Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP TERJADINYA DRY MOUTH PADA PEROKOK FILTER DI KELURAHAN SUKAWARNA BANDUNG

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi.

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17

HUBUNGAN USIA WANITA SAAT COITARCHE DAN LAMA PEMAKAIAN PIL KB KOMBINASI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR.

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

KARYA TULIS ILMIAH. Gambaran Merokok sebagai Faktor Risiko Pada Penderita Karsinoma Laring di RSUP. H. Adam Malik Medan

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi

The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan

Perbedaan Terapi Kemoradiasi dan Radiasi terhadap Kesembuhan Kanker Payudara Pasca Bedah

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian adalah mencakup bidang Ilmu

SEBAGAI PEROKOK. Oleh: ARSWINI PERIYASAMY

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Oleh: Esti Widiasari S

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK ORANG TUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN LEUKEMIA PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH.

BAB III METODE PENELITIAN. obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. ( ) ( ) ( )

BAB I PENDAHULUAN. filter), rokok arab (rokok shisha), sampai gaya modern (rokok elektrik). Banyak

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

ABSTRAK UJI VALIDITAS HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN METODE TALLQVIST TERHADAP METODE FLOW CYTOMETRY

ANGKA HARAPAN HIDUP DUA TAHUN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA BERBAGAI STADIUM YANG DILAKUKAN TERAPI KEMORADIASI

ABSTRACT. CHARACTERISTICS OF CERVICAL CARCINOMA AT HASAN SADIKIN HOSPITAL BANDUNG in 1 JANUARY DECEMBER 2010

HUBUNGAN USIA TERHADAP DERAJAT DIFERENSIASI KANKER PAYUDARA PADA WANITA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK DENGAN KEJADIAN INFARK MIOKARD. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

KUALITAS HIDUP DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUD DR.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

BAB III METODE PENELITIAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB II. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KEJADIAN STROKE DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

Pengaruh Kebiasaan Merokok dengan Timbulnya Radikal Bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran CAKRADENTA YUDHA POETERA G

GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

BAB III METODE PENELITIAN. harga diri siswa kelas X di SMA N 1 Ampel, Boyolali. Desain dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:

Transkripsi:

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 79 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dan Kejadian Karsinoma Nasofaring Studi observasi analitik di RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Februari sampai April 2009 The Correlation between the Smoking Habit and the Incidence of Nosopharyngeal Carcinoma Observational analytic study at RSUD dr. Moewardi Surakarta in February until April 2009 Soemadi 1 dan Santoso 2 ABSTRACT Background: Nasopharyngeal carcinoma is a cancer originating in the nasopharynx. In Indonesia, nasopharyngeal carcinoma is the 5 th of the most frequent cancers. It has been associated with the smoking habit of most of Indonesian (in average Indonesian use 182.000 billion cigarettes annually). This study was performed to find out the correlation between the smoking habit and the incidence of nasopharyngeal carcinoma in IK-THT Department of RSUD dr. Moewardi Surakarta. Design and Method: This study was observasional study with cross-sectional approach. A total of 56 patients meeting the inclusion and exclusion criteria were interviewed and the data were analyzed using chi square test. Result: Among subjects suffered from nasopharyngeal carcinoma, 5 subjects (25%) did not have smoking habit, 7 subjects (35%) were light smokers and 8 patients (40%) were heavy smokers. Among the subjects without nasopharyngeal carcinoma, 17 subjects (47.2%) did not smoke, 4 subjects (11.1%) were light smokers, 2 subjects (5.6%) were the light smokers and 13 subjects (36.1%) were the heavy smokers. Conclusion: Chi square test resulted in association between smoking and nasopharyngeal carcinoma but with a medium correlation coefficient (Sains Medika 2 (1): 79-87). Key words: nasopharyngeal carcinoma, smoking habit ABSTRAK Pendahuluan: Karsinoma nasofaring merupakan salah satu tumor ganas tubuh manusia pada daerah kepala dan leher. Di Indonesia penyakit ini tiap tahunnya menduduki urutan lima besar. Kejadian ini diduga berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi rokok (rata rata sebanyak 182.000 miliar batang tiap tahun). Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan kejadian karsinoma nasofaring di bagian IK-THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 56 pasien yang memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pasien di bagian IK-THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji hipotesis chi square. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien karsinoma nasofaring yang tidak mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 5 orang (25%), tidak ada perokok ringan, perokok sedang sebanyak 7 orang (35%) dan perokok berat sebanyak 8 orang (40%). Pada pasien bukan karsinoma nasofaring yang tidak mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 17 orang (47,2%), perokok ringan sebanyak 4 orang (11,1%), perokok sedang sebanyak 2 orang (5,6%) dan perokok berat sebanyak 13 orang (36,1%). Kesimpulan: Hasil analisis uji chi square dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring dengan koefisien korelasi sedang (Sains Medika 2 (1): 79-87). Kata kunci: karsinoma nasofaring, kebiasaan merokok 1 Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) 2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)

80 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas pada daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan bahwa karsinoma nasofaring menduduki lima besar dari tumor ganas tubuh manusia. Prognosis 5 YSR (angka bertahan hidup 5 tahun) penyakit ini pada tiap stadiumnya antara lain: 76,9% pada stadium I, 56,0% pada stadium II, 38,4% pada stadium III dan 16,4% pada stadium IV, sehingga karsinoma nasofaring hampir tiap tahunnya selalu menduduki 5 besar kanker yang mengakibatkan kematian. Pada dasarnya karsinoma nasofaring dapat mengenai pada semua golongan umur, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah umur 20 tahun, umur terbanyak diantara 45 54 tahun (Arsyad, 2000). Penyebab kanker pada umumnya adalah paparan zat karsinogenik dan didukung oleh kondisi lingkungan non karsinogenik yang berperan sebagai promotor terhadap berkembangnya sel kanker. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap, kebiasaan memasak dengan bumbu masak tertentu, dan makan makanan terlalu panas. Tiap orang mempunyai kecenderungan terserang penyakit kanker (Sitorus, 2006; Arsyad, 2000). Rokok merupakan salah satu sumber karsinogen yang tidak banyak disadari oleh para pengkonsumsinya (Sitorus, 2006). Sebagian besar orang menganggap bahwa menghisap rokok dapat membuat rileks, tetapi sebagian kecil orang yang tidak merokok atau bahkan menghindari rokok menyatakan bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit dan bahkan dapat membawa kematian. Sukendro (2007) melaporkan bahwa pada negara industri maju kecenderungan berhenti merokok semakin meningkat, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, kebiasaan merokok justru mengalami peningkatan. Departemen Kesehatan pada tahun 2002 melaporkan bahwa Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi sebanyak 182.000 miliar batang rokok. Hasil survey tahun 2009 melaporkan bahwa Indonesia telah menempati urutan ketiga konsumen rokok tertinggi di dunia. Hasil Survey Kesehatan Nasional tahun 2001 diketahui 54,5% laki laki dan 1,2% wanita Indonesia yang berusia lebih dari sepuluh tahun adalah perokok aktif. Studi di kota Semarang diketahui bahwa prevalensi merokok pada tukang becak 96,1%, paramedis 79,8%, pegawai negeri 51,9%, dan dokter 36,8% (Triswanto, 2007; Sukendro, 2007). Pada penelitian ini akan dicari apakah terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 81 kejadian karsinoma nasofaring. Data diambil dari rekam medis pasien di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan untuk penderita karsinoma nasofaring. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan terjadinya karsinoma nasofaring sehingga sedapat mungkin dihindari. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan merokok, karsinoma nasofaring merupakan variabel tergantung, sedangkan makanan, polusi asap dan genetik dianggap sebagai variabel pengganggu. Populasi sasaran adalah semua orang yang berada di RSUD dr. Moewardi Surakarta, sedangkan populasi terjangkau adalah semua pasien yang datang berobat di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian diambil dari semua pasien yang datang berobat di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta dan yang memenuhi kriteria penelitian. Kriteria inklusi umur 40 60 tahun. Kriteria eksklusi antara lain: keadaan umum buruk, memiliki diagnosis keganasan yang lainnya (kuesioner), mantan perokok, bertempat tinggal di daerah dengan tingkat polusi asap atau polusi cairan yang tinggi (kuesioner), sering kontak dengan bahan iritatif yang dapat merangsang hidung dan salurannya (kuesioner), dan memiliki anggota keluarga yang mengidap penyakit keganasan (kuesioner). Pengambilan data dilakukan di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta dari salinan rekam medis pasien. Data yang dicantumkan pada kuesioner penelitian untuk mengetahui adanya kebiasaan merokok lalu dikelompokkan berdasarkan riwayat merokok sehingga dapat diketahui termasuk kelompok perokok ringan, sedang atau berat dan juga menderita karsinoma nasofaring atau tidak. Penggolongan kriteria perokok antara lain: (1) tidak merokok, apabila seseorang tidak pernah melakukan aktifitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya sejak dari usia anak-anak hingga wawancara dilakukan; (2) perokok ringan, apabila mereka menghabiskan rokok sampai 10 batang per hari dengan selang waktu 60 menit sejak bangun pagi; (3) perokok sedang, apabila mereka mampu merokok 11-20 batang per hari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 31-60 menit; dan (4) perokok berat, apabila mereka mampu merokok 21

82 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 batang per hari atau lebih dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Pengisian kuisioner dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada pasien atau keluarga pasien di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Keeratan hubungan merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi pada penderita karsinoma nasofaring ditentukan berdasarkan analisa uji chi square kemudian diuji hipotesis koefisien kontingensi. Interpretasi hasil uji korelasi adalah sebagai berikut: jika p > 0,05 berarti tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji, sedangkan jika p < 0,05 berarti terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Kriteria kekuatan korelasi (r), sebagai berikut: sangat lemah (0,00 0,199); lemah (0,20 0,399); sedang (0,40 0,599), kuat (0,6 0,799), dan sangat kuat (0,8 1,000) (Dahlan, 2004). HASIL PENELITIAN Distribusi frekuensi kebiasaan merokok pada pasien di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan jenis rokok, lama merokok, gambaran jumlah pasien karsinoma nasofaring di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta, masing-masing dapat dilihat pada Tabel 2., Tabel 3., dan Tabel. 4. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok dan gambaran jumlah pasien karsinoma nasofaring berdasarkan umur, masing-masing disajikan pada Gambar 1. dan Gambar 2. Tabel 1. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi Tabel 2. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan jenis rokok

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 83 Tabel 3. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan lama merokok Tabel 4. Gambaran jumlah pasien karsinoma nasofaring di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta Kategori Frekuensi % Bukan karsinoma nasofaring 36 64,3 Karsinoma nasofaring 20 35,7 Total 56 100 Gambar 1. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan umur 41-45 tahun ( ), 46-50 tahun ( ), 51-55 tahun ( ), dan 56-60 tahun ( ). Gambar 2. Gambaran jumlah penderita kanker nasofaring berdasarkan umur 41-45 tahun ( ), 46-50 tahun ( ), 51-55 tahun ( ), dan 56-60 tahun ( ).

84 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 Kuisioner dalam penelitian ini yang terdiri dari 14 item pertanyaan telah diuji kelayakannya dengan uji validitas dan reliabilitas dengan hasilnya dinyatakan reliabel 0,717 (Cronbach s Alpha > 0,6) dan uji validitas dengan nilai r pada N=56 sebesar 0,4 (Sastroasmoro, 1995) diketahui bahwa pertanyaan yang memenuhi syarat uji validitas adalah pertanyaan 3, 4, 5, 6 dan 7. Gambar 3. Hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi: Karsinoma nasofaring ( ), bukan karsinoma nasofaring ( ). Tabel 5. Hasil crosstab hubungan merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi (p < 0,05). Hasil analisis koefisien kontingensi menunjukkan koefisien korelasi sedang yaitu 0,402. Nilai koefisien tersebut positif yang berarti bahwa korelasi hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring adalah searah.

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 85 PEMBAHASAN Triswanto (2007) melaporkan bahwa dalam sebatang rokok mengandung lebih kurang 4.000 bahan kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen sianida yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker. Gambar 3. di atas menunjukkan orang yang tidak merokok, maka risiko untuk terjadinya karsinoma nasofaring semakin kecil, sedangkan apabila orang tersebut adalah perokok berat yang dilakukan secara terus menerus, maka risiko akan terjadinya karsinoma nasofaring semakin besar. Akan tetapi, hasil uji keeratan hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring menunjukkan nilai RP sebesar 1,94 ( IK 95% : 0.88-4.3) yang berarti bahwa kebiasaan merokok belum tentu merupakan faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring. Timbulnya karsinoma nasofaring dipengaruhi banyak faktor (multifactorial) baik internal maupun eksternal. Etiologi dari kanker ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi hasil penelitian in vitro dan in vivo melaporkan bahwa virus Epstein-Barr (EBV) merupakan faktor utama etiologi Karsinoma Nasofaring. Berdasarkan insiden karsinoma nasofaring yang tinggi di lokasi geografis tertentu mengindikasikan ada faktor tertentu atau bahan kimia tertentu di lingkungan yang dapat menginduksi terjadinya karsinoma nasofaring antara lain adat kebiasaan gaya hidup termasuk kebiasaan makan. Disamping itu bahan karsinogenik yang ada di lingkungan juga bertindak sebagai kofaktor atau promotor timbulnya karsinoma nasofaring. Faktor genetik dinyatakan sebagai faktor predisposisi karsinoma nasofaring didasarkan atas fakta banyaknya bangsa atau ras Cina yang menderita kanker ini. Selain itu, kejadian kanker nasofaring juga dilaporkan berhubungan dengan HLA (human leucocyte antigen) dimana penderita karsinoma nasofaring pada Singapore Chinese mengalami peningkatan jumlah HLA-A2 (Sin-2) dan HLA BW46 dibandingkan dengan populasi normal (Arsyad, 2007). Hasil analisis koefisien kontingensi korelasi sedang/positif, berarti terdapat hubungan searah atara merokok berdasarkan jumlah rokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi organ tubuh. Perubahan ini dimulai dari pembesaran/ hipertrofi sel mukosa dan hiperplasia kelenjar mukus, yang selanjutnya

86 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 menyebabkan radang ringan dan penyempitan pada saluran napas akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir (Anonim, 2007). KESIMPULAN Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak merokok memiliki risiko terjadinya karsinoma nasofaring semakin kecil, sedangkan apabila orang tersebut adalah perokok berat yang dilakukan secara terus menerus maka risiko akan terjadinya karsinoma nasofaring semakin besar. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007, Akibat Rokok, Lelaki Banyak Menderita Tumor Nasofaring, http:// www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1878, Dikutip tgl. 26.06.2009. Arsyad, E., 2000, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Kepala dan Leher, Edisi 6, Jakarta: FKUI. Dahlan, S.M., 2004, Seri statistik Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: PT ARKANS. Sastroasmoro, S., 1995, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, Jakarta : Binarupa Aksara. Sitorus, H. R., 2006, Tiga Jenis Penyakit Pembunuh Utama Manusia, Bandung: Yrama Widya. Sukendro, S., 2007, Filosofi Rokok, Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Triswanto, S., 2007, Stop Smoking, Yogyakarta : Progresif Books.