PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN LOGO RS X

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

RSU MITRA SEJATI PANDUAN PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

TABULASI POKJA PAP ( PELAYANAN ASUHAN PASIEN)

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

KELENGKAPAN PENGISIAN INDIKASI MEDIS PADA FORM/BLANGKO PERMINTAAN PEMERIKSAAN RADIOLOGI

- 1 - KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

Rakor Bidang Keperawatan, PP dan PA. Kirana, 9 Agustus 2016

U/ meningkatkan hak pasien di rs, harus dimulai dgn mendefinisikan hak tersebut, kemudian mendidik pasien dan staf tentang hak tersebut.

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

POA (PLAN OF ACTION) PELAKSANAAN PROGRAM MANAJEMEN RESIKO PASIEN JATUH DI RUMAH SAKIT ISLAM UNISMA MALANG TAHUN 2013

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

PANDUAN ASUHAN PASIEN KOMA

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT

PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN RISIKO TINGGI. ( dr. Syukri, SpJP, Ns.Martalena,Skep, Ns.Syahlinda,Skep )

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

Ditetapkan Tanggal Terbit

BAB III ELABORASI TEMA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TABA

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

BAB I DEFINISI A. DEFINISI

BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB)

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

APK 1.1. Elemen penilaian APK 1.1.

MANAJEMEN INFORMASI DAN REKAM MEDIK (MIRM)

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

Dokumen yang dibutuhkan 1. Data Cakupan

DOKUMEN DAN REKAMAN BAB. VII.

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO /SK-DIR/RSIA-CI/VIII/2014 TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

SPO ASUHAN GIZI TERSTANDAR AKREDITASI VERSI HERNI ASTUTI INSTALASI GIZI RSUP DR SARDJITO Workshop Gizi, Yogyakarta April 2013

Panduan Identifikasi Pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

PANDUAN CARA IDENTIFIKASI DAN PENYIMPANAN OBAT YANG DIBAWA OLEH PASIEN

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI MAKASSAR

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomer 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

PROTOKOL PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEJADIAN JATUH PADA PASIEN

KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization)

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

Panduan Penetapan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP )

BAB 6 MANAJEMEN INFORMASI DAN REKAM MEDIK (MIRM)

MANAJEMEN REKAM MEDIS DALAM STANDAR AKREDITASI VERSI 2012

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN RSIA NUN SURABAYA 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. SDM di bidang kesehatan dan non-kesehatan sangat berpengaruh dalam

CEKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA ASESMEN PASIEN (AP)

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

LAPORAN LAPORAN DAFTAR ISI INDIKATOR MUTU PMKP TRIWULAN 1 TAHUN 2017

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

CAPAIAN INDIKATOR MUTU TH 2016 RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. lain (Crips &Taylor, 2001). Caring adalah perhatian perawat dengan sepenuh hati

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perbedaan jenis pelayanan pada:

AP (ASESMEN PASIEN) AP.1

PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN RS. ROYAL PRIMA MEDAN

MANAJEMEN INFORMASI DAN REKAM MEDIS (MIRM) Djoti Atmodjo

Regulasi RS: Kebijakan/Pedoman/Panduan/SPO tentang Asesmen Informasi Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap

PENDIDIKAN PASIEN & KELUARGA (PPK)

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. PMK RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

Kepatuhan Dokter Mengisi Asesmen Medis Secara Lengkap Pada Pasien Yang Akan Melakukan Rawat Inap

ASESMEN AWAL KEPERAWATAN PASIEN RAWAT INAP

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No HK.02.02/MENKES/390/2014

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

BAB 7 MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI (MKE)

Transkripsi:

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN I. DEFINISI Pelayanan pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang sakit yang dirawat di Rumah Sakit yang bertujuan untuk mengurangi atau menyembuhkan keluhan yang berhubungan dengan kesehatan orang sakit tersebut. Restraint adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap gerakan/perilaku seseorang. Dalam hal ini, perilaku yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan, bukan suatu tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja/sebagai suatu refleks. II. RUANG LINGKUP Pelayanan pasien dengan alat pengikat (Restraint) dilakukan oleh staf medis kepada seluruh pasien Rawat Inap RSU Bunda Thamrin Medan mulai dari Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat Inap, hingga Unit Perawatan Intensif.

III. TATA LAKSANA Restraint terdiri dari berbagai jenis, antara lain : 1. Pembatasan Fisik a. Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi pasien, menggerakkan pasien, atau mencegah pergerakan pasien. b. Pemegangan fisik : biasanya staf memegangi pasien dengan tujuan untuk melakukan suatu pemeriksaan fisik/tes rutin. Namun, pasien berhak menolak prosedur ini. Apabila terpaksa memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling kurang bersifat reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan. Pada beberapa keadaan, dimana pasien setuju untuk menjalani prosedur/ medikasi tetapi tidak dapat berdiam diri/tenang untuk disuntik/menjalani prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan tujuan prosedur/ pemberian medikasi berjalan dengan lancar dan aman. Hal ini bukan merupakan restraint. 2. Pembatasan Mekanis Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri dan kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat tidur. Namun perlu diperhatikan bahwa penggunaan bedrails dianggap berisiko terjebak di antara kasur dan bedrails dengan kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat dibandingkan tanpa penggunaan bedrails. Jadi, penggunaan bedrails harus mempunyai keuntungan yang melebihi resikonya. Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur, penggunaan side rails bukan merupakan restraint karena penggunaan side rails tidak berdampak pada kebebasan bergerak pasien. 3. Pembatasan Kimia Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien. Obat-obatan dianggap sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan tersebut tidak sesuai dengan standar terapi pasien dan penggunaan obat-obatan ini hanya ditujukan untuk mengontrol perilaku pasien/membatasi kebebasan bergerak pasien. Kriteria untuk menentukan suatu penggunaan obat dan kombinasinya tidak tergolong restraint adalah : a. Obat-obatan tersebut diberikan dalam dosis yang sesuai dan telah disetujui oleh Food and Drug Administraion (FDA) dan sesuai indikasinya. b. Penggunaan obat mengikuti/sesuai dengan standar praktik kedokteran yang berlaku. c. Penggunaan obat untuk mengobati kondisi medis tertentu pasien didasarkan pada gejala pasien, keadaan umum pasien, dan pengetahuan klinis/dokter yang merawat pasien. d. Penggunaan obat tersebut diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi fungsionalnya secara efektif dan efisien. e. Jika secara keseluruhan efek obat tersebut menurunkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya secara efektif, maka obat tersebut tidak digunakan sebagai terapi standar untuk pasien. a. Tidak diperbolehkan menggunakan pembatasan kimia (obat sebagai restraint) untuk tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode untuk pembalasan dendam. Dalam observasi restraint, perlu diperhatikan efek samping penggunaan obat dipantau secara rutin dan ketat.

Adapun indikasi pasien yang membutuhkan tindakan restraint, yaitu : 1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau orang lain. 2. Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit. 3. Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan dengan kelangsungan hidup pasien. 4. Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak berhasil/tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman bahaya. Indikasi ini tidak spesifik terhadap prosedur medis tertentu, namun disesuaikan dengan setiap perilaku individu dimana terdapat pertimbangan mengenai perlunya menggunakan restraint atau tidak. Keputusan penggunaan restraint ini tidak didasarkan pada diagnosis, tetapi melalui asesmen pada setiap individu secara komprehensif. Asesmen ini digunakan untuk menentukan apakah penggunaan metode yang kurang restriktif memiliki resiko yang lebih besar daripada resiko akibat penggunaan restraint. Asesmen komprehensif ini harus meliputi pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi masalah medis yang dapat menyebabkan timbulnya perubahan perilaku pasien. Misalnya : peningkatan suhu tubuh, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, interaksi obat, dan efek samping obat dapat dapat menimbulkan kondisi delirium, agitasi, dan perilaku yang agresif. Penanganan masalah medis ini dapat mengeleminasi atau meminimalisasi kebutuhan akan restraint. Dalam banyak kasus, restraint dapat dihindari dengan melakukan perubahan yang positif terhadap pemberian/penyediaan pelayanan kesehatan dan menyediakan dukungan pada pasien baik secara fisik maupun psikologis. Perlu dicatat bahwa pasien yang berkapasitas mental baik dapat meminta sesuatu, seperti penggunaan sabuk/ikat pengaman atau bedrails untuk meningkatkan rasa aman mereka. Meskipun hal ini mungkin tidak sejalan dengan rekomendasi perawat, pilihan pasien haruslah dihormati dan diikutsertakan dalam penyusunan/pembuatan rencana keperawatan pasien dan asesmen risiko. Jika pasien tidak dapat memberikan persetujuan (consent), perawat seyogianya selalu menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, berikut membantu pasien untuk memahami dan menyetujui tindakan tersebut. Suatu studi menyarankan bahwa penggunaan restraint pasien yang delirium sekalipun, pasien tersebut akan sangat menghargai dan mengingat penjelasan perawat mengenai kondisi pasien dan alasan pasien dilakukan restraint, terutama untuk meyakinkan bahwa tindakan tersebut ditujukan untuk keselamatan pasien. Salah satu cara untuk membantu tenaga kesehatan menghindari penggunaan restraint adalah dengan menyediakan lingkungan perawatan yang berkesan positif. Berikut adalah beberapa cara untuk menyediakan lingkungan yang positif :

1. Perawatan yang berpusat pada pasien, terutama yang mempunyai kebutuhan dukungan psikologis 2. Tingkat kebebasan dan risiko perawatan dirumah 3. Pencegahan kekerasan dan agresi 4. Pencegahan ide/tindakan bunuh diri dan melukai diri sendiri 5. Pengalaman pasien di ruang rawat intensif (ICU) 6. Pemenuhan kebutuhan pasien dimensia di ruang rawat RS 7. Pencegahan dan penanganan delirium 8. Menjaga harga diri dan martabat pasien selama asuhan keperawatan 9. Pencegahan risiko jatuh Namun perlu diperhatikan beberapa dampak negatif daripada penggunaan restraint, antara lain : 1. Dampak fisik a. Atrofi otot b. Hilangnya/berkurangnya densitas tulang c. Ulkus decubitus d. Infeksi nosokomial e. Strangulasi f. Penurunan fungsional tubuh g. Stress kardiak 2. Dampak Psikologi a. Depresi b. Penurunan fungsi kognitif c. Isolasi emosional d. Kebingungan ( confusion ) dan agitasi Apabila pasien telah ditentukan membutuhkan tindakan restraint maka diperlukan persetujuan (Informed Consent). Persetujuan merupakan salah satu alat hukum yang legal dimana seseorang memberikan kekuasaan yang sah terhadap tata laksana atau keperawatan. Dasar persetujuan yang sah identik dengan persyaratan profesional bahwa suatu persetujuan diperlukan sebelum melakukan suatu tindakan/prosedur. Perlu diingat bahwa restraint tidak boleh digunakan semata-mata untuk mengurangi beban kerja. Pemilik/pemegang kekuasaan tidak boleh menempatkan perawat dalam posisi dimana mereka terpaksa melakukan restraint karena kurangnya staf yang bertugas atau kurangnya sumber daya untuk menyediakan perawatan yang aman dan berkualitas. Unsur kenyamanan bukanlah alasan yang dapat diterima untuk melakukan restrain terhadap pasien. 1. Restraint tidak boleh dianggap sebagai pengganti pemantauan pasien. 2. Untuk menentukan perlu atau tidaknya menggunakan restraint, diperlukan skrining pada individu secara komprehensif untuk menentukan kebutuhan akan restraint berikut jenis yang dipilih. Apabila skrining menyatakan bahwa diperlukan restraint maka dilanjutkan dengan asesmen restrain.

3. Jika dalam asesmen terdapat suatu kondisi medis yang mengindikasikan perlunya intervensi untuk melindungi pasien dari ancaman bahaya, sebaiknya menggunakan metode yang paling tidak restriktif tetapi efektif. 4. Dalam menggunakan restraint, harus mempertimbangkan antara resiko yang dapat timbul akibat penggunaan restraint dengan resiko yang dapat timbul akibat perilaku pasien. 5. Permintaan keluarga/pasien untuk menggunakan restraint (yang dianggap menguntungkan) bukanlah suatu hal yang dapat mendasari diaplikasikannya restraint. Permintaan haruslah mempertimbangkan kondisi pasien dan asesmen pasien. 6. Jika telah diputuskan bahwa restraint diperlukan, dokter harus menentukan jenis restraint apa yang dipilih dan dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan resiko yang paling kecil dan pilihan yang paling menguntungkan untuk pasien. 7. Staf harus mencatat di rekam medis pasien mengenai keputusan penggunaan restraint dan jenisnya. Dituliskan juga bahwa restraint yang digunakan merupakan intervensi yang paling tidak restriktif namun efektif untuk melindungi pasien dan penggunaan restraint diputuskan berdasarkan asesmen per-individu. 8. Selama penggunaan restraint, pasien harus dipastikan memperoleh asesmen, pemantauan, tata laksana, dan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien 9. Prosedur yang harus diobservasi sebelum dan setelah aplikasi restraint : a. Inspeksi tempat tidur, tempat duduk, restraint, dan peralatan lainnya yang akan digunakan selama proses restraint mengenai keamanan penggunaannya b. Jelaskan kepada pasien mengenai alasan penggunaan restraint c. Semua obyek/benda yang berpotensi membahayakan (seperti sepatu, perhiasan, selendang, ikat pinggang, tali sepatu, korek api) harus disingkirkan sebelum restraint diaplikasikan d. Setelah aplikasi restraint, pasien diobservasi oleh staf e. Kebutuhan pasien, seperti makan, minum, mandi, dan penggunaan toilet akan tetap dipenuhi f. Secara berkala, perawat akan menilai tanda vital pasien, posisi tubuh pasien, keamanan restraint, dan kenyamanan pasien g. Dokter harus diberitahu jika terdapat perubahan signifikan mengenai perilaku pasien 10. Rumah sakit sebaiknya mewajibkan staf yang terlibat (staf yang mengaplikasikan restraint, staf yang bertugas memantau, menilai, atau memberikan pelayanan kepada pasien) memiliki pengetahuan dan memperoleh pelatihan mengenai : a. Teknik untuk mengidentifikasi perilaku pasien, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, kejadian-kejadian yang membutuhkan restraint b. Cara untuk memilih intervensi apa yang paling tidak bersifat restriktif tapi efektif, berdasarkan pada asesmen kondisi medis/perilaku pasien c. Cara mengaplikasikan restraint dengan aman d. Cara mengidentifikasi perubahan perilaku spesifik yang mengindikasikan bahwa restraint/isolasi tidak lagi diperlukan e. Pemantauan kondisi fisik dan psikologis pasien yang mengalami restraint/isolasi, termasuk status respirasi dan sirkulasi, integritas kulit, dan tanda vital f. Teknik melakukan resusitasi jantung paru ini

Perlu dilakukan evaluasi atas tindakan restraint untuk melihat apakah setidaknya hal-hal di bawah ini terlaksana dengan baik : a. Siapa yang berwenang untuk menghentikan penggunaan restraint/isolasi b. Kondisi-kondisi dimana restraint/isolasi harus dihentikan Cara mengevaluasi pengenai Pelayanan Pasien dengan Restraint adalah : 1. Mengumpulkan data mengenai penggunaan restraint dalam kurun waktu yang spesifik (misalnya 3 bulan) untuk melihat pola penggunaan restraint di unit-unit tertentu, setiap pergantian jaga, serta pola tiap minggunya. 2. Perhatikan pula apakah jumlah pasien yang menggunakan restraint meningkat di akhir pekan, saat hari libur, saat malam hari, saat jam pergantian jaga tertentu memiliki kecenderungan di satu unit tertentu daripada unit lainnya. a. Pola seperti ini dapat membantu untuk melihat adanya penggunaan restraint yang tidak sesuai dengan kepentingan/kebutuhan pasien, tetapi lebih kepada aspek kenyamanan, kurangnya staf, atau kurangnya staf yang berpengalaman/terlatih b. Jadwal piket perawat diperlukan untuk melihat apakah terdapat pengaruh meningkatnya penggunaan restraint di tingkat staf 3. Melakukan wawancara secara acak dengan pasien yang menjalani restraint. Apakah alasan digunakannya restraint ini dijelaskan kepada pasien dengan kata-kata yang dapat dimengerti? Adapun Standar Prosedur Operasional untuk melakukan tindakan restrain pada pasien : 1. Perawat berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan perilakunya. 2. Perawat mengulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan dilakukan pengikatan dengan bahasan yang sopan. 3. Staf yang akan melakukan pengikatan harus sudah berada di tempat. 4. Perawat mengobservasi tanda-tanda vital tiap 60 menit setelah dilakukan restraint. 5. Perawat menempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat staf. 6. Perawat mendokumentasikan observasi ke dalam formulir Rekam Medis Observasi Pasien Restraint (RM 43). 7. Pengikatan fisik dapat dilakukan tanpa instruksi dokter, namun sesegera mungkin (<1 jam) perawat melaporkan kepada dokter untuk legalitas 8. Fiksasi kimia dilakukan segera setelah fiksasi fisik, disesuaikan dengan kondisi pasien. Pilihan fiksasi kimia dikonsulkan ke dokter penanggung jawab pasien atau dokter anestesi.

Skema Implementasi Restraint

Panduan Intervensi Restraint dan Alternatifnya IV. DOKUMENTASI 1. Skrining Pasien Restraint di Formulir Asesmen Medis IGD (RM 6) 2. Asesmen Pasien Restraint (RM 41.09) 3. Observasi Pasien Retsraint (RM 43)