BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang menunjang pergerakan baik orang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu (Fidel Miro, 2004). Dewasa ini transportasi memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas tersebut memerlukan berbagai sarana transportasi. Pelayanan transportasi

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

PEMODELAN DEMAND TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik) TUGAS AKHIR

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM YANG MELAYANI TRAYEK PINGGIRAN-PUSAT KOTA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB I PENDAHULUAN. pengoperasian fasilitas transportasi yang ada (Wahyuni.R, 2008 ).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang

PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI KABUPATEN PANDEGLANG ( Suatu Tinjauan Teknis )

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk. Perkembangan transportasi pada saat ini sangat pesat. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

ANGKUTAN KOTA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI DKI JAKARTA 26 MEI 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan transportasi semakin lama semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transportasi yang menghubungkan kota Magelang dengan sebagian wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan manusia dan barang. Pergerakan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya terjadi

PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG TARIF DASAR ANGKUTAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN MOBIL PENUMPANG UMUM DI KABUPATEN SEMARANG

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. Kota kota di Indonesia berkembang dengan pesat dalam pengertian

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB l PENDAHULUAN. Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012, untuk lalu lintas dan angkutan jalan ratarata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota

ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2015 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang

ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 1981 (5/1981)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perkembangan jumlah permukiman yang semakin meningkat didukung oleh ketersediaan infrastruktur sebagai pendukung permukiman, selain itu ketersediaan jaringan jalan mempermudah masyarakat dalam melakukan pergerakan. Pergerakan kegiatan sehari-hari masyarakat meliputi bekerja, sekolah, sosial, berdagang, berbelanja, berekreasi, bisnis dan perjalanan ke rumah. Akibat pergerakan tersebut maka muncul kebutuhan terhadap moda angkutan untuk melakukan perjalanan, dimana fenomena ini ditangkap oleh masyarakat yang memiliki modal untuk menyediakan jasa transportasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan moda transportasi jalan secara terpadu dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan lalulintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, tertib dan teratur, nyaman dan efisien serta mampu memadukan moda transportasi lainnya. Salah satu aspek implementasi transportasi jalan diantaranya dengan pengaturan terhadap jaringan trayek dan jumlah kebutuhan kendaraan umum, 1

2 sehingga dapat terkendali terhadap pelayanan angkutan dengan kendaraan umum, termasuk angkutan umum perdesaaan, sehingga adanya keseimbangan antara kebutuhan jasa angkutan dengan penyediaan jasa angkutan antara kapasitas jaringan transportasi jalan dengan kendaraan umum yang beroperasi serta untuk menjamin kualitas pelayanan angkutan penumpang. Selama ini penataan angkutan perdesaan belum berada dalam alur utama kebijakan dan keputusan pemerintah dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang berimbang, efisien, dan berkualitas. Belum terciptanya angkutan perdesaan yang efisien dan berkualitas menjadikan angkutan perdesaan belum merupakan alternatif utama yang patut diperhitungkan bagi pembuat perjalanan, termasuk angkutan umum perdesaaan di Kabupaten Sleman. Pada kondisi saat ini pelayanan angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman dilayani oleh sembilan trayek. Jumlah kendaraan menurut izin yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sleman tahun 2014 sebanyak 144 (seratus empat puluh empat) kendaraan yang terdiri dari 40 (empat puluh) jenis bus kecil dan 104 (seratus empat) jenis mobil penumpang umum (MPU). Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa jumlah kendaraan yang beroperasi cenderung berkurang. Hal ini dikarenakan tidak berimbangnya antara biaya operasi kendaraan yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima oleh operator. Setiap beroperasi pengemudi harus menanggung biaya operasional kendaraan ditambah harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik dan turun mengakibatkan operasional pelayanan angkutan perdesaan tidak optimal sehingga pendapatan pengemudi tidak menentu,

3 kadang-kadang dapat membawa pulang uang dari sisa biaya operasional kendaraan tetapi kadang-kadang hanya dapat untuk menutup biaya operasional kendaraan karena beban setoran yang harus ditanggung pengemudi. Dari sisi manajemen pengelolaan yang menggunakan sistem setoran dan pengoperasiannya dilakukan oleh masing-masing pemilik selaku anggota koperasi maka akibatnya akan menyulitkan pembinaan dan pengendaliannya. Koperasi tidak mampu menertibkan anggotanya yang tidak tertib membayar iuran anggota, melanggar jadwal perjalanan dan lain-lain. Pelanggaran tersebut disebabkan untuk mengejar setoran sehingga menyebabkan kualitas pelayanan kepada pengguna jasa angkutan perdesaan menurun dan beralih ke penggunaan kendaraan pribadi terutama sepeda motor dan mobil. Memperhatikan kenyataan tersebut maka menjadi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sleman untuk menjawab permasalahan tersebut. Salah satu kebijakan yang dapat diambil adalah memberikan subsidi bagi operator yang bersedia melakukan pelayanan angkutan umum perdesaan. Dalam hal ini Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014 telah melakukan studi tentang integrasi angkutan perdesaan pada kawasan strategis sebagai feeder. Hasil studi tersebut memberikan gambaran tentang rute angkutan perdesaaan Kabupaten Sleman yang disarankan untuk dikembangkan sebagai bagian dari angkutan umum yang terintegrasi di wilayah perkotaan Yogyakarta. Namun demikian dari trayek yang disarankan masih perlu diperjelas lagi tentang mekanisme subsidi yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sleman. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk mencari

4 formulasi tentang subsidi terhadap angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman melalui analisis biaya operasi kendaraan (BOK). 1.2 Perumusan Masalah Pelayanan angkutan perdesaaan di Kabupaten Sleman yang semakin menurun jumlahnya mengakibatkan kualitas pelayanan angkutan perdesaan yang kurang optimal dari penilaian penumpang dan penilaian dari sisi pengemudi, pendapatan yang tidak seimbang dengan biaya operasi kendaraan yang dikeluarkan oleh sehingga dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan yang ada saat ini sebagai berikut : a. Bagaimana kinerja saat ini angkutan perdesaan yang melayani penumpang di Kabupaten Sleman, b. trayek manakah yang perlu diberi subsidi, agar pelayanannya dapat ditingkatkan kualitasnya, sesuai dengan hasil studi pada tahun 2014 tentang integrasi angkutan perdesaan pada kawasan strategis sebagai feeder yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, c. bagaimana analisis perhitungan subsidi angkutan perdesaan Kabupaten Sleman berdasarkan studi pada tahun 2014 tentang integrasi angkutan perdesaan pada kawasan strategis sebagai feeder yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

5 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Evaluasi dilakukan terhadap sembilan jaringan trayek angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman, sesuai izin trayek yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sleman tahun 2014, b. perhitungan subsidi hanya dilakukan pada trayek mengacu pada hasil studi pada tahun 2014 tentang integrasi angkutan perdesaan pada kawasan strategis sebagai feeder yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, c. perhitungan berdasarkan formulasi perhitungan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002 Tanggal 16 Agustus 2002 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan analisis subsidi angkutan perdesaan melalui biaya operasi kendaraan (BOK) di Kabupaten Sleman telah banyak dilakukan oleh para peneliti baik dari kalangan akademis maupun kalangan praktisi, diantara beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai kesamaan metode dan alat analisis yang digunakan dengan permasalahan yang sedang diteliti dalam penulisan ini.

6 a. Munandar (2009) menganalisis mekanisme subsidi angkutan umum pada trayek utama sebagai akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di kota Semarang. Meneliti seberapa besar perubahan biaya produksi pelayanan (yang didalamnya terdapat variabel-variabel seperti Biaya Operasi Kendaraan (BOK), dan lain-lain) dan pengguna angkutan umum penumpang melalui perhitungan ability to pay (ATP) dari angkutan umum penumpang (AUP) dengan dari fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM), sehingga diperoleh output berupa mekanisme bentuk dan besaran subsidi yang tepat untuk angkutan umum pada trayek utama di Kota Semarang. b. Pranoto (2005), menghitung kebutuhan subsidi pemerintah terhadap biaya pengelolaan angkutan umum bus Damri di Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah perhitungan biaya operasi kendaraan (BOK) standar, data biaya operasi kendaraan (BOK) riil, dan selisih antara BOK standar dan BOK riil yang merupakan rumusan subsidi. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pengguna angkutan perdesaan, antara lain : a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Sleman tentang kondisi sekarang karakeristik pelayanan angkutan perdesaan sehingga dapat digunakan sebagai landasan peningkatan pelayanan angkutan perdesaan yang berkualitas,

7 b. sebagai bahan untuk melakukan perubahan pelayanan angkutan perdesaan dari sistem setoran dirubah dengan menggunakan skema pembiayaan atau perhitungan subsidi dengan sistem buy the service yang dapat diterapkan untuk angkutan perdesaan, c. sebagai bahan referensi bagi berbagai pihak yang memerlukan penelitian lebih lanjut. 1.6 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian analisis subsidi angkutan perdesaan melalui perhitungan biaya operasi kendaraan di Kabupaten Sleman adalah : 1. Menganalisis kinerja pelayanan sembilan trayek angkutan perdesaan yang melayani trayek di wilayah Kabupaten Sleman saat ini yang meliputi analisis jaringan trayek, load factor, headway, jarak tempuh, waktu tempuh, jumlah penumpang dan kecepatan rerata dan rute aktual. 2. menentukan trayek yang akan dikembangkan sebagai angkutan umum perdesaaan yang terintegrasi dengan angkutan umum perkotaan yang melayani di wilayah di Kabupaten Sleman, 3. menganalisis skema pembiayaan atau menghitung besaran subsidi yang dapat diterapkan untuk angkutan perdesaan yang terintegrasi dengan angkutan umum perkotaan yang melayani di wilayah Kabupaten Sleman.

8 1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Menguraikan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dikemukakan tentang beberapa definisi dari studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini. BAB III LANDASAN TEORI Dalam bab ini dikemukakan tentang teori-teori yang dijadikan dasar analisis dan pembahasan masalah. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dikemukakan pendekatan dari teori kemudian diuraikan menjadi suatu usulan pemecahan masalah yang berbentuk langkah-langkah pemecahannya. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dikemukakan tentang kajian atas hasil dari pengolahan data yang diperoleh serta analisis dari hasil pengolahan data dimaksud BAB VI PENUTUP Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian dan memberikan saran berupa rekomendasi subsidi angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman.