Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 79 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dan Kejadian Karsinoma Nasofaring Studi observasi analitik di RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Februari sampai April 2009 The Correlation between the Smoking Habit and the Incidence of Nosopharyngeal Carcinoma Observational analytic study at RSUD dr. Moewardi Surakarta in February until April 2009 Soemadi 1 dan Santoso 2 ABSTRACT Background: Nasopharyngeal carcinoma is a cancer originating in the nasopharynx. In Indonesia, nasopharyngeal carcinoma is the 5 th of the most frequent cancers. It has been associated with the smoking habit of most of Indonesian (in average Indonesian use 182.000 billion cigarettes annually). This study was performed to find out the correlation between the smoking habit and the incidence of nasopharyngeal carcinoma in IK-THT Department of RSUD dr. Moewardi Surakarta. Design and Method: This study was observasional study with cross-sectional approach. A total of 56 patients meeting the inclusion and exclusion criteria were interviewed and the data were analyzed using chi square test. Result: Among subjects suffered from nasopharyngeal carcinoma, 5 subjects (25%) did not have smoking habit, 7 subjects (35%) were light smokers and 8 patients (40%) were heavy smokers. Among the subjects without nasopharyngeal carcinoma, 17 subjects (47.2%) did not smoke, 4 subjects (11.1%) were light smokers, 2 subjects (5.6%) were the light smokers and 13 subjects (36.1%) were the heavy smokers. Conclusion: Chi square test resulted in association between smoking and nasopharyngeal carcinoma but with a medium correlation coefficient (Sains Medika 2 (1): 79-87). Key words: nasopharyngeal carcinoma, smoking habit ABSTRAK Pendahuluan: Karsinoma nasofaring merupakan salah satu tumor ganas tubuh manusia pada daerah kepala dan leher. Di Indonesia penyakit ini tiap tahunnya menduduki urutan lima besar. Kejadian ini diduga berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi rokok (rata rata sebanyak 182.000 miliar batang tiap tahun). Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan kejadian karsinoma nasofaring di bagian IK-THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 56 pasien yang memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pasien di bagian IK-THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji hipotesis chi square. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien karsinoma nasofaring yang tidak mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 5 orang (25%), tidak ada perokok ringan, perokok sedang sebanyak 7 orang (35%) dan perokok berat sebanyak 8 orang (40%). Pada pasien bukan karsinoma nasofaring yang tidak mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 17 orang (47,2%), perokok ringan sebanyak 4 orang (11,1%), perokok sedang sebanyak 2 orang (5,6%) dan perokok berat sebanyak 13 orang (36,1%). Kesimpulan: Hasil analisis uji chi square dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring dengan koefisien korelasi sedang (Sains Medika 2 (1): 79-87). Kata kunci: karsinoma nasofaring, kebiasaan merokok 1 Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) 2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
80 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas pada daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI melaporkan bahwa karsinoma nasofaring menduduki lima besar dari tumor ganas tubuh manusia. Prognosis 5 YSR (angka bertahan hidup 5 tahun) penyakit ini pada tiap stadiumnya antara lain: 76,9% pada stadium I, 56,0% pada stadium II, 38,4% pada stadium III dan 16,4% pada stadium IV, sehingga karsinoma nasofaring hampir tiap tahunnya selalu menduduki 5 besar kanker yang mengakibatkan kematian. Pada dasarnya karsinoma nasofaring dapat mengenai pada semua golongan umur, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah umur 20 tahun, umur terbanyak diantara 45 54 tahun (Arsyad, 2000). Penyebab kanker pada umumnya adalah paparan zat karsinogenik dan didukung oleh kondisi lingkungan non karsinogenik yang berperan sebagai promotor terhadap berkembangnya sel kanker. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap, kebiasaan memasak dengan bumbu masak tertentu, dan makan makanan terlalu panas. Tiap orang mempunyai kecenderungan terserang penyakit kanker (Sitorus, 2006; Arsyad, 2000). Rokok merupakan salah satu sumber karsinogen yang tidak banyak disadari oleh para pengkonsumsinya (Sitorus, 2006). Sebagian besar orang menganggap bahwa menghisap rokok dapat membuat rileks, tetapi sebagian kecil orang yang tidak merokok atau bahkan menghindari rokok menyatakan bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit dan bahkan dapat membawa kematian. Sukendro (2007) melaporkan bahwa pada negara industri maju kecenderungan berhenti merokok semakin meningkat, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, kebiasaan merokok justru mengalami peningkatan. Departemen Kesehatan pada tahun 2002 melaporkan bahwa Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi sebanyak 182.000 miliar batang rokok. Hasil survey tahun 2009 melaporkan bahwa Indonesia telah menempati urutan ketiga konsumen rokok tertinggi di dunia. Hasil Survey Kesehatan Nasional tahun 2001 diketahui 54,5% laki laki dan 1,2% wanita Indonesia yang berusia lebih dari sepuluh tahun adalah perokok aktif. Studi di kota Semarang diketahui bahwa prevalensi merokok pada tukang becak 96,1%, paramedis 79,8%, pegawai negeri 51,9%, dan dokter 36,8% (Triswanto, 2007; Sukendro, 2007). Pada penelitian ini akan dicari apakah terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan
Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 81 kejadian karsinoma nasofaring. Data diambil dari rekam medis pasien di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan untuk penderita karsinoma nasofaring. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan terjadinya karsinoma nasofaring sehingga sedapat mungkin dihindari. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebiasaan merokok, karsinoma nasofaring merupakan variabel tergantung, sedangkan makanan, polusi asap dan genetik dianggap sebagai variabel pengganggu. Populasi sasaran adalah semua orang yang berada di RSUD dr. Moewardi Surakarta, sedangkan populasi terjangkau adalah semua pasien yang datang berobat di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian diambil dari semua pasien yang datang berobat di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta dan yang memenuhi kriteria penelitian. Kriteria inklusi umur 40 60 tahun. Kriteria eksklusi antara lain: keadaan umum buruk, memiliki diagnosis keganasan yang lainnya (kuesioner), mantan perokok, bertempat tinggal di daerah dengan tingkat polusi asap atau polusi cairan yang tinggi (kuesioner), sering kontak dengan bahan iritatif yang dapat merangsang hidung dan salurannya (kuesioner), dan memiliki anggota keluarga yang mengidap penyakit keganasan (kuesioner). Pengambilan data dilakukan di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta dari salinan rekam medis pasien. Data yang dicantumkan pada kuesioner penelitian untuk mengetahui adanya kebiasaan merokok lalu dikelompokkan berdasarkan riwayat merokok sehingga dapat diketahui termasuk kelompok perokok ringan, sedang atau berat dan juga menderita karsinoma nasofaring atau tidak. Penggolongan kriteria perokok antara lain: (1) tidak merokok, apabila seseorang tidak pernah melakukan aktifitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya sejak dari usia anak-anak hingga wawancara dilakukan; (2) perokok ringan, apabila mereka menghabiskan rokok sampai 10 batang per hari dengan selang waktu 60 menit sejak bangun pagi; (3) perokok sedang, apabila mereka mampu merokok 11-20 batang per hari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 31-60 menit; dan (4) perokok berat, apabila mereka mampu merokok 21
82 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 batang per hari atau lebih dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Pengisian kuisioner dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada pasien atau keluarga pasien di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Keeratan hubungan merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi pada penderita karsinoma nasofaring ditentukan berdasarkan analisa uji chi square kemudian diuji hipotesis koefisien kontingensi. Interpretasi hasil uji korelasi adalah sebagai berikut: jika p > 0,05 berarti tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji, sedangkan jika p < 0,05 berarti terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Kriteria kekuatan korelasi (r), sebagai berikut: sangat lemah (0,00 0,199); lemah (0,20 0,399); sedang (0,40 0,599), kuat (0,6 0,799), dan sangat kuat (0,8 1,000) (Dahlan, 2004). HASIL PENELITIAN Distribusi frekuensi kebiasaan merokok pada pasien di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan jenis rokok, lama merokok, gambaran jumlah pasien karsinoma nasofaring di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta, masing-masing dapat dilihat pada Tabel 2., Tabel 3., dan Tabel. 4. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok dan gambaran jumlah pasien karsinoma nasofaring berdasarkan umur, masing-masing disajikan pada Gambar 1. dan Gambar 2. Tabel 1. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi Tabel 2. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan jenis rokok
Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 83 Tabel 3. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan lama merokok Tabel 4. Gambaran jumlah pasien karsinoma nasofaring di bagian THT RSUD dr. Moewardi Surakarta Kategori Frekuensi % Bukan karsinoma nasofaring 36 64,3 Karsinoma nasofaring 20 35,7 Total 56 100 Gambar 1. Distribusi frekuensi kebiasaan merokok berdasarkan umur 41-45 tahun ( ), 46-50 tahun ( ), 51-55 tahun ( ), dan 56-60 tahun ( ). Gambar 2. Gambaran jumlah penderita kanker nasofaring berdasarkan umur 41-45 tahun ( ), 46-50 tahun ( ), 51-55 tahun ( ), dan 56-60 tahun ( ).
84 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 Kuisioner dalam penelitian ini yang terdiri dari 14 item pertanyaan telah diuji kelayakannya dengan uji validitas dan reliabilitas dengan hasilnya dinyatakan reliabel 0,717 (Cronbach s Alpha > 0,6) dan uji validitas dengan nilai r pada N=56 sebesar 0,4 (Sastroasmoro, 1995) diketahui bahwa pertanyaan yang memenuhi syarat uji validitas adalah pertanyaan 3, 4, 5, 6 dan 7. Gambar 3. Hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi: Karsinoma nasofaring ( ), bukan karsinoma nasofaring ( ). Tabel 5. Hasil crosstab hubungan merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring yang dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi (p < 0,05). Hasil analisis koefisien kontingensi menunjukkan koefisien korelasi sedang yaitu 0,402. Nilai koefisien tersebut positif yang berarti bahwa korelasi hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring adalah searah.
Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 85 PEMBAHASAN Triswanto (2007) melaporkan bahwa dalam sebatang rokok mengandung lebih kurang 4.000 bahan kimia, diantaranya nikotin, tar, karbon monoksida dan hidrogen sianida yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker. Gambar 3. di atas menunjukkan orang yang tidak merokok, maka risiko untuk terjadinya karsinoma nasofaring semakin kecil, sedangkan apabila orang tersebut adalah perokok berat yang dilakukan secara terus menerus, maka risiko akan terjadinya karsinoma nasofaring semakin besar. Akan tetapi, hasil uji keeratan hubungan antara merokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring menunjukkan nilai RP sebesar 1,94 ( IK 95% : 0.88-4.3) yang berarti bahwa kebiasaan merokok belum tentu merupakan faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring. Timbulnya karsinoma nasofaring dipengaruhi banyak faktor (multifactorial) baik internal maupun eksternal. Etiologi dari kanker ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi hasil penelitian in vitro dan in vivo melaporkan bahwa virus Epstein-Barr (EBV) merupakan faktor utama etiologi Karsinoma Nasofaring. Berdasarkan insiden karsinoma nasofaring yang tinggi di lokasi geografis tertentu mengindikasikan ada faktor tertentu atau bahan kimia tertentu di lingkungan yang dapat menginduksi terjadinya karsinoma nasofaring antara lain adat kebiasaan gaya hidup termasuk kebiasaan makan. Disamping itu bahan karsinogenik yang ada di lingkungan juga bertindak sebagai kofaktor atau promotor timbulnya karsinoma nasofaring. Faktor genetik dinyatakan sebagai faktor predisposisi karsinoma nasofaring didasarkan atas fakta banyaknya bangsa atau ras Cina yang menderita kanker ini. Selain itu, kejadian kanker nasofaring juga dilaporkan berhubungan dengan HLA (human leucocyte antigen) dimana penderita karsinoma nasofaring pada Singapore Chinese mengalami peningkatan jumlah HLA-A2 (Sin-2) dan HLA BW46 dibandingkan dengan populasi normal (Arsyad, 2007). Hasil analisis koefisien kontingensi korelasi sedang/positif, berarti terdapat hubungan searah atara merokok berdasarkan jumlah rokok dengan terjadinya karsinoma nasofaring. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi organ tubuh. Perubahan ini dimulai dari pembesaran/ hipertrofi sel mukosa dan hiperplasia kelenjar mukus, yang selanjutnya
86 Vol. 2, No. 1, Januari - Juni 2010 menyebabkan radang ringan dan penyempitan pada saluran napas akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir (Anonim, 2007). KESIMPULAN Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak merokok memiliki risiko terjadinya karsinoma nasofaring semakin kecil, sedangkan apabila orang tersebut adalah perokok berat yang dilakukan secara terus menerus maka risiko akan terjadinya karsinoma nasofaring semakin besar. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007, Akibat Rokok, Lelaki Banyak Menderita Tumor Nasofaring, http:// www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1878, Dikutip tgl. 26.06.2009. Arsyad, E., 2000, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Kepala dan Leher, Edisi 6, Jakarta: FKUI. Dahlan, S.M., 2004, Seri statistik Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: PT ARKANS. Sastroasmoro, S., 1995, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, Jakarta : Binarupa Aksara. Sitorus, H. R., 2006, Tiga Jenis Penyakit Pembunuh Utama Manusia, Bandung: Yrama Widya. Sukendro, S., 2007, Filosofi Rokok, Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Triswanto, S., 2007, Stop Smoking, Yogyakarta : Progresif Books.