INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 47 TAHUN 1986 (47/1986) TENTANG PENINGKATAN PENANGANAN PASCA PANEN HASIL PERTANIAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1982 TENTANG DEWAN GULA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 132 TAHUN 2001 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 130 TAHUN 2014 T E N T A N G

GUBERNUR SULAWESI BARAT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2001 TENTANG DEWAN BIMBINGAN MASSAL KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 88 TAHUN 2008 TENTANG

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KEBIJAKSANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN NASIONAL

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CILACAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2006 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM DI DAERAH

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 54 TAHUN 2008

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN

NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR KETAHANAN PANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 100 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 32 TAHUN 2000 SERI D NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JASA TIRTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

2017, No Indonesia Nomor 5360); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indones

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1984 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa dalam rangka pemanfaatan produksi susu ternak perah secara optimal dan dapat meningkatkan pendapatan petani ternak perah serta kesejahteraan masyarakat pada umumnya, diperlukan langkah-langkah guna mewujudkan keterkaitan yang erat antara kegiatan produksi susu ternak perah, pengolahan, pemasaran, dan konsumsinya. b. bahwa untuk dapat mewujudkan keterkaitan. sebagaimana tersebut di atas, diperlukan adanya koordinasi yang sebaik-baiknya di bidang perencanaan kebijaksanaan pembinaan dari pengembangan produksi susu ternak perah, dan berbagai program kegiatan yang diperlukan di antara aparat Pemerint:ah yang lingkup tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya bersangkutan dengan bidang tersebut. c. bahwa baik untuk mewujudkan koordinasi sebagaimana tersebut di atas maupun untuk meningkatkan koordinasi yang telah dilaksanakan selama ini, dipandang perlu mengeluarkan Instruksi Presiden tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional. Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dari Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1907 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824). 3. 3.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832). MENGINSTRUKSIKAN : Kepada : 1. Menteri Pertanian. 2. Menteri Koperasi. 3. Menteri Perindustrian. 4. Menteri Perdagangan. 5, Menteri Dalam Negeri. 6. Menteri Kesehatan. 7. Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri. 8. Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. 9. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. Untuk : PERTAMA : Menyelenggarakan kerja sama dan koordinasi yang sebaik-baiknya dalam rangka : a. penyusunan dan perumusan kebijaksanaan terpadu mengenai pembinaan dan pengembangan persusuan nasional untuk meningkatkan produksi dan higiene susu ternak perah, pengolahan pemasaran dan konsumsinya. b. penyusunan program-program kegiatan bagi pelaksanaan kebijaksanaan terpadu tersebut dalam huruf a, yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan masing-masing. KEDUA : Dalam rangka pelaksanaan kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA : 1. Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan : a. melaksakan pemantapan dan peningkatan usaha pembinaan

serta pengembangan ternak perah di kalangan para petani ternak perah agar dapat lebih meningkatkan hasil dan kesejahteraannya. b. meningkatkan penyuluhan usaha pemeliharaan ternak perah dan persusuan yang baik dan sehat di kalangan para petani ternak perah. 2. Menteri Koperasi melaksanakan penyuluhan pembinaan dan pengembangan teknis perkoperasian di kalangan para petani ternak perah di bidang persusuan. 3. Menteri Perindustrian dengan dibantu Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi dalam Negeri dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal melaksakan pembinaan dan mewujudkan keterkaitan antara usaha industri pengolahan susu dan industri penggunaan bahan susu dengan koperasi para petani ternak perah sebagai penghasil susu. 4. Menteri Perdagangan melaksanakan pembinaan tata niaga susu dalam rangka rnendorong terwujudnya keterkaitan yang erat antara industri pengolahan susu dan industri pengguna bahan susu dengan koperasi para petani ternak perah, serta pemasaran susu pada umumnya. 5. Menteri Kesehatan memberikan dukungan terhadap usaha pembinaan dan pengembangan persusuan, khusus yang menyangkut konsumsi susu dalam rangka peningkatan gizi masyarakat. 6. Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk dan pengarahan kepada para Gubernur kepala daerah tingkat I dan para Bupati /Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam: a. pelaksanaan pembinaan petani ternak perah wilayah masingmasing sesuai dengan Kebijaksanan terpadu di bidang pembinaan dan pengembangan produksi susu ternak perah, pengolahan, pemasaran, dan konsumsinya. b. memberikan dukungan terhadap kebijaksanaan Menteri sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 4 dalam memperlancar usaha pembinaan dan pengembangan usaha petani ternak perah.

KETIGA : dalam melaksanakan kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, Merteri pertanian membentuk Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menteri Muda urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, yang keanggotaannya terdiri dari para pejabat Departemen dan Lembaga yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan usaha pembinaan dan pengembangan persusuan nasional. KEEMPAT Hal-hal yang tidak dapat diputuskan dalam Tim koordinasi yang dimaksud dalam diktum KETIGA, dibicarakan dalam rapat koordinasi bidang ekonomi, keuangan, dan industri oleh para Menteri yang bersangkutan. KELIMA Pelaksanaan instruksi Presiden ini diselenggarakan sesuai dan dengan memperhatikan pedoman sebagaimana tercantun dalam lampiran Instruksi Presiden ini yang koordinasinya dilakukan oleh Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan, Dikeluarkan di Jakarta Pada tanggal 15 Januari 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd S O E H A R T 0 LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 1985 TANGGAL 15 Januari 1985 PEDOMAN KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Susu adalah produk utama ternak perah berupa susu murni dan semua jenis susu/komponen susu yang dihasilkan di dalam negeri dan diimpor dalam bentuk bahan baku. 2. Susu produksi dalam negeri adalah produk utama ternak perah berupa susu murni dan semua jenis susu/komponen susu yang dihasilkan di dalam negeri. 3. Susu impor adalah bahan baku industri berbentuk susu bubuk, susu skim, Iaktosa dan lemak susu yang didatangkan dari luar negeri (diimpor) untuk bahan baku industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu maupun untuk kepentingan lainnya seperti bantuan pangan berupa hibah (grant). 4. Pengembangan persusuan adalah upaya yang bertujuan meningkatkan dan memanfaatkan potensi persusuan di dalam negeri sehingga terjadi peningkatan produksi susu untuk memenuhi permintaan dalam negeri, mengurangi impor dan sekaligus meningkatkan pendapatan menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan Kesejahteraan petani ternak perah pada khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya.

5. Susu olahan adalah hasil pengolahan susu. 6. Industri pengolahan susu adalah industri pengolahan bahan pangan yang menggunakan bahan utama susu untuk menghasilkan susu olahan. 7. Industri pengguna bahan susu adalah industri pengolahan pangan atau non pangan yang menggunakan susu sebagai bahan tambahan atau bahan penolong. 8. Rasio susu adalah perbandingan antara jumlah susu produksi dalam negeri yang diserap industri pengolahan susu dengan jumlah bahan susu impor yang diizinkan dalam ekuivalen susu segar dan ditetapkah secara berkala. 9. Kebijaksanaan impor satu pintu adalah kebijaksanaan yang menentukan bahwa seluruh impor susu melalui lembaga tata niaga tertentu. BAB II PENGEMBANGAN PERSUSUAN Pasal 2 Pengembangan persusuan dilakukan untuk membangun dan membina usaha persusuan agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga yang terjangkau masyarakat sekaligus untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak perah khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup kebijaksanaan persusuan meliputi perumusan kebijaksanaan dan pengadaan pelaksanaan kebijaksanaan dalam

rangka memperlancar kegiatan pendinginan produksi susu dalam negeri industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu, pemasaran, dan konsumsi susu. Pasal 4 (1) Produksi susu dalam negeri ditingkatkan melalui usaha modernisasi peternakan ternak perah rakyat yang dibina oleh wadah koperasi susu. (2) Dalam rangka meningkatkan produktivitas peternakan ternak perah dan mengembangkan swadaya peternak perah yang dibina menjadi anggota koperasi, diadakan pembinaan dan pengembangan prasarana dan sarana penunjang sejak usaha pra produksi,produksi dan pasca panen seperti penyediaan peralatan dan teknologi. Pasal 5 (1). Pengembangan industri pengolahan susu diadakan di sentra produksi yang bertumpu pada kekuatan produksi susu dalam negeri. (2). Dalam setiap pendirian industri pengolahan susu wajib mengikutsertakan koperasi secara aktif. Pasal 6 (1). Lapor susu dilakukan melalui kebijaksanaan satu pintu dan kebijaksanaan rasio susu. (2) Agar harga susu dapat terjangkau oleh masyarakat dan mampu memberikan rangsangan terhadap petrernak ternak perah di lakukan kebijaksanaan pengendalian dan monitoring harga susu di dalam negeri mulai dari tingkat peternak ternak perah sampai konsumen. (3) Setiap industri pengolahan susu wadjib menggunakan susu produksi dalam negeri sebagai bahan baku utama, sedang susu impor merupakan pelengkap.

Pasal 7 Untuk memasyarakatkan konsumsi susu dilakukan usaha-usaha penerangan, promosi, dan kampanye minum susu melalui berbagai media penerangan dengan meningkatkan program-program yang telah dilaksanakan maupun program baru, seperti program susu bagi anak sekolah, program minum susu bagi karyawan yang secara medis teknis memerlukan, bantuan susu bagi daerah-daerah rawan gizi dan lain-lain. BAB lv BENTUK KOORDINASI Pasal 8 (1). Pengembangan persusuan menjadi wewenang dan/atau tanggung jawab Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, bersamasama dengan Menteri Koperasi, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dengan dukungan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri Pertanian membentuk Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan dan keanggotaannya terdiri dari para pejabat dari Departemen/Lembaga yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya bersangkutan dengan usaha pembinaan dan pengembangan persusuan nasional. (3) Masalah persusuan yang menyangkut bidang tugas dan wewenang dari beberapa Menteri yang memerlukan koordinasi antar para Menteri yang bersangkutan, dibicarakan dalam rapat koordinasi bidang Ekonomi,Keuangan, dan Industri, atau koordinasi dan konsultasi langsung antara Menteri-menteri yang bersangkutan. pasal 9

Pelaksanaan operasional pembinaan dan pengembangan persusuan dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi sejalan dengan fungsi dan tugas masing-masing. Pasal 10 Pelaksanaan koordinasi pembinaan dan pengembangan persusuan di daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala daerah dengan berpedoman pada kebijaksanaan umum dibidang persusuan yang ditetapkan Pemerintah. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 11 Segala biaya yang berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan persusuan nasional dibebankan kepada anggaran masing-masing instansi sesuai dengan lingkup tugasnya. BAB VI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 12 Pedoman ini secara teknis operasional diatur lebih lanjut oleh Menteri atau Ketua/Kepala Lembaga yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing di bawah koordinasi Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd

S 0 E H A R T 0