BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 METODE DISKUSI KELOMPOK BERBASIS INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di SMA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan di sekolah dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. secara kualitatif maupun kuantitatif serta membantu sikap positif terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

BAB I PENDAHULUAN. panas. Pada zaman modern sekarang ini, ilmu fisika sangat mendukung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

I. PENDAHULUAN. kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai arti penting dalam pengembangan teknologi. Konsep-konsep fisika

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Kondisi ini menuntut pembelajaran Fisika dengan kualitas yang baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang konstan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan perwujudan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. (1) penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan; (2) proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kebutuhan siswanya. Sebagaimana Mulyasa mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Oktifiyanti, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. Fisika telah begitu populer di Indonesia, tetapi hanya dari sisi abu-abu.

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti halnya yang tercantum dalam fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA menurut Depdiknas (2006: 443) yang menyatakan bahwa mata pelajaran fisika merupakan sarana: i) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, ii) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain, iii) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, iv) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, v) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan penjabaran di atas maka pembelajaran fisika seharusnya menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Hal ini sesuai dengan pandangan sains, bahwa fisika didefinisikan sebagai kumpulan fakta, hukum, prinsip dan teori yang didapatkan 1

2 dari pengalaman. Pembelajaran sains seyogiyanya lebih menekankan pada proses, siswa aktif selama pembelajaran untuk membangun pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan agar pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Sehingga tujuan pembelajaran fisika dapat tercapai termasuk pencapaian hasil belajar ranah kognitif siswa. Pada kenyataannya di lapangan berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu SMA Swasta di Bandung ditemukan bahwa hasil belajar ranah kognitif siswa masih rendah. Nilai rata-rata ulangan harian fisika semester dua tahun pelajaran 2010/2011 pada sampel penelitian adalah 44 dari skor maksimum 100. Menurut Petunjuk Akademik IKIP Yogyakarta (Arikunto, 2009: 245) hasil ini termasuk kategori kurang. Hasil observasi awal terhadap proses pembelajaran di dalam kelas menunjukkan bahwa siswa kurang terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran dan kurang digali pemikirannya. Siswa kurang terlibat aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa lebih banyak mendengar, menulis ulang apa yang ditulis oleh guru dan mengerjakan soal latihan berdasarkan contoh soal yang diberikan guru. Proses pembelajaran yang dilakukan lebih banyak hanya bersifat transfer pengatahuan dengan memberikan konsep-konsep yang utuh tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri siswa maupun yang ada di sekitarnya, termasuk guru juga tidak memperhatikan gaya belajar siswanya. Hal ini berdasarkan hasil studi pendahuluan yaitu 66,67% responden mengatakan metode guru mengajar fisika hanya ceramah, 26,67% diskusi dan sisanya demonstrasi Pembelajaran lebih bersifat hapalan sehingga

3 menjadi kurang bermakna bagi siswa. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sagala (2008: 88) bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil kemudian diingat. Lebih dari itu, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Hal ini sesuai dengan paham konstruktivisme, yaitu suatu paham dalam pembelajaran yang mengharuskan siswa belajar dengan cara membangun pengetahuannya. Salah satunya ada pada pembelajaran inkuiri yang merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pada paham konstruktivisme. Menurut Joyce dan Weil (Wena, 2010:77) model pembelajaran inkuiri terdiri dari lima tahapan, yaitu penyajian masalah, pengumpulan dan verifikasi data, eksperimen, merumuskan penjelasan, dan analisis terhadap proses inkuiri. Gulo (Trianto, 2010:166) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Salah satu jenis model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing yang menurut hirearki Wenning adalah pembelajaran Inquiry Lab pada tingkatan yang paling dasar. Dalam praktiknya di kelas kegiatan-kegiatan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meliputi penyajian masalah oleh guru, perumusan hipotesis oleh siswa, melakukan kegiatan eksperimen, pengolahan data hasil eksperimen, diskusi kelompok, presentasi hasil diskusi dan eksperimen, penguatan oleh guru,

4 penarikan kesimpulan, dan refleksi materi pembelajaran. Kegiatan-kegiatan pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan yang ada dalam standar proses dimana dalam pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan harus dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing dapat melibatkan aktivitas-aktivitas siswa mulai dari yang bersifat visual, auditorial dan kinestetik. Sehingga diharapkan melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing ini gaya belajar siswa baik yang cenderung visual (membaca), auditorial (mendengar), atau kinestetik (bergerak dan bekerja) dapat terfasilitasi dengan baik. Menurut Bobbi DePorter dan Hernacki (2000: 112) pada awal pengalaman belajar kita dapat mengenali modalitas seseorang sebagai modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Umumnya disebut model VAK (Visual-Auditorial-Kinestetik), kerangka kerja ini menjelaskan kecenderungan siswa untuk melihat, mendengar atau bergerak. Siswa dengan kecenderungan gaya belajar visual memproses informasi visual lebih efektif, siswa dengan kecenderungan gaya belajar auditorial akan memahami suatu informasi dengan sangat baik melalui pendengaran, dan siswa dengan kecenderungan gaya belajar kinestetik lebih menyukai belajar melalui sentuhan dan gerakan. Menurut Witkin (Cano, Garton dan Raven, 1992:46) gaya belajar merupakan faktor yang penting dalam beberapa area mencakup pencapaian

5 akademik siswa, bagaimana siswa belajar dan guru mengajar, serta interaksi antara guru dan siswa. Learning style describes the process that learners use to sort and process information. Learning style is an important factor in several areas including students academic achievement, how students learn and teachers teach, and student-teacher interaction. Dalam penelitiannya, Wilson (2008: 41) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang di dalamnya memfasilitasi siswa berekspresi sesuai gaya belajarnya akan dapat meningkatkan pencapaian akademik siswa. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar siswa dan bahwa gaya belajar siswa juga berkontribusi terhadap hasil belajar ranah kognitif siswa. Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang mempunyai kecenderungan gaya belajar visual, auditorial, atau kenestetik setelah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Sehingga penulis mengangkat judul Analisis Peningkatan Hasil Belajar Ranah Kognitif Dikaitkan Dengan Gaya Belajar Siswa Setelah Diterapkan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam penelitian ini. B. Rumusan Masalah Untuk memudahkan proses penelitian perlu adanya perumusan masalah yang tepat dan jelas sehingga penelitian yang dilakukan dapat tepat terarah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

6 Bagaimanakah peningkatan hasil belajar ranah kognitif dikaitkan dengan gaya belajar siswa dalam mata pelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing?. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa secara keseluruhan dalam mata pelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing? 2. Bagaimana profil peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa dengan kecenderungan gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik dalam mata pelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing? D. Batasan Masalah Batasan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan untuk membatasi masalah yang dikaji supaya tidak terlalu luas. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah : a. Analisis peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang dimaksud adalah anlisis peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang ditunjukkan dengan gain yang dinormalisasi. b. Gaya belajar dalam penelitian ini adalah gaya belajar menurut Bobbi De Porter dan Mike Hernacki yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Gaya belajar siswa diketahui melalui tes gaya belajar Siahaan (2006) yang

7 kemudian dilakukan penambahan butir soal untuk mencukupi aspek-aspek pencirian pada gaya belajar siswa. E. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian: Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka tujuan yang ingin dicapai adalah menganalisis peningkatan hasil belajar ranah kognitif dikaitkan dengan gaya belajar siswa dalam mata pelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Tujuan Khusus Penelitian: 1. Mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa secara keseluruhan dalam mata pelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing 2. Memperoleh informasi mengenai profil peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang memiliki kecenderungan bergaya belajar visual, auditorial dan kinestetik dalam mata pelajaran fisika setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti tentang peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, auditorial atau kinestetik setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing sehingga nantinya dapat memperkaya hasil penelitian dalam kajian sejenis dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti

8 guru sekolah menengah, praktisi pendidikan, maupun bagi sekolahnya itu sendiri baik secara teoritis maupun tertulis. G. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu : 1. Model pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai variabel bebas. 2. Hasil belajar ranah kognitif siswa sebagai variabel terikat. H. Definisi Operasional 1. Analisis peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang dimaksud adalah pemaparan tentang peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual (melihat), auditorial (mendengar) atau kinestetik (bergerak dan bekerja) yang ditentukan melalui nilai <g> dari selisih pretest dan posttest dengan menyertakan kajian yang lainnya seperti hal-hal yang mempengaruhinya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 2. Hasil belajar ranah kognitif merupakan kemampuan bersifat kognitif yang dimiliki seseorang setelah mengalami proses pembelajaran. Hasil belajar ranah kognitif diukur melalui tes hasil belajar ranah kognitif yang berbentuk pilihan ganda terhadap pokok bahasan suhu dan kalor yang dipelajari, meliputi jenjang pemahaman (C 2 ), aplikasi (C 3 ), dan analisis (C 4 ) yang dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. 3. Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk dapat menerima dan mengolah suatu informasi dengan baik melalui sebuah cara yang paling disukainya. Seorang pakar dalam konsep belajar cepat De Porter dan Hernacki (2000:112) menyatakan bahwa gaya belajar ada tiga yaitu gaya belajar visual,

9 auditorial dan kinestetik. Gaya belajar pada siswa dapat diketahui melalui tes gaya belajar yang diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda. 4. Model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah model pembelajaran yang di dalamnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan melalui bimbingan dan arahan guru. Sintaks model pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari penyajian masalah (confrontation with problem), pengumpulan data verivikasi (data gathering-verification), pengumpulan data eksperimentasi (data gathering-experimentation), organisasi data dan formulasi kesimpulan (organizing, formulating, and explanation), dan analisis proses inkuiri (analysis of the inquiry process). Keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing diamati melalui lembar observasi yang telah dibuat dan dilakukan observasi oleh para observer.