BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. design (pretest- posttest with control group). Pengambilan data

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Efektifitas Yoga Ketawa terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi Derajat II di Panti Wredha Salib Putih Salatiga

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari

BAB III METODE PENELITIAN. untuk membandingkan hasil intervensi dengan suatu kelompok yang serupa

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental (Setiadi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 29 orang, PNS yang mengajar di SD N Pujokusuman 1 Yogyakarta sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

PELAKSANAAN SENAM JANTUNG SEHAT UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WHERDA KASIH SAYANG IBU BATUSANGKAR

BAB III METODE PENELITIAN. intervensi diberikan pretest tentang pengetahuan stroke dan setelah

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experiment dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

Abstrak. Abstract. Kata Kunci: Hipertensi, musik klasik, relaksasi autogenik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sewon, Bantul, Yogyakarta.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yaitu mencari perbedaan

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh Sherli Mariance Sari Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest dan posttest

BAB I PENDAHULUAN. minuman pahit (Soeria, 2013). Coklat berasal dari tanaman kakao dan proses

BAB IV HASIL PENELITIAN. Sukoharjo dengan luas wilayah Ha yang merupakan 9,40% dari luas. dataran rendah dan sebagian merupakan dataran tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. ringan (TD diastole ), sedang (TD diastole ), dan berat (Td

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN. ini menggunakan quasy eksperiment pre-test & post-test with control group

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Penelitian ini menggunakan disain penelitian Quasy

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

Disusun Oleh : MIA JIANDITA

BAB I PENDAHULUAN. setelah stroke dan tuberkulosis dan dikategorikan sebagai the silent disease

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

Mengetahui Hipertensi secara Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perhitungan pengukuran langsung dari 30 responden saat pre-test.

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN. menstruasinya semakin mendekat. Keadaan ini tidak selalu terjadi pada setiap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Istimewah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan one-group

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yaitu eksperimental semu (Quasi Experimental. Design). Tipe penelitian Quasy Eksperimental Design adalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH TERAPI RENDAM KAKI DENGAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS BAHU MANADO

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

The 6 th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang. Wahyuni, Ferti Estri Suryani 1) 1 STIKES Aisyiyah Surakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN. diambil dari para wanita akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian kuantitatif yaitu eksperimen semu. kontrol diri sendiri (pre and post test without control).

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. eksperimen semu (quasy experiment) pretest-posttest control group design,

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok perlakuan dan Wisma Lansia Maria Martha Salatiga sebagai kelompok kontrol. Rentan usia partisipan penelitian yang digunakan yaitu 60-85 tahun. Penelitian ini menggunakan lansia yang telah didiagnosa oleh dokter/perawat yang ada di tiap panti tersebut mengalami hipertensi. Partisipan yang di gunakan juga tidak sedang tirah baring, partisipan masih bisa melakukan berbagai aktifitas secara mandiri. Suku para lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga didominasi dari suku Jawa, sedangkan di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga didominasi dari suku Tionghoa. Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga terdapat 30 lansia yang terdiri dari 24 orang lansia perempuan dan 6 orang lansia laki-laki, sedangkan di Wisma Lansia Maria Martha terdiri dari 22 orang lansia dan semuanya berjenis kelamin perempuan. Para lansia Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sangat ramah dan dapat diajak kerjasama sangat baik seperti mau mengikuti yoga ketawa dari pertemuan pertama hingga terakhir. Peneliti 72

73 memilih Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok perlakuan karena peneliti mendapatkan izin penelitian di panti ini sedangkan tidak mengambil Wisma Lansia Maria Martha karena peneliti tidak mendapatkan izin penelitian oleh pihak setempat. Para lansia di Panti Wredha Salib Putih juga sangat menerima hadirnya peneliti karena mereka sering menjadi responden/partisipan sebuah penelitian oleh peneliti lainnya. 4.2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan Wisma Lansia Maria Martha Salatiga. Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan di masing-masing tempat yang akan dijadikan tempat penelitian. Setelah mendapatkan data, peneliti meminta izin kepada setiap kepala/pimpinan panti dan wisma untuk melakukan penelitian. Peneliti juga meminta persetujuan kepada setiap partisipan untuk kesediaannya menjadi partisipan penelitian melalui informed concent. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11-30 April 2016. Penelitian ini dilakukan 15 kali, dilaksanakan 5 kali perlakuan dalam satu minggu di Panti Wredha Salib Putih, yaitu pada Hari Senin, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu. 15 perlakuan direkomendasikan oleh Dokter Madan Kataria selaku

74 pendiri yoga ketawa yang berasal dari India untuk menurunkan tekanan darah pada lanisa dengan hipertensi. Rekomendasi ini diberikan via e-mail pada tanggal 17 Februari 2016. Pada tanggal 11 dan 30 April 2016 dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada partisipan perlakuan di Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Waktu perlakuan yoga ketawa dilakukan selama < 30 menit. Pada tanggal 11 dan 30 April 2016 dilakukan pengukuran tekanan darah pada partisipan kontrol di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga tanpa melakukan perlakuan. Jumlah lansia yang digunakan yaitu 10 lansia kelompok perlakuan dari Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan 10 lansia kelompok kontrol dari Wisma Lansia Maria Martha Salatiga, sehingga jumlah total partisipan jika digabungkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yaitu 20 partisipan. Peneliti mengambil ke 20 partisipan ini dengan mempertimbangkan karakteristik yang sama, seperti memiliki diagnosa hipertensi, umur, dan sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah dijelaskan pada BAB III. Perlakuan yoga ketawa dilakukan oleh leader yang sudah bersertifikat yoga ketawa. Sehingga sebelum memberikan yoga ketawa pada para lansia, peneliti terlebih

75 dahulu mengikuti certified laughter yoga leader training pada tanggal 02-03 April 2016 di Yogyakarta dengan Teacher Emmy Liana Dewi. Leader dari perlakuan yoga ketawa ini yaitu peneliti sendiri dan sudah memiliki sertifikat leader yoga ketawa. 4.3. Hasil Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektifitas yoga ketawa pada lansia dengan hipertensi dengan mengukur perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberi perlakuan yoga ketawa, dengan cara membandingkan perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah mengikuti yoga ketawa. a. Hasil Penelitian di Panti Wredha Salib Putih Hasil penelitian ini disajikan dengan analisis univariat dan bivariat dengan data yang lengkap sesuai data yang diperoleh saat melakukan penelitian. Analisis univariat menyajikan data tentang tekanan darah yang terdiri dari tekanan sistole dan tekanan diastole sebelum dan sesudah mengikuti yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Analisis bivariat menyajikan data tentang perbedaan dan perubahan tekanan sistole dan tekanan diastole pada lansia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga dengan hipertensi sebelum

76 dan sesudah mengikuti yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Uji normalitas data dilakukan sebelum analisis statistik. Uji kenormalan dilakukan untuk mengetahui data yang telah didapat berdistribusi normal. Uji kenormalan ini dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Data berdistribusi normal jika nilai p value > α 0,05 dan data tidak berdistribusi normal jika nilai p value < α 0,05. Hasil normalitas data menunjukkan bahwa kelompok data perlakuan tidak berdistribusi normal yaitu data tekanan darah sistole pre-test perlakuan, dengan p value 0,092, data tekanan darah diastole pre-test perlakuan, dengan p value 0,001, data tekanan darah sistole post-test perlakuan, dengan p value 0,703, dan tekanan darah diastole post-test perlakuan, dengan p value 0,001. b. Hasil Penelitian di Wisma Lansia Maria Martha Hasil normalitas data menunjukkan bahwa kelompok data kontrol berdistribusi normal yaitu data tekanan darah sistole pre-test kontrol, dengan p value 0,709, data tekanan darah diastole pre-test kontrol, dengan p value 0,001, data tekanan darah sistole post-test kontrol, dengan p value 0,016, dan tekanan darah diastole post-test perlakuan, dengan p value 0,149.

77 A. Analisis Univariat a. Analisis Univariat Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga 1. Tekanan darah sistole sebelum diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti wredha Salib Putih Salatiga pada para responden. Tabel 4.1 Distribusi tekanan darah sistole sebelum diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah Sistole 156 140-190 5 % Tabel 4.1 menunjukkan bahwa maksimum tekanan sistole bisa mencapai 140-190 mmhg karena beberapa faktor, seperti faktor usia, tidak mengonsumsi obat anti hipertensi. 2. Tekanan darah diastole sebelum diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga pada para partisipan.

78 Tabel 4.2 Distribusi tekanan darah diastole sebelum diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah Diastole 93 90-100 5 % Hasil analisis tabel 4.2 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 90-100 mmhg. 3. Tekanan darah sistole sesudah diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti wredha Salib Putih Salatiga pada para partisipan. Tabel 4.3 Distribusi tekanan darah sistole sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah Sistole 130 110-150 5 % Hasil analisis tabel 4.3 menunjukkan nilai rentang tekanan darah sistole 110-150 mmhg, walaupun masih terlihat tinggi karena maksimum 150 mmhg, namun jika dibandingkan sebelum perlakuan, terdapat penurunan tekanan darah sistole yang signifikan.

79 4. Tekanan darah diastole sesudah diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Panti wredha Salib Putih Salatiga pada para partisipan. Tabel 4.4 Distribusi tekanan darah diastole sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum Α Tekanan Darah Diastole 84 80-90 5 % Hasil analisis tabel 4.4 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 80-90 mmhg. Hal ini menunjukkan bahwa yoga ketawa dapat menurunkan tekanan diastole. b. Analisis Univariat Di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga 1. Tekanan darah sistole sebelum tanpa perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan.

80 Tabel 4.5 Distribusi tekanan darah sistole sebelum tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah sistole 144 130-170 5 % Hasil analisis tabel 4.5 menunjukkan nilai rentang tekanan darah sistole 120-170 mmhg. Angka maksimum tekanan sistole 170 mmhg juga terbilang tinggi menurut WHO. 2. Tekanan darah diastole sebelum tanpa diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan. Tabel 4.6 Distribusi tekanan darah diastole sebelum tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah Diastole 88 80-90 5 % Hasil analisis tabel 4.6 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 80-90 mmhg. Hal ini terjadi karena

81 kurangnya elastisitas pembuluh darah karena faktor penuaan. 3. Tekanan darah sistole sesudah tanpa diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan. Tabel 4.7 Distribusi tekanan darah sistole sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah sistole 145 130-170 5 % Hasil analisis tabel 4.7 menunjukkan nilai rentang tekanan darah sistole mmhg 130-170. Tidak ada perubahan yang terjadi pada tekanan sistole kelompok kontrol. 4. Tekanan darah diastole sesudah tanpa diberikan perlakuan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga pada para partisipan.

82 Tabel 4.8 Distribusi tekanan darah diastole sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Maria Martha Salatiga (n=10) Variabel Mean Minimummaksimum α Tekanan Darah Diastole 82 70-100 5 % Hasil analisis tabel 4.8 menunjukkan nilai rentang tekanan darah diastole 70-100 mmhg. Angka maksimum terlihat adanya kenaikan.

83 B. Analisis Bivariat a. Analisis Bivariat Di Panti Wredha Salib Putih Salatiga. 1. Perubahan tekanan darah sistole sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa pada para responden. Tabel 4.9 Analisis responden berdasarkan tekanan darah sistole sebelum dan setelah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value α Sebelum yoga 156 140-190 ketawa Sesudah yoga ketawa 130 110-150 0,007 5% Tabel 4.9 menunjukkan hasil uji Wilcoxon, hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan penurunan tekanan darah sistole pada para partisipan sesudah diberikan yoga ketawa. Adanya perubahan ini akan di bahas pada halaman pembahasan.

84 2. Perubahan tekanan darah diastole setelah diberikan perlakuan yoga ketawa pada para partisipan. Tabel 4.10 Analisis responden berdasarkan tekanan darah diastole sebelum dan setelah diberikan perlakuan yoga ketawa di Panti Wredha Salib Putih Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value Α Sebelum yoga 93 90-100 ketawa Sesudah yoga ketawa 84 80-90 0,003 5% Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji Wilcoxon dimana hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan penurunan tekanan darah diastole pada para partisipan setelah diberikan yoga ketawa. Sehingga, karena signifikansi pada output sistole perlakuan (0,007) dan diastole perlakuan (0,003)< α (0,05) Maka H 0 ditolak jadi ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan dan berarti juga yoga ketawa efektif menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Panti Wredha Salib Putih Salatiga.

85 b. Analisis Bivariat Di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga 1. Perubahan tekanan darah sistole sebelum dan sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa pada para responden. Tabel 4.11 Analisis responden berdasarkan tekanan darah sistole sebelum dan setelah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value Α Sebelum tanpa yoga 144 120-170 ketawa Sesudah tanpa yoga ketawa 145 130-170 0,831 5% Tabel 4.11 menunjukkan hasil uji wilcoxon, hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan tekanan darah sistole pada para partisipan tanpa diberikan yoga ketawa. Hal ini tidak sama seperti kelompok perlakuan, karena tidak adanya perlakuan yoga ketawa. 2. Perubahan tekanan darah diastole sebelum dan sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa pada para partisipan.

86 Tabel 4.12 Analisis responden berdasarkan tekanan darah diastole sebelum dan sesudah tanpa diberikan perlakuan yoga ketawa di Wisma Lansia Maria Martha Salatiga (n=20) Variable Mean Min-max p-value Α Sebelum tanpa yoga 88 80-90 ketawa Sesudah 0,084 tanpa yoga 82 70-100 ketawa 5% Tabel 4.12 menunjukkan hasil uji Wilcoxon, hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan tekanan darah diastole pada para partisipan. Sehingga, karena signifikansi pada output sistole perlakuan (0,831) dan diastole perlakuan (0,084)> α (0,05) sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan tekanan darah antara sebelum dan sesudah tanpa perlakuan yoga ketawa pada kelompok kontrol di Wisma Lansia maria Martha. Adapun uji beda dilakukan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada hasil pre-test dan post-test, karena tidak terdistribusi normal, maka uji beda menggunakan uji statistik Mann-Whitney. Berikut test statistik Mann-Whitney hasil:

87 4.13 Analisis tekanan darah sistole pretest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok perlakuan dan kontrol Variable Mean Min-max Mann- Whitney Pre sistole Kelompok 156 140-190 perlakuan Pre sistole Kelompok kontrol 144 130-170 0,130 Tabel 4.13 menunjukkan bahwa tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena keduanya belum mendapatkan perlakuan yoga ketawa. Sehingga tidak ada perubahan tekanan darah dari kedua kelompok. Tabel 4.14 Analisis tekanan darah diastole pretest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok perlakuan dan kontrol Variable Mean Min-max Mann- Whitney Pre diastole Kelompok 88 80-90 perlakuan Pre diastole Kelompok kontrol 88 80-90 0,028 Tabel 4.14 menunjukkan bahwa hasil analisis Mann-Whitney signifikan

88 Tabel 4.15 Analisis tekanan darah sistole posttest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok perlakuan dan kontrol Variable Mean Min-max Mann- Whitney Post sistole Kelompok 130 110-150 perlakuan Post sistole Kelompok kontrol 145 130-170 0,01 Tabel 4.15 menunjukkan bahwa uji beda Mann-Whitney signifikan, hal ini dapat terjadi karena di Panti Wredha Salib Putih Salatiga diberikan perlakuan yoga ketawa, yang dapat menurunkan tekanan darah sistole. Tabel 4.16 Analisis tekanan darah diastole posttest menggunakan uji beda Mann-Whitney pada kelompok perlakuan dan kontrol Variable Mean Min-max Mann- Whitney Post diastole Kelompok 84 80-90 perlakuan Post diastole Kelompok kontrol 82 70-100 0,449 Tabel 4.16 menunjukkan bahwa uji beda Mann-Whitney tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena secara anatomi, besar pembuluh darah saat pre dan post akan tetap sama, karena

89 kurangnya elastisitas pembuluh darah karena faktor penuaan yang terjadi. 4.4. Pembahasan Hasil analisis dari tabel 4.1 dan tabel 4.2 menunjukan hasil rata-rata/mean tekanan sistole dan diastole partisipan sebelum mengikuti yoga ketawa adalah 156 mmhg dan 83 mmhg, hal ini menunjukan kesesuaian definisi hipertensi dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2011) yaitu dengan tekanan sistole 140 mmhg dan tekanan diastole 90 mmhg. Pada BAB II sudah dijelaskan bahwa hipertensi dapat ditangani dengan dua cara penanganan, yaitu dengan penanganan farmakologis dan nonfarmakologis. Penanganan farmakologis dengan obat-obatan sedangkan Susilo & Wulandari (2011) dalam Hermanto (2014) menyatakan pengobatan non farmakologis hipertensi adalah mengatasi obesitas atau menurunkan berat badan, mengurangi asupan garam ke dalam darah, menciptakan keadaan rileks seperti meditasi, yoga, atau hypnosis yang mengontrol sistem saraf untuk mengendalikan tekanan darah, melakukan olah raga secara rutin, berhenti merokok, dan berhenti mengkonsumsi alkohol.

90 Penanganan yang diberikan kepada partisipan untuk penelitian ini yaitu penanganan non farmakologis berupa yoga ketawa. Tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan bahwa adanya penurunan tekanan darah setelah dilakukan yoga ketawa, hal ini bisa dilihat dari nilai rata-rata/mean tekanan sistole dan diastole sesudah perlakuan yoga ketawa selama tiga minggu, yaitu dengan tekanan sistole 130 mmhg dan tekanan diastole 84 mmhg. Pada hasil analisis menggunakan uji wilcoxon pada tabel 4.9 dan tabel 4.10 menunjukkan p-value tekanan sistole sebelum dan sesudah yoga ketawa yaitu p-value = 0,007 dan tekanan diastole p-value = 0,003. Hasil tersebut memberi arti bahwa adanya perubahan tekanan darah pada partisipan sesudah diberikan perlakuan yoga ketawa. Hasil penelitian Dr. Michael Miller (2009) dalam Dewi (2015) menyebutkan bahwa dengan tertawa dapat mengembangkan/memperluas pembuluh darah yang menyebabkan meningkatnya sirkulasi dan mengurangi tekanan darah. Tawa meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan suplai oksigen. Dalam percobaanya, telah membuktikan bahwa ada penurunan tekanan darah 10-20 mmhg setelah 10 menit tertawa.

91 Yoga ketawa memiliki sesi relaksasi untuk para partisipan setelah melakukan senam tawa. Chaplin (2005) dalam Sagala (2013) menyebut relaksasi adalah kembalinya otot dalam keadaan istirahat setelah mengalami peregangan sedangkan terapi relaksasi adalah suatu bentuk terapi dengan menekankan suatu usaha atau mengajarkan pasien bagaimana cara beristirahat dan santai dengan asumsi bahwa istirahatnya otot-otot dapat membantu mengurangi tegangan psikologis. Data sekunder yang didapatkan peneliti penurunan tekanan darah terjadi erat hubungannya dengan yoga ketawa yang akan membuat seseorang menjadi lebih rileks, karena yoga ketawa sendiri memicu adanya peningkatan hormon endorfin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti yang sudah dijelaskan pada BAB sebelumnya. Hormon endorfin akan menghambat produksi hormon-hormon stres yang berlebih. Kataria (2004) menyebutkan yoga ketawa dapat juga memperbaiki sirkulasi darah dan pasokan oksigen ke otot-otot jantung, sehingga penggumpalan darah akan berkurang. Data subjektif yang peneliti dapatkan selama perlakuan yoga ketawa, para lansia mengatakan yang sebelumnya kesulitan untuk tidur di malam hari, sejak para lansia mengikuti sesi yoga ketawa sebanyak 3 kali, para lansia dapat cepat tidur

92 dan nyenyak. Hal ini terjadi karena lansia merasa jauh lebih tenang dan rileks. Yoga ketawa dengan menghasilkan hormon endorfin, semua ketegangan-ketegangan otot mampu dikendurkan, sehingga rasa tenang dapat dirasakan oleh lansia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Fitriani (2014) yang menjelaskan bahwa dimana terapi ini akan membuat partisipan merasa tenang dan rileks sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur dari responden. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Hae-jin & Chang-ho17 dalam Fitriani (2014) diketahui bahwa tertawa dapat digunakan sebagai intervensi pada lansia untuk menurunkan derajat insomnia dan gangguan tidur lainnya. Tertawa akan merangsang pelepasan hormon endorfin, yang disebut juga sebagai morfin tubuh, untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga membuat tubuh menjadi lebih nyaman dan rileks. Setelah masa penelitian di Panti Wredha Salib Putih, terdapat penurunan tekanan darah yang signifikan, hal ini sangat menguatkan tentang teori hormon endorfin yang dapat menurunkan tekanan darah pada lansia karena lansia menjadi rileks dan otot kendur dan membuat tenang dan lansia terlihat lebih ceria bahkan beberapa lansia ada yang mengakui bahwa setelah melakukan yoga ketawa lansia tersebut jauh lebih mudah tidur disaat

93 malam hari. Yoga ketawa menimbulkan emosi positif. Sehingga seseorang bisa rileks dan tenang. Hasil analisis kelompok kontrol pada pengukuran tekanan darah pertama kali tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti, dapat dilihat dari tabel 4.5 dan tabel 4.6 yang menunjukkan rata-rata/mean 144 mmhg dan 88 mmhg. Pada tabel 4.7 dan 4.8 merupakan hasil rata-rata/mean tekanan sistole dan diastole kelompok kontrol pada pengukuran kedua yaitu 145 mmhg dan 82 mmhg. Hasil analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon pada tabel 4.11 dan tabel 4.12 menunjukkan p=value sistole 0,831 dan dan p=value diastole 0,084, yang berarti tidak ada perbedaan antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Hasil tersebut terjadi karena tidak adanya intervensi apapun yang diberikan kepada kelompok kontrol, sehingga tubuh secara alami tidak banyak memproduksi hormon endorfin, dan masih ada ketegangan-ketegangan otot maupun kekakuan pembuluh darah, sehingga tekanan darah sistole dan diastole pada pengukuran pertama dan kedua kelompok kontrol tidak jauh berbeda. Penelitian ini juga melakukan uji beda antar kelompok pre dan post sistole maupun diastole. Uji beda ini

94 menggunakan uji beda Mann-Whitney. Hasilnya menunjukkan pada post perlakuan, tekanan sistole dapat berbeda antar kelompok dapat dilihat pada tabel 4.15 yaitu 0,01 < 0,05, karena dengan perlakuan yoga ketawa, maka dapat menimbulkan kadar oksigen dalam darah meningkat, membantu meningkatkan suasana hati, menurunkan hormon stres, meningkatkan aktivitas kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah sistolik serta meningkatkan kolesterol baik, (Berk et al (1996) dalam Tage (2016)). Tekanan diastole kedua kelompok tidak signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.16 yaitu 0,449 > 0,05. Hal ini dikarenakan pembuluh darah pada lansia mengalami kekakuan atau sudah tidak memiliki elastisitas yang baik karena adanya proses penuaan, sehingga tekanan diastole masing-masing kelompok hampir sama, Medicinesia (2011). Perlakuan yoga ketawa yang diberikan kepada lansia dengan hipertensi di Panti Wredha Salib Putih Salatiga terlihat efektif untuk menurunkan tekanan darah. 4.4. Keterbatasan Penelitian: Dalam penelitian ini, peneliti memiliki hambatan hambatan yang ada yaitu para lansia kurang memahami instruksi dari leader sehingga dalam melakukan yoga ketawa

95 ada beberapa gerakan yang tidak tepat. Selain itu, penelitian ini hanya mengacu hanya pada tekanan darah lansia, dan lansia, tingkat kolesterol, tingkat stres/depresi lansia terhadap lingkungan di Panti Wredha dan perbanyak populasi dan sampel yang digunakan.