BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlokasi di jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

METODE PENELITIAN. observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali


HUBUNGAN EFIKASI DIRI TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. penyakit masyarakat serta andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian. jalan yang banyak dikunjungi oleh customer dan menjadi produk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS PADA Ny.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOSARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

3 KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum

..., Yang membuat pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta. Semua responden penelitian berdomisili di

BAB III METODE PENELITIAN. adalah komorbiditas pada pasien hemodialisa. Kualitas hidup diukur setelah 2

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan metode. adanya perlakuan dari peneliti (Nursalam, 2013).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL. Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian, dan definisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

*Korespondensi Penulis, Telp: , ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten. Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berlokasi di jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 20, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelayanan pokok rawat jalan yang terdapat di rumah sakit ini salah satunya adalah poliklinik penyakit dalam. Poliklinik penyakit dalam memberikan pelayanan penanganan masalah kesehatan organ dalam tanpa bedah yang ditangani oleh dokter spesialisasi. Subspesialisasi penyakit dalam di rumah sakit ini meliputi diabetes melitus, jantung, ginjal, kanker, paru-paru, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem endokrin, dan hematologi. Poliklinik penyakit dalam RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki 4 dokter spesialisasi penyakit dalam yang praktik bergiliran sesuai jadwal yang telah ditentukan dan 15 perawat yang bergantian shift sesuai waktu yang telah ditentukan. Jumlah pasien diabetes melitus di poli ini pada bulan Oktober 2015 sampai Maret 2016 sebanyak 223 orang. Rata-rata pasien diabetes melitus melakukan kunjungan untuk medical check-up sebanyak 2 kali dalam satu bulan. Pelayanan untuk penyakit diabetes melitus di poliklinik penyakit dalam biasanya dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan oleh perawat yang berjaga di poli. Selanjutnya, pasien melakukan konsultasi dengan dokter mengenai masalah kesehatan yang dialami dan intervensi yang dilakukan dokter sesuai kebutuhan pasien, seperti mengecek kadar glikemik, pemeriksaan kadar glukosa darah, perawatan komplikasi, dan peresepan obat. 46

47 B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, status sosial ekonomi, lama menderita, dan komplikasi), efikasi diri, serta kualitas hidup. Dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM Tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Bulan April-Mei 2016 (n=37) Variabel Mean Median SD Min-Maks IK 95% Usia (tahun) 63,14 62 9,798 41-83 59,87-66,40 Lama DM (tahun) 9,49 8 7,089 1-31 7,12-11,85 Sumber: data primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.1 diatas, rerata usia responden adalah 63,14 tahun. Usia termuda adalah 41 tahun dan usia tertua adalah 83 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata usia pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berkisar antara 59,87 sampai 66,40 tahun. Selanjutnya, rerata lama responden menderita DM adalah 9,49 tahun dengan durasi tersingkat 1 tahun dan terlama 31 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata lama menderita DM pada pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berkisar antara 7,12 sampai 11,85 tahun.

48 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Tingkat Pendidikan, Status Sosial Ekonomi, dan Komplikasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Bulan April-Mei 2016 (n=37) Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 15 22 40,5 59,5 Status Menikah 30 81,1 pernikahan Tingkat pendidikan Status sosial ekonomi Duda/janda Tidak sekolah Tamat SD Tamat SMP/MTs Tamat SMA/MA Tamat diploma/sarjana Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja Penghasilan perbulan Tidak berpenghasilan <Rp 1.000.000 Rp 1.000.000-Rp 2.500.000 Rp 2.500.000-Rp 5.000.000 >Rp 5.000.000 Komplikasi Ada komplikasi Tidak ada komplikasi Sumber: data primer, 2016 7 3 4 7 9 14 23 14 5 10 13 8 1 11 26 18,9 8,1 10,8 18,9 24,3 37,8 62,2 37,8 13,5 27,0 35,1 21,6 2,7 29,7 70,3 Tabel 4.2 menunjukkan responden yang mengalami DM tipe 2 sebagian besar adalah perempuan yaitu 22 orang (59,5%), latar belakang pendidikan terbanyak adalah tamatan diploma/sarjana yaitu 14 orang (37,8%), dan status pernikahan sebagian besar masih memiliki pasangan hidup yaitu 30 orang (81,1%). Selanjutnya, untuk status sosial ekonomi sebagian besar responden adalah tidak bekerja yaitu 23 orang (62,2%) dan mayoritas penghasilan perbulan responden berkisar antara Rp 1.000.000- Rp 2.500.000 sebanyak 13 orang (35,1%), serta sebagian besar responden tidak mengalami komplikasi yaitu 26 orang (70,3%).

49 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Efikasi Diri dan Kualitas Hidup di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Bulan April-Mei 2016 (n=37) Variabel Mean Median SD Min-Maks IK 95% Efikasi diri 3,63 3,66 0,29 2,93-4,13 3,53-3,73 Kualitas hidup 3,89 3,89 0,22 3,41-4,30 3,82-3,97 Sumber: data primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.3 diatas, rerata nilai efikasi diri responden adalah 3,63 dengan standar deviasi (SD) 0,29. Nilai efikasi diri terendah adalah 2,93 dan nilai tertinggi adalah 4,13. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata nilai efikasi diri pada pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berkisar antara 3,53 sampai 3,73. Sedangkan rerata nilai kualitas hidup responden adalah 3,89 dengan standar deviasi (SD) 0,22. Nilai kualitas hidup terendah adalah 3,41 dan nilai tertinggi 4,30. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata nilai kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berkisar antara 3,82 sampai 3,97. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson. Tabel penyajian hasil analisis sebagai berikut: Tabel 4.4 Analisis Uji Korelasi Pearson (r) Hubungan Efikasi Diri Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Bulan April-Mei 2016 (n=37) Variabel r R 2 Nilai p Efikasi Diri Kualitas Hidup 0,751 0,564 0,000 Sumber: data primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.4 diatas, diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,005) yang menunjukkan bahwa korelasi antara efikasi

50 diri terhadap kualitas hidup adalah bermakna. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,751 menunjukkan kekuatan korelasi yang kuat dengan arah korelasi positif, artinya semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi kualitas hidup responden. Besaran koefisien determinasi (R square) adalah 0,564. Hal ini menunjukkan bahwa variabel efikasi diri memberikan sumbangan efektif sebesar 56,4% terhadap variabel kualitas hidup, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. C. Pembahasan 1. Karakteristik Responden a. Usia Hasil penelitian menunjukkan rerata usia responden adalah 63,14 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata usia pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berkisar antara 59,87 sampai 66,40 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hunt, et al. (2012) menemukan bahwa kelompok usia yang paling banyak menderita DM tipe 2 adalah 61-70 tahun. Selain itu, berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), proporsi penderita diabetes meningkat seiring bertambahnya usia, terutama pada usia diatas 45 tahun. Wulandari & Isfandiari (2013) menyatakan bahwa pertambahan usia mengakibatkan kemampuan kerja insulin sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel sudah tidak berfungsi dengan baik, sehingga terjadi resistensi insulin.

51 b. Jenis kelamin Jenis kelamin responden dalam penelitian ini lebih banyak pada perempuan. Hal ini sesuai dengan Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, jumlah penderita diabetes lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal ini dikarenakan perbedaan gaya hidup dan risiko pengembangan diabetes (Hilawe, et al., 2013). Perempuan lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar, sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome) dan pasca menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal sehingga perempuan berisiko menderita DM tipe 2 (Irawan, 2010). c. Status pernikahan Status pernikahan dalam penelitian ini sebagian besar responden adalah menikah atau masih memiliki pasangan hidup. Penelitian Hasanat (2008) menyatakan bahwa dukungan sosial pada penderita diabetes selama melakukan perilaku self-management salah satunya didapatkan dari pasangannya. Hal tersebut dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan perawatan diri diabetes. d. Tingkat pendidikan Hasil penelitian untuk tingkat pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah tamatan diploma/sarjana. Tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan atau pengobatan penyakit yang dideritanya dan mampu memilih serta

52 memutuskan tindakan yang akan dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya (Yusra, 2011). Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tanggap beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan (Wahyuanasari, 2012). e. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi dalam penelitian ini sebagian besar responden adalah tidak bekerja, baik tidak bekerja karena pensiunan, berhenti dari pekerjaan terdahulu, maupun sebagai ibu rumah tangga. Hal ini sejalan dengan Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), proporsi pekerjaan penderita diabetes tertinggi adalah tidak bekerja. Sedangkan untuk penghasilan perbulan responden sebagian besar berkisar antara Rp 1.000.000-Rp 2.500.000. Status ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari penghasilan responden sendiri. Penghasilan ini berada diatas upah minimum propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Badan Pusat Statistik, 2016). f. Lama menderita Hasil penelitian rerata lama responden menderita DM adalah 9,49 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rerata lama menderita diabetes pada pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berkisar antara 7,12-11,85 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nyunt, et al. (2010) menemukan bahwa lama menderita diabetes tertinggi berada pada rentang 5-10 tahun.

53 g. Komplikasi Hasil penelitian pada responden sebagian besar tidak mengalami komplikasi. Hal ini dapat dikarenakan diabetes yang diderita telah tertangani dengan baik dan kadar glukosa darah yang terkendali. Sesuai dalam penelitian Wulandari & Isfandiari (2013) pengobatan dan perawatan secara intensif pada penderita diabetes bertujuan untuk mencegah timbulnya berbagai komplikasi akibat diabetes. Sedangkan komplikasi yang dialami responden dalam penelitian ini berupa hipertensi, luka pada kaki, penyempitan syaraf, dan kerusakan mata. Penyakit-penyakit tersebut muncul pada pasien DM tipe 2 sebagai akibat gangguan pada sistem vaskuler (Smeltzer & Bare, 2008). 2. Efikasi Diri dan Kualitas Hidup Responden a. Efikasi diri Skala pengukuran efikasi diri yang digunakan dalam penelitian ini berada pada rentang skor 1 sampai 5. Sesuai hasil penelitian, diperoleh nilai rerata untuk efikasi diri pada responden adalah 3,63 (SD=0,29). Berdasarkan nilai rata-rata dan disesuaikan dengan interpretasi kategori dari Nursalam (2013), dapat disimpulkan bahwa responden memiliki efikasi diri yang cukup (72,6%). Nilai tersebut diperoleh dari membagi skor rata-rata dengan skor maksimal kemudian dikali 100% (baik: 76-100%, cukup: 56-75%, dan kurang: 55%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Hunt, et al. (2012) pada 152 responden dengan DM tipe 2 menunjukkan rata-rata untuk efikasi diri sebesar 7,53 (SD=1,52) untuk rentang skor 0-10. Hal ini

54 dapat mengindikasikan semakin tinggi skor maka tingkat efikasi diri semakin tinggi atau dapat dikatakan responden sangat yakin dapat melakukan perawatan diri berhubungan dengan diabetes. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa seseorang yang hidup dengan DM tipe 2 yang memiliki skor efikasi diri tinggi lebih mungkin untuk melakukan diet, olahraga, pemantauan glukosa darah mandiri, konsumsi obat, dan perawatan kaki secara optimal. b. Kualitas hidup Skala pengukuran kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini berada pada rentang skor 1 sampai 5. Sesuai hasil penelitian, diperoleh nilai rerata kualitas hidup pada responden adalah 3,89 (SD=0,22). Berdasarkan nilai rata-rata dan disesuaikan dengan interpretasi kategori dari Nursalam (2013), dapat disimpulkan bahwa responden memiliki kualitas hidup yang baik (77,8%). Nilai tersebut diperoleh dari membagi skor rata-rata dengan skor maksimal kemudian dikali 100% (baik: 76-100%, cukup: 56-75%, dan kurang: 55%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Yusra (2010) pada 120 responden dengan DM tipe 2 menunjukkan rata-rata untuk kualitas hidup sebesar 2,9 (SD=0,43) untuk rentang skor 1-5. Berdasarkan dari nilai rata-rata, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa responden sudah merasa puas dengan kualitas hidup yang dimiliki, baik dari segi fisik, psikologis, maupun sosial.

55 3. Hubungan Efikasi Diri Terhadap Kualitas Hidup Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara efikasi diri dengan kualitas hidup (p=0,000). Hasil uji statistik lebih lanjut diketahui nilai korelasi (r=0,751), menunjukkan bahwa semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi kualitas hidup pasien dan hubungan antara kedua variabel tersebut kuat. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara efikasi diri dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 (Anwar, 2015; Nursari, 2014; Asri, 2006). Efikasi diri tidak berkaitan dengan kemampuan sebenarnya melainkan keyakinan yang dimiliki individu. Efikasi diri pada pasien DM tipe 2 berfokus pada keyakinan yang dimiliki terhadap kemampuannya untuk melakukan berbagai perilaku perawatan diri atau self-management diabetes (Al-Khawaldeh, et al., 2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang menyebutkan bahwa efikasi diri mempunyai hubungan positif dengan perilaku perawatan diri yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup (Kara & Alberto, 2006 dalam Rini, 2011). Hasil penelitian lain menunjukkan pasien dengan tingkat efikasi diri yang tinggi diketahui memiliki kontrol glikemik yang lebih baik. Hal ini karena efikasi diri telah terbukti menjadi prediktor terkuat dan paling berguna bagi pasien diabetes untuk melakukan perawatan diri (Nyunt, et al., 2010). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa seseorang dengan diabetes memiliki kontrol glikemik yang lebih baik umumnya mengalami peningkatan kualitas hidup dan beberapa faktor psikososial seperti

56 keyakinan diri berhubungan dengan kesehatan, dukungan sosial, strategi mengatasi masalah, serta kepribadian memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup, baik secara langsung maupun melalui kemampuan mereka dalam menghadapi dampak negatif dari diabetes (Porojan, 2009). Penelitian Hunt, et al. (2012) menjelaskan bahwa efikasi diri secara signifikan berhubungan positif dengan perilaku self-management pada pasien DM tipe 2. Perilaku tersebut meliputi diet sehat, aktifitas fisik, pemantauan glukosa darah mandiri, terapi obat, dan perawatan kaki. Efikasi diri yang tinggi, dukungan sosial yang baik, dan kemampuan memecahkan masalah yang efektif pada individu dengan DM tipe 2 diketahui lebih siap untuk menangani tekanan hidup dan berpotensi dalam peningkatan self-management (King, et al., 2010). Penelitian lain berpendapat bahwa self-management efektif berkontribusi dalam kontrol glukosa darah, menurunkan tekanan darah dan kolesterol, mencegah komplikasi, serta meningkatkan kualitas hidup (Funnell, et al., 2007). Efikasi diri dapat menjadi prediksi terhadap kualitas hidup seseorang baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Bentsen, et al., 2010). Kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari kesejahteraanya baik dari segi fisik, psikologis, sosial, maupun lingkungan (Zainuddin, et al., 2015). Kualitas hidup yang tinggi merupakan tujuan akhir dan hasil penting dari semua intervensi medis pada pasien diabetes, serta pada pasien diabetes yang tidak terkontrol diketahui memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan pasien diabetes yang terkontrol (Spasic, et al., 2014).

57 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara usia dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2, semakin bertambah usia semakin menurun nilai kualitas hidupnya (Yusra, 2011). Begitu juga pada penelitian Funnel, et al. (2008) menjelaskan bahwa peningkatan usia berefek negatif terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2. Hal ini dikarenakan perubahan fisiologis, anatomis, dan biokimiawi yang muncul seiring bertambahnya usia, akan meningkatkan gangguan toleransi glukosa. Hal ini tentunya akan menimbulkan permasalahan baik fisik, psikologis, dan sosial sehingga akan mengalami keterbatasan yang berdampak pada penurunan kualitas hidup (Yusra, 2011). Menurut Mystakidou, el al. (2010) ada hubungan antara usia dengan efikasi diri. Tahap keberhasilan seseorang biasanya terjadi pada usia 40-65 tahun, dapat dikatakan usia tersebut seseorang telah memiliki efikasi diri yang baik sehingga mampu membimbing dan menilai diri sendiri. Berbeda dengan penelitian Ariani (2011) menyebutkan tidak ada hubungan antara usia dengan efikasi diri. Karena kemungkinan pada pasien yang lebih tua memiliki komplikasi atau penyakit penyerta yang akan menurunkan kemampuan fungsi fisik sehingga pasien merasa tidak mampu untuk melakukan perawatan dirinya dengan baik. Penelitian Mandagi (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas hidup. Yusra (2011) menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam mengelola penyakitnya, sehingga meskipun jenis kelamin berbeda tetapi tindakan

58 yang dilakukan dalam mengatasi masalah diabetes tepat, tentunya kualitas hidup akan terpelihara dengan baik. Sedangkan penelitian Gautam (2009) menyampaikan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kualitas hidup, mayoritas kualitas hidup yang rendah terjadi pada perempuan. Demikian juga penelitian Varghese (2007) bahwa laki-laki memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal ini karena laki-laki lebih menunjukkan kepercayaan diri terhadap kemampuan dalam mengontrol diabetes dan berisiko lebih kecil untuk mengalami depresi atau kecemasan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan efikasi diri (Ariani, 2011; Wu, et al., 2006). Hal ini karena laki-laki cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dan lebih mampu mengatasi berbagai masalah secara lebih mandiri termasuk saat mengalami diabetes. Di satu sisi perempuan cenderung lebih patuh dalam menjalani pengobatan dan perawatan diri diabetes. Jadi laki-laki dan perempuan memiliki keyakinan yang sama terhadap kemampuannya dalam mengelola diabetes (Ariani, 2011). Berbeda dengan penelitian Rubin & Peyrot (2001) dalam Wu (2007) menyatakan bahwa perempuan memiliki efikasi diri lebih rendah dibandingkan laki-laki, karena perempuan lebih mudah mengalami depresi sehingga menurunkan motivasi untuk melakukan perawatan diri. Beberapa penelitian menyampaikan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan kualitas hidup (Mier, et al., 2008; Wexler, et al., 2006). Individu dengan pendidikan yang baik, lebih matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah menerima pengaruh

59 luar yang positif, objektif, dan terbuka terhadap berbagai informasi termasuk tentang kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Penelitian Ngurah (2014) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berhubungan dengan efikasi diri, pasien dengan tingkat pendididikan lebih tinggi mudah mengakses berbagai informasi mengenai penyakit dan penatalaksanaannya sehingga lebih mungkin memiliki keyakinan dalam perawatan diri untuk mencegah timbulnya komplikasi. Hasil penelitian Yusra (2011) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan sosial ekonomi dengan kualitas hidup. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Mier, et al. (2008), bahwa sosial ekonomi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup. Sosial ekonomi yang berbeda tidak menentukan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2. Meskipun sosial ekonomi rendah, hal terpenting adalah pengetahuan yang dimiliki dalam melakukan pengobatan dan perawatan diri untuk mengatasi permasalahan penyakitnya (Yusra, 2011). Berbeda dengan penelitian Butler (2002) menyatakan bahwa keterbatasan finansial akan membatasi responden untuk mencari informasi, perawatan, dan pengobatan untuk dirinya sehingga akan berdampak pada kualitas hidup. Penelitian Ariani (2011) menyampaikan bahwa penghasilan yang tinggi menunjukkan efikasi diri yang baik. Pasien dengan penghasilan yang baik berpengaruh positif terhadap kesehatan dan kontrol glikemik (Rubin & Peyrot (2000). Kualitas hidup yang baik terjadi pada pasien yang menderita DM tipe 2 kurang dari 10 tahun, hal ini dikaitkan dengan kecenderungan yang lebih rendah untuk memiliki komplikasi (Spasic, et al., 2014). Sedangkan

60 untuk efikasi diri, pasien yang telah menderita diabetes melitus 11 tahun memiliki efikasi diri yang baik dari pada pasien yang menderita diabetes melitus <10 tahun, hal ini disebabkan karena pasien telah berpengalaman dalam mengelola penyakitnya dan memiliki koping yang baik. Menurut penelitian Andayani (2010) menyatakan bahwa komplikasi yang dialami pasien DM tipe 2 berhubungan dengan rendahnya kualitas hidup. Sedangkan pada efikasi, pasien yang telah lama menderita diabetes melitus namun disertai komplikasi memiliki efikasi diri yang rendah (Yusra, 2011). D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian 1. Kekuatan Penelitian Total pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 61 item, hal ini banyak pertanyaan yang diterapkan mengenai suatu topik sehingga memiliki tingkat kekritisan yang tinggi dan kuesioner yang digunakan diadopsi dari kuesioner baku sehingga membuat pengukuran lebih tepat. 2. Kelemahan Penelitian a. Penelitian ini tidak menghubungan antara karakteristik demografi responden dengan efikasi diri dan kualitas hidup. b. Pengambilan data dilakukan sebelum responden melakukan medical check-up atau tepatnya pada saat responden menunggu dipanggil untuk pemeriksaan. Keterbatasan yang dialami adalah beberapa responden kurang konsentrasi dalam menjawab pertanyaan karena menunggu dipanggil oleh perawat dan merasa khawatir nomor antrian terlewatkan.

61 c. Kebenaran pengisian kuesioner ini sangat dipengaruhi oleh kejujuran, pemahaman, dan daya ingat responden terhadap efikasi diri yang dimiliki dan kualitas hidup yang dirasakan. Apabila terdapat gangguan konsentrasi dan penurunan daya ingat akan mempengaruhi kebenaran jawaban yang diberikan.