Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

Sumber: Automology.com. Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

PENGARUH TARIKAN MANADO TOWN SQUARE TERHADAP LALU LINTAS DI RUAS JALAN BOULEVARD MANADO

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

KONSOLIDASI TRANSPORTASI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPOR ENGEMBANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Penyusunan Kebijakan, Norma, Standar dan Prosedur Perhubungan Kabupaten Ngawi 6-1

BAB I PENDAHULUAN. Sleman DIY. Simpang ini menghubungkan kota Jogjakarta dengan kota-kota lain di

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM


I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dan salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Umum Masal Perkotaan. Jabodetabek. Jaringan. Rencana Umum.

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT TREM DI JALAN RAYA DARMO SURABAYA

FOKE-NARA ADJI-RIZA JOKOWI-AHOK HIDAYAT-DIDIK FAISAL-BIEM ALEX-NONO

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENELITIAN TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN DI LINTASAN KERETA API

4/19/2016. Manajemen Parkir. Permasalahan Parkir. Andong. Becak. 6 Parkir Pararel. Road for nonmotorized transport. Zona Parkir?

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain. Transportasi digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

Kata kunci: Bangkitan Pergerakan, Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Transkripsi:

Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2 Kend/Panjang Jalan Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di Perkotaan Oleh: Dr. Ir. Doni J. Widiantono, M.Eng.Sc. Kasi Kebijakan PR Nasional, Ditjen Penataan Ruang A. Latar Belakang Jaringan jalan di perkotaan meliputi sekitar 15.000 km (5.2%) dari total panjang jalan, namun dilalui oleh hampir 80% volume lalulintas yang ada. Rasio panjang jalan per luas wilayah di kawasan perkotaan umumnya sudah cukup memadai (> 5 km/km 2 ), namun demikian jumlah kendaraan per panjang jalan umumnya mengindikasikan angka yang terlalu tinggi (>100 kendaraan/km). 14.0 12.0 10.0 8.0 250 200 150 Kendaraan di DKI 2007 Mobil Pribadi, 1508934, 27% 6.0 4.0 2.0 0.0 SURABAYA BANDUNG MEDAN PALEMBANG MAKASSAR 100 50 0 Sepeda Motor, 3325790, 61% Kend. Barang, 407845, 7% Bus, 256300, 5% Dari segi komposisi kendaraan, saat ini lalulintas di perkotaan didominasi oleh kendaraan roda dua (61%), sedangkan kendaraan roda empat atau lebih berkisar 39%. Pertumbuhan kendaraan roda dua ini di beberapa kota mencapai hampir 20% per tahun, sementara kendaraan lainnya umumnya hanya tumbuh sekitar 5-10%. Secara tipikal kemacetan lalulintas di perkotaan diakibatkan oleh 3 hal pokok yaitu: o Volume lalulintas kendaraan yang melebihi kapasitas ruas jalan o Bottle-neck akibat adanya penyempitan ruas jalan. o Konflik yang terjadi di persimpangan maupun di titik-titik tertentu pada ruas jalan. Volume lalulintas kendaraan yang melebihi kapasitas umumnya tidak terjadi secara permanen, melainkan hanya terjadi pada jam-jam tertentu (peak hours) di pagi hari maupun di sore hari atau pada hari-hari tertentu. Sedangkan kemacetan akibat bottle-neck lebih bersifat permanen, karena adanya perubahan kapasitas ruas jalan sehingga kendaraan harus melakukan merging dan ini menimbulkan friksi yang dapat memperlambat kecepatan arus kendaraan. Sementara konflik lalulintas kendaraan di persimpangan terjadi karena lalulintas melakukan perubahan arah pergerakan, di mana salah satu harus diprioritaskan. Kondisi ini berarti akan mengurangi jumlah kendaraan yang dapat melewati suatu persimpangan dalam suatu waktu tertentu. Konflik juga dapat terjadi antara lalulintas kendaraan dengan penyeberang jalan, kendaraan tidak bermotor maupun PKL pada titik-titik tertentu pada ruas jalan yang terdapat aktivitas tinggi seperti pasar tradisional, terminal maupun sekolah-sekolah. Selain 3 hal tersebut, kemacetan juga dapat dipicu oleh perilaku dan disiplin pengemudi yang kurang baik. Angkutan umum yang menaik-turunkan penumpang di sembarang tempat, parkir on-street kendaraan di lokasi yang tidak semestinya, penggunaan badan jalan oleh PKL adalah beberapa contoh aktivitas yang dapat menimbulkan hambatan samping yang tinggi sehingga menurunkan tingkat pelayanan ruas jalan yang ada. 1

Gambar 1. PKL di Badan Jalan dan Aktivitas Terminal B. Kerugian Akibat Kemacetan Berdasarkan hasil studi yang ada, mengindikasikan kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan seperti DKI Jakarta rata-rata mencapai Rp. 1,25 juta/kapita/tahun, atau mencapai lebih dari Rp. 10.4 triliun/tahun. Sedangkan angka kerugian total di kota besar di Indonesia diperkirakan sebesar Rp. 25.2 triliun rupiah per tahun. Angka ini sangat fantastis, paling tidak jika kita bandingkan dengan pengeluaran yang kita anggarkan untuk perbaikan sektor transportasi. Angka yang sama untuk kota-kota di Amerika mencapai US$ 1000/kapita/tahun. Kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan terutama terkait dengan: 1. Meningkatnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK) akibat menurunnya kecepatan perjalanan rata-rata. 2. Kerugian nilai waktu akibat hilangnya kesempatan berproduksi akibat tundaan waktu perjalanan. 3. Kerugian psikis akibat stress serta perilaku yang tidak produktif. C. Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas Kebijakan dan strategi penanganan masalah kemacetan lalulintas di perkotaan perlu dilakukan secara multifacet dengan mengedepankan keterpaduan dalam berbagai jenjang dan aspek sekaligus. Jenjang tersebut meliputi penanganan di tingkat makro, meso maupun mikro. Sedangkan aspek yang dilakukan mencakup 3E, yaitu: aspek teknis (Engineering), aspek penegakan hukum (Enforcement), dan aspek pendidikan (Education). Pada level makro, penataan ruang perkotaan perlu dikembangkan ke arah model-model perencanaan kota yang bersifat: o Compact city, pengembangan kawasan-kawasan terpadu yang kompak dan memadukan fungsi-fungsi hunian, perkantoran dan komersial seperti super-block. o Transit Oriented Development, dengan mengarahkan pengembangan kawasan pada simpul-simpul jalur angkutan umum masal yang memiliki aksesibilitas tinggi, terutama untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. o Kawasan Hunian Kepadatan Tinggi (high density residential zone), dengan orientasi bangunan dikembangkan ke arah vertikal dan membatasi hunian-hunian kepadatan rendah (landed housing). 2

Gambar 2. Model Pembangunan Linier yang Kompak Pada level meso, perlu dikembangkan angkutan umum masal (Mass Rapid Transit) dan dilakukan keterpaduan transportasi antar moda (intermoda) yang mengarah pada seamless transport, sehingga pengguna angkutan umum dapat berpindah-pindah moda tanpa halangan yang berarti. Selain itu perlu diterapkan pula skema-skema Transport Demand Management seperti: o Park-and-ride, yaitu fasilitas untuk dapat berpindah moda secara nyaman dari kendaraan pribadi ke angkutan umum (KA atau Busway). o High Occupancy Vehicle, yaitu pemberian prioritas bagi kendaraan dengan muatan penumpang tinggi seperti bus, mikrobus dll. o Ride-sharing, yaitu mengembangkan upaya-upaya penyediaan angkutan antar-jemput atau berkendaraan bersama dalam satu tempat kerja. o Car-pooling yaitu pengembangan sistem angkutan shuttle dari lokasi-lokasi hunian yang disediakan secara swadaya oleh penghuni atau pengembang. Kebijakan pada level mikro atau street level akan diarahkan pada keterpaduan penanganan prasarana dan sarana serta penerapan skema-skema traffic management. Komponen prasarana dan sarana yang perlu ditangani antara lain menyangkut: o Penanganan/peningkatan kapasitas persimpangan melalui pelebaran lengan-lengan simpang. o Pemasangan alat pengatur instrumen lalulintas (APIL) yang terkoordinasi. o Pembangunan fly-over atau underpass pada persimpangan yang padat maupun perlintasan jalan dengan rel KA. o Perbaikan kerusakan kondisi jaringan jalan dan pelebaran bagian-bagian yang mengalami penyempitan. o Peningkatan bahu jalan, rambu-rambu, lampu penerangan dan fasilitas pejalan kaki di perkotaan. 3

STRATEGI PENANGANAN KEMACETAN LALULINTAS MAKRO (TATA RUANG) Model Compact City Transit Oriented Development Kawasan Hunian Kepadatan Tinggi MEZZO (TRANSPORT DEMAND MANAGEMENT) Sarana Angkutan Umum Massal Interface antar moda Park and Ride, Carpooling, Ride sharing, HOV MIKRO (STREET ) Perbaikan simpang, flyover, pelebaran bottle neck Marka & Perambuan Traffic restraint, road pricing, tarif parkir, ITS Gambar 4. Strategi Penanganan Kemacetan Multi-facet Dari segi rekayasa dan manajemen lalulintas, perlu dilakukan pembatasan-pembatasan terhadap penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan barang pada waktu-waktu tertentu, melalui skema Traffic Management seperti: o Road Pricing, melalui penerapan tol bagi kendaraan yang memasuki suatu area tertentu seperti jalanjalan utama. o Traffic restraint, melalui pembatasan kendaraan yang dapat beroperasi pada hari kerja. o Parking charge, melalui penerapan tarif parkir yang tinggi pada zona-zona tertentu dan pembatasan waktu parkir. o Sistem informasi lalulintas (intelligent transport system), melalui penerapan sistem informasi yang akurat mengenai kondisi lalulintas. Di samping upaya-upaya diatas, perlu dilakukan upaya penegakan hukum (enforcement) dan penyuluhan (education) yang efektif melalui: o Penerbitan SIM yang lebih selektif o Penindakan yang tegas terhadap pelanggar peraturan lalulintas o Penertiban pengguna jalan yang tidak semestinya seperti PKL, parkir on-street, dll. o Kampanye terhadap tata tertib berlalulintas dan keselamatan mengemudi di jalan. D. Penutup Persoalan kemacetan lalulintas di kota besar merupakan persoalan turunan yang diakibatkan tidak seimbangnya kebutuhan dan penyediaan prasarana dan sarana transportasi perkotaan. Kemacetan lalulintas tidak saja menimbulkan ketidaknyamanan, namun juga kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Strategi dan kebijakan penanganan kemacetan harus dilakukan secara multi-facet yaitu Engineering, Enforcement dan Education. Di tingkat makro penataan ruang kota harus telah mengembangkan modelmodel compact city, transit oriented development dan hunian kepadatan tinggi secara vertikal. Di tingkat meso perlu dilakukan pengembangan Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM) dan diterapkan skema-skema transport demand management yang lebih mengarahkan penggunaan angkutan umum dan kendaraan berpenumpang banyak. Di tingkat mikro perlu ada keterpaduan penanganan prasarana, sarana dan sistem operasi lalulintas serta penerapan skema traffic management yang tepat. 4

Daftar Pustaka: Black, John (1981). Urban Transport Planning: Theory and Practice. Croom Helm, London. Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2007). Penanganan Manajemen Lalulintas di Ibukota. Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR-RI. Dittmar, Hank dan Ohland, Gloria (2004). The New Transit Town: Best Practice in Transit-Oriented Development. Island Press, Washington. Pusat Litbang Prasarana Transportasi (2004). Studi Perencanaan Transportasi Terpadu Perkotaan. Laporan Penelitian, Badan Litbang PU, Bandung. 5