LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI KAJIAN POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN BANYUWANGI

Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Nur Anim Jauhariyah & Nurul Inayah

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Abd. Rahman

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2014

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

EXECUTIVE SUMMARY PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI SAMPAI SAAT INI. Tabel 1.1 Capaian Tingkat Pelayanan Sanitasi Sampai Akhir Tahun 2013

ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN * Bambang Wicaksono ABSTRACT

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

BERITA RESMI STATISTIK

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

MEMUTUSKAN: : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013

BERITA RESMI STATISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Produk Domestik Bruto (PDB)

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

MEMUTUSKAN. : Perolehan jasa giro atas rekening tersebut wajib disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Banyuwangi.

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BERITA RESMI STATISTIK

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

Rumus. 9. Jasa-Jasa 0,47 0,50 0,52 0,54 0,56 0,52 Non Basis. = Nilai produksi subsektor i pada provinsi. = Total PDRB Provinsi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan


BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Bidang Ilmu Tipe Penelitian Ekonomi Inovatif LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI KAJIAN KEBIJAKAN MAPPING SENTRA KOMODITAS UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BANYUWANGI Tim Peneliti: Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si. (Peneliti Utama) Dr. H. Abdul Kholiq Syafa at, MA. (Anggota 1) Nurul Inayah, SE., M.Si. (Anggota 2) Lely Ana Ferawati Ekaningsih, SE., MH.,MM. (Anggota 3) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA) BANYUWANGI NOVEMBER 2012 1

SUMMARY KAJIAN KEBIJAKAN MAPPING SENTRA KOMODITAS UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BANYUWANGI Oleh: Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si. Dr. H. Abdul Kholiq Syafa at, MA. Nurul Inayah, E., M.Si. Lely Ana Ferawati Ekaningsih, SE., MH., MM. (Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Banyuwangi) 1.1 Latar Belakang Masalah Menjelang akhir tahun 1970-an perhatian dunia terhadap peranan sumberdaya alam dan lingkungan menjadi semakin intens dengan terbitnya buku The Limits to Growth yang ditulis oleh Meadows dan Meadows dari kelompok Roma. 1 Buku itu mengingatkan bahwa jika pertumbuhan ekonomi dan konsumsi sumberdaya alam tetap seperti yang terjadi sebelum tahun 1970-an, sumberdaya alam akan terkuras habis dan lingkungan menjadi rusak serta menjadi batas pertumbuhan ekonomi pertumbuhan ekonomi dunia. Sejak itu pula muncul pemikiran tentang pembangunan berkelanjutan (Bruntland Commission), pendapatan yang berkelanjutan (sustainable income), dan pendapatan hijau (green income). Akhir-akhir ini istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan istilah yang banyak didengar hampir di semua lapisan masyarakat. Berbagai diskusi dalam rangka memelihara pembangunan berkelanjutan telah banyak diselenggarakan. Dalam arti lunak, pembangunan berkelanjutan boleh dilakukan dengan apa saja, seperti pengambilan sumberdaya alam dan mencemari lingkungan, asalkan hasil yang diperoleh dari eksploitasi sumberdaya alam itu diinvestasikan kembali dalam bentuk sumberdaya alam yang dapat diperbarui (SDA), atau pada sumberdaya capital buatan manusia (produced asset) (SDK), ataupun pada sumberdaya manusia (SDM). 2 Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar terdapat pengambilan sumber daya alam secara optimal. Harus dilihat dahulu perbedaan antara sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan jenis barang yang lain. Pada umumnya perbedaan itu semata-mata terletak pada jumlah sumber daya alam yang terbatas dan sifatnya yang tak dapat dihasilkan kembali dalam waktu singkat. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsumsian barang sumber daya alam saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut dikemudian hari. Atau dengan kata lain akan ada biaya alternatif (opportunity cost), yang berupa hilangnya nilai sumber daya alam yang dapat diperoleh pada masa yang akan datang. Biaya alternatif yang harus diperhitungkan dalam menentukan bagaimana mengalokasikan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui tersebut sepanjang waktu. 3 Sebenarnya apa yang menjadi permasalahan dalam mengembangkan potensi daerah di Kabupaten Banyuwangi. Walaupun sektor pertanian, peternakan, dan sektor lain tersebut berkembang seiring dengan pertumbuhan pembangunan, sesuai data BPS Tahun 2011 pertanian di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan angka produksi padi sawah dan ladang sebesar 852.536 ton (dalam bentuk gabah kering giling) telah mengalami kenaikan sebesar 10,95 persen dibandingkan tahun 2010. Dan trend dari produksi padi pada tiga tahun terakhir indikasinya menunjukkan pola yang meningkat, yaitu tahun 2008 sebesar 752.526 ton, tahun 2009 sebesar 768.339 ton (naik 2,1%), tahun 2010 sebesar 852.536 ton (naik 10,95%). 4 Hasil dan capaian pembangunan daerah tahun 2011, serta tantangan dan permasalahan yang dihadapi di Tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi berada pada angka 6,22 persen, tahun 2011 naik menjadi 6,38 persen. Walau masih berada di bawah Jawa Timur, ekonomi Banyuwangi terus tumbuh dengan fundamental yang makin kuat. Terbukti pada Tahun 2009, ekonomi Banyuwangi lebih tahan terhadap krisis, dengan dukungan sektor riil. Perekonomian Banyuwangi masih didominasi sektor pertanian dengan kontribusi 45,12 persen. 5 Dalam upaya memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi, penting halnya untuk meningkatkan sistem perencanaan pembangunan daerah dengan menganalisis integrasi antar aspek pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi dengan melihat pertumbuhan ekonomi antarkecamatan sehingga kebijakan strategi pembangunan diarahkan pada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi 1 Ratnaningsih, M., dkk., (2009).PDRB Hijau, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta 2 Suparmoko, M.(2006). Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta 3 Suparmoko, M. (2008). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatu Pendekatan Teoritis, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta 4 BPS.(2011). Banyuwangi Dalam Angka 2011, Banyuwangi, BPS Kabupaten Banyuwangi 5 Bappeda. (2012). PDRB Kabupaten Banyuwangi SMT I, Estimasi Tahun 2011, Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi 2

pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penciptaan lapangan pekerjaan. Analisis sektor unggulan dan penemuan wilayah pusat pertumbuhan yang diperoleh melalui analisis penelitian dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan selanjutnya sebagai kontribusi arah kebijakan Pemerintah Daerah di Kabupaten Banyuwangi. 1.2 Rumusan Permasalahan a. Bagaimana posisi perekonomian di Kabupaten Banyuwangi dan 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi pada masing-masing sektor ekonomi? b. Apakah ada disparitas ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Banyuwangi? c. Bagaimana strategi kebijakan dalam mengembangkan potensi daerah di 24 kecamatan mengacu pada potensi yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan? d. Bagaimana profil sektor potensial, industri kecil, dan kerajinan rakyat masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, apakah secara keseluruhan sudah tersentuh oleh program pemerintah daerah? 2. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu Kecamatan Pesanggaran, Siliragung, Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Glenmore, Kalibaru, Genteng, Srono, Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Sempu, Songgon, Glagah, Licin, Banyuwangi, Giri,, Kalipuro, dan Wongsorejo 2.2 Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif dengan jenis data kuantitatif. Untuk analisis sektor potensi unggulan di Kabupaten Banyuwangi dan 24 kecamatan, data diambil dari 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, BPS Jawa Timur, BPS Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi. 2.3 Metode Pengumpulan Data a. Kuisioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden penelitian. b. Wawancara mendalam (in depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. 6 c. Observasi dengan pengamatan langsung di lapangan untuk memperkuat data penelitian sehingga fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung bisa terpantau oleh peneliti. d. Dokumentasi dilakukan untuk mengabadikan fenomena di lapangan yang tidak tercover pada data primer sehingga hasil penelitian lebih hidup dan mudah dimengerti oleh pembaca. 2.4 Jenis Data a. Data Primer Data primer dari hasil analisis kuisioner responden penelitian yang dianggap expert yaitu dari BPS Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi. b. Data Sekunder 1) Data sekunder didapatkan dari hasil analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur menurut sektor ekonomi 2000-2011 ADHK Tahun 2000. 7 2) Data sekunder didapatkan dari hasil analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi menurut sektor ekonomi Tahun 2009-2010. 8 2.5 Analisis Data a. Penentuan Berdasarkan Persepsi Stakeholder Persepsi stakeholder dilihat dari pendapat dari 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, BPS Jawa Timur, BPS Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi. 6 Kuncoro, Mudrajat. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Jakarta, Erlangga. 7 BPS Jawa Timur. (2001-2009). Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur 1997-2008, BPS Propinsi Jawa Timur BPS Jawa Timur. (2011). PDRB Provinsi Jawa Timur, Surabaya, CV. Aneka Surya. 8 BPS.(2011). Banyuwangi Dalam Angka 2011, Banyuwangi, BPS Kabupaten Banyuwangi. 3

b. Penentuan Berdasarkan Analisis Sektor Unggulan 1) Location Quotient (LQ) Formula untuk Location Quotient (LQ) 9 adalah: Keterangan: V ik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kotamadya misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Riil (PDRB) daerah studi k. V k = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah studi k. V ip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi p (propinsi misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Riil (PDRR) daerah studi p. V p = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah referensi p. 2) Tipologi Klassen Analisis tipologi klasen digunakan mengidentifikasikan posisi perekonomian daerah dengan memperhatikan perekonomian daerah yang diacunya. Mengidentifikasikan sektor, subsektor, usaha, atau komoditi unggulan suatu daerah. Cara mencari Rata-rata Pangsa dan Rata-rata Pertumbuhan di Kabupaten Banyuwangi. Karena data PDRB Kabupaten Banyuwangi tahun 2000 2010 maka untuk PDRB Provinsi Jawa Timur juga diambil data tahun 2000 2010 untuk kesinkronan analisis data. 10 3) Analisis Shift-Share a) Analisis shift-share dilakukan pada data Tahun 2000 sampai dengan 2011 b) Cara menganalisis Perubahan suatu variabel PDRB Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur menurut Analisis Shift-share Klasik. Formulasi Shift-Share sebagai berikut: 11 D ij = N ij + M ij + C ij Keterangan: D ij = perubahan suatu variabel regional sektor i di wilayah j dalam kurung waktu tertentu; N ij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j M ij = bauran sektor i di wilayah j = keunggulan sektor i di wilayah j C ij 4) Analisis Kebijakan Analytical Hierarchy Process (AHP) analisis untuk mengetahui respon dari responden yang expert dibidangnya untuk dijadikan responden sebagai penentu kebijakan yang tepat guna pengembangan pusat wilayah pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. 12 c. Analisis Disparitas Antar Kecamatan 1) Indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan Indeks Ketimpangan Williamson (Sjarizal, 1997) (dalam Kuncoro, 2004:133): Keterangan: Yi = PDRB perkapita di kecamatan i Y = PDRB perkapita rata-rata Kabupaten Banyuwangi fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi 2) Analisis Indeks Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi. Rumus Indeks Theil adalah sebagai berikut. ( ) [ ] Dimana: I(y) = Indeks Entropi Theil y j = PDRB Perkapitan kecamatan j Y = rata-rata PDRB Perkapita Kabupaten Banyuwangi x j = jumlah penduduk kecamatan j X = jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi 9 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 10 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 11 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 12 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 4

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2000 2011 dan PDRB Provinsi Jawa Timur 2000-2011 a. Hasil Analisis Tipologi Klassen Sesuai hasil analisis, sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) adalah Sektor Pertanian, sektor inilah yang sebaiknya mendapatkan perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah untuk dikembangkan. Sementara Sektor Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan masuk pada kategori sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial). Sektor yang berpotensi untuk Berkembang adalah sektor Kontruksi dan Listrik, gas, dan air bersih. Sektor tertinggal di Kabupaten Banyuwangi adalah Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, dan Jasa jasa. Tabel. 1 Matrik Tipologi Klassen Kabupaten Banyuwangi Tahun 2000 2011 Tumbuh Cepat (R IJ>=R IN) Tumbuh Lambat (R ij<r in) Kontribusi Besar (K ij >=K in) Sektor Pertanian Prima 1. Pertambangan dan Penggalian 2. Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan Potensial Kontribusi Besar (K ij >=K in) Kontribusi Kecil (K ij<k in) 1. Kontruksi 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih Berkembang 1. Industri Pengolahan, 2. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3. Pengangkutan dan Komunikasi 4. Jasa-jasa Terbelakang Kontribusi Kecil (K ij<k in) Tumbuh Cepat (R IJ>=R IN) Tumbuh Lambat (R ij<r in) Hasil pemetaan dari analisis Tipologi Klassen pada Tabel 4. bila dikaitkan dengan kegiatan perencanaan untuk pengembangan ekonomi daerah di Kabupaten Banyuwangi dimasa datang, antara lain dapat dilakukan dengan strategi dari 9 (sembilan) sektor yang ada. Sektor yang dikembangkan adalah sektor yang merupakan sektor prima atau menjadi sektor prioritas di Kabupaten Banyuwangi terlebih dahulu untuk bahan kebijakan, sehingga kebijakan akan tepat sasaran, lebih efisien waktu dan biaya, dan kesejahteraan masyarakat akan lebih cepat terealisasi. b. Hasil Analisis Shift Share Nilai PDRB sektoral Kabupaten Banyuwangi telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB tersebut tumbuh sebesar Rp. 5.395.870.270.000,- atau 5,396 Triliun rupiah atau sekitar 84,4 persen, sedangkan perekonomian Provinsi Jawa Timur tumbuh sebesar Rp. 164.154.238.200.000,- atau 164,154 Triliun rupiah atau sekitar 80,9 persen. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional (N ij ), bauran industry (M ij ), dan keunggulan kompetitif (C ij ). Menurut perhitungan komponen pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp. 3.541.599.610.000,- atau sekitar 3,541 Triliun rupiah. Hal ini dikarenakan masih ada dua komponen lain yang memberikan pengaruh yaitu bauran industri dan keunggulan kompetitif. Komponen bauran industri menyatakan besarnya perubahan perekonomian wilayah akibat adanya bauran industri. Hasil analisis menunjukkan bahwa bauran industri memberikan pengaruh positif bagi perkembangan perekonomian di Kabupaten Banyuwangi, yaitu sebesar Rp.1.280.698.290.000,- atau 1.280 Milyar rupiah atau 23.73 persen. Nilai negative mengindikasikan bahwa komposisi sector pada PDRB Kabupaten Banyuwangi cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh relative lambat. Sektorsektor yang mendapat pengaruh bauran industri, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; Listrik, Gas, dan Air bersih; Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; dan sector Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Perhitungan komponen keunggulan kompetitif dengan menggunakan analisis Shift-share Klasik menghasilkan nilai keunggulan kompetitif sebesar Rp. 573.572.370.600,- atau 573.6 Milyar rupiah atau sebesar 10,63 persen. Ini mengindikasikan bahwa keunggulan kompetitif yang dihasilkan akan menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Banyuwangi. Sektor yang memiliki nilai keunggulan kompetitif adalah Listrik, Gas, dan Air, sektor pertanian dilanjutkan dengan sektor kontruksi, dan sektor-sektor yang lain memiliki nilai keunggulan kompetitif negative. 5

c. Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Sektor unggulan yaitu sektor yang memiliki nilai LQ>1 terdiri dari 1) Sektor Pertanian sebesar 2,80; 2) Sektor Pertambangan dan penggalian 2,12; dan 3) Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 1,23. Hasil analisis Location Quotient (LQ) menurut Subsektor PDRB Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1) Tanaman Bahan Makanan sebesar 2,958 2) Tanaman Perkebunan sebesar 4,006 3) Peternakan dan Hasil-hasilnya sebesar 2,226 4) Kehutanan sebesar 7,677 5) Perikanan sebesar 4,358 6) Pertambangan tanpa Migas sebesar 10,805 7) Penggalian sebesar 1,474 8) Hotel sebesar 1,237 9) Angkutan Rel sebesar 1,995 10) Angkutan Laut sebesar 7,564 11) Angkutan Sungai, Danau sebesar 40,543 12) Sewa Bangunan sebesar 1,567 d. Hasil Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) di Kabupaten Banyuwangi Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kabupaten Banyuwangi menurut sektor adalah sebagai berikut: Grafik. 1 Komoditas Unggulan di Kabupaten Banyuwangi 12% 16% 16% 11% 33% 12% Bahan Baku Pangsa Pasar SDM Pelaku Usaha Pelayanan Nilai Ekonomis Menurut versi responden expert peran SDM dalam menentukan potensi suatu daerah sangat penting, melihat proporsinya sebesar 33.5%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kabupaten Banyuwangi menurut sektor potensial adalah sebagai berikut: 50 40 30 20 10 0 46,3 21,3 5,7 10,8 7,7 8,3 1 2 3 4 5 6 Grafik. 2 Komoditas Unggulan di Kabupaten Banyuwangi Grafik. 2 Keterangan Grafik: 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Perhotelan 4. Pengangkutan Rel Sungai Danau dan Laut 5. Sewa Bangunan 6. Jasa Pemerintahan Umum Hasil analisis AHP membuktikan bahwa Pertanian memiliki peranan yang tinggi yaitu sebesar 46.3%. yang tinggi bagi kesejatreaan masyarakat. 6

3.2 Hasil analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 2010 dan PDRB Kecamatan Tahun 2009 2010 a. Hasil Analisis Location Quotient (LQ) PDRB Kecamatan Tahun 2009 2010 Hasil analisis Location Quotient (LQ) PDRB Kecamatan Tahun 2009-2010 menunjukkan kontribusi nilai LQ di sektor i >1 di kecamatan tertentu yang mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan sektor i di kecamatan tersebut adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada sektor yang sama dalam perekonomian di Kabupaten Banyuwangi sebagai referensinya. Dengan demikian sektor i merupakan sektor unggulan kecamatan tersebut sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh kecamatan tersebut dengan kebijakan baik dari Pemerintah Kecamatan maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Adapun subsektor di 24 Kecamatan yang memiliki nilai LQ tertinggi dan terendah yaitu sebagai berikut: Tabel. 2 Nilai Location Quotient tertinggi dan terendah 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi No. Sektor / Subsektor Kecamatan LQ Tertinggi (LQ>1) LQ Terendah (LQ<1) 1. Pertanian Wongsorejo Banyuwangi 2. Pertambangan dan Penggalian Licin Pesanggaran, Bangorejo, Tegaldlimo, Muncar, Songgon, Banyuwangi, Giri, Kalipuro, Tegalsari, Glenmore, dan Singojuruh 3. Industri Pengolahan Muncar Tegalsari 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih Banyuwangi Licin 5. Bangunan Giri Wongsorejo 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran Genteng Licin 7. Pengangkutan dan Komunikasi Kalipuro Licin 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Glagah Siliragung 9. Jasa-jasa Genteng Wongsorejo (Sumber: PDRB Kecamatan Tahun 2009-2010, diolah) Tabel. 2 Keterangan Tabel: 1) Sektor potensial di Kecamatan Wongsorejo adalah sektor pertanian pada subsektor tanaman perkebunan, sedangkan Kecamatan Banyuwangi memberikan kontribusi kecil pada sektor Pertanian. 2) Sektor potensial di Kecamatan Licin adalah sektor Pertambangan dan Penggalian, karena mengingat bahwa kecamatan tersebut memiliki kawasan pertambangan belerang. 3) Subsektor Listrik dan Air bersih banyak dipergunakan oleh masyarakat Kecamatan Banyuwangi, mengingat daerah tersebut padat penduduk dan berada di kawasan perkotaan. 4) Kecamatan yang melalukan transaksi perdagangan yang tinggi secara data berada di Kecamatan Genteng. Kebalikannya adalah Kecamatan Licin yang memiliki nilai yang rendah pada sektor tersebut. 5) Kecamatan Kalipuro memiliki nilai kontribusi besar pada subsektor Pengangkutan Laut karena mengingat satu-satunya pelabuhan besar yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali berada di Desa Ketapang di Kecamatan tersebut. 6) Kecamatan Genteng memiliki kontribusi yang tinggi pada sektor Jasa-jasa dan kebalikannya adalah Kecamatan Wongsorejo. b. Hasil Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) 1) Kecamatan Pesanggaran Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Pesanggaran menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 58,5 % dan sektor terkecil adalah sektor jasa-jasa sebesar 6,1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Pesanggaran menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 43.4% dan subsektor terkecil adalah Lembaga keuangan bukan Bank sebesar 3.4%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Pesanggaran didominasi oleh tanaman Padi. 2) Kecamatan Siliragung Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Siliragung menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 51,6% dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan penggalian sebesar 9.1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Siliragung menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 41.6 % dan subsektor terkecil adalah pengalian sebesar 7.3%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Siliragung didominasi oleh tanaman Padi. 3) Kecamatan Bangorejo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Bangorejo menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 39,6 % dan sektor terkecil adalah sektor Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 6.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Bangorejo menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 33.8 % dan subsektor terkecil adalah Jasa hiburan dan kebudayaan yaitu sebesar 2.2%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Siliragung didominasi oleh tanaman Padi. 7

4) Kecamatan Purwoharjo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Purwoharjo menurut sector menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 44.8 % dan sektor terkecil adalah sektor Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan Jasa-jasa sebesar 5.5%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Purwoharjo menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 33.8 % dan subsektor terkecil adalah Jasa perusahaan yaitu sebesar 2.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Purwoharjo didominasi oleh tanaman Padi. 5) Kecamatan Tegaldlimo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegaldlimo menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 48.7 % dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-jasa sebesar 9.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegaldlimo menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 29.0 % dan subsektor terkecil adalah Semen dan Barang galian non logam yaitu sebesar 4.7%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Tegaldlimo didominasi oleh tanaman Padi dan kedelai. 6) Kecamatan Muncar Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Muncar menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 83.3 % dan sektor terkecil adalah sektor Industri Pengolahan sebesar 16.7%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Muncar menurut subsektor adalah perikanan yaitu sebesar 66.3 % dan subsektor terkecil adalah Semen dan Barang lainnya yaitu sebesar 3.2%. Perikanan di Kecamatan Muncar didominasi oleh perikanan laut dari hasil tangkapan nelayan. 7) Kecamatan Cluring Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Cluring menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 28.8 % dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 5.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Cluring menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 18.6% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan &Kebudayaan dan Jasa Perorangan & Rumah Tangga yaitu sebesar 4.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Cluring didominasi oleh tanaman Padi. 8) Kecamatan Gambiran Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Gambiran menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 41.4% dan sektor terkecil adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 6.1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Gambiran menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 25.8% dan subsektor terkecil adalah Jasa Perorangan & Rumah Tangga yaitu sebesar 1.0%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Gambiran didominasi oleh tanaman Padi. 9) Kecamatan Tegalsari Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegalsari menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 51.1% dan sektor terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih yaitu sebesar 7.1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegalsari menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 43.5% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan dan Kebudayaan yaitu sebesar 1.7%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Tegalsari didominasi oleh tanaman Padi. 10) Kecamatan Glenmore Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glenmore menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 41.8% dan sektor terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa yaitu sebesar 6.2%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glenmore menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 31.0% dan subsektor terkecil adalah Jasa Sosial Kemasyarakatan dan Jasa Hiburan dan Kebudayaan yaitu sebesar 1.5%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Glenmore didominasi oleh tanaman Padi. 8

11) Kecamatan Kalibaru Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalibaru menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 52.2% dan sektor terkecil adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi yaitu sebesar 7.8%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalibaru menurut subsektor adalah subsektor yang berasal dari kehutanan yaitu sebesar 52.2% dan subsektor terkecil adalah Angkutan Rel yaitu sebesar 7.8%. 12) Kecamatan Genteng Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Genteng menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yaitu sebesar 25.8% dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-jasa sebesar 7.4%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Genteng menurut subsektor adalah Perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar 12.9 % dan subsektor terkecil adalah Jasa perorangan dan rumah tangga sebesar 1.2%. 13) Kecamatan Srono Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Srono menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 31,2 % dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 5,3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Srono menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 18.9 % dan subsektor terkecil adalah Jasa hiburan dan kebudayaan sebesar 1.2%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Srono didominasi oleh tanaman Padi. 14) Kecamatan Rogojampi Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Rogojampi menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 39,1% dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-Jasa yaitu sebesar 4,3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Rogojampi menurut sub sektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 24.7 % dan subsektor terkecil adalah Jasa Perorangan dan Rumah tangga sebesar 0.9%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Rogojampi didominasi oleh tanaman Padi. 15) Kecamatan Singojuruh Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Singojuruh menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 47,2 % dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-Jasa yaitu sebesar 6,1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Singojuruh menurut sub sektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 38.3% dan subsektor terkecil adalah Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki & Barang Lainnya sebesar 4.4%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Singojuruh didominasi oleh tanaman Padi. 16) Kecamatan Sempu Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Sempu menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 39,3 % dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 5,2%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Sempu menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 30.5% dan subsektor terkecil adalah Angkutan Jalan Raya sebesar 1.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Sempu didominasi oleh tanaman Padi. 17) Kecamatan Songgon Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Songgon menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 71.4% dan sektor terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Minum dan Sektor Jasa-jasa yaitu sebesar 14,3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Songgon menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 46.9% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan dan Kebudayaan sebesar 3.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Songgon didominasi oleh tanaman Padi. 9

18) Kecamatan Glagah Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glagah menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 41.5% dan sektor terkecil adalah Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 2,8%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glagah menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan dan Peternakan dan hasil-hasilnya yaitu sebesar 24.8% dan subsektor terkecil adalah Sewa Bangunan sebesar 0.6%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Glagah didominasi oleh tanaman Padi. 19) Kecamatan Licin Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Licin menurut sector menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 66.7% dan sektor terkecil adalah Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 33.3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Licin menurut subsektor adalah Peternakan dan hasilhasilnya yaitu sebesar 66.7% dan subsektor terkecil adalah Pertambangan tanpa migas sebesar 33.3%. 20) Kecamatan Banyuwangi Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Banyuwangi menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yaitu sebesar 32.8% dan sektor terkecil adalah Jasa-jasa yaitu sebesar 9.5%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Banyuwangi menurut subsektor adalah Perdagangan Besar dan eceran yaitu sebesar 17.5% dan subsektor terkecil adalah Jasa Penunjang Angkutan sebesar 1.1%. 21) Kecamatan Giri Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Giri menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 37.2% dan sektor terkecil adalah Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan,dan Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa yaitu sebesar 6.3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Giri menurut subsektor adalah Tanaman Bahan Makanan yaitu sebesar 22.4% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan dan Kebudayaan dan Jasa Perorangan dan Rumah Tangga sebesar 0.9%. 22) Kecamatan Kalipuro Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalipuro menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 33.1% dan sektor terkecil adalah Industri Pengolahan yaitu sebesar 18.8%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalipuro menurut subsektor adalah Tanaman Bahan Makanan dan Peternakan dan hasil-hasilnya yaitu sebesar 20.1% dan subsektor terkecil adalah Makanan, Minuman, dan Tembakau sebesar 2.3%. 23) Kecamatan Wongsorejo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Wongsorejo menurut sektor adalah menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 78.5% dan sektor terkecil adalah Pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 6.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Wongsorejo menurut subsektor adalah Tanaman Bahan Perkebunan yaitu sebesar 38.4% dan subsektor terkecil adalah Penggalian hasilnya sebesar 3.6%. 24) Kecamatan Kabat Secara perhitungan LQ pada Kecamatan Kabat sektor yang memiliki nilai LQ>1 adalah subsektor penggalian saja sehingga tidak dapat dianalisis menggunakan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP). 4.1 Analisis Disparitas Antar Kecamatan a. Hasil analisis Indeks Ketimpangan Williamson data PDRB antar kecamatan Tahun 2009 dan 2010 Pada Tahun 2009 hasil analisis menunjukkan Kecamatan Wongsorejo memiliki nilai ketimpangan yang tinggi yaitu 0.207 dan menurun pada tahun 2010 yaitu 0.195 diikuti Kecamatan Kalipuro 0.171 dan menurun menjadi 0.126 dan Licin 0.162 pada Tahun 2009 dan meningkat menjadi 0.165 pada Tahun 2010. Indeks Williamson yang paling rendah adalah Kecamatan Purwoharjo 0.002 pada Tahun 2009 dan menjadi tanpa ketimpangan pada Tahun 2010. 10

b. Hasil analisis Indeks Entropi Theil data PDRB antar kecamatan Tahun 2009 dan 2010 Hasil analisis PDRB Kecamatan Tahun 2009 dan 2010 menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki disparitas yang paling tinggi adalah Kecamatan Licin, Kalipuro, dan Wongsorejo. Dan yang paling kecil indeks Entropi Theil adalah Kecamatan Tegalsari. c. Analisis PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kecamatan Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi menempati kuadran Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Pada Tahun 2009 dan 2010 Kecamatan yang memiliki nilai rata-rata pendapatan perkapita terbesar adalah Kecamatan Wongsorejo yaitu sebesar Rp. 13.106.558,- pertahun. Sedangkan kecamatan yang memiliki nilai pendapatan terendah adalah Kecamatan Tegalsari Rp. 4.477.586,- pertahun. 4. KESIMPULAN a. Potensi sektor basis di Kabupaten Banyuwangi hasil analisis Tipologi klassen menunjukkan sektor yang dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) dalah Sektor Pertanian dan sektor yang terbelakang adalah sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, dan Jasa-jasa. Hasil analisis Shift-share menunjukkan bahwa sektor yang memiliki nilai keunggulan kompetitif adalah Listrik, Gas, dan Air, sektor pertanian dilanjutkan dengan sektor kontruksi, dan sektor-sektor yang lain memiliki nilai keunggulan kompetitif negative. Hasil analisis LQ sektor unggulan yaitu sektor yang memiliki nilai LQ>1 terdiri dari sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan penggalian, dan Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sektor pertanian merupakan sektor yang masih berperan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi, terlihat dari kontribusinya yang dominan terhadap pendapatan daerah. Potensi di masing-masing kecamatan pada sektor pertanian nilai LQ tertinggi di Kecamatan Wongsorejo, sektor Industri pengolahan di Kecamatan Muncar, sektor Listrik, Gas, dan Air bersih di Kecamatan Banyuwangi, sektor Bangunan di Kecamatan Giri, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Kecamatan Genteng, sektor Pengangkutan dan Komunikasi di Kecamatan Kalipuro, sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan di Kecamatan Glagah, dan Sektor Jasa-jasa di Kecamatan Genteng. b. Hasil analisis AHP untuk mencari solusi kebijakan dari analisis data sekunder mengindikasikan bahwa sektor yang masih sangat potensial dan optimis dikembangkan di Kabupaten Banyuwangi sesuai dengan tahun analisis masih optimis pada sektor pertanian kemudian diikuti dengan sektor perhotelan melihat potensi wisata di Kabupaten Banyuwangi yang masih asri dan bersih yang sangat potensial untuk dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Banyuwangi. c. Hasil analisis disparitas antar kecamatan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil bahwa Kecamatan Muncar, Wongsorejo, Licin, dan Kalipuro mempunya indeks ketimpangan yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain. Hal ini disebabkan tingkat pendapatan perkapita di kecamatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan Tegalsari pendapatan perkapitanya relative paling rendah dibandingkan dengan kecamatan yang lain. 11