BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilai-nilai masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANIAH DENGAN SIKAP TERHADAP STIGMA TERORISME PADA SANTRI PONDOK PESANTREN NGRUKI ABSTRAKSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

MEMAHAMI FIQH MODERAT DAN FIQH RADIKAL

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. di pesantren. Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan agama

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

PENDAHULUAN. pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, semua pihak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari kecerdasan spiritual. Saat ini manusia hidup di tengah-tengah kegalauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Bab II Pasal 3

NCB Interpol Indonesia - Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masala Sabtu, 20 September :35

BAB 1 PENDAHULUAN. segenap kegiatan pendidikan (Umar Tirtarahardja, 2005: 37).

BAB I PENDAHULUAN. terlarang serta tingginya budaya kekerasan merupakan contoh permasalahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NUSA DUA, BALI 10 AGUSTUS Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Selamat sore, salam sejahtera untuk kita semuanya. Yang saya hormati,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

Adhyatman Prabowo, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

Narsum I 8.15 Sekjen Forum Umat Islam - KHMuhammad Al Khaththath-

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

BAB I PENDAHULUAN. Seorang insan dengan gelar Hamilil Qur an memiliki tanggung jawab

: MOH. RIFQI KHAIRUL UMAM B

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. Noviyanto, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam. kreatifitas dan dorongan. Tujuan merupakan arah yang hendak dicapai oleh

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Interaksi yang utama dan paling sering terjadi adalah interaksi

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak pun dijelaskan bahwa diantaranya yakni mendapatkan hak pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga dalam menjalani interaksinya manusia

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. besar atau lebih dikenal dengan istilah 212. Peristiwa ini merupakan langkah

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan zaman yang semakin pesat membuat orang dapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANTARA JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DAN BUKAN JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar)

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh individu maupun masyarakat secara luas. teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab.

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

TERORISME: POLA AKSI DAN ANTISIPASINYA

BAB I PENDAHULUAN. maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu. diantara sifat beliau adalah benar, jujur, adil, dan dipercaya.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dulu selalu ada orang-orang yang berusaha untuk mencari-cari kelemahan, atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat di Indonesia, selain itu masyarakat di Bali juga mulai

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, pasar modal tidak lepas dari pengaruh lingkungan, terutama

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA. (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

Komentar Kyai terkait munculnya komik berbahasa Indonesia yang menghina Rasulullah SAW di internet baru-baru ini?

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

BAB V KESIMPULAN. Pada bab ini akan dijelaskan kesimpulan, implikasi dan saran. Kesimpulan didasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dorongan dalam melakukan pekerjaanya, intensitas dan frekuensi dari waktu ke

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2]

BAB I PENDAHULUAN. di dalam bidang bisnis. Ada dua tanggung jawab akuntan publik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bagaimana Anda melihat kasus terorisme di Indonesia? Apakah berdiri sendiri atau ada maksud lain?

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan seorang wanita yang bukan mahramnya. Berawal dari pernikahan itu,

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

{mosimage}ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat santri merupakan salah satu kelompok yang sangat penting dalam umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilai-nilai masyarakat pesantren, terutama cara saling mempengaruhi masyarakat luar pesantren dan anggapan bahwa pesantren sebagai alternatif ideal membuat kebudayaan pesantren agak berbeda dari pada masyarakat Indonesia pada umumnya dan juga umat islam yang lebih luas. Oleh karena itu, pesantren dan masyarakat santri dalam pimpinan kyai, sudah membentuk islam di Indonesia sejak zaman awal, pengaruh masyarakat santri terhadap masyarakat Indonesia masih kuat, baik dalam peran pesantren sebagai pusat tarekat maupun pendidikan anak-anak. Namun akhi-akhir peran pesantren juga sering dianggap penting dalam organisasi atau jaringan yang bergaris keras misalnya, sebagai pusat mengajar, mendukung teroris dan sebuah tempat yang cocok untuk menggelapkan kegiatannya. Hal-hal ini sering dibicarakan dalam media massa, sejak ditemukannya jaringan Jama ah Islamiyah (JI) berdasarkan pada hubungan dengan beberapa anggota keluarga dan kelompok alumni pesantren-pesantren tertentu. Didasarkan pada buktibukti bahwa beberapa alumni pesantren yang melakukan kegiatan kriminal misalnya menolong teroris atau membuat dan meledakkan bom. Menurut Muhlis (2005) dalam

2 media massa, pesantren yang mereka hadiri dianggap sebagai pesantren keras dan juga dianggap penting dalam jaringan teroris, sampai pesantren sebagai institusi yang dianggap bersalah. Fenomena yang berkembang belakangan ini menunjukkan bahwa munculnya stereotip baru (secara keliru) atas dunia pesantren. Seiring derasnya arus radikalisasi agama di Indonesia menjadikan pesantren menjadi bagian yang dicurigai sebagai lembaga yang melahirkan kelompok Islam radikal-fundamental. Kasus pesantren Ngruki yang digeledah aparat tiba-tiba menjadikan pesantren didera stigma teroris (Muhammad, 2005). Abu Bakar Ba asyir yang dituduh sebagai pemimpin spiritual jaringan teroris Jama ah Islamiah dan hubungannya dengan alumni pesantren ngruki di Solo dan Al Islam di Tenggulun yang terlibat bom Bali I, hotel JW Marriot dan bom di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, selain pemboman di Ambon, Poso dan tempat lain di Indonesia. Pesantren seringkali disebutkan dalam konteks kepemimpinan Abu Bakar Ba asyir dan pesantren tertentu sebagai tempat menyembunyikan gerakan dan kegiatan teroris, walaupun konteks itu sempit dan biasanya mencakup pesantren Ngruki, hal ini mendasari anggapan tentang adanya kaitan antara terorisme dan pesantren. Farid (dalam Amin, 2005) mengatakan rencana penggeledahan dan pengawasan terhadap pondok pesantren merupakan upaya mencari kambing hitam terhadap merebaknya kasus teror di Indonesia. Fenomena diatas memunculkan sikap dalam berperilaku. Thurstone (dalam Azwar, 2003) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

3 mendukung atau memihak, maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak. Allport (Azwar, 2003) menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon. Sikap yang dicerminkan oleh santri baik itu sikap positif ataupun sikap negatif dapat tercermin melalui kecerdasan ruhaniahnya. Sinetar (2001) berpendapat bahwa kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Illahi. Kecerdasan ini juga diartikan sebagai ketajaman pemikiran yang tinggi, yang menghasilkan sifat-sifat supranatural: intuisi, petunjuk moral yang kokoh, kekuasaan atau otoritas batin, kemampuan membedakan salah dan benar, dan kebijaksanaan. Menurut Fankl (Rakhmat, 2001) dengan memasuki ruang ruhani manusia mampu meninggikan martabatnya sebagai manusia, karena hidupnya tidak semata-mata dikuasai oleh ketentuan-ketentuan biologis dan psikologis semata. Tasmara (2001) mengungkapkan bahwa ruhaniah merupakan suatu proses yang dinamis dimana seseorang menemukan kearifan dan vitalitas di dalam dirinya yang memberi makna dan tujuan pada semua kejadian dan hubungan dengan peristiwa dalam hidup seseorang, bahkan di tengah kesusahan, krisis, stress, penyakit dan penderitaan pribadi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, memunculkan pertanyaan apakah ada hubungan antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren. Untuk itu penulis mengadakan penelitian dengan

4 mengambil judul Hubungan antara Kecerdasan Ruhaniah dengan Sikap Terhadap Stigma Terorisme pada Santri Pondok Pesantren Ngruki. B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberi manfaat, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis, sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat sehingga dapat memperkaya, dan mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan di bidang psikologi khususnya psikologi sosial dan psikologi agama. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan terhadap santri, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi berupa kecerdasan ruhaniah dan sikap terhadap stigma terorisme, sehingga santri diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan ruhaniah dan bersikap secara objektif terhadap stigma terorisme. b. Sebagai masukan bagi Pembina pondok pesantren, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi berupa pentingnya peningkatan kecerdasan ruhaniah dan sikap terhadap stigma terorisme, sehingga lebih meningkatkan pembinaan

5 terhadap para santri. c. Sebagai salah satu acuan bagi peneliti lain yang tertarik dengan penelitian yang sama, khususnya yang berhubungan dengan kecerdasan ruhaniah, sikap terhadap stigma terorisme dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.