BAB IV HASIL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

BAB IV HASIL PENGUJIAN

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

ANALISA UKURAN BUTIR FERIT DAN LAJU KOROSI BAJA HSLA %Nb SETELAH CANAI PANAS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

BAB IV DATA DAN ANALISA

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834

MODIFIKASI METODE ETSA TERHADAP PE AMPAKA BATAS BUTIR AUSTE IT PADA BAJA HSLA A572 GRADE 50 HASIL PROSES CA AI PA AS

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

BAB V PEMBAHASAN 60 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II STUDI LITERATUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut:

Karakterisasi Material Sprocket

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA CrMoV DENGAN MEDIA QUENCH YANG BERBEDA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES AUSTEMPERING BERPENGARUH TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON TINGGI

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

ANALISIS PENINGKATKAN KUALITAS SPROKET SEPEDA MOTOR BUATAN LOKAL DENGAN METODE KARBURASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HARDENABILITY. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

MODEL EMPIRIS KINETIKA PERTUMBUHAN BUTIR BAJA HSLA 0,111 %Nb PADA PEMANASAN ISOTHERMAL DENGAN VARIABEL TEMPERATUR PEMANASAN DAN WAKTU TAHAN SKRIPSI

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

BAB II KERANGKA TEORI

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

1 BAB IV DATA PENELITIAN

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

UNIVERSITAS MERCU BUANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di susun oleh: Rusdi Ainul Yakin : Tedy Haryadi : DIAGRAM FASA

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, dan LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON EMS-45 DENGAN METODE UJI JOMINY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0,029% Nb dan baja karbon rendah digunakan sebagai benda uji. Benda uji dipanaskan ulang pada temperatur 1200 O C secara isothermal selama satu jam. Proses perlakuan panas ini akan menghasilkan ukuran butir yang berbeda. Kemudian setelah itu benda uji dilakukan pengujian korosi dengan menggunakan metode sembur kabut garam. Hasil penelitian yang diperoleh berupa struktur mikro dan pertumbuhan butir ferit yang dinyatakan dalam diameter butir tersebut. Selain itu juga dihasilkan data hasil laju korosi dalam mpy. 4.1. BESAR BUTIR FERIT Ukuran diameter butir ferit akan berubah setelah dilakukan pemanasan. Hal ini ditunjukan oleh hasil perhitungan butir ferit dengan metoda planimetri Jeffries sesuai dengan ASTM E-112. Perbandingan besar butir ferit sebelum dan sesudah perlakuan pada baja HSLA dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Ukuran diameter butir ferit pada baja karbon rendah dan baja HSLA Material d Ferit (µm) Low C bulk 9.17 ± 0.11 Low C quench 12.2 ± 0.12 Low C air cooling 15.37 ± 0.23 HSLA bulk 12.53 ± 0.4 HSLA quench - HSLA air cooling 17.2 ± 0.9 30

Untuk perhitungan ukuran butir ferit pada HSLA menggunakan data percobaan saudara Nandyo [21], dimana pendinginan yang digunakan adalah pendinginan udara, dikarenakan tidak terbentuknya fasa ferit pada HSLA as quench. Gambar 4.1 Perbandingan besar butir ferit baja karbon rendah dengan baja HSLA 4.2. PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO Struktur mikro benda uji diamati dengan menggunakan metode metalografi. Hasil foto pengamatan struktur mikro ditampilkan pada gambar 4.2 sampai 4.7. 31

20µm Gambar 4.2. Foto struktur mikro ferit baja HSLA 0,029 % Nb tanpa perlakuan, etsa Nital 2% 20µm Gambar 4.3 Foto struktur mikro baja HSLA 0,029 % Nb reheat pada 1200 o C selama 1 jam celup air, etsa Nital 2%, quench air 32

20µm Gambar 4.4 Foto struktur mikro butir ferit baja HSLA 0,029 % Nb setelah reheat pada 1200 o C selama 1 jam, etsa Nital 2%, pendinginan udara 20µm Gambar 4.5 Foto struktur mikro ferit baja karbon rendah tanpa perlakuan, etsa Nital 2% 33

20µm Gambar 4.6 Foto struktur mikro butir ferit baja karbon rendah setelah reheat 1200 o C selama 1 jam, etsa Nital 2%, quench air 20µm Gambar 4.7 Foto struktur mikro butir ferit baja karbon rendah setelah reheat 1200 o C selama 1 jam, etsa Nital 2%, pendinginan udara. 34

4.3 PENGUJIAN KOROSI Hasil yang diperoleh dari proses sembut kabut garam berupa selisih pengurangan berat logam sebelum proses pemanasan dengan berat logam sesudah proses pemanasan. Perhitungan laju korosi menggunakan persamaan 2.2. mpy = k.w... (2.2) D.A.T Hasil pengujian sembur kabut garam dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.8. Material Low C non-reheat Low C quench HSLA non-reheat HSLA quench Tabel 4.2 Hasil pengujian sembur kabut garam Waktu (Jam) Luas (cm2) W (g) Laju Korosi (mpy) 48 4 0.17 388.6371 48 4 0.04 91.4440 48 4 0.04 91.4440 48 4 0.07 160.0270 48 4 0.06 137.1660 48 4 0.06 137.1660 48 4 0.08 183.121 48 4 0.1 228.9013 48 4 0.06 137.3408 48 4 0.07 160.2309 48 4 0.06 137.3408 48 4 0.04 91.5605 Laju Korosi Rata-rata 190.5084 144.7864 183.121 129.7107 35

Gambar 4.8 Perbandingan laju korosi baja HSLA dan baja karbon rendah sebelum dan sesudah reheat 36

BAB V PEMBAHASAN Besarnya ukuran butir ferit pada baja HSLA dipengaruhi oleh melarutnya presipitat Nb(CN) yang berfungsi sebagai pengunci pergerakan batas butir. Larutnya presipitat diawali dengan terjadinya pengkasaran butir pada temperatur pengkasaran butir. Temperatur pelarutan presipitat Nb(CN) dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini [6] : Log [Nb][C + 12/14 N] = 2,26 6770/Ts (5.1) Dengan memasukan %berat dari komposisi yaitu Nb=0,029, C=0,087, N=0,01 maka didapatkan temperatur pelarutan presipitat Nb(CN) yaitu Ts = 1137 o C. Sedangkan untuk mengetahui temperatur pengkasaran butir ditentukan melalui persamaan berikut [6] : Tc = 460 + 0,569(Ts 273) (5.2) Dengan memasukan nilai Ts hasil perhitungan 5.2, maka diperoleh temperatur pengkasaran butir Tc = 1106 o C. Pada temperatur pengkasaran butir terjadi pelarutan sebagian presipitat yang menyebabkan tidak seragamnya ukuran butir yang dihasilkan. Apabila telah mencapai temperatur pelarutan, presipitat akan melarut seluruhnya sehingga presipitat tidak berfungsi lagi sebagai pengunci batas butir dan menghasilkan butir austenit yang kasar. 37

5.1 MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR BAJA KARBON RENDAH DAN BAJA HSLA 0,029% Nb SETELAH PROSES PEMANASAN ULANG 5.1.1 Morfologi Mikrostruktur Baja Karbon Rendah Sebelum dan Sesudah Dipanaskan 5.1.1.1 Ukuran butir Berdasarkan data yang ada proses pemanasan menyebabkan ukuran butir baja karbon rendah menjadi lebih besar dari 9.17 ± 0.11 µm menjadi 12.2 ± 0.12 µm dengan menggunakan quench air, begitu juga dengan pendinginan udara ukuran diameter butir feritnya bertambah besar menjadi 15.37 ± 0.23 µm. Secara teoritis hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya temperatur akan meningkatkan migrasi batas butir austenit sehingga butir ferit yang dihasilkan menjadi lebih besar [10]. Selain itu lamanya waktu penahanan (1 jam) juga berpengaruh terhadap difusi matrik austenit dari butir kecil ke butir yang besar [10]. 5.1.2 Pengaruh Unsur Niobium Terhadap Morfologi Mikrostruktur 5.1.2.1. Ukuran butir Ukuran butir ferit pada baja karbon rendah sebelum dilakukan pemanasan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada baja HSLA 0,029% Nb. Dari gambar 2.3 menunjukan bahwa penambahan 0,029 % Nb pada baja HSLA belum memberikan efek penghalusan butir baik sesudah maupun sebelum pemanasan. Pada gambar 4.1 ditunjukan bahwa butir ferit baja HSLA menjadi lebih besar setelah dilakukan pemanasan ulang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aris [6] dimana temperatur mempengaruhi ukuran butir seperti diperlihatkan pada gambar 5.1. Hal ini terjadi disebabkan oleh laju pertumbuhan butir yang besar karena migrasi batas butir makin mudah dengan meningkatnya temperatur. 38

Gambar 5.1 Hubungan temperatur terhadap besar butir ferit [6] Baja karbon rendah juga mengalami pertambahan besar butir ferit setelah pemanasan ulang. Namun diameter butir ferit dari baja HSLA memiliki ukuran yang lebih besar apabila dibandingkan dengan baja karbon rendah. Perbedaan besar butir ini antara lain dipengaruhi oleh perbedaan komposisi kimia dari kedua benda uji dimana baja HSLA mengandung paduan microalloy (Nb, Ti, V) yang tidak terdapat pada baja karbon rendah. Paduan rendah yang dikandung baja HSLA berfungsi sebagai penghalus butir dan juga sebagai tempat pertumbuhan ferit (nukleasi ferit) dengan membentuk fasa kedua. Baja HSLA memiliki butir yang lebih halus pada temperatur di bawah 1200 o C seperti ditunjukan pada gambar 2.2. Namun pada percobaan ini baja HSLA dipanaskan diatas temperatur pelarutan presipitat (1200 o C) sehingga presipitat Nb(CN) tidak berfungsi lagi sebagai pengunci batas butir austenit prior karena sudah melarut seluruhnya. Melarutnya presipitat Nb(CN) pada temperatur pelarutan presipitat (1137 o C) menyebabkan pertumbuhan butir austenit prior menjadi abnormal serta berkurangnya tempat ferit untuk bernukleasi sehingga butir ferit HSLA yang dihasilkan menjadi lebih besar. 39

Ukuran butir ferit dari baja HSLA yang lebih besar disebabkan pula oleh kandungan karbon yang dimiliki baja HSLA (0,087 wt% C) lebih rendah daripada baja karbon rendah (0,12 wt% C). Semakin meningkatnya kadar C dan Mn dalam baja, akan dapat menghaluskan butir [13]. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya kadar karbon maka akan semakin banyaknya tempat ferit untuk bernukleasi. 5.1.2.2 Pembentukan presipitat Setelah dilakukan pemanasan pada gambar 4.3 menunjukan adanya presipitat yang terbentuk pada batas butir austenit. Adanya presipitat antar fasa yang mengitari dan membingkai daerah antar muka dari batas butir austenit pada pendinginan cepat, disebabkan karena baja HSLA mengandung niobium sebagai pembentuk karbida yang kuat. Seperti terlihat pada gambar bahwa karbida bernukleasi dan tumbuh pada antar muka antara austenit dan ferit, menghasilkan presipitat antar fasa. Pertumbuhan koloni presipitat antar fasa ini berasal dari perpanjangan ledge dengan arah sejajar terhadap antar muka austenit-ferit [10]. A Presipitat B 20µm Gambar 5.2 Pengaruh penambahan unsur niobium pada pembentukan presipitat. Gambar A menunjukan mikrostruktur baja HSLA dan gambar B menunjukan mikrostruktur baja karbon rendah. 40

5.2 PENGARUH PEMANASAN DENGAN QUENCHING TERHADAP MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR 5.2.1 Baja Karbon Rendah Pada baja karbon rendah, mikrostruktur yang terbentuk setelah proses reheat didominasi oleh butir ferit dengan ukuran butir yang terlihat tidak seragam. Dari gambar 5.3 terlihat bahwa butir ferit yang terbentuk memiliki diameter butir yang besar namun cenderung tidak seragam ukurannya. Tidak terbentuknya martensit pada baja karbon rendah (0,12 wt% C) diakibatkan kurangnya kadar karbon yang dimiliki baja karbon rendah untuk dapat membentuk martensit. Kadar karbon yang semakin rendah akan menggeser kurva C pada diagram TTT ke arah sebelah kiri yang mengakibatkan berkurangnya kemungkinan untuk terbentuknya martensit. 20µm Gambar 5.3 Foto struktur mikro butir ferit baja karbon rendah setelah reheat, etsa Nital 2%, quench air 5.2.2 Baja HSLA Setelah proses pemanasan ulang, mikrostruktur baja HSLA 0,029% Nb yang semula terdiri dari ferit dan pearlit dengan ukuran butir yang relatif halus 41

(gambar 4.2) mengalami transformasi menjadi struktur lath martensit yang disertai dengan adanya struktur widmanstatten ferit (gambar 4.3). Terbentuknya martensit pada mikrostruktur baja HSLA disebabkan pendinginan yang cepat yang menyebabkan atom-atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terperangkap dalam struktur oktahedral dari BCC sehingga membentuk kristal baru dengan struktur BCT [9]. Berdasarkan kadar karbon yang dikandung baja HSLA 0,029% Nb, sekitar 0,087 wt% C, mikrostruktur yang terbentuk ialah lath martensit ( terbentuk pada baja dengan kadar < 0,6% C). Karakteristik utama dari struktur lath martensit ini ialah adanya kecendrungan dari banyaknya lath yang berbaris secara pararel satu sama lain di daerah butir austenit yang luas. Dikarenakan rendahnya kadar karbon yang terdapat pada baja HSLA terbentuknya martensit pada HSLA dipengaruhi oleh unsur-unsur paduan yang terkandung. Kandungan paduan rendah menyebabkan diagram TTT baja bergeser ke arah kanan sehingga kemungkinan terbentuknya martensit bertambah besar [9]. Struktur widmanstatten yang terjadi memiliki bentuk butir yang panjang seperti pelat dan berwarna putih yang tumbuh dari perpanjangan batas butir austenit yang disertai pula dengan adanya presipitat antar fasa. Widmanstatten (gambar 5.4) terbentuk akibat pendinginan yang cepat dan di bawah temperatur A 3. Sehingga adanya gaya penggerak yang besar untuk mengubah austenit menjadi fasa proeutektoid namun difusi karbon menjadi lebih terbatas yang menyebabkan karbon berdifusi di sekitar ujung-ujung sisi pertumbuhan pelat [10]. Meningkatnya gaya penggerak menyebabkan perubahan terhadap mekanisme yang membantu pasangan kristalografi yang berdekatan antara austenit dan fasa eutektoid dan beberapa pergerakan atom besi menjadi susunan produk kristal. Dengan tingkat pendinginan yang tinggi menyebabkan difusi sulit terjadi sehingga perpindahan batas butir yang tidak teratur mungkin dibatasi, dan gaya penggerak yang besar dapat menyebabkan ferit dengan batas butir yang berdekatan pada butir lain dapat berpropagasi, menghasilkan pelat widmanstatten ferit. Adanya presipitat antar fasa yang mengitari dan membingkai daerah antar muka dari batas butir austenit disebabkan karena baja HSLA mengandung pembentuk karbida yang kuat seperti vanadium, niobium, titanium dan molybdenum. Seperti terlihat bahwa karbida bernukleasi dan tumbuh pada antar 42

muka antara austenit dan ferit, menghasilkan presipitat antar fasa. Pertumbuhan koloni presipitat antar fasa ini berasal dari perpanjangan ledge dengan arah sejajar terhadap antar muka austenit-ferit [10]. 20µm Gambar 5.4 Struktur widmanstatten ferit (lingkaran solid) dan presipitat antar fasa pada baja HSLA 0,029% Nb (lingkaran putus-putus). 5.3 KETAHANAN KOROSI BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PENGUJIAN SEMBUR KABUT GARAM Ketahanan korosi suatu material ditentukan oleh besar laju korosinya. Laju korosi dapat dihitung dengan metode kehilangan berat, Dalam penelitian ini perhitungan laju korosi menggunakan persamaan 2.2. Laju korosi juga ditentukan oleh faktor-faktor metalurgis suatu material seperti proses pemanasan dan penambahan paduan. 5.3.1 Pengaruh Pemanasan Terhadap Laju Korosi Hasil pengujian sembur kabut garam dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.9. Data penelitian yang didapat berupa data kehilangan berat material 43

yang merupakan selisih dari berat sampel sebelum pemanasan ulang dengan berat sampel setelah dipanaskan ulang. Dari gambar 4.9 diperlihatkan bahwa laju korosi baja sebelum dilakukan pemanasan lebih besar dibandingkan setelah dilakukan pemanasan. Hal ini berlaku untuk baja karbon rendah maupun baja HSLA. Untuk baja HSLA sebelum dilakukan proses pemanasan ulang memiliki laju korosi sebesar 183.121 mpy namun setelah dilakukan proses pemanasan ulang terjadi penurunan laju korosi menjadi 129.71 mpy. Sedangkan untuk baja karbon rendah, laju korosinya menurun dari 190.50 mpy menjadi 144.78 mpy setelah dilakukan pemananan ulang. Hasil ini menandakan bahwa laju korosi dari baja karbon rendah maupun baja HSLA mengalami penurunan setelah dilakukan proses pemanasan ulang. Hal ini memiliki kecendrungan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sapdiyanto [11] dimana ketahanan korosi dari baja karbon rendah akan meningkat setelah dilakukan proses perlakuan panas. Menurunnya tingkat laju korosi ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain dari aspek metalurgis seperti ukuran butir ferit dari baja HSLA maupun baja karbon rendah yang menjadi lebih besar setelah dipanaskan ulang dibandingkan dengan sebelum perlakuan. Dengan ukuran butir yang lebih besar maka batas butir yang dimiliki akan semakin berkurang. Batas butir memiliki tingkat energi yang lebih besar daripada butir sehingga daerah ini sangat rentan terjadi peristiwa korosi. Dengan ukuran butir yang lebih besar mengakibatkan batas butir menjadi berkurang sehingga laju korosi pun menjadi turun [11]. Dengan data perbandingan ukuran diameter butir ferit dari percobaan Nandyo [21] pada tabel 5.1 dapat dibuat hubungan antara besar ukuran butir ferit terhadap laju korosi yang dimiliki seperti diperlihatkan pada gambar 5.5. Tabel 5.1 Ukuran diameter butir ferit dan laju korosi baja HSLA dan baja karbon rendah setelah pemanasan dengan pendinginan udara [21]. Material d Ferit (µm) Laju Korosi (mpy) Low C air cooling 15.37 ± 0.23 µm 134.12 HSLA air cooling 17.2 ± 0.9 106.82 44

Gambar 5.5 Hubungan diameter butir ferit terhadap laju korosi pada baja HSLA 0,029% Nb dan baja karbon rendah A B 20µm 20µm C D 20µm 20µm Gambar 5.6 Perbandingan besar butir baja HSLA dan baja karbon rendah setelah dan sebelum pemanasan. (a) HSLA, (b) HSLA pendinginan udara, (c) baja karbon rendah, (d) baja karbon rendah pendinginan udara. 45

Dari grafik pada gambar 5.5 terlihat adanya perbedaan perubahan tingkat laju korosi pada baja HSLA dan baja karbon rendah. Berdasarkan perhitungan kemiringan antara garis baja HSLA dan baja karbon rendah (pada lampiran), didapatkan bahwa baja HSLA memiliki kemiringan yang lebih landai yaitu sebesar 0,06. dibandingkan baja karbon rendah sebesar 0,11. Hal ini menunjukan bahwa baja HSLA mengalami penurunan laju korosi yang lebih drastis daripada baja karbon rendah. Penurunan laju korosi yang drastis ini dikarenakan adanya unsur paduan pada baja HSLA sehingga mempengaruhi ketahanan korosinya. 5.3.2 Pengaruh Penambahan Niobium (microalloyed) Terhadap Laju Korosi Penambahan unsur niobium pada baja HSLA memiliki peranan sebagai pengunci batas butir yang dapat menghaluskan butir ferit yang dihasilkan. Namun kadar niobium sekitar 0,029% pada baja HSLA belum mempengaruhi hal tersebut (gambar 2.3). Sehingga dengan tidak adanya efek penguncian batas butir oleh Nb menyebabkan HSLA memiliki butir yang besar. Pada gambar 4.9 diperlihatkan bahwa baja HSLA memiliki tingkat laju korosi yang lebih rendah (129.71 mpy) dibandingkan dengan baja karbon rendah (144.78 mpy) setelah dilakukan proses pemanasan. Hal ini karena pada baja HSLA terbentuk fasa tunggal martensit yang mengakibatkan ketahanan korosinya lebih baik dibandingkan baja karbon rendah yang memiliki mikrostruktur ferit dan perlit. Terbentuknya martensit pada HSLA selain dikarenakan pendinginan cepat juga dipengaruhi oleh unsur-unsur paduan rendah yang dikandungnya. 46

Gambar 5.7 Pengaruh diameter butir ferit terhadap laju korosi pada baja karbon rendah dibandingkan dengan baja HSLA Selain itu juga proses pemanasan ulang disertai dengan proses celup air telah mengakibatkan terbentuknya fasa tunggal yaitu martensit pada baja HSLA (gambar 5.8a). Sedangkan pada baja karbon rendah terbentuk fasa ferit dengan ukuran yang tidak seragam. Fasa tunggal memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan dengan multi fasa dikarenakan pada multi fasa akan terbentuk fasa yang bersifat anodik dan katodik sehingga dapat memicu korosi galvanik [12]. Bentuk butir ferit yang tidak seragam juga mengakibatkan terbentuknya daerah katodik dan anodik dengan butir kecil berperan sebagai anodik dan terkorosi terlebih dahulu. Selain itu adanya komposisi kimia yang tidak homogen yang diakibatkan terjadinya segregasi unsur-unsur paduan pada waktu pembekuan dapat menimbulkan bagian butir yang bersifat lebih katodik atau inert [12]. A B Martensit 20µm 20µm Gambar 5.8 Mikrostruktur baja setelah mengalami pemanasan dengan pencelupan air. (a) baja HSLA, (b) baja karbon rendah 47