TINJAUAN KELAYAKAN EKOLOGI PULAU BERAS BASAH KOTA BONTANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA BAHARI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

ABSTRAK. Kata Kunci : Kualitas Perairan, Pantai Tanjung Pesona, Kesesuaian Wisata ABSTRACT

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI DI PULAU DODOLA KABUPATEN PULAU MOROTAI

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Bayu Putra Utama Irawan 1) Aras Mulyadi 2) Elizal 2) ABSTRACT

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

Studi Kesesuaian Wisata dan Mutu Air Laut untuk Ekowisata Rekreasi Pantai di Pantai Maron Kota Semarang

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

STUDI KESESUSIAN WISATA DI PANTAI SENDANG SIKUCING KABUPATEN KENDAL SEBAGAI OBJEK WISATA REKREASI PANTAI

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DETERMINATION OF MARINE TOURISM REGION IN WANGI-WANGI ISLAND WITH

Bentuk Pertumbuhan dan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

3. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan Kegiatan Wisata Bahari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

KAJIAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI PULAU TIKUS BENGKULU

THE CORAL REEF CONDITION IN BERALAS PASIR ISLAND WATERS OF GUNUNG KIJANG REGENCY BINTAN KEPULAUAN RIAU PROVINCE. By : ABSTRACT

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3

Parameter Fisik Kimia Perairan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSENTASE TUTUPAN KARANG HIDUP DI PULAU ABANG BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KAJIAN DAYA DUKUNG FISIK WISATA DANAU DI PANTAI PASIR PUTIH PARBABA KABUPATEN SAMOSIR

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA SNORKELING

PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI P.WANGI-WANGI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI KATEGORI SNORKELING DI PULAU GILI GENTING KABUPATEN SUMENEP

3. METODOLOGI PENELITIAN

KONDISI TERUMBU KARANG DAN IKAN KARANG PERAIRAN TULAMBEN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/288367/PN/11826 Manajemen Sumberdaya Perikanan

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

STUDI KESESUAIAN PERAIRAN PANTAI TANJUNG SETIA SEBAGAI KAWASAN WISATA BAHARI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS POTENSI BIOFISIK DAN KESESUAIAN LOKASI WISATA, PANTAI DATO KABUPATEN MAJENE ABSTRAK

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

PERSENTASE TUTUPAN KARANG DI PERAIRAN MAMBURIT DAN PERAIRAN SAPAPAN KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR

PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN PANTAI (STUDI KASUS PULAU MARSEGU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN KAWASAN WISATA BAHARI DI PULAU WANGIWANGI, KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Kawasan Pantai Labombo Kota Palopo

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman Online di:

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI JODO DESA SIDOREJO KECAMATAN GRINGSING KABUPATEN BATANG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PEMODELAN DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU SAPUDI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Transkripsi:

TINJAUAN KELAYAKAN EKOLOGI PULAU BERAS BASAH KOTA BONTANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA BAHARI Ecological Compatibility of Beras Basah Island Bontang City as Marine Tourism Region Anugrah Aditya Budiarsa*, Muhammad Syahrir, Adnan Program Studi Sumberdaya Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, Jl. Gn. Tabur, Gedung FPIK, Kampus GN Kelua Samarinda; email : aditarm83@gmail.com; aditya_budiarsa@fpik.unmul.ac.id ABSTRACT Since March 25, 2011 Beras Basah Island have established as part of water conservation area by Mayor Decree Bontang No. 112 in 2011, were in limited Utilization zone. Pulau Beras Basah has been known as one tourist destination in Bontang, increasing the number of tourist visits to the island, while the lack of management by local governments. This study aims to identify and assess the physical potential of Beras Basah Island as a Marine Tourism region. This study used a scoring method, by assessment of ecological characteristics in accordance with the category of the type of marine tourism is beach recreation, Swimming, Jet sky and bannana boat, and also diving. From the results of analysis show that for beach recreation activities in the category "Very compatible" (S1) about 89.3%, Jet ski and Banana Boat included in Category "Compatible "(S2) by 75% and for snorkling activities in the category " compatible " about 61,1%. Keyword : Bontang, Ecology, Marine Tourism. 1. Latar Belakang Kota Bontang merupakan salah satu wilayah pesisir Kalimantan Timur yang memiliki potensi Pesisir dan laut yang cukup besar. Kota Bontang sendiri terkenal dengan sektor jasa dan industri, selain dikedua sektor tersebut kota Bontang memiliki sektor pariwisata yang cukup potensial. Hal ini disebabkan letak geografisnya yang berada di wilayah pesisir dengan ekosistem pesisir indah. Salah satunya adalah Pulau Beras Basah. Pulau ini merupakan objek wisata kebanggaan kota bontang. Selain karena pulaunya yang indah dengan hamparan pasir putih serta luas pulau yang kurang lebih sebesar lapangan sepak bola dengan vegetasi pohon kelapa hampir diseluruh daratan pulau. Pulau ini bertambah menarik dengan adanya mercusuar, mercusuar ini sendiri berfungsi sebagai bantuan navigasi untuk kapal. Pulau ini dikelilingi oleh padang lamun dan terumbu karang serta berbagai jenis ikan. Selain peran penting Pulau Beras Basah bagi sektor pariwisata dan perikanan, Pulau ini juga merupakan Pulau terluar dari batas administrasi Kota Bontang sehingga keberadaan dan kelestarian kualitas ekologi pulau yang menjadi daya tarik wisata pulau perlu menjadi perhatian, Pemerintah Kota Bontang melalui SK Walikota No. 112 tahun 2011 telah menetapkan pulau Beras basah sebagai bagian dari Zona Pemanfaatan terbatas dalam kawasan Konservasi perairan kota Bontang telah menjadikan kawasan beras basah sebagai kawasan konservasi perairan kota bontang menjadi zona pemanfaatan terbatas sejak tanggal 25 maret 2011. Jadi untuk kawasan pulau beras SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 1

basah sendiri diperbolehkan melakukan aktivitas penangkapan dan budidaya ikan yang ramah lingkungan, termasuk didalamnya kegiatan wisata. WTO (2004) menyatakan bahwa hampir tiga per empat daerah destinasi wisata dunia adalah daerah pesisir. Adikampana (2009) mengemukakan bahwa pariwisata alam merupakan industri yang bersifat non ekstraktif dan mampu menciptakan beragam manfaat ekonomi bagi masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pariwisata alam mempunyai peran penting dalam konteks pembangunan berkelanjutan, karena di satu sisi menyediakan rangsangan dalam upaya konservasi pemanfaatan kawasan terlindungi dan di sisi lain memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat, terutama di wilayah perdesaan yang biasanya berada di sekitar komponen produk pariwisata alam. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pariwisata alam dapat menciptakan suatu bentuk perpaduan dan hubungan yang saling menguntungkan antara pembangunan ekonomi dan masyarakat dan upaya konservasi. Selain itu Kegiatan pariwisata memang memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. Keberadaan pariwisata juga dapat menyerap tenaga kerja. Namun disisi lain aktivitas pariwisata memberikan tekanan lingkungan. Berbagai aktivitasaktivitas wisata akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan pantai. Kemampuan pantai untuk mendukung aktivitas wisatawan memiliki batasan toleransi. Pemanfaatan yang melebihi daya dukung akan menyebabkan degradasi lingkungan. Beberapa venue yang dapat dinikmati di pulau Beras Basah diantaranya Pantai Pasir Putih, Banana Boat, renang, snorkeling hingga selam. Namun penyelenggaraan venue ini belum mempertimbangkan aspek ekologi dari ekosistem yang berada di Pulau tersebut diantaranya ekosistem lamun, terumbu karang dan lainnya. Sehingga seringkali atraksi wisata yang ditawarkan justru mengancam keberadaan ekosistem pesisir tersebut. Hal ini yang mendasari pelaksanaan penelitian ini, untuk melihat dan memetakan lokasi yang sesuai bagi setiap atraksi wisata sehingga mengurangi dampak yang ditimbulkan kegiatan wisata. Penelitian ini akan menganalisis tentang kesesuaian lahan wisata berdasarkan kondisi ekologi pulau dan perairan Beras Basah. 2. Metode Penelitian 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2015 di Pulau Beras Basah, Kota Bontang Propinsi Kalimantan Timur. Titik pengamatan dibagi menjadi 2 bagian yaitu titik pengamatan geomorfologi pantai (P1-P4) dan ekologi perairan (A1-A4), tampak pada gambar 1. SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 2

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 2.2. Parameter Penelitian Parameter penelitian ini meliputi Kedalaman, Tipe Pantai, Lebar Pantai, substrat dasar pantai, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan, biota berbahaya, ketersediaan air tawar, kemiringan pantai kecepatan arus, penutupan lahan, tutupan komunitas karang, jumlah genus karang hidup, jenis ikan karang, Kedalaman Terumbu karang. 2.3 Prosedur Penelitian Tahap awal penelitian dilakukan pengamatan profil dasar perairan yaitu dengan melakukan scanning kontur kedalaman (Bathimetri) dengan menggunakan echosounder dan profil substrat dasar perairan dengan menggunakan metode video transek. Setelah diketahui profil dasar perairan maka dapat dilakukan penentuan titik pengamatan. Pengamatan terumbu karang akan menggunakan metode Transek, metode ini dilakukan dengan menarik garis transect sepanjang 50 meter. Pada garis transect ini akan dilakukan pengamatan persen penutupan Lifeform dari karang dan pengamatan terhadap ikan karang yang merada disekitar garis transek. Pengukuran parameter fisik antara lain : arah dan keceparan arus perairan akan digunakan current meter, kecerahan perairan menggunakan secchi disk. Untuk kemiringan pantai digunakan teodolite dan untuk lebar pantai digunakan meteran dan GPS Untuk parameter pendukung lainnya seperti tutupan lahan pantai, biota berbahaya dilakukan dengan metode pengamatan visual dan sensus Data yang diperoleh akan dianalisis untuk menentukan kesesuaian kesesuaian kawasan untuk kegiatan wisata bahari berdasarkan kondisi fisik sumberdaya Pulau Panjang dalam bentuk SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 3

matriks kesesuaian lahan kegiatan Rekreasi Pantai, Jet sky, bannana boat, serta selam. Pentingnya penyusunan matriks ini adalah untuk mengetahui parameter yang menjadi indikator melalui pembobotan dan skoring pada setiap parameter yang telah diukur (Matriks terlampir) Tabel 2.1. Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Kegiatan Rekreasi pantai dan Renang Kategori Kategori Kategori Parameter Bobot Skor Skor Kedalaman Perairan (m) S1 S2 S3 5 0-3 5 > 3-5 3 > 5 1 Skor Tipe pantai 5 Pasir putih 5 Pasir Putih sedikit karang 3 Pasir Hitam Berkarang sedikit terjal 1 Lebar Pantai (m) 5 > 30 5 10-30 3 3-<10 1 Material Dasar Perairan 5 Pasir 5 Karang berpasir 3 Pasir berlumpur 1 Kecepatan Arus (m/det) 5 0-0,2 5 > 0,2-0,4 3 > 0,4 1 Kemiringan Pantai ( o ) 5 < 10 5 10-25 3 > 25 1 Kecerahan Perairan 5 > 5 5 > 3-10 3 (m) < 3 1 Penutupan lahan pantai 5 Lahan terbuka kelapa 5 semak belukar rendah, savana 3 Belukar tinggi, Pemukiman, Pelabuhan 1 Biota berbahaya 5 tidak ada 5 Bulu Babi 3 Lepu, Pari, Hiu 1 Ketersediaan Air 5 < 0,5 5 < 0,5-1 3 >1-2 1 Tawar (Km) Sumber : Yulianda 2007, dimodifikasi Tabel 3.3. Matriks Kesesuaian lahan untuk kegiatan Jet ski dan Banana boat Parameter Kategori Bobot Nilai (Skor) Kedalaman (m) S1 : > 8 5 S2 : > 4 8 5 3 S3 : < 4 1 Kecepatan Arus S1 : 0-0,15 5 S2 : > 0,15-0,40 3 3 S3 : > 0,40 1 Sumber : Yulianda 2007, dimodifikasi Tabel 3.4. Matriks Kesesuaian lahan untuk kegiatan Selam SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 4

No Parameter Bobot nilai skor 100 5 1 Kecerahan Perairan 5 50 < 100 3 20 < 50 1 >75 5 2 Tutupan karang(%) 5 >50-75 3 25-50 1 >12 5 3 Jumlah Lifeform 3 <7-12 3 4-7 1 >50 5 4 Jenis Ikan Karang 3 >30-50 3 10-<30 1 0-15 5 5 Kec. Arus (cm/det) 1 >15-30 3 >30-50 1 1-3 5 6 Kedalaman karang (m) 1 >3-6 3 >6-10 1 >500 5 7 Lebar Hamparan Karang (m) 1 >100-500 3 20-100 1 Sumber : Yulianda 2007 dimodifikasi 2.4. Analisis Kesesuaian Wisata Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut (Ketjulan, 2013). Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata rekreasi pantai adalah (Yulianda, 2007): Keterangan: IKW Ni Nmaks IKW = (ni) N 100% :Indeks kesesuaian wisata (rekreasi, berenang, berperahu) :Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor). :Nilai maksimum dari kategori wisata. Berdasarkan matriks kesesuaian, selanjutnya dilakukan penyusunan kelas-kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata rekreasi pantai, berenang dan berperahu. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi menjadi 3 kelas kesesuaian meliputi Hasil perhitungan yang diperoleh dari jumlah perkalian antara bobot dan skor yang disesuaikan dengan kategori klasifikasi. Kriteria kesesuaian lahan tersebut dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu : SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 5

Kategori S1 : Sangat sesuai (highly suitable). Kawasan ini tidak mempuyai pembatas (penghambat) yang serius untuk menetapkan perlakuan yan diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan perlakuan yang diberikan. Kategori S2: Sesuai (moderately Suitable). Kawasan ini mempunyai pembatas yang agak serius untuk dipertahankan tingkat perlakuan yang harus ditetapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan. Kategori S3: Tidak sesuai (not suitable) Kawasan ini mempunyai pembatas (penghambat) permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Kondisi geomorfologi Pantai Beras Basah Pantai Beras basah memiliki ciri khas pantai berpasir halus dengan ukuran butiran pasir 0,2 5 mm (tabel 1) pantai dibentuk oleh butiran pasir, pecahan cangkang moluska dan pecahan karang (gravel) dalam jumlah kecil. Tabel 1. Kondisi geomorfologi pantai Pulau Beras Basah. Stasiun Ukuran Butir Lebar Pantai (mm) (m) Kemiringan Pantai ( o ) P1 0.2-0.8 27 20 P2 0.2-3 17 23 P3 0.4-5 18 15 P4 0.2-2 20 20 Pulau beras basar merupakan pulau kecil dengan luasan 1,2 Ha merupakan pulau kecil yang dikelilingi hamparan karang sehingga membentuk pantai pasir yang cenderung sempit berkisar antara 17-27 m dengan kemiringan sedang 15-23 o. Kemiringan pantai akan berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan dalam wisata terutama berenang. Yulianda (2007) mengemukakan bahwa tipe pantai pada umumnya terbagi menjadi 4 tipe yaitu pantai datar, landau curam dan terjal. Pantai yang datar memiliki slop kemiringan < 100, landai 100 250 dan curam > 250. Pantai Pulau Beras Basah merupakan tipe pantai yang landai. Pantai yang landai umumnya dapat dimanfaatkan untuk beraneka kegiatan wisata pantai.pantai Beras basah sangat rentan terjadinya erosi sehingga untuk mengatasi hal tersebut tahun 2007 Pemerintah Kota Bontang telah mulai membangun dinding pantai dan meletakkan Alat Pemecah Ombak (APO) bertipe tripod pada sisi selatan pulau yang memang lebih rentan terhadap pengaruh laut terbuka terutama pada musim ombak (umumnya terjadi pada bulan Agustus-Desember). 3.2.Kondisi Ekologi Perairan Pulau Beras Basah 3.2.1. Kualitas Perairan Sebagai destinasi wisata pulau Beras basah memiliki kondisi perairan yag cukup baik hal ini dapat dilihat pada parameter pengukuran kualitas perairan yang memiliki kisaran normal dan alami. (table 2.) Tabel 2. Hasil Pengukuran kualitas perairan pula Beras Basah SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 6

No Parameter Satuan Stasiun 1 2 3 4 1 ph 7.25 7.25 7,23 7.25 2 Suhu C 30.3 30.3 30.3 30.3 3 Salinitas Ppt 35 35 35 35 4 Kecerahan % 100 100 100 100 5 Kedalaman m 4 3 0.5 5.27 6 Kecepatan Arus m/s 0.06 0.06 0.06 0.06 Pengukuran ph di Pulau Beras Basah 7,23 7,25. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan wisata bahari, standar ph air laut berkisar antara 7 hingga 8,5. Berdasarkan hal tersebut maka nilai ph di Perairan Pulau Beras Basah masih dikategorikan layak untuk aktivitas wisata. Suhu rata-rata di Perairan Pulau Beras Basah adalah 30,3 o C. Bengen (2002) mengemukakan bahwa suhu perairan yang optimal untuk wilayah perairan Pantai berada pada kisaran 23 O C sampai dengan35 O C dengan batas toleransi berkisar antara 36 O C sampai dengan 40 O C. Maka suhu perairan Pulau Beras Basah termasuk dalam kategori yang baik. Ekosistem Terumbu Karang. Salinitas atau kandungan garam pada perairan memiliki rata-rata nilai 35 ppt, ini merupakn kisaran normal perairan laut tropis yang menurut Bengen (2002) kisaran salinitas perairan laut normalnya berkisar antara 30 ppt 36 ppt. kecerahan dan kedalaman berkorelasi dalam melihat penitrasi sinar matahari masuk kedalam perairan, pada titik pengamatan kedalaman perairan berkisar antara 0,5 5,27 m dengan kecerahan 100% hal ini sangat mendukung bagi perkembangan habitat bentik perairan seperti terumbu karang dan lamun yang terdapat dipulau Beras Basah, dan secara wisata sangat mendukung dalam pengembangan wisata bawah air seperti selam dan snorkeling. Waisata pantai membutuhkan perairan yang tenang dan aman sehingga parameter kecepatan arus adalah salah satu parameter kunci keamanan calon lokasi wisata, pulau Beras Basah memiliki perairan yang tenang dengan kecepatan arus rata-rata 0,06 m/s, sehingga sangat layak dijadikan lokasi wisata. 3.2.2. Kualitas Terumbu Karang Secara umum berdasarkan hasil pengamatan terumbu karang di Pulau Beras basah termasuk tipe terumbu karang tepi (fringing reef), dari arah pantai menuju tubir membentuk paparan (reef flat). Penelitian kondisi terumbu karang di perairan pesisir Pulau Beras Basah dilaksanakan di 4 (empat ) stasiun pengamatan. Hasil pendataan tutupan biota dan substrat untuk masing-masing kategori yaitu karang keras (hard coral), karang mati (dead coral), algae, biota lain (other biota), dan abiotik di setiap stasiun. SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 7

5 6 10 15 15 17 23 30 Genera Karang Genus Ikan 1 2 3 4 Gambar 2. Genera ikan dan karang di Pulau Beras Basah Setidaknya terdapat 5-30 genera hewan karang yang menyusun hamparan terumbu kaarang di pulau Beras Basah dan merupakan habitat bagi setidaknya 6 23 genus ikan karang yang bergantung pada habitat ini. 11.5 0 16 23.76 1 2 3 4 Gambar 3. Persen Cover lifeform terumbu Karang di Pulau Beras Basah Terumbu karang di pulau Beras Basah memiliki setidaknya 17 genera hewan karang kecuali pada stasiun A.3 hal ini dikarenakan lokasi A.3 merupakan hamparan karang mati yang terekspose pada saat surut sehingga sulit bagi organisme karang untuk hidup, meliputi Acropora, Cycloseris, Fungia,Goniastrea,Goniopora,Heliopora,Herpolitha,Hydnophora,Millepora,Montipora,Pavona, Pocillopora,Porites,Seriatopora dan Stylophora SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 8

Persen cover terumbu karang di Pulau Beras Basah berkisar antara 11,5 23, 76 % lifeform, bila menelusur pada pengkategorian tingkat kerusakan terumbu karang sesuai dengan Kepmen LH no. 4 tahun 2001 maka terumbu karang di pulau Beras Basah masuk dalam kategori rusak. Tabel 4. Persen tutupan karang dan tingkat kerusakan berdasarkan Kepmen LH No. 4 tahun 2001 NO Kategori lifeform Kode % Tutupan Lifeform A.1 A.2 A.3 A.4 Acropora 1 Acropora Brancing ACB 5 0.9 0 3 2 Acropora Encrusting ACE 0 0 0 0 3 Acropora Submassive ACS 2.2 4.6 0 2 4 Acropora Digitate ACD 0.5 0 0 0 5 Acropora Tabulate ACT 0.9 0.8 0 0 Non-Acropora 5 Coral Branching CB 7.36 2.2 0 0 6 Coral Encrusting CE 1.3 0.9 0 0 7 Coral Foliose CF 0.4 0.4 0 0.4 8 Coral Massive CM 0.8 2.3 0 0.8 9 Coral Sub-massive CS 2.9 2 0 2.9 10 Coral Mushroom CMR 1.3 0.5 0 1.3 11 Coral Millepora CME 1.1 0 0 1.1 12 Coral Heliopora CHL 0 1.4 0 0 Total % tutupan 23.76 16 0 11.5 Kategori KepmenLh 04/2001 Rusak Rusak Rusak Rusak Kondisi ini sangat memprihatinkan terutama bila memang kedepan kota Bontang akan mengembangkan wisata bahari untuk venue selam khususnya di pulau Beras Basah. Tutupan karang sebagian besar didominasi oleh Rubble (pecahan karang), soft coral (karang lunak) dan algae (table 5). Beberapa indikasi negative ditemukan pada lokasi pengamatan berupa kemungkinan kerusakan karang yang disebabkan kegiatan destructive fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dengan cara mengebom, hal ini diperkuat dengan keterangan dari nelayan setempat dan pengemudi kapal pengantar pengunjung. 3.3.Penilaian kesesuaian lahan 3.3.1. Wisata Pantai. Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut. Indeks kesesuaian yang diukur yaitu rekreasi pantai, Banana boat dan wisata snorkling yang selama ini telah ada di Pulau Beras basah. Analisis kesesuaian (suitability analysis) lahan dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian lahan wisata pantai secara spasial dengan menggunakan konsep evaluasi lahan. Beberapa parameter fisika dihubungkan dengan kondisi biologi dan geomorfologi untuk menjadi parameter acuan untuk kesesuaian lahan wisata pantai (Armos, 2013). Parameter kesesuaian wisata SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 9

pantai meliputi kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Hasil perhitungan seluruh jenis kegiatan wisata dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Penilaian Kesesuaian lahan wisata pantai di pulau Beras Basah Point Skor x Bobot P.1 P.2 P.3 P.4 Parameter P.1 P.2 P.3 P.4 Kedalaman 1 1 1 1 25 15 15 15 Tipe Pantai 1 1 2 1 25 5 3 5 Lebar Pantai 27 17 18 20 15 15 15 15 Material Dasar 1 1 2 1 15 15 9 15 Kecepatan Arus (m/det) 0.06 0.06 0.06 0.06 15 15 15 15 Kemiringan Pantai (o) 15 15 15 15 9 9 9 9 Kecerahan Perairan (100%) 100 100 100 100 5 5 5 5 Penutupan Lahan Pantai 1 1 3 3 5 5 1 1 Biota Berbahaya 0 0 1 1 15 15 9 9 Ketersediaan Air Tawar 0.05 0.06 0,03 0.14 5 5 1 5 Total 134 104 82 94 IKW (%) 89.3 69.3 54.7 62.7 Beras Basah dinamakan demikian konon berasala dari ukuran dan warna putih pasirnya yang seperti Beras, namun kisah lain menyebutkan bahwa dahulu kala ada kapal pembawa beras yag karam disekitar perairan tersebut, kisah ini dihubungkan dengan keberadaan beberapa makam tua yang dapat ditemukan di pulau ini. Secara umum seluruh bagian pulau kecil ini memiliki potensi untuk dijadikan wisata pantai hal ini dapat dilihat pada persentase penilaian indeks kesesuaian wilayah (IKW) yang menunjukkan seluruh stasiun pengamatan memiliki nilai > 50%, namun peneliti merekomendasikan lokasi P.1 dengan IKW tertinggi yaitu 89,3%, tingginya persentase ini karena wilayah 1 secara ekologis hampir memenuhi seluruh kriteria kawasan wisata pantai kecuali kriteria kemiringan pantai. Titik pengamatan no 3 tidak terlalu baik deisebabkan kondisi material dasar perairan yang berupa batuan karang dan terdapat biota berbahaya diantaranya ikan lepu (stone fish) dan Bulu babi (sea urchin). 3.3.2. Kegiatan Banana Boat dan Jetski Banana boat merupakan atraksi yang umum dilakukan sebagai bagian dari atraksi wisata pantai. Saat ini pulau beras basah telah memiliki atraksi wisata banana boat. Kondisi perairan yang umumnya relatif tenang menjadikan perairan beras basah sangat cocok untuk kegiatan ini. Tabel 7. penilaian kriteria ekologi untuk kegiatan Banana Boat dan Jet ski Point Skor x Bobot A.1 A.2 A.3 A.4 Parameter A.1 A.2 A.3 A.4 Kedalaman (m) 4 3 0.5 5.27 5 5 5 15 Kecepatan Arus (m/s) 0.06 0.06 0.06 0.06 15 15 15 15 Total 20 20 20 30 SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 10

% IKW 50 50 50 75 Melihat kondisi kedalaman dan kecepatan arus lokasi A4 menurut peneliti merupakan lokasi yang cocok untuk dilakukannya kegiatan Banana boat dan Jetski lokasi ini memiliki kedalaman lebih dari 5 meter dan arus yang relatif tenang sehingga memudahkan bagi driver melakuka manuvermanuver atraksi Banana boat dan jet ski. 3.3.3. Snorkling. sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, pulau Beras Basah memiliki potensi terumbu karang yang tentnya diharapkan akan menjadi daya tarik tersendiri dan dapat dikembangkan sebagai objek wisata baru di pulau Beras Basah. Tabel 8. Penilaian kriteria ekologi untuk kegiatan Snorkling Point Skor x Bobot A.1 A.2 A.3 A.4 Parameter A.1 A.2 A.3 A.4 Kecerahan perairan (%) 100 100 100 100 25 25 25 25 Tutupan komunitas karang (%) 23.76 16 0 11.5 5 5 0 5 Jumlah lifeform 11 10 0 7 9 9 0 9 Jenis Ikan Karang 10 30 6 23 9 9 0 9 Kecepatan arus (cm/det) 6 6 6 6 5 5 5 5 Kedalaman terumbu karang 4 3 0.5 5.27 3 5 5 3 Lebar Hamparan Karang (m) 90 120 0 80 3 3 0 3 Total 56 58 35 56 % IKW 58.9 61.1 36.8 58.9 Kondisi terumbu karang pulau Beras Basah yang memiliki tutupan sebesar maksimal 23,76% pada stasiun A.2 tidak membuat serta merta pulau Beras Basah dinyatakan tidak layak untuk kegiatan wisata bawah air seperti snorkling, jumlah lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan karang masih mampu meningkatkan penilaian sebagai lokasi snorkling, sehingga dengan penilaian pada tabel 8 peneliti merekomendasikan lokasi A.2 sebagai lokasi yang layak untuk dilakukannya kegiatan snorkling. Lokasi A.2 tegak berdekatan dengan lokasi P.1 yang sebelumnya direkomendasikan sebagai lokasi yag layak untuk kegiatan wisata pantai, Pada saat perairan tidak terlalu tenang stasiun 1 yang baik untuk kegiatan snorkeling karena stasiun ini berada di sebelah barat yang memiliki perairan yang tetap tenang walaupun perairan lain tidak begitu tenang karena terlindungi oleh pulau. Kegiatan snorkeling ini juga harus diawasi dan dikelola dengan baik karena kegiatan ini dapat memberikan ancaman terhadap ekosistem, hal ini didukung oleh pernyataan Claudet et al., (2010) yang mengatakan bahwa kegiatan snorkeling yang terpusat disuatu area akan meningkatkan ancaman terhadap habitat dan spesies di area tersebut. SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 11

Gambar 2. Peta indek kesesuaian wilayah IKW Pulau Beras Basah 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Pulau Beras basah merupakan pulau kecil dengan luasan 1,2 Ha merupakan pulau kecil yang dikelilingi hamparan karang sehingga membentuk pantai pasir yang cenderung sempit berkisar antara 17-27 m dengan kemiringan sedang 15-23 o Pantai Beras basah memiliki ciri khas pantai berpasir halus dengan ukuran butiran pasir 0,2 5 mm. Setidaknya terdapat 5-30 genera hewan karang yang menyusun hamparan terumbu kaarang di pulau Beras Basah dan merupakan habitat bagi setidaknya 6 23 genus ikan karang yang bergantung pada habitat ini. 2. Kegiatan wisata rekreasi pantai dapat dilakukan pada seluruh bagian pantai namun yang terbaik adalah P.1 dengan IKW tertinggi yaitu 89,3%. Kegiatan wisata Banana Boat dan Jet ski sebaiknya dilakukan pada lokasi A.4 dengan IKW 75%. Sedangkan untuk kegiatan Snorkling dapat dilakukan pada lokasi A.2 dengan IKW 61,1% 4.2.Saran Diperlukan penelitian dengan lebih banyak titik dan melakukan pendekatan GIS dengan data citra satelite yang dikorelasikan dengan data pengamatan lapangan sehingga dapat terbentuk peta dasar ekologi, sehingga pembuatan zonasi wisata berdasarkan kondisi ekologi dapat dilaakukan dengan lebih detail SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 12

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih ini disampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa pendanaan riset dalam hal ini DIKTI melalui dana Hibah Penelitian Fundamental, rekanrekan Dosen dan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman yang telah membantu tenaga dan pemikiran dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA WTO, 2004. Indicators of Sustainable Development for Tourism Destinations: A Guidebook ISBN 92-844-0726-5. Calle Capitán Haya, 42. 28020 Madrid, Spain. Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi.Standar Sains Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor. Bogor English, S., C. Wilkinson, and V. Baker, 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Australian Institue Of Merine Science. Townsville. 119-194 p. Odum, E. P., 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of Ecology oleh T.Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Yusuf, M. 2007. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Secara Berkelanjutan. Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tambunan JM, S Anggoro, H Purnaweni, 2013. Kajian Kualitas Lingkungan dan Kesesuaian Wisata Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013. ISBN 978-602-17001-1-2 Winarsih, W.H 2008. Pengembangan Potensi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Di Jawa Timur. Jurnal (2 ) Juni. Hal. 41 52. Suprihayono,2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisisr dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 470 Hal SEMINAR NASIONAL PERIKANAN 2015, STP JAKARTA 13