Bab I Pendahuluan. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Berbasis Kompetensi Bertema Ibadah Membangun Akhlak Mulia

Bab II Konsep Dasar Pendidikan Ar-Rafi Dalam Membangun Generasi Unggul

Bab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa

Apa Peran dan Fungsi SD dalam Sisdiknas?

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang dapat

BAB VII Pemberdayaan Sekolah sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun warga di luar sekolah yaitu orang tua, akademisi, dan pihak pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang cerdas dan berkarakter. Demikian pula dengan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adanya pendidikan yang memadai untuk putra-putrinya, terlebih pada saat

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia.

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Asyarullah Saefudin, 2014

Banyaknya fenomena penyimpangan perilaku yang bisa dilihat secara. setiap hari, membentuk keprihatinan bahwa bangsa ini sedang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dirancang dan dilaksanakan selaras dengan kebutuhan pembangunan yang

46 Bab 4 Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lutfia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil, aktif dan siap kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan hal yang marak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab VI Pembelajaran Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan danberkarakter

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya dan karakter bangsa kini mendapat perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak hanya berlangsung pada satu tahap perkembangan saja

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, dan (3) memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

Orientasi pada kinerja Individu dalam dunia kerja, 2) justifikasi khusus pada

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LATAR BELAKANG. Ideal: Realita:

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan diperlukan guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah

BAB I PENGANTAR. mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan menengah kejuruan yaitu

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Ada pandangan bahwa tingkat pendidikan akan berkorelasi dengan tingkat pendapatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan penilaian OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang menyebutkan seseorang yang mengenyam pendidikan lebih lama akan memperoleh pendapatan lebih besar. Dengan kata lain, lebih tinggi pendidikan akan lebih tinggi kemandirian, semangat kewirausahaan dan produktivitas dalam berusaha sehingga penghasilan pun lebih tinggi. Namun, fakta di Indonesia justru berbicara lain. Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 menyimpulkan sebaliknya: makin tinggi pendidikan di Indonesia, makin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic product) garis korelasi yang dibuat OECD.Bandingkan, misalnya dengan Malaysia, yang mencapai 120% GDP. Hal itu menimbulkan pertanyaan: - Bukankah seharusnya semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya? - Bukankah seharusnya semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula sikap atau jiwa kewirausahaannya? - Bukankah seharusnya semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula tingkat penghasilannya? Rendahnya kemandirian tampak dari banyaknya pencari kerja.sedangkan lowongan pekerjaan atau lapangan pekerjaan cukup terbatas.tidak heran apabila terjadi banyak pengangguran, bahkan tidak sedikit tenaga terampil yang tidak terserap dunia kerja. Dampaknya dapat dirasakan pada kehidupan sosial kemasyarakatan.kekerasan, kejahatan, kerusuhan, tumbuhnya aliran sesat merupakan bagian dari rasa frustrasi masyarakat dalam menghadapi tekanan ekonomi.dan, rasa frustrasi boleh jadi semakin kuat dan dalam setelah menyaksikan adanya praktik korupsi, mafia hukum, mafia peradilan, mafia ekonomi. Mengapa semua itu dapat terjadi? Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis serta penelitian-penelitian yang sudah dipublikasikan oleh berbagai pihak, rupanya akar masalahnya ada pada dunia pendidikan. Pendidikan sekarang belum berorientasi membangun manusia yang cerdas, kompetitif, produktif dan berkarakter.ada disorientasi dalam dunia pendidikan, sehingga character building tidak tercapai, padahal hal ini merupakan fondasi bagi nation building. Hal tersebut merupakan masalah pendidikan secara nasional dari beberapa pandangan internasional terhadap mutu pendidikan di Indonesia. Bab 1 Pendahuluan - 1

Tawuran pelajar dan mahasiswa, geng motor, aliran sesat, terorisme, narkoba, video porno, miras di kampus, merupakan masalah pendidikan yang harus segera dibenahi.sekolah harus berfungsi sebagai pusat pembangunan masyarakat termasuk pusat pembangunan karakter bangsa (character building).contek masal yang dilakukan oknum pendidik merupakan gambaran disorientasi pendidikan ke arah perolehan STTB semata bukan pada mutu lulusan yang cerdas, kompetitif, produktif dan berakhlak mulia. Bagaimana strategi, pendekatan dan metoda solusinya? Tawuran antar kampung, kematian akibat minum keras yang tidak terkendala, terorisme yang terus berlanjut dan belum dapat dikendalikan sepenuhnya, merupakan sedikit gambaran kurang berhasilnya pendidikan informal, non formal dan formal meningkatkan kecerdasan bangsa, sebagai standar mutu pendidikan. Pendekatan dan Metoda Pendidikan merupakan pendekatan preventif, terhadap 1001 krisis yang melanda masyarakat saat ini.pendidikan seharusnya dapat memotong keberlanjutan krisis tersebut, dengan membangun generasi muda yang cerdas intelektual, cerdas emosional-spiritual dan cerdas kinestetis. Save our generation against Verbalism Dogmatism and Split personality Amankan generasi dari verbalisme dan dogmatisme serta kemunafikan. Pendidikan yang bagaimana yang dapat menanggulangi 1001 krisis saat ini? Pertama, bahwa pendidikan sejak dulu disebut sebagai sistem pendidikan nasional.artinya jenjang dan jenis pendidikan dalam sistem pendidikan merupakan komponen yang saling terhubung, saling tergantung, dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu kecerdasan bangsa dalam arti komprehensif. Istilah kelas VII, VIII dan IX di SMP dan kelas X, XI dan XII di SMA, merupakan gambaran adanya keberlanjutan antara SD, SMP dan SMA/SMK sebagai sub sistem pendidikan dasar dan menengah, sehingga peningkatan mutu pendidikan nasional hendaknya menggunakan pendekatan sistem. Sekolah Dasar sebagai Fondasi Peningkatan Mutu Sisdiknas Peningkatan mutu sistem pendidikan nasional tidak dapat diupayakan melalui pendidikan tinggi, atau pendidikan menengah secara parsial.namun, pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan system development, dimana TK/PAUD dan SD sangat berperan sebagai dasar atau fondasi. 2 - Bab 1 Pendahuluan

Kalau dianalogikan, sistem pendidikan itu seperti struktur bangunan bertingkat. SD 6 (enam) tahun, SMP 3 (tiga) tahun, SMA 3 (tiga) tahun, S-1 4 (empat) tahun, S-2 2 (dua) tahun, dan S-3 3 (tiga) Tahun, seperti yang digambarkan berikut ini: A. Pendidikan akademik B. Pendidikan Profesi Gambar 1.1: Struktur/Bangunan Pendidikan TK/PAUD adalah tanah lahan bangunan, sedangkan SD merupakan fondasi yang akan menunjang atau menyangga bangunan 15 (lima belas) tingkat di atasnya mulai SMP hingga S-3, atau mulai SMP hingga SP2 Oleh karena itu: Diperlukan penguatan tanah dengan menggunakan tiang-tiang pancang dari beton, agar tanah tersebut memiliki daya dukung bagi pondasi (SD) dan struktur bangunan (SMP, SMA dan Perguruan Tinggi). Analoginya adalah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang meliputi TK harus bermutu tinggi. Karena PAUD merupakan pendidikan guna membangun dan meningkatkan kesiapan anak memasuki pendidikan dasar. Fondasi yang dapat menyangga bangunan 15 (lima belas) tingkat yang kokoh, analoginya adalah Sekolah Dasar (SD) yang mampu memberikan lulusan pendidikan dasar (SD) dengan kemampuan dasar yaitu kecerdasan intelektual (IQ) termasuk keterampilan berpikir ilmiah, kecerdasan emosional-spiritual (EQ-SQ) atau akhlak mulia dan keterampilan fisik. Kecakapan ini menjadi kunci keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan berikutnya, bahkan keberhasilan mereka dalam kehidupan masyarakat millenium III yang merupakan masyarakat belajar (learning society) dan masyarakat ilmiah (scientific society) berbasis teknologi informatika dan komunikasi. Dan selanjutnya baru membangun bangunan yang 15 (lima belas) tingkat, yaitu SMP, SMA, dan PT (Perguruan Tinggi), atau SMP, SMK, Politeknik, SP1, SP2. Hal di atas memberikan gambaran bahwa bila fondasi lemah, maka sekokoh apapun bangunan di atasnya akan rapuh, mudah amblas, mudah goyah, dan bukan tidak mungkin runtuh. Bab 1 Pendahuluan - 3

Bila tanah tidak cukup kuat untuk menyangga fondasi dan seluruh bangunan diatasnya, keseluruhan bangunan akan roboh. Analoginya, bila tanah dan fondasi tidak kuat, perlu kerja keras untuk menguatkan tanah dan membangun fondasi yang kokoh.dan bila tanah dan fondasi tidak kokoh, maka bangunan sebagus dan semegah apapun mudah amblas, bahkan hancur. Dengan demikian, pendidikan usia dini, TK dan sekolah dasar merupakan kunci keberhasilan memasuki pendidikan selanjutnya. Dengan demikian, pendidikan yang mencerdaskan dan berkarakter harus dimulai dari PAUD, atau setidaknya dari SD, sebagai fondasi bagi pendidikan menengah dan tinggi dalam membangun SDM yang cerdas kompetitif, produktif dan berakhlak mulia. Pendidikan berbasis kompetensi dapat membangun SDM cerdas, kompetitif, produktif, dan berkarakter. Hal ini berlaku juga pada jalur kejuruan seperti yang digambarkan dalam gambar 1.1.Artinya kelemahan dan kekurangan yang terjadi pada lulusan SMK bukan murni kesalahan lembaga pendidikan menengah kejuruan melainkan juga dampak dari kelemahan lembaga pendidikan sebelumnya. Kedua, langkah selanjutnya adalah penguatan komponen-komponen dalam sistem pendidikan nasional. Penguatan lembaga pendidikan sebagai sub sistem pendidikan nasional, juga harus dilakukan dengan pendekatan system development, jangan parsial. Sudah pasti penguatan lembaga pendidikan sebagai sub sistem harus diselaraskan dengan peran dan fungsi lembaga pendidikan sebagai suatu komponen dalam sistem pendidikan nasional, dengan tetap memperhatikan strategi dan tujuan pendidikan nasional. Manajemen berbasis sekolah yang ditetapkan dalam Undang-undang Sisdiknas pasal 51 ayat 1, merupakan landasan peningkatan kapasitas sekolah secara berkelanjutan yang dikenal dengan istilah manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMBS).Hal ini berlaku bagi semua lembaga pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan Berbasis Kompetensi Metoda peningkatan mutu pendidikan telah ditetapkan yaitu dengan pelaksanaan pendidikan berbasis kompetensi, yang berorientasi pada standar mutu pendidikan nasional yaitu kecerdasan bangsa. Kemampuan dasar di SD yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional spiritual (EQ-SQ) dan kecerdasan kinestetis (keterampilan fisik) merupakan standar mutu pendidikan dasar. Sejalan dengan kemampuan dasar di SD tersebut, mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu program normatif, yang berorientasi pada kecerdasan emosional-spiritual, program adaptif yang berorientasi pada kecerdasan intelektual dan program keahlian produktif, yang berorientasi pada kecerdasan kinestetis atau keterampilan fisik.namun tetap dalam konteks kompetensi yang mengintegrasikan ketiga domain pendidikan. Dalam konsep kompetensi, program normatif di SMK berorientasi pada kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial, program adaptif berorientasi pada kompetensi akademik dan 4 - Bab 1 Pendahuluan

program produktif berorientasi pada kompetensi keahlian kejuruan yang sesuai dengan tuntutan jabatan di dunia kerja. Bagaimana proses pembelajaran berbasis kompetensi yang mencerdaskan dan berkarakter? Kompetensi merupakan integrasi dari pengetahuan (ilmu), nilai dan sikap (iman), dan perbuatan (amal), atau dalam definisi yang lebih operasional, kompetensi lulusan adalah penguasaan dan pemilikan ilmu pengetahuan (knowledge), yang dapat diterapkan dalam kehidupan (skill) dengan nilai-nilai akhlak mulia (attitude). Dengan demikian terlihat bahwa kompetensi berupa pengetahuan, (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) ketiga hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Competence vs Performance Kemampuan vs Kinerja Knowledge Verbal Performance Skill Physical Performance Attitude Attitudinal Performance Gambar1.2: Komponen Kompetensi dan Performansi Pendidikan masa lalu (Kurikulum 1994) yang padat dengan pengetahuan, memisahkan ketiga domain seperti yang digambarkan pada gambar 1.2 tersebut. Pemisahan ketiga domain dalam penyelenggaraan pendidikan cenderung membangun SDM yang verbalis, dogmatis dan split personality atau SDM dengan krisis integritas. Pendidikan berbasis kompetensi mengintegrasikan ketiga domain tersebut, seperti gambar berikut ini: ucapan perbuatan nilai dan sikap Kompetensi Performansi Gambar1.3:Performansi (Unjuk Kerja) sebagai Indikator Kompetensi Bab 1 Pendahuluan - 5

Unjuk kerja merupakan indikator dari kompetensi, sehingga dalam penilaian kompetensi seorang siswa dapat diobservasi dan diukur dari unjuk kerjanya (performansi). Dalam menilai pencapaian kompetensi dasar (KD) ditandai oleh pencapaian indikator dalam bentuk perubahan perilaku (behavioral competency) yang dapat diobservasi dan diukur (observable and measureable), mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Konsep pendidikan berbasis kompetensi ini dapat diyakini kebenarannya karena sesuai dengan konsep-konsep pendidikan Islam dalam membangun manusia yang berpikir atau ulul albab (Q.S. Ali Imran [3]:190-191) dan muslim yang berpribadi integral (Q.S. Al Baqarah [2]:208). Pendidikan Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berakhlak Mulia Pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia. Manusia adalah binatang berpikir, jadi memanusiakan manusia adalah mendidik manusia agar mau dan mampu berpikir, karena kalau tidak berpikir, maka manusia sama dengan binatang (Q.S. Al A raaf [7]:179) Mengapa pendidikan berbasis kompetensi mencerdaskan siswa? Kalau kompetensi di definisikan sebagai penguasaan dan pemilikan ilmu pengetahuan, dapat menggunakannya dalam kehidupan dengan akhlak mulia, dapat diartikan bahwa ilmu hanya dapat dimiliki dan dikuasai siswa dengan proses pembelajaran siswa aktif (student active learning), atau pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Ilmu hanya dapat dikuasai siswa bila siswa itu sendiri berusaha belajar untuk memiliki ilmu (mastery learning). Metoda belajar menguasai ilmu adalah metoda ilmiah atau ilmu hanya dapat dimiliki siswa apabila siswa belajar dengan metoda ilmiah. Hasilnya adalah siswa memiliki kecakapan berpikir ilmiah atau kecerdasan berpikir/intelektual, berdampak pada wawasan berpikir yang luas (broad minded), tidak berpikir sempit (narrow minded) yang mudah dipengaruhi aliran sesat dan terorisme. Bagimana pendidikan berbasis kompetensi mampu membangun akhlak mulia siswa? Sebagai gambaran, kami membuat contoh seperti di bawah ini. Pola pendidikan karakter yang digambarkan dalam gambar 1.3 yang pertama (A) adalah berlatih amal saleh atau membiasakan kebenaran agar nilai-nilai akhlak mulia "tertanam" (internalisasi) di dalam sistem nilai (value system) yang ada di hatinya (heart) dan terbiasa dilaksanakan oleh pancaindranya (hand). Pola yang kedua (B) adalah pembelajaran yang berorientasi pada penerimaan nilai-nilai akhlak mulia melalui kecerdasannya atau kecakapan berpikirnya (head) yang kemudian disimpan dalam sistem nilai yang ada di hatinya (heart). Teroris adalah gambaran hasil pendidikan yang kurang mencerdaskan mereka. Mereka siap mati dengan berlumur dosa, tetapi mereka berpikir perbuatan itu jihad. Contoh lain hasil pendidikan yang kurang mencerdaskan adalah yang meninggal karena minuman keras (miras) dan narkoba (narkotika dan obat/bahan berbahaya). 6 - Bab 1 Pendahuluan

Head Heart B A B= Internalisasi nilai akhlak mulia melalui kecerdasan berpikir. A= Internalisasi nilai akhlak mulia melalui pembiasaan Hasilnya adalah pribadi integral yang memiliki nilai iman dan mengamalkannya dengan saleh Hand Gambar1.4: Pendidikan Karakter Gambar di atas memaparkan pola pembelajaran akhlak mulia dalam pendidikan berbasis kompetensi, yaitu pertama (A) adalah pelatihan pembiasaan dan kedua (B) adalah internalisasi (penghayatan) nilai melalui kecerdasan berpikir hasilnya adalah pemilikan nilai-nilai akhlak mulia (hati atau afektif) yang diamalkan dalam kehidupan (indrawi atau motorik) dengan konsepkonsep ilmu (kognitif). Hasil tersebut sesuai dengan definisi kompetensi yang merupakan integrasi dari kognitif, afektif, dan motorik. Hasil A dan B adalah sosok manusia yang beriman dan beramal soleh atau sosok manusia seutuhnya dimana ucapan, sikap, dan perbuatan menjadi kesatuan yang utuh. Sosok Muslim Kaaffah (muslimintergral) Ucapan Ilmu Amal Perbuatan Satunya ucapan perbuatan dan sikap Ngahijina tekad, ucap jeung lampah (Bahasa Sunda) Iman Nilai-sikap Gambar1.5: Hasil Pendidikan Berbasis Kompetensi Terhadap Karakter Dengan kata lain, pembiasaan kebenaran akan menolak sikap membenarkan kebiasaan yang kadang-kadang bertentangan dengan nilai-nilai keimanan. "Membenarkan kebiasaan" mungkin akan menghasilkan krisis, seperti krisis kepemimpinan, krisis integritas, dan krisis moral yang menjadikan Indonesia menjadi negara dengan 1001 krisis. Pola yang sama juga diterapkan pada seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Artinya pembelajaran berbasis kompetensi yang digunakan pada semua mata pelajaran akan menghasilkan SDM yang cerdas, kompetitif, produktif dan berkarakter. Bab 1 Pendahuluan - 7