSI JAMBI 52.87 CC 27 PROVINSI LAMPUNG 51.13 CC 28 PROVINSI BANTEN 51.12 CC 29 PROVINSI SULAWESI TENGGARA 50.56 CC 30 PROVINSI SULAWESI BARAT 50.23 CC 31 PROVINSI PAPUA 46.03 C 32 PROVINSI PAPUA BARAT 32.81 C 33 PROVINSI MALUKU UTARA 31.24 C 34 PROVINSI KALIMANTAN UTARA 25.34 D Sumber : www.menpan.go.id

6 Berdasarkan tabel diatas masih banyak kinerja Pemerintah Provinsi yang mendapatkan nilai di bawah B (Baik). Dari 34 Provinsi, yang mendapat predikat A (2), BB (7), B (8), CC (13), C (3) dan D (1). Nilai tertinggi hasil kinerja di berikan kepada D.I Yogyakarta (80,68), dan yang terendah yaitu Kalimantan Utara (25,34). Provinsi D.I Yogyakarta mendapatkan nilai kinerja Pemerintah terbaik di Indonesia. Tetapi pada kenyataanya, jumlah penduduk miskin masih sangat tinggi dan meningkat yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada Maret 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 550,23 ribu orang. Bila dibandingkan keadaan Maret 2014 yang jumlah penduduk miskinnya mencapai 544,87 ribu orang, maka selama satu tahun terjadi peningkatan sebesar 5,34 ribu jiwa (BPS Provinsi D.I.Yogyakarta). Provinsi D.I Yogyakarta memiliki 4 kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Gunung Kidul serta 1 kota yaitu Yogyakarta. Peneliti lebih tertarik melakukan penelitian di Kabupaten Sleman dikarekan memiliki Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terbanyak di Provensi D.I.Y dan terdapat beberapa permasalahan yang terjadi saat ini mengenai kinerja SKPD. Dari hasil pemeriksaan ditinjau dari beberapa aspek yang dijumpai sebagai berikut : tugas pokok dan fungsi ada 3 masalah (5,17%), aspek keuangan terdapat 14 masalah (24,13%), aspek sarana dan prasrana ditemukan 40 masalah (68,96%) dan metode kerja terdapat 1 masalah (1,74%) (slemankab.go.id, 2015).

7 Kemudian Bupati Sleman, Sri Purnomo mengungkapkan bahwa dari data tahun 2014, jumlah pertumbuhan ekonomi di Sleman mengalami peningkatan 5,7% menjadi 5,81%. Namun demikian angka putus sekolah pada semua jenjang pendidikan mengalami peningkatan. Jenjang SD meningkat 13, jenjang SMP 4 dan SMA/SMK menjadi 13. Dari data tersebut dapat diasumsikan bahwa, terdapat faktor-faktor lain selain pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi angka putus sekolah. Dari permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja SKPD Kabupaten Sleman belum optimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja SKPD dapat dilihat dalam menerapkan anggaran. Di dalam penerapan anggaran belanja di Kabupaten Sleman, anggaran belanja pegawai jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran untuk kepentingan publik (Tabel 1.2). Serta di dalam perhitungan dan analisis kinerja Pemerintah Kabupaten Sleman yang dilakukan dengan cara membandingkan antara rencana kinerja dengan tingkat realisasi, ternyata tingkat capaian kinerja atas kegiatan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman persentasi realisasinya lebih rendah (87,85%) dari targetnya (95%) Hal ini dikarenakan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dilakukan bersamaan dengan Penyusunan Pengukuran Kinerja (PKK), sehingga menyebabkan tingkat kecenderungan dalam melakukan penilaian/ pengukuran kinerja menjadi bias atau kurang objektif.

8 Tabel 1.2 Kabupaten Sleman Satuan Kerja Perangkat Daerah Anggaran Belanja Rutin Pemda Kabupaten Sleman Tahun 2013-2015 (dalam ribuan) Uraian Anggaran 2013 Anggaran 2014 Anggaran 2015 Belanja 1.946.380.363 2.288.645.856 2.770.682.731 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal 1.116.524.368 250.125.006 144.000 34.745.931 129.419.872 28.581.731 260.990.406 1.288.392.920 402.709.029 144.000 0 59.195.408 41.701.077 387.231.175 1.387.739.543 520.520.553 1.500.000 0 53.179.657 42.208.268 540.160.271 Adapun hasil penelitian-penelitian sebelumnya tentang kinerja pemerintah daerah yaitu Putra (2013) yang meneliti mengenai pengaruh akuntabilitas publik dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah (studi empiris pada satuan kerja perangkat daerah kota Padang). Hasil menunjukkan akuntabilitas publik berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja manajerial dan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah. Penelitian lain tentang kinerja juga dilakukan oleh Alamri (2014) dan Verasvera (2016) yang meneliti tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Anggaran berbasis kinerja memiliki hubungan positif yang kuat dan searah, artinya jika anggaran berbasis kinerja diterapkan

9 dengan baik maka efektivitas pengendalian akan meningkat, sebaliknya apabila anggaran berbasis kinerja tidak diterapkan dengan baik maka efektivitas pengendalian tidak akan berjalan dengan baik (lemah). Penelitian mengenai akuntabilitas publik antara lain Anjarwati (2012), Rohmawati (2015), dan Susilowati (2014) menemukan bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja pemerintah daerah, yang artinya semakin baik dan ada kejelasan sasaran anggaran, maka akuntabilitas kinerja juga akan semakin meningkat. Adapun hasil dari Laksana dan Handayani (2014) menyatakan kejelasan sasaran anggaran, pengawasan fungsional, serta pelaporan kinerja secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap akuntabilitas publik dan secara simultan ketiga variabel ini berpengaruh terhadap akuntabilitas publik. Rohmawati (2015), Endrayani, Adiputra, dan Darmawan (2014) menemukan hasil bahwa penganggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja. artinya penganggaran berbasis kinerja yang baik, maka akan mengakibatkan akuntabilitas kinerja juga akan menjadi meningkat. Penelitian ini merupakan replikasi dari Putra (2013). Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada variabel dan populasi. Penelitian ini mengubah akuntabilitas publik menjadi variabel intervening dikarenakan variabel tersebut mampu dipengaruhi oleh kejelasan sasaran anggaran dan penerapan anggaran berbasis kinerja serta mempengaruhi kinerja SKPD. Kemudian, menambah variabel penerapan anggaran berbasis kinerja karena dari penelitian sebelumnya dapat mempengaruhi akuntabilitas publik dan

10 kinerja SKPD. Populasi dan sampel penelitian sebelumnya yaitu SKPD Provinsi Padang sedangkan penelitian ini di SKPD Kabupaten Sleman. Berdasarkan latar belakang penelitian terdahulu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Dengan Akuntabilitas Publik Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Di Kabupaten Sleman) B. Rumusan Masalah Penelitian 1. Apakah terdapat Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik? 2. Apakah terdapat Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Akuntabilitas Publik? 3. Apakah terdapat Pengaruh Penerapan Anggaran berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD? 4. Apakah terdapat Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja SKPD? 5. Apakah terdapat Pengaruh Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja SKPD?

11 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang : 1. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik. 2. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Akuntabilitas Publik. 3. Pengaruh Penerapan Anggaran berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD. 4. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja SKPD. 5. Pengaruh Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja SKPD. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang Akuntansi Sektor Publik dan diharapkan juga dapat memperluas pengetahuan penganggaran khususya yang akan meneliti dalam bidang anggaran di Satuan Kerja Perangkat Daerah. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi dunia pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadikan referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya dalam bidang akuntansi sektor publik di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

12 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan penelitian ini menjadi masukkan kepada SKPD di Kabupaten Sleman dalam mengetahui pengaruh akuntabilitas publik terhadap kinerja manajerial SKPD, menambah pengetahuan tentang pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja dan kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas publik serta kinerja SKPD dan membantu menentukan langkah-langkah perbaikan, sehingga kinerja SKPD dapat maksimal dan dapat memperlancar dalam pencapaian target kerja.