BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam ruang domestik (rumah tangga). 1. kekerasan yang menimpa kaum perempuan (istri) 3

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUBUNGAN PENGETAHUAN SUAMI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA KEPARAKAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. An-nisa, ayat 13 surah Al Hujurat, ayat surah As-Syura, ayat 45 surah An Najm dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan. Keluarga terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara yang ikut bertempat tinggal, misalnya orang tua baik dari suami atau istri, saudara kandung atau tiri dari kedua belah pihak, kemenakan dan keluarga yang lain yang mempunyai hubungan darah. Di samping itu terdapat juga pembantu rumah tangga yang bekerja dan tinggal bersama-sama dalam sebuah rumah (tinggal satu atap). 1 Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia,aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Dalam lingkup rumah tangga, keutuhan rumah tangga adalah tujuan setiap keluarga dan untuk mewujudkannya, setiap anggota keluarga harus menyadari hak dan kewajibannya masing-masing, termasuk pembantu rumah tangga, sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan. Sampai sejauh ini kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk perbuatan yang dianggap baru dan telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian kita, meskipun pada dasarnya bentuk-bentuk kekerasan ini dapat ditemui dan terkait pada bentuk perbuatan pidana tertentu seperti pembunuhan, penganiayaan, perkosaan dan pencurian. 1 Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis- Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal. 61. 1

KDRT merupakan masalah sosial serius yang kurang mendapat tanggapan dari masyarakat, hal ini disebabkan karena ruang lingkup yang tertutup dan terjaga ketat privasinya dan persoalannya terjadi dalam area keluarga. KDRT seringkali dianggap wajar karena diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga. 2 Kenyataan inilah yang menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap keluhkesah para istri yang mengalami persoalan KDRT dalam perkawinannya. Akibatnya, mereka memendam persoalan itu sendirian, tidak tahu bagaimana menyelesaikannya dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, yaitu bahwa suami memang berhak mengontrol istrinya. Fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan adat ketimurannya lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah KDRT. Hal ini juga disebabkan karena masih kuatnya kultur yang menomor satukan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Ditambah lagi dengan adanya persepsi ajaran agama yang keliru. Misalnya nilai-nilai tradisional Jawa sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam yang mengintepretasikan lelaki sebagai pemimpin perempuan, sehingga oleh karenanya mengharuskan perempuan itu direfleksikan dalam ungkapan Swarga nurut neraka katut yang artinya adalah seorang istri harus mengikuti suaminya dengan setia, apakah ia pergi ke surga atau ke neraka. Hasil wawancara peneliti dengan salah satu istri di kampung X mengenai apakah seorang istri yang dihardik suami ketika melakukan kesalahan adalah hal yang wajar, menurut saya hal tersebut wajar-wajar saja, ketika istri melakukan 2 http://wangmuba.com/-tag/psikologikeluarga/. 2

kesalahan maka suami menghardiknya mungkin untuk memberikan peringatan agar istri lebih berhatihati dalam bertindak. Peneliti menyimpulkan istri tersebut memiliki sikap yang positif terhadap KDRT dikarenakan istri memiliki keyakinan bahwa KDRT yang dilakukan suami adalah suatu bentuk peringatan kepada istri. Adapula yang berpendapat berbeda gak boleh dong, apapun alasannya, karena semua masalah bisa dibicarakan baik-baik. Ketika KDRT dibicarakan kepada mertua, saudara atau mungkin tetangga, maka mereka justru menanyakan apa kesalahan istri sampai membangkitkan amarah suami hingga memukul. Kemudian istri dibekali serangkaian pesan yang isinya antara lain agar lebih memahami jiwa laki-laki agar bertahan bagaimanapun keadaannya. Contoh tersebut membuktikan bahwa banyak perempuan korban KDRT yang menyerah pada keadaan, memendam sendiri penderitaannya, meyakini bahwa bersabar dan berbesar hati atas perilaku suami adalah jalan terbaik. Tanpa disadari, solusi semacam itu sebetulnya telah menyebabkan dampak negatif yang berlapis-lapis baik bagi istri, anak-anak dalam keluarga, nilai-nilai dalam masyarakat tentang relasi laki-laki dan perempuan serta tentang keluarga. Kasus KDRT terhadap istri bukanlah kasus yang mudah terungkap karena hukum di Indonesia mewajibkan setiap bentuk kekerasan harus ada bukti dan saksi, sementara hal tersebut tidak mudah untuk didapatkan korban. Istri yang mengalami KDRT biasanya mereka merasa malu untuk membuka persoalan rumah tangga kepada masyarakat luas atau publik karena mereka menganggap hal tersebut merupakan suatu aib. Budaya masyarakat yang patriakal turut menjadi penguat terjadinya KDRT terhadap istri karena menempatkan posisi lakilaki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, serta pandangan agama 3

yang menempatkan laki-laki sebagai imam dalam rumah tangga. Adanya pengaturan dan perlindungan yang tegas didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti UU no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT), bentuk-bentuk KDRT yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Namun praktek kekerasan terhadap istri oleh suami dalam lingkup rumah tangga masih tetap saja berlangsung. Idealnya dalam suatu keluarga harus saling menghargai, dan memiliki hak dan kewajiban yang seimbang seperti dalam UU perkawinan no 1 tahun 1974 pasal 31 yang menyatakan bahwa, hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Perilaku atau tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai fakta sosial bukanlah perkara baru dari perspektif sosiologis masyarakat Indonesia. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fakta sosial yang bersifat universal karena dapat terjadi dalam sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya, agama, suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya, karena dapat terjadi dalam rumah tangga keluarga sederhana, miskin dan terbelakang maupun rumah tangga keluarga kaya, terdidik, terkenal, dan terpandang. Tindak kekerasan dapat dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap pembantu mereka secara berlainan maupun bersamaan. Perilaku merusak ini berpotensi kuat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan rumah tangga dengan sederetan akibat di 4

belakangnya, termasuk yang terburuk seperti tercerai-berainya suatu rumah tangga. 3 Kekerasan, tidak melulu hanya kekerasan fisik semata. Banyak kasus khususnya kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), di mana pelaku tidak pernah melakukan pemukulan dan kekerasan fisik lain, namun akibat dari perbuatan pelaku, korban mengalami penderitaan yang berat. Kekerasan psikologis, atau dalam Pasal 7 Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga disebut sebagai kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Sebagai contoh, kasus yang dialami ibu A yang merasa suaminya selalu mendiamkannya, dan bila berkata-kata merendahkan ibu A. Suami tidak mau menyapa apalagi menyentuhnya, sampai akhirnya ibu A membakar diri. Suami ibu A tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Namun tindakan suami dengan selalu mendiamkan membuat ibu A tidak percaya diri. Ibu A juga semakin merasa terhina dari kata-kata merendahkan yang diucapkan suami. Ibu A mengalami kekerasan psikis. Kekerasan psikis memang sulit untuk dilihat, bahkan bisa jadi korban tidak menyadari bahwa dirinya mengalami kekerasan psikis. Secara umum, disebut sebagai kekerasan psikis apabila: - Ada pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan negative, atau sikap dan gaya tubuh yang merendahkan; 3 http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-pidana/649-kekerasan-dalam-rumah-tanggadalam-perspektif-sosiologi.html. (diakses pada 19 Maret 2016 pukul 09.50) 5

- Tindakan tersebut menekan, mencemooh/menghina, merendahkan, membatasi, atau mengontrol korban agar memenuhi tuntutan pelaku; - Tindakan tersebut menimbulkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya Sejauh mana korban mengalami kekerasan psikis dapat dibuktikan melalui Visum et Psikiatrikum, yaitu keterangan mengenai kondisi psikologis seseorang yang disertai kemungkinan sebab-sebabnya. Visum et Psikiatrikum ini dikeluarkan oleh pihak-pihak seperti psikolog yang kompeten dan institusi atau lembaga yang berwenang mengeluarkannya. Kekerasan psikis bisa berupa perbuatan yang dapat mengakibatkan ketakutan, hilang rasa percaya diri,hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan lain-lain. Bentuk kekerasan seksual yang hampir sebagian perempuan mengalaminya adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Penelantaran dalam rumah tangga juga sering dialami oleh perempuan. Misalnya penelantaran kehidupan, perawatan atau pemeliharaan. Juga termasuk dalam penelantaran adalah membuat orang tergantung secara ekonomi, misalnya dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban di bawah kendalinya. 4 Dampak kekerasan psikis dapat berakibat pada hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual, gangguan fungsi tubuh ringan, seperti sakit kepala, gangguan pencernakan tanpa indikasi medis. Kekerasan psikis yang berat bisa berakibat hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual dalam kondisi berat dan menahun, dan Tangga 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah 6

bisa berakibat pada gangguan fungsi tubuh berat misalnya, tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis. Bahkan dampak kekerasan psikis berat bisa bunuh diri. Undang-undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan dari segala tindak kekerasan. Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa: Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1). Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1): a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri). b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam angka 1, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan) c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga. 5 Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor, diantaranya ada faktor ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya, minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga, terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari permasalahan Tangga 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah 7

yang terjadi menyebabkan pertengkaran antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing. 6 Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak 6 http://www.lbh.or.id/fact-58.htm (diakses pada 19 Maret 2016 pukul 10.00) 8

asasi. Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri karena mempunyai kekhasan, walaupun secara umum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diatur mengenai penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberikan nafkah dan kehidupan. Untuk melakukan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan melaksanakan tindakan pencegahan, antara lain, menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Kenyataan inilah yang menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap keluh kesah para istri yang mengalami persoalan KDRT dalam perkawinannya. Akibatnya, mereka memendam persoalan itu sen-dirian, tidak tahu bagaimana 9

menyelesaikannya dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, yaitu bahwa suami memang berhak mengontrol istrinya. Fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan adat ketimurannya lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah KDRT. Hal ini juga disebabkan karena masih kuatnya kultur yang menomor satukan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Ditambah lagi dengan adanya persepsi ajaran agama yang keliru. Misalnya nilai-nilai tradisional Jawa sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam yang mengintepretasikan lelaki sebagai pemimpin perempuan, sehingga oleh karenanya mengharuskan perempuan itu direfleksikan dalam ungkapan Swarga nurut neraka katut yang artinya adalah seorang istri harus mengikuti suaminya dengan setia, apakah ia pergi ke surga atau ke neraka. Kasus KDRT terhadap istri bukanlah kasus yang mudah terungkap karena hukum di Indonesia mewajibkan setiap bentuk kekerasan harus ada bukti dan saksi, sementara hal tersebut tidak mudah untuk didapatkan korban. Istri yang mengalami KDRT biasanya mereka merasa malu untuk membuka persoalan rumah tangga kepada masyarakat luas atau publik karena mereka menganggap hal tersebut merupakan suatu aib. Budaya masyarakat yang patriakal turut menjadi penguat terjadinya KDRT terhadap istri karena menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, serta pandangan agama yang menempatkan laki-laki sebagai imam dalam rumah tangga. Praktek kekerasan terhadap istri oleh suami dalam lingkup rumah tangga masih tetap saja berlangsung. Idealnya dalam suatu keluarga harus saling menghargai, dan memiliki hak dan kewajiban yang seimbang seperti dalam UU perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 31 yang menyatakan bahwa, hak dan 10

kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Sikap pasrah dan menerima masih mendominasi 90% (persen) perempuan, termasuk mereka yang sudah berpendidikan tinggi. Walau perempuan itu seorang pejabat, tetapi di rumah ia masih harus rela menerima perlakuan kasar suami dan menghormati suami seperti perempuan tradisional lain. Hampir semua perempuan dalam keluarga memiliki semacam perasaan wajib menerima kekerasan dari suami dan keluarga suami. Sikap ini diturunkan dari generasi ke generasi. Saat kecil ibu sudah mengajarkan bagaimana bersikap sopan terhadap saudara laki-laki dan menjelang dewasa, perempuan diberi pengertian mengenai sikap sopan terhadap suami tetapi pria jarang diajarkan sikap sopan terhadap perempuan di rumah. 7 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis mengidentifikasi masalah-masalah yang akan diteliti : 1. Dampak dan pegaruh kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga tersebut terhadap korban. 2. Penyebab dan faktor yang memicu terjadinya kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga. 3. Hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan terhadap pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga. 4. Penanggulangan terjadinya kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga. 7 http:// www. lpmak.org/news.php/id=193 (diakses pada 19 Maret 2016 pukul 10.30) 11

1.3. Pembatasan Masalah Untuk memberi ruang lingkup yang jelas dalam pembahasan pada penelitian penulis, maka dirasa perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini. Pembatasan masalahnya sebagai berikut : 1. Dampak dan pegaruh kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga tersebut terhadap korban. 2. Hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan terhadap pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga. 1.4. Perumusan Masalah` Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa masalah yang menarik untuk diidentifikasikan antara lain: 1. Bagaimana dampak dan pegaruh kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga tersebut terhadap korban.? 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan terhadap pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga? 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apa penyebab seseorang melakukan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga. 2. Untuk mengetahui sejauhmana perlindungan terhadap korban kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga di Indonesia. 12

1.5.2 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis a. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum khususnya menegnai upaya pencegahan dan penganggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. b. Dapat dijadikan sebagai referensi awal untuk menelaah lebih dalam lagi makna dan penerapan Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 2. Secara Praktis a. Bagi pemerintah dalam hal instansi yang terkait diharapkan hasil penelitian ini menjadi masukan dan sumbangan pemikiran kepada pihak yang berwenang di dalam menerapkan hukum atau aturan. b. Bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran akan arti pentingnya mematuhi hukum sehingga fungsi dan tujuan hukum dapat terlaksana dengan baik. 13