BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Unnes Journal of Public Health

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

Prevalensi pre_treatment

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

Juli Desember Abstract

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi TB Paru di Indonesia dan negara negara sedang berkembang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi


BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT PASCA PENGOBATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP ENDEMISITAS FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan. Dapat menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin. Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. 1 Program eliminasi filariasis didasarkan atas dasar kesepakatan global WHO yakni The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020, yang merupakan realisasi dari resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1997. Tahun 2004, filariasis menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara seluruh dunia serta 1/5 penduduk dunia atau 1,1 milyar penduduk di 83 negara di seluruh dunia berisiko terinfeksi filariasis, terutama di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, filariasis tersebar luas di seluruh propinsi. Penyakit ini tidak mengakibatkan kematian, akan tetapi dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup, stigma sosial, serta gangguan atau hambatan psikososial sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerja penderita, keluarga, dan masyarakat yang menimbulkan masalah ekonomi yang mengakibatkan kerugian yang besar. 2 1

2 Hampir seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis filariasis, terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi. Sejak tahun 2000 hingga 2009 dilaporkan kasus kronis filariasis sebanyak 11.914 kasus yang tersebar di 401 Kabupaten/kota. Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/kota yang ditindaklanjuti dengan survei endemisitas filariasis, sampai dengan tahun 2009 terdapat 337 kabupaten/kota endemis dan 135 kabupaten/kota non endemis. 1 Penyelenggaraan eliminasi filariasis diprioritaskan pada daerah endemis filariasis. Endemisitas filariasis di kabupaten/kota ditentukan berdasarkan survei pada desa yang memiliki kasus kronis, dengan memeriksa darah jari 500 orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal penderita kronis tersebut pada malam hari. Mikrofilaria (Mf) rate 1% atau lebih merupakan indikator suatu kabupaten/kota menjadi daerah endemis filariasis. Mf rate dihitung dengan cara membagi jumlah sediaan yang positif mikrofilaria dengan jumlah sediaan darah yang di periksa dikali seratus persen. 3 Tingkat endemisitas di Indonesia berkisar antara 0%-40%. Dengan endemisitas setiap provinsi dan kabupaten berbeda-beda. Untuk menentukan endemisitas dilakukan survei darah jari yang dilakukan di setiap kabupaten/kota. Dari hasil survei tersebut, hingga tahun 2008, kabupaten/kota yang endemis filariasis adalah 335 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota yang ada di Indonesia (67%), 3 kabupaten/kota yang tidak endemis filariasis (0,6%), dan 176 kabupaten/kota yang belum melakukan survey endemisitas filariasis. Pada tahun 2009 setelah dilakukan survei pada kabupaten/kota yang belum melakukan survei tahun 2008, jumlah

3 Kabupaten/kota yang endemis filariasis meningkat menjadi 356 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota di Indonesia atau sebesar 71,9% sedangkan 139 kabupaten/kota (28,1%) tidak endemis filariasis. 3 Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan Sulawesi Utara (30 orang). Kejadian filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Hal ini memerlukan perhatian untuk ditindak lanjuti, dan dicari kemungkinan penyebabnya. 3 Jumlah kasus yang mendapat penatalaksanaan sesuai dengan kondisi klinis kasus terus meningkat. Pada tahun 2005 jumlah kasus yang ditatalaksana sebanyak 1.461 orang dari 8.423 orang (17,62%). Pada tahun 2009 kasus yang ditatalaksana 4.766 orang dari 11.914 orang (40%). Bila dilihat dari persentase kasus yang ditatalaksana dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, maka tatalaksana kasus filariasis belum ada yang mencapai target. Kasus filariasis yang ditatalaksana dari tahun 2005 2009 berkisar antara 17%-40%, sedangkan target kasus yang ditangani per tahun di atas 90%. Penatalaksanaan kasus klinis ini merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Rendahnya pencapaian indikator tatalaksana kasus klinis memerlukan perhatian khusus pemerintah daerah dalam peningkatannya. 3 Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang banyak ditemukan kasus filariasis. Jumlah kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah

4 dari tahun ke tahun semakin meningkat. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537 penderita dan ada 141 kasus baru yang ditemukan di 9 kabupaten/kota. 4 Kasus penyakit filariasis ditangani jumlah, kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin bertambah. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537 penderita. Tahun 2011 ada 141 kasus baru yang ditemukan di 9 kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan (125 kasus), Kabupaten Banjarnegara (5 kasus), Kota Semarang (2 kasus), Kabupaten Semarang (2 kasus), Kabupaten Brebes (2 kasus), Kabupaten Boyolali (1 kasus), Kabupaten Demak (1 kasus), Kabupaten Batang (1 kasus) dan Kabupaten Pemalang (1 kasus). 5 Kasus filariasis di Provinsi Jawa tengah secara kumulatif sampai dengan tahun 2014 sudah mencapai 590, diperlukan upaya-upaya penanggulangan penyakit filariasis dengan pemutusan transmisi dengan pengobatan massal pada populasi berisiko (endemis) Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan dan tatalaksana dengan perawatan di tingkat masyarakat pada kasus filariasis kronis. Dalam lima tahun terakhir, sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 kasus filariasis di Jawa Tengah selalu ditemukan dan secara kumulatif mengalami pertambahan jumlah kasus filariasis kronis. Disamping terjadi peningkatan jumlah kasus filariasis kronis, juga bertambahnya Kabupaten/Kota yang sebelumnya tidak pernah melaporkan adanya penderita filariasis kronis. Sampai dengan tahun 2014 sudah 34 Kabupaten/Kota yang melaporkan ditemukan penderita filariasis kronis. 6

5 Kasus filariasis di Kota Pekalongan mulai ditemukan pertama kali pada tahun 2002 dan pada tahun 2004 mulai dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) sebagai langkah pertama dalam upaya eliminasi filariasis di Kota Pekalongan. Berdasarkan hasil survei darah jari (SDJ) yang telah dilakukan mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 jumlah kasus klinis yang ditemukan sebanyak 172 kasus, sedangkan untuk kasus kronis sebanyak 21 kasus. Pada tahun 2010, kasus filariasis di Kota Pekalongan berjumlah 63 penderita yang terdiri dari 55 kasus klinis dan 8 kasus kronis. Pada tahun 2011 kota pekalongan mengalami peningkatan jumlah kasus menjadi 117 penderita yang terdiri dari 110 kasus klinis dan 7 kasus kronis. Pada tahun 2012 jumlah kasus filariasis menjadi 66 penderita yang terdiri dari 59 kasus klinis dan 7 kasus kronis yang diambil dari sampel 4 kelurahan yaitu Kelurahan Kertoharjo, Jenggot, Pabean dan Banyurip. 7 Lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi seperti penelitian Rizky Amelia menunjukkan hasil bahwa responden yang dekat dengan tempat perindukan nyamuk mempunyai risiko 8,556 kali lebih besar menderita filariasis daripada responden yang tidak dekat dengan tempat perindukan nyamuk serta responden yang kondisi sanitasi lingkungan sekitarnya buruk mempunyai risiko 8,556 kali lebih besar menderita filariasis daripada responden yang kondisi lingkungan sekitarnya baik. 8 Sedangkan dari penelitian Nola Riftiana menunjukkan bahwa pekerjan selain petani yang dilakukan pada malam hari akan meningkatkan risiko terjadinya filariasis sebasar 3,519 kali dibandingkan dengan orang yang bekerja pada siang hari. Masyarakat di wilayah Kabupaten Pekalongan sebagian besar mempunyai mata pencaharian berdagang ataupun buruh/tukang. Hal ini dapat dilihat dari 68

6 responden yang diwawancarai terdapat 47,0% warga yang memiliki mata pencaharian buruh/tukang, seperti buruh batik yang memungkinkan mereka keluar rumah pada malam hari ke rumah tetangga untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mereka kadang tidak sadar bahwa tubuh mereka dihisap nyamuk saat membatik. Terdapat 30,9% warga yang memilki pekerjaan sebagai pedagang/wiraswasta, dan kegiatan tersebut dilakukan pada malam hari sehingga memungkinkan mereka terpapar oleh gigitan nyamuk. 9 Hasil survey awal yang telah penulis lakukan pada tanggal 9 November 2015, menunjukkan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Kota Pekalongan berupa dua program utama yakni program pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP) dan program survey darah jari (SDJ). Dimana POMP dilaksanakan setiap tahun selama 5 tahun. POMP di mulai pada tahun 2011 hingga 2015. Sedangkan untuk program SDJ dilakukan ketika ada laporan temuan kasus filariasis. SDJ dilakukan untuk membuktikan apakah ada atau tidaknya mikrofilaria di darah penderita. Selain dua program pencegahan dan penanggulangan yang pokok, Dinas kesehatan Kota Pekalongan juga melaksanakan program untuk pemberantasan nyamuk beserta sarangnya. Program tersebut berupa melaksanakan program pemeriksaan jentik nyamuk, fogging focus atau pengasapan untuk membasmi nyamuk dewasa serta pemberian larvasida. Dinas Kesehatan Kota Pekalongan telah membagikan obat pencegahan filariasis (penyakit kaki gajah) secara massal untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Pemberian obat pencegahan filariasis secara massal tahun ini memasuki tahun kelima. Tahun 2015 ditemukan 37 penderita klinis baru penyakit kaki gajah di Kota Pekalongan dimana

7 tersebar di empat kecamatan Kota Pekalongan. Kecamatan dengan angka tertingi adalah kecamatan Pekalongan Selatan 17 kasus, Kecamatan Pekalongan Barat 11 kasus, Kecamatan Pekalongan Utara 5 kasus dan Kecamatan Pekalongan Timur 4 kasus. 10 Tahun 2013, angka kepatuhan minum obat hanya mencapai 55,88 persen, sementara satu tahun sebelumnya atau 2012 angka kepatuhan mencapai 60,89 dan pada 2011 lalu mencapai 63,01. Sementara yang akan menjadi acuan diulang atau tidaknya POMP filariasis adalah dari hasil survey terakhir kepatuhan minum obat penduduk. 11 Sama halnya dengan penelitian dari Santoso dkk bahwa kegiatan pengobatan massal filariasis yang telah dilakukan selama 2 tahun ternyata telah dapat menurunkan angka microfilaria di Kabupaten Belitung Timur. Bila dibandingkan dengan hasil SDJ sebelum dilakukan pengobatan massal, maka terjadi penurunan yang angka microfilaria dari 2,52% menjadi 0,15%. Penurunan angka microfilaria ini menunjukkan bahwa kegiatan pengobatan massal yang dilakukan terbukti efektif untuk menurunkan angka microfilaria. Namun demikian dengan adanya penurunan angka microfilaria ini bukan berarti kegiatan pengobatan massal sudah selesai. Kegiatan pengobatan massal harus tetap dilaksanakan sampai selesai (selama 5 tahun) sehingga angka microfilaria bisa ditekan sampai serendah-rendahnya. 12 Indikator keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis, meliputi minimal 85% penduduk yang berisiko tertular filariasis yang tinggal di daerah endemis harus mendapatkan POMP filariasis. 3 Angka penerima POMP yang meminum obat harus lebih tinggi dibanding penerima

8 POMP yang tidak meminum obat, tidak ada peningkatan kasus filariasis kronis, serta tidak ditemukannya mikrofilaria dalam darah penduduk. Berdasarkan latar belakang tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Kota Pekalongan. Dikarenakan Kota Pekalongan merupakan salah satu wilayah endemis filariasis yang mana telah menginfeksi sejumlah warga. B. Perumusan Masalah Berdasakan latar belakang di atas peneliti merumusan masalah yaitu faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan program pencegahan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat pendidikan petugas bagian P2 Puskesmas se-kota Pekalongan tahun 2016 b. Mendeskripsikan mekanisme pelaporan kasus dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016.

9 c. Mendeskripsikan peran masyarakat dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. d. Mendeskripsikan sarana laboratorium dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. e. Mendeskripsikan pemberian POMP filariasis dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. f. Mendeskripsikan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. g. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan petugas dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. h. Menganalisis hubungan antara mekanisme pelaporan kasus dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. i. Menganalisis hubungan antara peran masyarakat dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. j. Menganalisis hubungan antara sarana laboratorium dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016.

10 k. Menganalisis hubungan antara pemberian POMP filariasis dengan tingkat keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan tahun 2016. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi keilmuan Menambah referensi kepustakaan mengenai penyakit filariasis untuk pengembangan baik secara teoritis maupun aplikatif sebagai bahan informasi yang dapat digunakan pihak lain. 2. Bagi Institusi Kesehatan Manfaat penelitian bagi institusi kesehatan yaitu sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi masyarakat Manfaat penelitian yaitu sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk dilakukan tindakan demi mengurangi angka kejadian filariasis. E. Keaslian Penelitian No. Nama peneliti 1. Rizky Amelia (2015) Judul penelitian Analisis faktor risiko kejadian filariasis Variable dan rancangan penelitian Variable bebas meliputi tingkat pendidikan, penggunaan ventilasi kawat kasa, keberadaan kandang kandang ternak, tempat perindukan nyamuk, kebiasaan keluar malam, Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Oles, Kondisi Sanitasi Sekitar, Tingkat Pengetahuan Tentang Filariasis, Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, Kebiasaan Menggunakan Baju Hasil penelitian Ada hubungan antara praktek menutup ventilasi dengan kawat kasa, tempat perindukan nyamuk, kondisi sanitasi lingkungan sekitar, keluar rumah malam hari, kebiasaan memakai obat nyamuk oles, kebiasaan menggunakan baju panjang dan celana panjang saat keluar rumah malam hari, jenis pekerjaan, tingkat

11 2. Reyke Uloli (2008) 3. Ahmad Erlan (2014) 4. Dewi Kusuma Analisis faktor faktor risiko kejadian filariasis Promosi kesehatan dalam pengendalian filariasis Gambaran faktor-faktor Panjang dan Celana Panjang Saat Keluar Malam Hari, Praktek minum obat filariasis. Variabel terikatnya adalah kejadian filariasis dengan desain case control. Variable bebas meliputi Status Sosial Budaya, umur, Perilaku atau Kebiasaan Responden, Lingkungan, penggunaan kelambu, penggunaan lengan panjang, tingkat pengetahuan. Variabel terikatnya adalah kejadian filariasis dengan desain case control. Variabel bebas meliputi kondisi lingkungan, kebiasaan menggunakan kelambu, kebiasaan menggunakan pakaian lengan panjang, pemakaian kasa pada ventilasi, tingkat pengetahuan masyarakat Variabel bebas meliputi umur, jenis pengetahuan tentang filariasis, minum obat filariasis dengan kejadian Filariasis. Tidak ada hubungan antara keberadaan kandang ternak di sekitar rumah, dan jenis kelamin responden dengan kejadian Filariasis. Faktor perilaku/kebiasaan tidak memakai kelambu, tidak memakai lengan panjang) dan faktor lingkungan (rawa/breeding places nyamuk), serta faktor status sosial budaya (pengetahuan rendah), merupakan faktor risiko terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Bone Bolango. Faktor perilaku/kebiasaan tidak memakai kelambu, tidak memakai pakaian lengan panjang dan faktor lingkungan (rawarawa), serta faktor sosial budaya (pengetahuan rendah) merupakan faktor risiko terhadap kejadian filariasis. Hasil penelitian berupa responden

12 Wardani (2009) predisposisi dan praktik minum obat pada pengobatan massal filariasis di 7 RW kelurahan baktijaya depok tahun 2009 kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang filariasis dan praktik minum obat dengan rancangan penelitian cross sectional. dalam penelitian 118 orang dengan pengetahuan baik tentang filariasis 16,1%, responen mengetahui adanya pengobatan massal 88,1%, menerima obat massal 86 orang (72,9%), menerima obat massal dan meminumnya 73 orang (84,9%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah terletak pada variabel bebas penelitian yaitu: tingkat pendidikan, mekanisme pelaporan, peran masyarakat, sarana laboratorium, pemberian POMP, lokasi penelitian dan waktu penelitian. Sedangkan pada variabel terikat yaitu keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan filariasis di Puskesmas Se-Kota Pekalongan. F. Ruang Lingkup a. Lingkup Keilmuan Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat khususnya Epidemiologi penyakit b. Lingkup Materi Materi dalam penelitian ini dibatasi pada tingkat pendidikan petugas, mekanisme pelaporan, peran masyarakat, sarana laboratorium dan ketersediaan obat. c. Lingkup Lokasi Lokasi penelitian ini di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pekalongan.

13 d. Lingkup Metode Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kuantitatif observasional dengan rancangan penelitian (cross sectional) e. Lingkup Obyek/Sasaran Obyek sasaran penelitian yaitu petugas puskesmas dan masyarakat. f. Lingkup Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2016.