BAB I PENDAHULUAN. secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

Kata Kunci : Keanekaragaman, Lichen corticolous, Dataran rendah, Suaka Margasatwa Nantu

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KARAKTERISTIK MORFOLOGI LICHEN CORTICOLOUS DI KAWASAN HUTAN SEKIPAN DESA KALISORO TAWANGMANGU KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Area pegunungan adalah salah suatu tempat yang sangat menarik

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh, makroalga tersebut memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dan memiliki begitu banyak potensi alam. Potensi alam tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki separuh keanekaragaman flora dan fauna dunia dan diduga sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

Alamat korespondensi Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan ekologi. Besarnya peranan dari hutan pantai dan hutan mangrove tersebut

BAB I PENDAHULUAN. gunung dan ketinggiannya mencapai lebih dari 600 mdpl. Sedangkan pegunungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran besar ataupun kecil (Arief : 11). yang tersusun atas berbagai komponen yang saling ketergantungan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kekayaan Indonesia dalam keanekaragaman jenis tumbuhan merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

I. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia

PENDAHULUAN GLOBAL WARMING - BIODIVERSITAS MAF - BIOLOGI UNAIR 1 DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP BIODIVERSITAS DAN EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

EKOSISTEM. Yuni wibowo

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lichen merupakan gabungan antara fungi dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Tubuh lichen ini dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, orange, coklat atau merah dengan habitat yang bervariasi. Umumnya lichen dapat ditemukan hidup menempel di atas batu, tanah dan kulit pohon, lichen tidak memiliki syarat hidup yang tinggi, lichen dapat hidup pada lingkungan yang ekstrim dengan suhu yang sangat rendah ataupun sangat tinggi. Lichen hidup tidak terikat pada ketinggian tempat dimana lichen dapat ditemukan hidup di daerah sekitar pantai sampai gunung-gunung yang tinggi (Yurnaliza, 2002). Lichen dapat tumbuh dimana saja atau dikenal dengan sebutan kosmopolit. Habitat dari lichen terdapat di batu, pohon, dan permukaan tanah. Menurut Pratiwi (2006), berdasarkan habitatnya lichen dibagi menjadi lichen corticolous, lichen terricolous dan lichen saxicolous. Lichen saxicolous adalah jenis lichen yang hidup di batu, lichen terricolous adalah jenis lichen yang hidup di permukaan tanah dan lichen corticolous adalah jenis lichen yang hidup pada kulit pohon. Salah satu tempat yang menjadi habitat dari lichen adalah hutan. Umumnya lichen yang hidup di hutan adalah jenis lichen corticolous hal ini karena di hutan tumbuh berbagai macam jenis pohon yang dapat menjadi habitat lichen corticolous.

Lichen corticolous merupakan salah satu jenis lichen yang dapat di temukan hidup epifit menempel pada kulit pohon atau kayu yang sudah lapuk. Secara ekologi lichen corticolous merupakan salah satu komponen penting ekosistem hutan sebagai organisme autotrof penyumbang biomassa dalam ekosistem sehingga keberadaan lichens corticolous sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekosistem. Selanjutnya lichen dapat mempengaruhi komponen ekosistem dimana beberapa jenis lichen corticolous yang mengandung ganggang Cyanophyta (Cyanobacterium) dalam ekosistem dapat membantu daur nitrogen yang berperan dalam persediaan pupuk alami yang keberadaannya sangat di pengaruhi oleh keadaan lingkungan. Lichen corticolous juga dapat di manfaatkan sebagai sumber bahan obat, bahan tekstil, bahan kosmetik, dan bahan dekorasi. Namun dalam hal ini banyak masyarakat yang belum mengetahui manfaat lichen corticolous khususnya masyarakat Gorontalo. Berdasarkan hasil observasi lichen corticolous dapat ditemukan di Suaka Hal ini karena kondisi Suaka Margasatwa Nantu dapat mendukung pertumbuhan lichen corticolous mengingat Suaka Margasatwa Nantu terdapat berbagai macam jenis pohon yang dapat menjadi habitat lichen corticolous. Kondisi pohon yang menjadi habitat lichen corticolous dapat mempengaruhi pertumbuhan lichen corticolous, selain dari itu karena parameter lingkungan Suaka Margasatwa Nantu mendukung pertumbuhan lichen corticolous. Dimana lichen merupakan salah satu organisme rendah yang dapat hidup pada suhu yang sangat rendah sampai pada suhu yang sangat tinggi dan akan segera menyesuaikan diri bila

keadaan lingkungannya kembali normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aththorick dan Siregar (2006) lichen pada umumnya tumbuh baik pada suhu 18-30 C. Suaka Margasatwa Nantu merupakan salah satu kawasan konservasi dengan topografi sebagian merupakan daerah dataran rendah dan sebagian lagi mempunyai topografi berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan ketinggian maksimum sekitar 100 2065 mdpl. Sebelah selatan kawasan Suaka Margasatwa Nantu merupakan daerah dataran rendah dan membentuk dataran utama yang relative datar (Hamidun, 2012). Dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu berada di desa pangahu kecamatan Asparaga, kabupaten Gorontalo. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai vegetasi di kawasan Suaka Margasatwa Nantu seluas 31.215 Ha oleh Dunggio, (2005) menemukan 76 jenis tumbuhan, selanjutnya pada penelitian yang dilakuakan oleh Hamidun, (2012) di kawasan Hutan Nantu-Boliyohuto dengan luas 63.523 Ha, menemukan 204 jenis tumbuhan. Dari data tersebut belum ada data mengenai keanekaragaman lichen corticolous. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman lichen corticolous di Suaka Margasatwa Nantu agar data keanekaragaman lichen corticolous dan informasi mengenai potensi dan manfaat ekologi maupun ekonomi lichen corticolous dapat diketahui oleh masyarakat gorontalo baik di dalam maupun sekitar kawasan Suaka Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian dengan judul Keanekaragaman Jenis Lichen Corticolous di Kawasan Suaka

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis-jenis lichen corticolous apa saja yang ada di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu? 2. Bagaimana keanekaragaman jenis lichen corticolous di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui jenis-jenis lichen corticolous yang ada di Kawasan Suaka 2. Untuk mengetahui bagaimana keanekaragaman jenis-jenis lichen corticolous di Kawasan Suaka 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi dan rekomendasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang lichen. 2. Sebagai sumber belajar bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan mengenai tumbuhan tingkat rendah khususnya lichen dalam bidang botani tumbuhan rendah (BTR) dan Ekologi. 3. Sebagai pedoman dan bahan acuan bagi seorang guru dalam memberikan informasi pada peserta didik tentang keanekaragaman organisasi kehidupan dan

makhluk hidup pada materi tentang keanekaragaman makhluk hidup di SMP dan SMA. 4. Adanya data ilmiah mengenai keanekaragaman jenis lichen corticolous di Suaka