BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB I. Seks dan Problematikanya. A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja, terutama bagi mereka yang terlibat langsung di dalamnya. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Arus informasi dan

No :.. II. Sumber Informasi. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu memahami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual mereka sendiri (Handbook of adolescent psychology, 1980 internet diakses pada tanggal 20 september 2011 http://www.masbied.com). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja belum matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.

Meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil peneliti lakukan, remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber yang mungkin dapat diperoleh, misalnya di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet bahkan dalam berbagai tayangan televisi. Memasuki milennium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dan lain-lain adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas.

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda. Pendidikan tersebut seiring dengan pendapat Hurlock dalam Sarlito (2008:59-68), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra: tumbuh rambut kelamin, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain-lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain. Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan. Segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi.

Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Di samping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil di luar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai : Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito (1994: 54) adalah sebagai berikut :

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undangundang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain) Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan teknologi yang canggih (contoh; VCD, buku stensil, photo, majalah, internet dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. remaja yang sedang mengalami periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. Adanya hubungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wainta, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria. Yang dapat memicu hubungan seks yang terjadi di antara para remaja saat ini. Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (2008:190 ), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Pendidikan seksual merupakan pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong mudamudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak. Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orang tua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar, untuk menyampaikan informasi pada anak-anak remaja mengenai pendidikan seks.

Di Kelurahan Raja Basa Raya khususnya Rt 05, peneliti telah mengamati dan mencari informasi mengenai anak-anak yang putus sekolah, karena dalam hal ini peneliti akan melihat pendidikan seks oleh orang tua terhadap anak yang putus sekolah yang dapat dilihat pada table di bawah ini : Tabel 1. Data anak remaja putus sekolah di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung Tahun 2011. No. Jenjang Pendidikan Terakhir Jumlah Remaja 1. Pendidikan SD 5 2. Pendidikan SMP 7 3. Pendidikan SMA 9 4. Tidak Sekolah 4 Jumlah 25 Sumber: Hasil data Penelitian Kelurahan Raja Basa Raya RT 05 Bandar Lampung Tahun 2011 Berdasarkan data di atas dapat kita lihat ada 5 remaja yang putus sekolah dalam pendidikan SD, 7 remaja putus sekolah dalam pendidikan SMP, 9 remaja putus sekolah dalam pendidikan SMA dan 3 remaja yang tidak menempuh pendidikan di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung tahun 2011. Dan terdapat 3 remaja yang telah melakukan hubungan seksual diluar pernikahan. Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. Menurut Kartono Mohammad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga

dan menjadi orangtua yang bertanggungjawab (dalam diskusi panel Islam dan pendidikan seks bagi remaja, 1991 diakses melalui internet pada tanggal 20 September 2011 http://www.masbied.com). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antara sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antar remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987 diakses melalui internet pada tanggal 20 September 2011 http://www.masbied.com). Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut : 1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja 2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab) 3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi

4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga 5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual 6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan. Memberikan pengertian dan kondisi, yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai, peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugerah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. Di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung, masih banyak orang tua yang mengangap pendidikan seks sangatlah tabu untuk dibicarakan hal ini yang mengakibatkan remaja khusus nya remaja putus sekolah sangat minim atau bahkan tidak

mendapatkan pendidikan seks dari orang tua. Selain mereka tidak dapat pendidikan seks di sekolah, mereka juga tidak mendapatkan pendidikan seks dari orang tua. Langkah perdana dalam upaya kompleks ini dapat dilakukan dengan memberi penjelasan secara luas dan rinci kepada anak remaja akan dapat memiliki pemahaman atau pengertian, penghayatan dan perilaku yang sehat. B. Identifikasi Masalah Perhatian merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan mentalitas dan jiwa seseorang, lebih-lebih jika orang tersebut masih dalam usia sekolah. Perhatian merupakan suatu bentuk simpati dan empati terhadap diri orang yang kita cintai yang diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti tindakan, komunikasi, nasehat, bimbingan, dan lain sebagainya. Dalam kultur keluarga, perhatian memegang peranan membentuk keluarga yang harmonis. Tentunya orangtua memegang peran utama dalam memberikan perhatian pada seluruh anggota keluarganya. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Adapun identifikasi masalah adalah : 1. Masih banyak remaja melalukan tindak yang bersifat pelanggaran norma-norma sosial atau pelecehan seksual. 2. Peran serta orang tua sebagai faktor penting membentuk keluarga yang harmonis. 3. Pendidikan agama orang tua yang dapat mempengaruhi pendidikan anak. 4. Hubungan antara peranan orangtua dalam pencegahan terjadinya kenakalan remaja. 5. Lingkungan tempat tinggal yang mempengaruhi prilaku remaja. C. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Pendidikan Seks Dalam Keluarga Khusus nya Pada Anak Remaja Putus Sekolah Di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung Tahun 2011 D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dalam penelitian ini dapat merumuskan masalah sebagai berikut, yaitu : 1. Adakah pengaruh perhatian orangtua terhadap pendidikan seksual dalam keluarga di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung? 2. Bagaimanakah pengaruh perhatian tersebut terhadap pendidikan seksual dalam keluarga pada anak remaja? 3. Adakah pengaruh pendidikan agama orang tua terhadap pendidikan seksual anak dalam keluarga? 4. Bagaimanakah pendapat orang tua tentang seks terhadap anak-anak yang putus sekolah? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi dan mengetahui tentang Faktor Apa Sajakah Yang Mempengaruhi Kurangnya Pendidikan Seks Dalam Keluarga Pada Anak Remaja Putus Sekolah Di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung Tahun 2011.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis 1. Penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan konsep ilmu pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan umumnya yang berhubungan dengan norma dan masyarakat khususnya pembinaan dan pengembangan generasi muda etika dan agama. 2. Penelitian ini sebagai informasi tentang pentingnya pendidikan seks yang harus diberikan oleh orangtua terhadap anaknya guna sebagai pengetahuan agar si anak tidak melakukan pelecehan seksual. b. Kegunaan Praktis 1. Penelitian ini secara praktis bermanfaat dan berguna untuk memberikan suatu pengetahuan dan memberikann informasi kepada siapa saja yang memerlukannya, khususnya para orangtua di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung. 2. Memberikan masukan kepada orangtua para remaja agar lebih memperhatikan anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi manusia yang baik, tegas, dan jujur. 3. Sebagai salah satu solusi dalam mendidik generasi penerus bangsa khususnya para remaja dan mengarahkannya kepada kegiatan kegiatan yang bersifat positif. 4. Sebagai bahan calon guru dalam memberikan pendidikan seks pada muridmurid di sekolah.

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Ilmu pendidikan khususnya pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan umumnya yang berhubungan dengan norma dan masyarakat khususnya pembinaan dan pengembangan generasi muda dan pendidikan budi pekerti serta etika dan agama. 2. Ruang Lingkup Objek Objek dalam penelitian ini adalah faktor orangtua dalam memberikan pendidikan seks pada anak. 3. Ruang Lingkup Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah para remaja putus sekolah di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung. 4. Ruang Lingkup Tempat Ruang lingkup tempat atau wilayah ini adalah di Kelurahan Raja Basa Raya Rt 05 Bandar Lampung. 5. Ruang Lingkup Waktu Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 3 Juni 2011 19 Desember 2011.